• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN 1"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM

MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN

1

Budi Indra Setiawan2

Tujuan:

1) Menjelaskan proses perhitungan neraca air di lahan pertanian

2) Mengidentifikasi pergantian dan periode musim berdasarkan iklim lokal. 3) Menentukan kondisi air hujan tersedia di setiap musim

4) Mendapatkan potensi air tersedia untuk meningkatkan indeks pertanaman.

Skema neraca air:

Gambar 1. Skema neraca air di lahan pertanian

Persamaan neraca air di lahan pertanian:

∆𝜃 ∆𝑡𝑍 =

∆ℎ

∆𝑡 = (𝑟 − 𝑟𝑜 − 𝑝 − 𝑒𝑡𝑐) + (𝑞𝑖− 𝑞𝑜)... (1) Dimana:

θ : Kadar air tanah volumetrik (fraksi, volume air dibagi volume tanah);

Z : Kedalaman perakaran (mm);

h : Tinggi air ekuivalen (mm); ∆t : Interval waktu (1 hari)

r : Laju hujan harian (mm h-1);

1 Disiapkan khusus terbatas untuk bahan kuliah pada “Bimbingan “Teknis Identifikasi Sumber Daya Air dan

Pengembangan Pola Tanam, Puslitbangtan, Kementan, Bogor, 20–22 Maret 2018.

2 Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur Pertanian, dan Guru Besar Teknik Sipil dan Lingkungan,

(2)

2

ro : Laju limpasan permukaan harian (mm h-1);

p : Laju perkolasi harian (mm h-1);

etc : Laju evapotranspirasi tanaman harian (mm h-1);

qi : Laju irigasi (mm h-1);

qo : Laju drainase (mm h-1).

Perubahan kadar air tanah:

∆𝜃 = 𝜃𝑡− 𝜃𝑡−1 ... (2) Dimana:

θt : Kadar air tanah volumetrik pada hari ini;

θt-1 : Kadar air tanah volumetrik pada hari sebelumnya.

Perubahan tinggi air ekuivalen:

∆ℎ = ℎ𝑡− ℎ𝑡−1 ... (3) Dimana:

ht : Tinggi air ekuivalen pada hari ini (mm);

ht-1 : Tinggi air ekuivalen pada hari sebelumnya (mm).

Limpasan permukaan: 𝑟𝑜 = {𝑟 − 𝑖 𝑟 > 𝑖 0 𝑟 ≤ 𝑖 ... (4) Dimana: i : Laju infiltrasi (mm h-1). Infiltrasi: 𝑖 = { 𝐾𝑠 𝜃 = 𝜃𝑠 1 2𝑆𝑡 −0.5+ 𝐾 𝑠 𝜃 < 𝜃𝑠 Dimana: S : Sorptivitas (mm h-1);

Ks : Konduktivitas hidrolika tanah jenuh (mm h-1);

(3)

3

Perkolasi:

𝑝 = {𝐾𝑠 𝜃 = 𝜃𝑠

0 𝜃 < 𝜃𝑠 ... (5) Dimana:

Ks : Konduktivitas hidrolika tanah jenuh (mm h-1);

θs : kadar air volumetrik tanah jenuh (mm h-1).

Evapotranspirasi:

𝑒𝑡𝑐 = 𝐾𝑐𝑒𝑡𝑜 ... (6) Dimana:

Kc : Koefisien tanaman;

eto : Laju evapotranspirasi acuan (mm h-1).

Koefisien tanaman:

Koefisien tanaman bervariasi tergantung jenis dan umur tanaman serta teknis budidaya. Gambarannya adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Koefisien tanaman

Tanaman Kc ini Kc mid Kc end Rataan Hari

1) Padi 1.05 1.20 0.90 1.05 110

2) Jagung 1.12 0.60 0.86 125

3) Kedelai 1.15 0.50 0.83 85

4) Sayuran 0.40 1.15 1.00 0.85 75 Evapotranspirasi acuan:

Banyak model yang dapat digunakan untuk menghitung evapotranspirasi acuan harian. Di antaranya adalah model Hargreave yang cukup akurat walaupun hanya dengan masukan suhu (maksimum, minimun dan rata-rata) harian dan radiasi ekstraterestial harian.

𝐸𝑇𝑜 = 0.000939 𝑅𝑎√(𝑇𝑚𝑎𝑥− 𝑇𝑚𝑖𝑛)(𝑇𝑎𝑣𝑒+ 17.8) ... (7) Dimana:

Ra : Radiasi ekstraterestial (Watt m-2);

Tmax : Suhu udara harian maksimum (oC);

Tmin : Suhu udara harian minimum (oC);

(4)

4

Radiasi ekstraterestial:

𝑅𝑎 = 37. 6 𝑑𝑟[𝜔𝑠sin(𝜑) sin(𝛿) + cos (𝜑) cos(𝛿) sin(𝜔𝑠)] ... (8) 𝑑𝑟 = 1 + 0.033 cos(0.0172 𝐽) ... (9) 𝜔𝑠 = arccos[− tan(𝜑) tan(𝛿)] ... (10) 𝜑 = 𝜋𝐿

180 ... (11) 𝛿 = 0.409 sin(0.0172 𝐽 − 1.39) ... (12) Dimana:

L : Posisi Lintang, dimana Lintang Utara diberi tanda minus (-);

J : Kalender Julian, dimana J bernilai 1 pada 1 Januari.

Penentuan musim:

Dalam penentuan musim, dengan memperhatikan hanya laju hujan dan laju evapotranspirasi acuan saja, Pers. 1 dapat ditulis sebagai berikut:

𝑛(𝑡) = 𝑟(𝑡) − 𝑒𝑡𝑜(𝑡) ... (13) 𝑟(𝑡) =𝑑(∑ 𝑅𝑡 ) 𝑑𝑡 ... (14) 𝑒𝑡𝑜(𝑡) =𝑑(∑ 𝐸𝑇𝑡 𝑜) 𝑑𝑡 ... (15) Dimana: R : Hujan harian (mm)

ETo : Evapotranspirasi acuan harian (mm).

Akumulasi hujan (∑R) dan evapotranspirasi acuan (∑ETo), dalam banyak kasus, dapat direpresentasikan dengan akurat menggunakan persamaan polynomial orde-6 sebagai berikut: 𝑌(𝑡) = 𝑎6𝑡6 + 𝑎5𝑡5+ 𝑎4𝑡4+ 𝑎3𝑡3+ 𝑎2𝑡2+ 𝑎1𝑡 + 𝑏 ... (16) Derivasinya adalah sebagai berikut:

𝑦(𝑡) = 6𝑎6𝑡5 + 5𝑎

5𝑡4 + 4𝑎4𝑡3+ 3𝑎3𝑡2+ 2𝑎2𝑡 + 𝑎1 ... (17) Dimana:

(5)

5

Dengan memperhatikan nilai n dapat identifikasi hal-hal sebagai berikut:

1) Awal musim hujan (akhir musim kemarau) terjadi bila n=0 dan n cenderung positif. 2) Musim hujan berlangsung bila pada periode tertentu n bernilai positif (n+);

3) Puncak musim hujan terjadi pada saat n+ terbesar;

4) Awal musim kemarau (akhir musim hujan) terjadi bila n=0 dan n cenderung negatif. 5) Musim kemarau berlangsung bila pada periode tertentu n bernilai negatif (n-); 6) Puncak musim kemarau terjadi pada saat n- terbesar.

Contoh penentuan musim di Jatiwangi

Data iklim yang terdiri dari suhu harian minimum (Tmn), suhu harian maksimum (Tmx), suhu harian rata-rata (Tav) dan hujan harian (R) diperoleh dari Stasiun Meteorologi Jatiwangi (WMO 96791), Jawa Barat (Gambar 2) tahun 2015 yang diunduh dari website BMKG. Stasiun ini berada pada posisi geografis 6.75 LS dan 108.27 BT dan elevasi 52 dpl.

Gambar 2. Stasiun Meteorologi Jatiwangi

Tabel 2 menyajikan, sebagai contoh selama 15 hari, data iklim dan hasil perhitungan evapotranspirasi acuan, akumulasi hujan dan evapotraspirasi acuan, laju hujan dan evapotranspirasi acuan serta selisih kedua laju tersebut. Hujan dan evapotranspirasi acuan selama setahun masing-masing mencapai 2134 mm dan 1767 mm. Dengan demikian, selama tahun 2015 terjadi surplus air hujan.

(6)

6

Tabel 2 Data iklim dan hasil perhitungan laju hujan dan laju evapotranspirasi acuan

Akumulasi hujan dan evapotranspirasi acuan dapat direpresentasikan dengan akurat menggunakan persamaan polinomial orde-6 dimana dihasilkan R2 masing-masing 0.996 dan 1.000 dengan koefisen regresinya seperti disajikan pada Tabel 3. Koefisien regresi dan determinasi, dalam hal ini, diperoleh menggunakan fungsi LINEST yang terdapat dalam MS-Excel.

Tabel 3. Koefisien determinasi dan regresi

Gambar 3 dan Gambar 4 masing-masing memperlihatkan kurva hujan dan evapotranspirasi acuan harian dan masing-masing akumulasinya yang disandingkan dengan persamaan polinomal yang dihasilkan. Dimana, jelas terlihat akurasi dari kedua persamaan polinomial tersebut.

Gambar 5 memperlihatkan kurva laju hujan dan laju evapotranspirasi acuan. Gambar 6 memperlihatkan kurva selisihnya. Dimana, terlihat musim hujan berlangsung sampai hari ke-127 dengan puncaknya mencapai 10.3 mm/hari pada hari ke-41. Kemudian, musim kemarau berlangsung hingga hari ke-329 (202 hari) dengan puncaknya sebesar -5.4 mm/hari terjadi pada hari ke-253.

Surplus air hujan periode hari ke 1–129 mencapai 866 mm, dan periode hari ke 330–365 mencapai 277 mm. Sedangkan, defisit air terjadi pada periode hari ke 130–329 mencapai 868 mm.

Stasiun Meteorologi Jatiwangi No Sign

WMO 96791 Min 19.0 21.6 21.6 21.6 0.0 2.8 1 +

Lintang -6.75 Max 25.8 38.6 31.1 96.0 107.0 6.6 r2 2

-Bujur 108.27 Ave 23.4 33.5 27.5 76.3 5.8 4.8 ∑R 0.996 3 +

Elevasi 52 Stdev 1.3 2.0 1.4 10.6 15.1 0.7 ∑ET 1.000 4 +

Sum 8558.4 12276.0 10065.9 2134.1 1767.4 5

Hari-ke Tanggal Tmn Tmx Tav) RH (%) R ETo ∑R ∑ETo r(t) eto(t) n(t) Sign

101/01/2015 23.4 31.3 26.6 87 83.0 4.5 83.0 4.5 5.7 3.8 1.9 + 202/01/2015 24.0 30.8 26.1 89 1.1 4.1 84.1 8.6 6.2 3.9 2.4 + 303/01/2015 23.8 30.6 26.2 88 10.6 4.1 94.7 12.8 6.7 3.9 2.8 + 404/01/2015 24.2 30.3 26.3 88 4.0 3.9 98.7 16.7 7.2 3.9 3.3 + 505/01/2015 24.0 32.3 28.1 79 0.0 4.8 98.7 21.4 7.7 4.0 3.7 + 606/01/2015 24.0 32.2 27.5 84 6.8 4.7 105.5 26.1 8.1 4.0 4.1 + 707/01/2015 22.2 32.4 26.9 82 0.3 5.2 105.8 31.3 8.6 4.0 4.5 + 808/01/2015 22.4 34.2 28.0 82 18.5 5.7 124.3 37.0 9.0 4.1 4.9 + 909/01/2015 23.8 34.2 28.1 80 0.0 5.3 124.3 42.3 9.4 4.1 5.3 + 1010/01/2015 24.0 34.0 28.2 80 0.0 5.3 124.3 47.6 9.8 4.2 5.6 + 1111/01/2015 24.2 33.9 28.1 76 0.0 5.2 124.3 52.7 10.1 4.2 5.9 + 1212/01/2015 24.2 31.8 26.8 86 0.0 4.4 124.3 57.2 10.5 4.2 6.3 + 1313/01/2015 24.2 27.6 24.9 94 3.5 2.8 127.8 60.0 10.8 4.2 6.6 + 1414/01/2015 24.0 31.2 26.8 87 15.1 4.3 142.9 64.3 11.1 4.3 6.9 + 1515/01/2015 23.8 32.2 25.9 91 0.0 4.6 142.9 68.9 11.4 4.3 7.1 + r2 b a6 a5 a4 a3 a2 a1

∑R 0.996 5E+01 3E-11 -3E-08 2E-05 -3E-03 3E-01 5E+00 ∑ET 1.000 6E+00 -3E-13 -7E-10 7E-07 -2E-04 2E-02 4E+00

(7)

7

Gambar 3. Hujan harian dan akumulasinya

7

Gambar 4. Evapotranspirasi acuan harian dan akumulasinya

Gambar 5. Laju hujan dan laju evapotranspirasi acuan

Gambar 6. Selisih laju hujan dan evapotranspirasi acuan

Pada periode 2015/2016, musim hujan mulai pada hari ke-329 di tahun 2015 dan berakhir pada ke-162 di tahun 2016, atau selama 197 hari dan mencapai puncaknya sebesar 10.3 mm/hari pada hari ke-19 dengan surplus air sebesar 1235 mm. Musim kemarau berlangsung singkat hanya 61 hari di tahun 2016 dengan puncaknya sebesar -0.7 mm/hari pada ke-194.

Tabel 4. Hasil analisis musim periode 1978/1978–2015/2016 (37 tahun)

Total Awal Akhir Lama Puncak Net Air Awal Akhir Lama Puncak Net Air Net Air (hari-ke) (hari-ke) (hari) (hari-ke) (mm) (hari-ke) (hari-ke) (hari) (hari-ke) (mm) (mm)

Rataan 295 139 203 33 1557 141 293 156 229 -581 970

SD 27 19 37 23 258 20 26 40 24 224 424

CL=95% 339 171 264 71 1982 174 335 222 268 -212 1668

R2 0.97 0.99 0.97 0.99 1.00 0.99 0.99 0.98 0.99 1.00 0.98

RMSE 0.05 0.03 0.04 0.02 0.03 0.03 0.03 0.05 0.04 0.02 0.05

(8)

8

Tabel 4 menyajikan hasil analisis musim selama 37 tahun (Lampiran 2) dimana berdasarkan rataannya, dapat disumpulkan bahwa:

Musim Hujan:

1) Mulai hari ke-295±27 hari; 2) Lamanya 203±37 hari;

3) Puncaknya pada hari ke-33±23 hari; 4) Surplus air hujan 1557±258 mm;

Musim Kemarau:

1) Mulai hari ke-141±20 hari; 2) Lamanya 156±40 hari;

3) Puncaknya pada hari ke-229±24 hari; 4) Defisit air hujan 581±224 mm;

Kondisi optimis:

1) Musim hujan mulai hari ke-322 (Pertengahan November) dengan surplus air 1299 mm 2) Musim kemarau mulai hari ke-161 (Pertengahan Mei) dengan defisit air 805 mm 3) Surplus air selama dua musim tersebut sebesar 494 mm.

Potensi peningkatan IP:

1) Bila dalam satu musim tanam padi selama 110 hari, dengan rata-rata Kc=1.05 (Tabel 1) dan rata-rata ETo=4.8 mm (Tabel 2), dibutuhkan air sebesar 554 mm.

2) Potensi meningkatkan Indeks Pertanaman sebesar 494/554=0.89.

3) Bila surplus air sebesar 554 mm akan ditampung dalam bentuk embung berkapasitas 1000 m3 dengan rata-rata kedalaman 3 m, diperlukan lahan minimal seluas 600 m2 dan daerah tangkapan air hujan minimal seluas 1800 m2.

4) Jumlah air ini (1000 m3) mampu mengairi lahan salah satunya untuk budidaya: a. Padi seluas 1800 m2 atau lebih tergantung teknik irigasi yang diterapkan; b. Jagung seluas lebih dari 1900 m2;

c. Kedelai seluas lebih dari 2900 m2; d. Sayuran seluas lebh dari 3200 m2.

(9)

9

(10)

10

(11)
(12)
(13)
(14)

Gambar

Gambar 1. Skema neraca air di lahan pertanian
Tabel 1. Koefisien tanaman
Gambar 2. Stasiun Meteorologi Jatiwangi
Tabel 2 Data iklim dan hasil perhitungan laju hujan dan laju evapotranspirasi acuan
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan keadaan ketersediaan lengas tanah pada masing­masing kondisi iklim (normal, kering dan basah) di wilayah penelitian, maka dapat disusun pola tanam

[r]

Berdasarkan pada hasil penelitian tersebut dan di hubungkan dengan hasil analisis neraca air lahan diperoleh bahwa pada bulan Desember/Januari curah hujan paling

Berdasarkan data kejadian hujan mingguan dan peluangnya pada Gambar 3 untuk periode tanam pertama berlangsung pada awal musim hujan yakni sekitar pertengahan bulan

Berdasarkan data kejadian hujan mingguan dan peluangnya pada Gambar 3 untuk periode tanam pertama berlangsung pada awal musim hujan yakni sekitar pertengahan bulan

Pengaruh Indeks Iklim Global Dan Prediksi Curah Hujan Dengan Jaringan Saraf Tiruan Terhadap Pola Tanam Di Kabupaten Banyumas.. Universitas

Variabel yang digunakan dalam perhitungan transformasi hujan-debit Tank Model dan GR2M adalah evapotranspirasi bulanan dan curah hujan bulanan wilayah yang disajikan dalam Tabel 3