1 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Visi pembangunan Sulawesi tenggara Tahun 2008 – 2013, adalah Mewujudkan Kesejahteraan Sulawesi Tenggara, yang akan dicapai dengan mengedepankan lima agenda utama pembangunan lima tahun yaitu ; peningkatan kkualitas sumberdaya manusia ; revitalisasi pemerintahan daerah ; pembangunan ekonomi ; memantapkan pembangunan kebudayaan dan mempercepat pembangunan infrastruktur kewilayah. Pencapaian kelima agenda utama ini dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu pembanguna yang bertumpu pada pembangunan manusia (people centered) ; pembangunan yang bertumpu pada pusat-pusat pertumbuhan ( gowth center) dan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)
Untuk mempercepat pembangunan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara, maka Pemerintah Sulawesi Tenggara, menetapkan program bangun kesejahteraan masyarakat dengan akronim BAHTERAMAS, yang berisikan tiga program pokok yaitu pembebasan biaya operasional pendidikan ; pengobatan gratis dan pemberian dana blokc grant sebesar Rp. 100 juta kepada desa dan kelurahan serta kecamatan. Ketiga program BAHTERAMAS ini terkai dengan langsung dengan dua agenda uatama yaitu pembebasan biaya operasional dan pengobatan gratis merupakan implementasi agenda peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan pemberian dana block grant merupakan implementasi dari revitalisasi pemerintahan daerah yaitu desentralisasi fiscal yang terkait dengan sub agenda reformasi keuangan daerah
Sesuai kebijakan dan komitmen Gubernur Sulawesi Tenggara periode Tahun 2008 – 2013, maka ketiga program Bahteramas mulai dilaksanakan pada Tahun 2008, yang dialokasikan pada perubahan APBD Tahun 2008. Alokasi yang diberikan kepada ketiga program tersebut adalah : alokasi pembebasan biaya operasional pendidikan sebesar Rp. 45 milyar ; alokasi dana pengobatan gratis sebesar Rp. 8 juta, dalam bentuk dana revolving Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Tenggara, ; alokasi dana block
2
grant sebesar Rp. 83.720.000.000,- kepada 1909 desa dan kelurahan serta 184 kecamatan masing-masing sebesar Rp. 40 juta.
Alokasi program BAHTERAMAS pada Tahun 2008 diberikan kurang lebih setengah dari rencana alokasi anggaran BAHTERAMAS karena dialokasikan hanya untuk semester kedua Tahun 2008.
Sesuai ketentuan dan komitmen Gubernur Sulawesi Tenggara, maka pelaksanaan program BAHTERAMAS dievaluasi secara berkala yaitu evaluasi setiap semester dan evaluasi tahunan.
Secara umum hasil evaluasi menunjukkan adanya ketidak-sesuaian antara kebijakan, dan implementasi program. Hal ini dapat dimaklumi karena program dan pendekatan pelaksanaan BAHTERAMAS belum dapat dipahami sepenuhnya, dan juga masih adanya resistensi aparat di desa dan kelurahan. Berdasarkan hasil evaluasi maka perlu penyempurnaan kebijakan dan pendekatan implementasi program BAHTERMAS, untuk mengoptimalkan hasil yang dicapai.
2. Maksud dan Tujuan
Reposisi program bahteramas dimaksudkan untuk mengoptimalkan hasil yang dicapai dalam rangka mempercepat kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara. Sedang tujuannya adalah :
a. Peninjauan kembali kebijakan pelaksanaan BAHTERMAS berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi, pelaksanaan program Tahun 2008.
b. Menyusun juklak dan juknis berdasarkan konsep dan kebijakan reposisi program BAHTERMAS
c. Menetapkan proporsi alokasi anggaran berdasarkan kebutuhan klaster untuk mendorong pembangunan infrastruktur pedesaan.
d. Mensinkronkan program dengan program pedesaan lainnya yang bersumber dari APBNmaupun APBD Kabupaten/Kota.
3 II. HASIL MONITORING DAN EVALUASI
PELAKSANAAN PROGRAM BAHTERMAS TAHUN 2008
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi program BAHTERMAS Tahun dilaksanakan dalam rangka penyempurnaan program/kegiatan meliputi kebijakan dan petunjuk pelaksanaan. Sedang tujuannya adalah :
1. Mengumpulkan data dan informasi yang seluas-luasnya mengenai permasalahan, kendala dan hambatan serta aspirasi masyarakat tentang pelaksanaan BAHTERAMAS pada tahun 2008 di seluruh Kabupaten dan Kota se-Sulawesi Tenggara,
2. Menilai kesesuaian pelaksanaan BAHTERAMAS Tahun 2008 dengan pedoman pelaksanaan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan BAHTERAMAS,
3. Menganalisis determinan dan konstrain pelaksanaan BAHTERAMAS dalam rangka penyempurnaan pedoman pelaksanaan, pelaksanaan kegiatan, pelaporan dan pertanggungjawaban fisik dan keuangan,
4. Menganilisis peran berbagai komponen pemerintah (Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan), lembaga swadaya masyarakat dan organisasi sosial lainnya dalam upaya mensukseskan pelaksanaan BAHTERAMAS.
5. Menjadikan hasil laporan Monev BAHTERAMAS sebagai dasar utama penyempurnaan Program dan Pedoman Pelaksanaan BAHTERAMAS pada tahun-tahun berikutnya. Pengumpulan data dilakukan di seluruh kabupaten/kota dengan menggunakan beberapa metode yaitu : METODE Fokus Group Discussion, Wawancara, dan Observasi Seminar akhir draft laporan utama akan dilakukan setelah laporan kelompok kabupaten dan kota dirampungkan oleh masing-masing kelompok. Pemerintah Kabupaten dan kota akan diundang terutama Bappeda, BPMD, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan dalam pelaksanaan seminar draft laporan utama.
Hasil monitoring dan evaluasi menunjukkan bahwa pelaksanaan BAHTERMAS belum berjalan secara optimal, terutama pelaska yang dicapai adalah sebagai berikut :
4 1. Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan (Bop)
a. Peranan Pemerintah Kabupaten dan Kota belum memadai. Sinergitas antara pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota akan sangat menentukn keberhasilan pelaksanaan BOP, meskipun telah diatur dengan tegas dan jelas kewenangannya. Hal ini tercermin pada beberapa kabupaten/kota setelah adanya BOP, biaya rutin sekolah dikurangi atau bahkan ditiadakan.
b. Data pendidik dan kependidikan belum akurat. Ditemukan adanya perbedaan antara rencana dengan realisasi BOP akibat kurang akuratnya data pendidik dan kependidikan.
c. Insentif Guru dibagi rata. Tujuan pemberian insentif adalah untuk meningkatkan kinerja guru dalam rangka meningkatkan gairah kerja sehingga bagi yang memenuhi jam kerja memperoleh tambahan penghasilan yang sesuai. Ditemukan di lapangan bahwa insentif guru dibagi rata kepada seluruh guru yang ada, sehingga tujuan pemberian insentif tidak tercapai.
d. Komite Sekolah dan Dewan Guru belum terlibat dalam BOP. Adanya BOP dimaksudkan untuk mengurangi beban orang tua murid dalam pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh anak-anak usia sekolah dapat mengikuti pendidikan. Keterlibatan KS dan DG akan mendukung kesuksesan pelaksanaan BOP sebagai bentuk partisipasi sebagai akibat terbangunnya transparansi pelaksanaan BOP, sehingga akuntabilitas pelaksanaan BOP terwujud.
e. BOP antara sekolah umum dan kejuruan sama. Kebutuhan pembiayaan antara sekolah umum (SMA) dan sekolah kejuruan (SMK) berbeda, yang mana sekolah kejuruan cenderung lebih besar karena perbedaan kurikulum.
f. Masih ada pungutan kepada orang tua siswa setelah pelaksanaan BOP. Pada beberapa sekolah KS masih melakukan pungutan secara berkala, yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan setelah adanya BOP.
g. Kantor Pos Indonesia tidak menerima setoran pajak. Insentif guru merupakan obyek pajak yang harus dipungut oleh bendahara dan selanjutnya disetor ke kas negara. Kantor Pos Indonesia terdekat dengan sekolah penerima BOP tidk dapat
5
menerima pajak insentif guru sehingga membeni sekolah dalam pengurusan pajak. Kasus yang menarik terkait dengan kinerja kantor pos adalah adanya kebijakan kantor pos agar setiap guru penerima insentif membeli perangko. h. Komponen pendidik dan kependidikan yang belum mendapat insentif. Temuan
lapngan menunjukkan bahwa beberapa komponen seperti Guru TK, Guru Pengawas, pembuat daftar penerima insentif tidak termasuk yang memperoleh insentif Program BOP.
i. Disparitas distribusi guru antara perkotaan dan pedesaan. Umumnya di sekolah-sekolah yang berada di perkotaan dan di ibukota kabupaten dan sekitarnya berlebihan, sedang sekolah di pedesaan kekurangan guru.
2. Bantuan Keuangan Desa, Kelurahan Dan Kecamatan (Bk-Dkk)
a. Proses prencanaan dan penganggaran belum berjalan. Musrenbang desa/kelurahan yang merupakan forum pembangunan di tingkat desa/kelurahan belum berjalan dengan baik, sehingga terkesan rencana kegiatan yang dibuat hanya kepentingan kelompok tertentu. Akibatnya Kepala Desa terkesan sangat mendominasi alokasi pemanfaatan dana.
b. Persepsi masyarakat terhadap bantuan keuangan. Masyarakat menganggap bantuan keuangan (block grant) hanya untuk kepala desa.
c. Bantuan kepada Kecamatan belum terealisasi.
d. Pembangunan infrastruktur desa belum dilengkapi design/rencana. RPJM Desa merupakan dokumen rencana pembangunan yang seharusnya menjadi pedoman dalam menyusun rencana pembangunan tahunan. Karena belum adanya RPJM Desa, mengakibatkan rencana pembangunan desa bersifat parsial.
e. Pertanggung-jawaban penggunaan bantuan keuangan provinsi belum terlaksana sesuai juklak/juknis.
6 3. Pembebasan Biaya Pengobatan (Pbp)
a. Informasi mengenai pengobatan gratis di kabupaten/kota, terutama di puskesmas masing sangat simpang siur, juklak, juknis, kartu bahteramas dan pembiayaan tidak jelas.
b. Masyarakat miskin belum memiliki Kartu BAHTERAMAS.
c. Beberapa Dinkes Kabupaten belum membuat lembaga pendudkung BAHTERAMAS.
d. Pendataan warga miskin belum dilaksanakan, karena tidak tersedia dana operasional bagi petugas Puskesmas untuk melakukan pendataan.
e. Dana yang tersedia dalam APBD Prov. Sultra belum tersalur.
f. Insentif bagi tenaga medis dan para medis di tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan belum tersedia.
III. REKOMENDARI
1. Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan (Bop)
a. Segera mengaudit penyaluran dana BOP berdasarkan ketentuan yang berlaku, di tingkat Diknas Provinsi dan Sekolah.
b. RAPBS sekolah harus disusun dan dilaksanakan secara lebih transparan
c. Verifikasi guru yang telah lulus sertifikasi, guru yang diangkat dengan SK Bupati/Walikota, SK Kadinas dan SK Kepala Sekolah.
d. Distribusi guru yang terkonsentrasi pada sekolah-sekolah di kota ke sekolah di pedalaman perlu diatur dengan memberikan insentif yang memadai.
e. Perlu menertibkan pungutan di sekolah terhadap sumbangan yang bersifat “wajib”.
2. Pembebasan Biaya Pengobatan (Pbp)
a. Perlu segera pertemuan antara Dinkes Provinsi dengan Dinkes Kabupaten Kote serta Rumah Sakit Provinsi dan Rumah sakit Kabupaten Kota, untuk penjelasan
7
juklak/juknis dan prosedur untuk memperoleh kartu pengobatan bahteramas dan sinkronisasi program kesehatan/pengobatan antara provinsi dan kabupaten/kota. b. Pemantapan verifikator Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam menentukan pembiayaan berdasarkan sumber-sumber biaya nasional, provinsi dan kabupaten serta asuransi kesehatan lainnya.
c. Perlu memperjelas jumlah kuota kabupaten kota, serta besarnya anggarannya.
3. Bantuan Keuangan Kepada Desa Dan Kelurahan
a. Perlu mengkaji kembali alokasi penggunaan bantuan dana pemerintah provinsi kepada desa dan kelurahan, agar dapat mengoptimalkan hasil yang dicapai. b. Perlu melibatkan provinsi dan kabupaten/kota dalam perencanaan dan
penanggaran secara terpadu sehingga lebih berhasil-guna dan berdaya-guna. c. Pendanaan terhadap ekonomi kerakyatan perlu ditingkatkan melalui
penambahan modal pada BPR.
d. Bantuan dana setiap desa tetap dialokasikan Rp. 100 juta per tahun
e. Perlunya revisi pergub, juklak/juknis dan petunjuk alokasi dana di desa/kelurahan.
f. Perlunya sosialisasi dengan melibatkan Bappeda, Bagian Keuangan dan BPM Kabupaten/kota.
g. Perlu pelatihan kepada kepala desa dan lurah serta bendahara untuk meningkatkan kemampuan pertanggung-jawaban keuangan.
8 IV. REPOSISI PROGRAM BAHTERAMAS
1. Sinkronisasi, Koordinasi dan Integrasi Program
Sambutan Presiden Ri pada saat audensi UDG Nasional X Tahun 2008 di Istana Negara tanggal 8 Agustus 2008 dan kunjungan Presiden R.I di Sulawesi Tenggara pada tanggal 26 September 2008 dalam rangka peluncuran program BAHTERAMAS menunjukkan bahwa Pemerintah respek terhadap upaya pembangunan kesejahteraan yang dilakukan di Sulawesi Tenggara. Komitmen ini juga ditunjukkan oleh Wakil Presiden R.I yang memberikan sambutan positif saat membuka Rapat Kerja jajaran Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota se Sulawesi Tenggara pada tanggal .. dalam kunjungan kerjanya di Kendari.
Secara teknis program BHATERAMAS mendukung secara langsung program nasional. Program Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan misalnya secara langsung bersinergi dengan program BOS bagi SD/SMP dan sederajat, serta BOM bagi SLTA. Pengobatan gratis bersinergi dengan Jamkesmas serta Dana Revitalisasi Pemerintahan dan Pembangunan Desa/Kelurahan dan Kecamatan bersinergi dengan dana-dana pembangunan desa seperti PNPM, PUAP, PPIP, Agropolitan, P2DT dan lain-lain.
Selain dana pembangunan pedesaan yang berasal dari APBN, di beberapa Kabupaten Kota juga terdapat pembiayaan terhadap pembangunan pedesaan secara langsung yaitu Program Permata di Kabupaten Konawe, Program Gerbangmastra di Kabupaten Kolaka, P2MK di Kota Kendari dan lain-lain. Program pembangunan pedesaan yang bersumber dari dana APBN maupun APBD ada yang berbasis di desa/kelurahan dan ada juga yang berbasis di kecamatan.
Dengan demikian kebijakan pelaksanaan program BAHTERAMAS, sinkron dan terpadu dengan program-program pengentasan kemiskinan di pedesaan. Walaupun demikian dalam implementasi belum sepenuhnya memenuhi harapan, tujuan dana sasaran karena itu dipandang perlu untuk melakukan berbagai perbaikan dan penyempurnaan.
9
Berkenaan dengan upaya sinkronisasi, koordinasi dan integrasi program pembangunan pedesaan yang bersumber dari dan APBN, APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota, maka diperlukan suatu mekanisme dan prosedur perencanaan dan penganggaran serta control agar proses sinkronisasi, koordinasi dan integrasi program dapat berjalan sesuai harapan.
FASILITATOR BENTUKAN PEMERINTAH PROVINSI BERTUGAS MERANCANG KLASTER SINKRONISASI, KOORDINASI DAN INTEGRASI PROGRAM/KEGIATAN DILAKSANAKAN PADA PEMBAHASAN PPA DI PROVINSI MELIBATKAN KABUPATEN KOTA EVALUASI APBD KABUPATEN /KOTA SEBAGAI CONTROL TERHADAP PROGRAM KOMITMEN KAB/KOTA DILAKSAKAN OLEH TAPD
1
Mekanisme Penyusunan Rencana dan Anggaran
2 FASILITATOR BENTUKAN PEMERINTAH
PROVINSI BERTUGAS MERANCANG KLASTER SINKRONISASI, KOORDINASI DAN INTEGRASI PROGRAM/KEGIATAN DILAKSANAKAN PADA PEMBAHASAN PPA DI PROVINSI MELIBATKAN KABUPATEN KOTA EVALUASI APBD KABUPATEN /KOTA SEBAGAI CONTROL TERHADAP PROGRAM KOMITMEN KAB/KOTA DILAKSAKAN OLEH TAPD
Mekanisme Penyusunan Rencana, Anggaran dan Kontrol
Gambar 1. Mekanisme Penyusunan Rencana, Anggaran dan Kontrol
Keterlibatan fasilitator yang menjembatani program-program masyarakat, disampaikan kepada Bappeda Kabupaten/Kota untuk selanjutnya disinkronkan dengan rencana kegiatan dan anggaran Pemerintah Provinsi dan Program Nasional. Dalam hal program nasional bersifat given maka program dan anggaran Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang akan menyesuaikan berdasarkan kebijakan masing-masing. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih program/kegiatan dan anggaran.
10
Berdasarkan mekanisme seperti ditunjukkan pada Gambar 1, maka diharapkan akan terbangun komitmen antara pemerintah dan pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan kota), dimana control dapat dilakukan pada saat evaluasi APBD Kabupaten/Kota oleh Provinsi dan APBD Provinsi oleh Departemen Dalam Negeri. Hal ini agar terjadi konsistensi dan efisiensi dalam pembangunan pedesaan.
2. Pengembangan Klaster Yang Bertumpu Pada Pusat Pertumbuhan
Salah satu cirri penting dalam pengembangan klaster adalah dengan memperhatikan potensi sumberdaya tersedia seperti klaster komoditas atau klaster tata ruang dan klaster ekonomi. Karena itu dalam araha Gubernur Sulawesi Tenggara penetapan klaster tidak saja untuk mengembangkan suatu wilayah secara fisik, tetapi juga memberikan dampak langsung terhadap pembangunan kesejahteraan masyarakat. Karena itu pengembangan klaster pembangunan harus sejalan dengan strategi pembangunan yang bertumpu pada pusat pertumbuhan atau growth centered development sesuai RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 – 2013.
Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sesuai arahan dokumen RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 – 2013 yaitu :
a. Komoditas Kakao di Kabupaten Kolaka Utara, Kolaka, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Bombana, Muna, Buton dan Buton Utara;
b. Jambu mete di Kabupaten Muna, Buton dan Bombana c. Kelapa Sawit di Kabupaten Konawe Utara;
d. Kelapa Dalam di Kabupaten Bombana, Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Muna, Buton, Buton Utara dan Kolaka Utara
e. Merica/Lada di Kabupaten Konawe Selatan, Konawe, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara dan Bombana
f. Cengkeh di Kabupaten Kolaka Utara, Kolaka, Konawe, Konawe Utara dan Konawe Selatan;
g. Padi Sawah di Kabupaten Kolaka Utara, Kolaka, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Bombana, Muna, Bau-Bau dan Buton Utara;
11
h. Kacang Tanah di Kabupaten Muna, Konawe Utara, Konawe dan Buton Utara; i. Kedelai dan Jagung di Kabupaten Kolaka, Konawe Selatan, Buton, Konawe,
Konawe Utara, Bombana dan Muna;
j. Sapi dan Kambing di Kabupaten Muna, Buton Utara, Bombana, Konsel, Konawe, Konawe Utara dan Kolaka;
k. Rumput Laut di Kabupaten Wakatobi, Buton, Bombana, Muna, Buton Utara, Konawe, Konawe Utara, Kota Bau-Bau, Kota Kendari dan Kolaka;
l. Perikanan Budidaya di Kabupaten Wakatobi, Buton, Kota Bau-Bau, Muna, Konawe Selatan, Konawe, Konawe Utara, Kolaka, dan Kolaka Utara;
m. Wisata Laut di Kabupaten Wakatobi, Kota Bau-Bau, Konawe, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara dan Muna
n. Wisata Budaya di Kabupaten Buton, Buton Utara, Konawe, Muna, Kolaka dan Kota Bau-Bau;
o. Wisata Alam di Kabupaten Konawe Selatan dan Bombana;
p. Jasa-jasa/Perdagangan di Kota Kendari, Kota Bau-Bau, Kabupaten Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Utara, Muna, Buton dan Bombana;
q. Pertambangan di Kabupaten Buton, Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Selatan, Konawe Utara, Bombana, Muna dan Buton Utara.
3. Reposisi Alokasi Dana Revitalisasi Pemerintahan Dan Pembangunan Desa Dan Kelurahan.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi maka dipandang perlu untuk melakukan beberapa pergeseran kebijakan baik nomenklatur maupun substansi kebijakan sebagai berikut :
1. Nomenkalutur pemberian dana kepada desa dan kelurahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan dan tata cara pemberian bantuan yang semula disepakati disebut Bantuan Keuangan Kepada Desa Dan Kelurahan menjadi Dana Revitalisasi Pemerintahan dan Pembangunan
12
2. Untuk mengpotimalkan pemanfaatan dana tersebut sesuai hasil monitoring dan evaluasi maka alokasi dana dibedakan atas :
a. Dana adminitrasi desa/kelurahan sebesar 15% atau Rp. 15 juta, b. Dana infrastruktur pedesaan sebesar 50% atau rp. 50 juta. c. Dana bantuan langsung ekonomi sebesaer 30% atau Rp. 30 juta d. Dana modal BPR sebesar 5% atau Rp. 5 juta.
3. Pendekatan pembangunan infrastruktur dan bantuan langsung ekonomi dilakukan berdasarkan klaster.
BLOCK GRANT RP. 100 JUTA
ALOKASI HONOR DAN PENGAMANAN 15% ADM DAN
PEMBINAAN
PROGRAM KLASTER WILAYAH
ALOKASI DANA 50%
BPR
Alokasi dana 5%
EKONOMI DESA 30% BIBIT PADI UNGGUL
BIBIT TANAMAN KEHUTANAN BUDIDAYA PERAIRAN PENGEMBANGAN KLASTER WILAYAH BERDASARKAN
KLASTER WILAYAH BERDASARKAN KOMODITAS KLASTER WILAYAH BERDASARKAN TATA RUANG KLASTER WILAYAH BERDASARKAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR
KLASTER BERDASARKAN PENGEMBANGAN EKONOMI
SKEMA PENDEKATAN DAN ALOKASI DANA BLOCK GRANT
5 DRP2DL
RP. 100 JUTA
ALOKASI HONOR DAN PENGAMANAN 15% ADM DAN
PEMBINAAN
PROGRAM KLASTER WILAYAH
ALOKASI DANA 50%
BPR
Alokasi dana 5%
EKONOMI DESA 30% BIBIT PADI UNGGUL
BIBIT TANAMAN KEHUTANAN BUDIDAYA PERAIRAN PENGEMBANGAN KLASTER WILAYAH BERDASARKAN
KLASTER WILAYAH BERDASARKAN KOMODITAS KLASTER WILAYAH BERDASARKAN TATA RUANG KLASTER WILAYAH BERDASARKAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR
KLASTER BERDASARKAN PENGEMBANGAN EKONOMI SKEMA PENDEKATAN DAN ALOKASI DANA BLOCK GRANT
Gambar. 2 Alokasi Dana Revitalisasi Pemerintahan dan Pembangunan Desa dan Kelurahan
13 4. Klaster Pembangunan Infratruktur Dan Ekonomi
Pendekatan klaster dilakukan dalam rangka mengoptimalkan manfaat pembangunan dalam suatu wilayah tertentu, melakukan integrasi beberapa desa dengan karakteristik yang sama dan memperkuat daya ungkit alokasi dana per desa dalam suatu kesatuan perencanaan dan penganggaran. Karena itu pendekatan klastyer wilayah akan ditetapkan dengan beberapa cirri seperti komoditas, sector, kesatuan ekonomi, tata ruang dan kawasan/kondisi geografis.
a. Klaster Wilayah Berdasarkan Komoditi
Klaster Pengembangan Komoditas Perkebunan (kakao, cengkeh, jeruk, dll), Klaster pengembangan pertanian (kawasan produksi padi, kawasan produksi
peternakan, dll)
b. Klaster Wilayah Berdasarkan Kebijakan Tata Ruang
Sentra Produksi Pusat Pertumbuhan Kawasan Agropolitan
Sub Wilayah Pengembangan
c. Klaster Berdasarkan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Jalan usahatani antardesa, Dermaga Tambatan Perahu,
d. Klaster Berdasarkan Pengembangan Infrastruktur Ekonomi
Pembangunan BPR, Penguatan Modal BPR, Pembentukan Koperasi, Usaha Simpan Pinjam, Budidaya perikanan,
14
Industri sekala kecil pada wilayah produksi.
e. Klaster Pengembangan Ekonomi Produktif
Pembangunan Hutan Rakyat (Jati, dll), Penyedian Bibit Tanaman,
Bantuan Alsintan, Bantuan Saprodi,
Pengembangan Penangkar Benih Padi Unggul, Pengembangan Peternakan/Penggaduhan Sapi,
V. PERAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD)
Dalam berbagai arahan Gubernur Sulawesi Tenggara ditekankan bahwa tanggung jawab pelaksanaan program BAHTERAMAS bukan hanya terletak pada SKPD yang memiliki tupoksi secara langsung seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Badan Pemberdayaan Masyarakat, tetapi SKPD lainnya harus berperan secara aktif. Melalui kebijakan reposisi khususnya pengembangan klaster, maka peran seluruh SKPD semakin diperkuat.
1. Melakukan kajian program dan kegiatan yang akan dikembangkan sesuai Tupoksi SKPD,
2. Membuat design fisik, 3. Membuat analisis manfaat,
4. Menyusun proposal program dan kegiatan.
5. Menyusun RKA-SKPD BAHTERAMAS, setelah memperoleh penetapan dari Tim Verifikasi Klaster Bahteramas.
15 VI. KELEMBAGAN KLASTER WILAYAH
Untuk mendukung pelaksanaan BAHTERAMAS didukung oleh lembaga yang bersifat koordinatif dengan melibatkan berbagai elemen pemerintahan terkait. Kelembagaab BAHTERAMAS dimaksud terdiri dari : Tim Verifikasi Klaster Bahteramas ; Tim Monioting Dan Evaluasi Klaster Bahteramas ; Tim Pengedalian/Pengawasan Bahteramas ; Badan Pengelola Program Stretagis Dan Kawasan (Setara Eselon Ii) ; Rapat Kerja Desa (Rakerdes)
1. Tim Verifikasi Klaster BAHTERAMAS a. Struktur Tim :
• Ketua : Assisten yang membidangi,
• Anggota : Unsur Bappeda, Staf Ahli/Staf Khusus, Biro Adm. Pembangunan, Biro Keuangan, Inpektorat Provinsi,
b. Tugas Tim :
Melakukan Verifikasi atas proposal Klaster Bahteramas-SKPD,
Mengajukan ke Gubernur Rekapan Klaster Bahteramas-SKPD untuk memperoleh penetapan (SK),
Melakukan verifikasi atas usulan RKA-Bahteramas SKPD.
2. Tim Monitoring dan Evaluasi
a. Struktur Tim Monev :
Ketua : Assisten yang membidangi,
Anggota : Bappeda, Inpspektorat Provinsi, Kesehatan, Pendidikan, BPMD, Staf Ahli/Khusus, Biro Adm.Pembangunan, Biro keuangan,
b. Tugas :
Melakukan pengumpulan data dan informasi atas pelaksanaan BAHTERAMAS, Menemukenali masalah, keunggulan dan kelemahan pelaksanaan
BAHTERAMAS,
Membuat laporan Hasil Monev Bahteramas,
Membuat Rekomendasi berdasarkan hasil monev untuk penyempurnaan program BAHTERAMAS.
16 3. Tim Pengedalian/Pengawasan Bahteramas,
a. Internal : Pengawasan Melakat/SKPD, Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota. b. Eksternal : BPK Sosial/Masyarakat 4. Rakerdes Bahteramas
Menjadi agenda tahunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Yenggara TUJUAN :
a. Menyatukan persepsi dalam pelaksanaan program BAHTERAMAS,
b. Membangun kebersamaan dan menumbuhkan rasa memiliki dan ikut bertanggungjawab atas pelaksanaan Program BAHTERAMAS,
c. Membangun KOMITMEN bersama dalam mempercepat kesejahteraan Sulawesi Tenggara melalui Program BAHTERAMAS.
VII. PENUTUP
Hasil monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan telah mendorong Gubernur Sulawesi Tenggara untuk menetapkan beberapa kebijakan untuk memantapkan pelaksanaan program BAHTERAMAS. Kebijakan ini merupakan langkah konkrit untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program BAHTERAMAS, terutama dalam pelaksanaan dan pemanfaatan Dana Revitalisasi Pemerintahan dan Pembangunan Desa dan Kelurahan di Sulawesi Tenggara. Melalui kebijakan ini akan meningkatkan manfaat dari program dan anggaran yang dialokasikan melalui program BAHTERAMAS maupun dana pembangunan pedesaan lainnya yang berasal dari APBN maupun APBD Kabupaten/Kota.