• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik : Heat Treatment

Grup : B5

Tgl. Praktikum : 11 Desember 2012

Pembimbing : Titien Hary Agustantiana, drg., M.Kes.

Penyusun:

1. M. Taufik Ari S. 021111085 2. Anastasia Audrey 021111086 3. Hillary Dessiree R. 021111087 4. M. Lutfi Wicaksono P. 021111088 5. Rizka Dwi Nur Vitria 021111089 6. Deby Febrina 021111090

(2)

1 1. Tujuan praktikum

Membedakan sifat alloy bila dilakukan heat treatment

2. AlatdanBahan 2.1 Bahan

- Air

- 6 buah kawat stainless steel panjang 10 cm, diameter 0,9 mm 2.2 Alat - Spiritus brander - Tang pemegang - Bowl - Spiritus Brander - Penggaris - Tang pemotong - Korek api 3. Cara Kerja

1. Siapkan 6 buah kawat stainless steel panjang 10 cm, diameter 0,9 mm. 2. Luruskan kawat yang telah dipotong dengan bantuan tang pemeganag. 3. Kemudian mengukur dan menandai kawat pada 1/3 bagian kawat.

Gambar 1. Mengukuru dan menandai 1/3 bagian kawat.

4. Pada kawat yang ke 1 pada 1/3 panjangnya dijepit dengan tang pemegang. Kemudian kawat dibengkok-bengkokkan dengan sudut 900 ke atas, kembali ke posisis semula dan dibengkokkan ke bawah 900. Hal tersebut

(3)

2

dilakukan berulang-ulang hingga kawat putus. Satu sudut 900 dihitung satu kali.

Gambar 2. Menjepit 1/3 bagian kawat dengan tang pemegang, kemudian dibengkokkan hinga kawat putus.

5. Jumlah pembengkokan dihitung dan dicatat.

6. Pada kawat ke 2 diberi perlakuan yang berebeda dengan dipanaskan di daerah yang akan dijepit (1/3 panjang kawat) selama 5 menit diatas spiritus brander (diujung api biru), setelah dipanaskan dibiarkan dingin hingga suhu kawat sudah sesuai dengan keadaan semula, lalu kemudian lakukan langkah yang sama seperti langkah (4) dan (5).

Gambar 3. Memanaskan bgian kawat yang akan dibengkokkan diatas api selama 5 menit.

7. Pada kawat ke 3 dipanaskan seperti langkah (6) kemudian setelah selesai dipanaskan langsung dimasukkan ke dalam air yang ada di bowl selama 5 menit, selanjutnya dilakukan seperti langkah (4), dan (5).

(4)

3

Gambar 4. Memanaskan kawat di atas api kemudian memasukkannya ke dalam air selama 5 menit.

8. Tiap perlakuan terhadap kawat 1, 2, dan 3 dilakukan sebanyak 2 kali. 4. Hasil Praktikum

Tabel 4.1 hasil praktikum.

Untuk masuk pada program anova, maka data harus berdistribusi normal dan homogen. Untuk itu perlu dilakukan tes distribusi normal dengan one-sample Kolmogorov-Smirnov Test. Didapatkan hasil sebagai berikut:

No Perlakuan Jumlah bengkokan 1. Normal 1 5 2. Normal 2 6 3. Pemanasan-Pendinginan biasa 1 8 4. Pemanasan-Pendinginan biasa 2 13

5. Pemanasan-pendinginan dalam air dingin 1 10 6. Pemanasan-pendinginan dalam air dingin 2 12

(5)

4

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Bengkokan kawat group

N 6 6

Normal Parametersa,,b Mean 9.0000 2.0000

Std. Deviation 3.22490 .89443

Most Extreme Differences Absolute .157 .202

Positive .157 .202

Negative -.157 -.202

Kolmogorov-Smirnov Z .385 .494

Asymp. Sig. (2-tailed) .998 .968

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Descriptives Bengkokan kawat N Mean Std. Deviatio n Std. Error 95% Confidence Interval for Mean

Minimu m Maximu m Lower Bound Upper Bound tanpa perlakuan 2 5.5000 .70711 .50000 -.8531 11.8531 5.00 6.00 dipanaskan dan dibiarkan 2 10.5000 3.53553 2.50000 -21.2655 42.2655 8.00 13.00 dipanaskan dan dicelup 2 11.0000 1.41421 1.00000 -1.7062 23.7062 10.00 12.00 Total 6 9.0000 3.22490 1.31656 5.6157 12.3843 5.00 13.00 ANOVA Bengkokan kawat Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 37.000 2 18.500 3.700 .155

Within Groups 15.000 3 5.000

(6)

5 5. Pembahasan

Heat treatment adalah salah satu dari sejumlah pemanasan yang terkendali dan pendinginan, yang digunakan untuk membawa perubahan yang diinginkan pada sifat fisik dari suatu logam. Tujuan heat treatment adalah untuk meningkatkan struktural dan sifat fisik untuk beberapa penggunaan tertentu atau penggunaan logam di waktu selanjutnya.

Ada lima dasar proses heat treating: hardening, case hardening, annealing, normalizing, dan tempering.. Meskipun masing-masing proses membawa hasil yang berbeda pada logam, semuanya melibatkan tiga langkah dasar: heating (pemanasan), soaking (perendaman), and cooling (pendinginan).

Multiple Comparisons Bengkokan kawat

Tukey HSD

(I) group (J) group

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound tanpa perlakuan dipanaskan dan

dibiarkan -5.00000 2.23607 .210 -14.3439 4.3439 dipanaskan dan dicelup -5.50000 2.23607 .174 -14.8439 3.8439 dipanaskan dan dibiarkan tanpa perlakuan 5.00000 2.23607 .210 -4.3439 14.3439 dipanaskan dan dicelup -.50000 2.23607 .973 -9.8439 8.8439

dipanaskan dan dicelup tanpa perlakuan 5.50000 2.23607 .174 -3.8439 14.8439

dipanaskan dan dibiarkan

(7)

6

Heating adalah langkah pertama dalam proses heat treatment. Banyak logam akan berubah struktur ketika mereka dipanaskan sampai suhu yang spesifik. Struktur logam pada suhu kamar dapat berupa campuran mekanik, larutan padat, atau kombinasi solusi padat dan campuran mekanik. Setelah logam dipanaskan dengan suhu yang diinginkan terjadi perubahan struktur, ia harus tetap pada suhu tersebut sampai seluruh panasnya merata. Hal ini dikenal sebagai Soaking atau perendaman. Semakin banyak massa logam tersebut, semakin lama waktu perendamannya Setelah direndam, langkah ketiga adalah mendinginkannya atau cooling. Pada tahap ini, struktur dapat berubah dari satu komposisi kimia ke komposisi kimia lain, mungkin tetap sama, atau mungkin kembali ke bentuk aslinya. Sebagai contoh, logam yang merupakan solusi padat setelah pemanasan yang dapat tetap sama selama pendinginan, berubah menjadi campuran mekanik, atau mengubah kombinasi keduanya, tergantung pada jenis logam dan tingkat pendinginan. Semua perubahan ini dapat diprediksi. Untuk alasan itu, banyak logam dibuat agar sesuai dengan struktur tertentu untuk meningkatkan hardness, toughness, ductility, tensile strength, dan so forth.(Anonymous, chapter 2, hal. 12-13)

Pada percobaan kali ini, logam yang digunakan adalah stainless steel. Stainless steel adalah logam yang berupa campuran 12%-30% kromium dengan besi. Terdapat tiga tipe dari stainless steel, yang diklasifikasikan berdasarkan struktur kristal yang terbentuk oleh atom besi, yaitu (Annusavice, 2003, hal 637-638):

1. Ferritic Stainless Steel

Ferritic Stainless Steel mempunyai ketahanan korosi yang baik, dan menunjukkan bahwa kekuatan yang tinggi tidak dibutuhkan. karena perubahan suhu menginduksi tidak ada perubahan fase dalam keadaan padat, baja-baja stainless tidak mengeras oleh heat treatment. Akibatnya, meskipun stainless steel memiliki banyak kegunaan industri, tetapi aplikasinya kecil dalam kedokteran gigi

2. Martensitic Stainless Steel

Martensitic Stainless Steel dapat dipanaskan dengan cara yang sama sepertibaja karbon, dengan hasil yang sama. Karena kekuatan dan

(8)

7

kekerasan yang cukup tinggi, Martensitic Stainless Steel digunakan untuk pembedah dan pemotongan Ketahanan korosi dari martensitic stainless steel kurang jika dibandingkan dengan jenis lainnya dan berkuranglebih banyak sesuai dengan heat treatment. heat treatment menurunkan daktilitas, yang mungkin hanya 2% untuk martensitic stainless steel berkarbon tinggi

3. Austenitic Stainless Steel

Austenitic Stainless Steel adalah yang paling tahan korosi jika dibandingkan dengan kedua stainless steel yang lainnya, dan merupakan stainless steel yang digunakan untuk orthodontic, endodontik, dan mahkota pediatrik di kedokteran gigi (Annusavice, 2003, hal 637-638). PEMBAHASAN HASIL

Pada praktikum ini, dilakukan 3 kali percobaan dengan perlakuan yang berbeda-beda. Kawat yang digunakan adalah kawat stainless steel berdiameter 0,9 mm. Dengan kawat 0,9 mm, didapatkan jumlah pembengkokkan kawat yang cukup untuk melihat perbandingan perlakuan yang berbeda pada masing – masing kawat.

Pada percobaan yang pertama, kawat tidak diberi perlakuan apa-apa (langsung dibengkokkan). Percobaan ini dilakukan sebanyak dua kali. Pada percobaan ini kawat patah pada bengkokan yang ke lima dan ke enam. Perbedaan jumlah bengkokan yang terjadi mungkin dikarenakan faktor kekuatan penmbengkokan. Kawat lebih mudah patah karena susunan atomnya rapat dan tidak teratur, sehingga kawat tersebut bersifat getas.

Percobaan kedua dilakukan dengan memanaskan kawat pada zona reduksi api. Pemanasan ini dilakukan selama 5 menit didaerah kawat yang akan dibengkokkan. Zona reduksi merupakan bagian terpanas dari api. Pemanasan tidak dilakukan pada zona oksidasi karena temperaturnya lebih rendah dan dapat mengoksidasi logam sehingga dapat mengubah struktur atom pada kawat stainless stell (Anusavice, 2003). Pemanasan pada kawat bertujuan untuk membuat susunan atom pada kawat menjadi tidak teratur di bawah titik leleh.

Setelah kawat dipanaskan selama 5 menit, kawat tersebut didinginkan ditempat terbuka selama 5 menit. Proses pendingian ditempat terbuka ini disebut

(9)

8

dengan slow cooling. Percobaan ini juga dilakukan sebanyak dua kali. Pada percobaan pertama, kawat patah pada bengkokan ke 8 dan kawat pada percobaan kedua patah pada bengkokan ke 13. Perbedaan jumlah bengkokan ini dikarenakan perlakuan proses pemanasan yang berbeda pada tiap orang, yaitu ada yang terlalu dekat dengan zona reduksi atau menjauhi zona reduksi dan juga fokus api. Fokus api juga mempengaruhi karena bila api tidak fokus pada satu titik yang akan ditekuk, maka pemanasan nya tidak sempurna pada satu titik tersebut.Selain itu, kekuatan tiap inidividu yang melakukan pembengkokan kawat juga mempengaruhi jumlah bengkokan.

Proses pendinginan secara lambat menyebabkan tranformasi austenitic menjadi cementite (Fe3C) dan ferrite. Atom penyusun yang semula berpusat di tepi mulai menuju ke bagian tengah, membentuk struktur yang lebih padat yang disebut body centred cubic. Pada struktur ini atom karbon sulit dipecahkan. Cementite yang berasal dari pemecahan karbon merupakan hasil perubahan dari face centred cubic menjadi body centred cubic. Cementite kemudian bergabung dengan ferrite yang merupakan hasil pemecahan karbon dalam struktur body centred cubic. Kombinasi ini dikenal dengan pearlite (van Noort, 2007, p.281).

Berdasarkan hasil percobaan ini disimpulkan bahwa kawat yang dipanaskan lalu dibiarkan di udara terbuka selama beberapa saat menjadi lebih lentur sehingga tidak mudah patah. Hal ini dikarenakan pemanasan dilakukan pada suhu tinggi namun masih dibawah titik leleh kawat, sehingga proses penyusunan atom-atom terjadi secara cepat. Proses penyusunan kembali (rekristalisasi) atom mengurangi tekanan yang timbul pada saat proses pembengkokan kawat sehingga kawat menjadi lebih lentur dan lebih sulit untuk dipatahkan (Ferracane, 2001, p.153).

Percobaan ketiga dilakukan dengan memanaskan kawat pada zona reduksi api selama 5 menit, kemudian dimasukkan dalam air selama 5 menit. Pendinginan dalam air ini disebut juga dengan rapid cooling. Percobaan ini juga dilakukan sebanyak 2 kali. Dari kedua percobaan tersebut, masing-masing kawat patah pada tekukan ke 10 dan 12. Hal ini berbeda bila dibandingkan denngan perlakuan normal. Hal tersebut dikarenakan adanya adaptasi kembali pada lingkungan sekitar setelah dilakukan pemanasan. Pada proses pemanasan, terjadi rekristalisasi pada struktur mikro kawat dan perubahan komposisi kawat, sehingga dapat

(10)

9

menurunkan sifat mekanik dan ketahanan terhadap erosi. Pada saat didinginkan pada air dingin, stainless steel beradaptasi pada lingkungan sekitar untuk mengembalikan sifat-sifat aslinya sehingga stainless steel tersebut menjadi mengeras (strain hardening) dan sulit untuk dipatahkan (Craig, 2002, p.496). Hal ini biasanya menguntungkan bagi manipulasi untuk orthodontic. Hal ini disebabkan karena kawat tersebut mudah untuk dibentuk dan susah untuk dipatahkan.

Teori lain menyebutkan bahwa, metal dan alloy stainless steel dapat menjadi lebih keras dan kuat bila diberi perlakuan yang berbeda yang dapat membuat kawat tersebut sulit untuk berdislokasi. Perlakuan pendinginan dalam air yang dilakukan selama beberapa saat dapat menghambat gerakan untuk terjadi dislokasi. Beberapa struktur kristal dari metal atau alloy, seperti intermetallic compounds membuat kawat sulit untuk berubah bentuk. Intermetallic compounds tersebut mampu menghasilkan suatu susunan atom yang membuat kawat sulit untuk berubah bentuk dan dipatahkan (O’Brien, 2002, p.22).

Teori lain menyebutkan bahwa, metal dan alloy stainless steel dapat menjadi lebih keras dan kuat bila diberi perlakuan yang berbeda yang dapat membuat kawat tersebut sulit untuk berdislokasi. Perlakuan cold working yang berlangsung selama beberapa saat dapat menghambat gerakan untuk terjadi dislokasi. Beberapa struktur kristal dari metal atau alloy, seperti intermetallic compounds membuat kawat sulit untuk berubah bentuk. Intermetallic compounds tersebut mampu menghasilkan suatu susunan atom yang membuat kawat sulit untuk berubah bentuk dan dipatahkan (O’Brien, 2002, p.22). Selain itu, pada saat dilakukan pendinginan, ferrite dan cementite (unsur dalam stainless steel) tidak dapat terbentuk karena tidak adanya waktu untuk berdifusi dan berdislokasi (pembentukan seperti bentukan awal) kembali.Sebagai gantinya, terjadilah pembentukan secara cepat atom tetragonal yang disebut martensite. Martensite ini yang membuat stainless steel saat perlakuan cold working menjadi lebih keras (Van Noort, 2007, p.281).

Hasil percobaan kemudian dianalisis secara statistika. Nilai signifikan pada tabel Annova sebesar 0.155, menandakan bahwa percobaan yang dilakukan

(11)

10

terdapat beda antara percobaan yang satu dengan yang lain, karena nilainya lebih kecil dari 0.05. Pada tabel LSD multiple comparisons, perbandingan percobaan pertama dengan percobaan kedua menunjukkan nilai signifikan sebesar 0.210. Perbandingan percobaan pertama dan ketiga menunjukkan nilai signifikan sebesar 0.174, sedangkan perbandingan percobaan kedua dan ketiga menunjukkan nilai signifikan sebesar 0.973.

6. Kesimpulan

7. Daftar Pustaka

Anonymous, Chapter 2 Properties, identification, And Heat treatment of metals General, p.12-13.

Anusavice, KJ 2003,Philips’ Science of Dental Materials, 11th Ed., Missouri : Elsevier, pp.643, 637-638.

Craig, RGand Powers, JM 2002,Restorative Dental Materials, 11th ed.. USA: Mosby, p. 496

Ferracane, JL 2001, Materials in Dentistry, 2nd ed., Philadelphia :Lippincott Williams & Wilkins,p.153.

O’Brien, WJ 2002, Dental Materials and Their Selection, 3rd ed., Hanover Park: Quintessence Publishing Co, Inc., p. 22.

Van Noort, R, 2007,Introduction to Dental Materials, 2nd ed., USA: Mosby, p.281.

Gambar

Gambar 1. Mengukuru dan menandai 1/3 bagian kawat.
Gambar 2. Menjepit 1/3 bagian kawat dengan tang pemegang, kemudian  dibengkokkan hinga kawat putus
Gambar 4. Memanaskan kawat di atas api kemudian memasukkannya ke  dalam air selama 5 menit

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan ini disebabkan karena pada benih Centrosema pubescens yang diberi perlakuan dengan direndam pada air panas 100 0 C, pada waktu peretasan telah termasuki air

Bila pasokan trinatrium fosfat menipis, ion kalsium mulai bereaksi dengan kalium alginat, membentuk kalsium alginat. Setelah itu, mulailah terjadi inisial setting