Kontes Kecantikan : Antara Eksploitasi dan Eksistensi Perempuan
Ani Herna Sari, S.IP, M.Med.Kom [email protected]
Abstrak
Kontes kecantikan, baik dalam maupun luar negeri selalu mendapat perhatian khusus. Keberadaannya selalu diliput semua media, baik itu media elektronik maupun non elektronik. Di Indonesia sendiri banyak sekali kontes kecantikan mulai dari Putri Indonesia, Miss Indonesia, Putri Pariwisata Indonesia, Miss Eart Indonesia, Putri Kebaya Indonesia, Miss Celebrity Indonesia, Putri Muslimah Indonesia, Miss Jakarta Fair, Miss Scuba. Ada dua kontes kecantikan yang sama-sama menduduki peringkat tertinggi dalam hal peminat dan jangkauannya, karena pemenangnya bisa mengikuti kontes kecantikan ditingkat internasional yaitu Puteri Indonesia dan Miss Indonesia. Kontes kecantikan pemilihan Puteri Indonesia tepatnya dimulai sejak tahun 1992. Sementara ajang Miss Indonesia baru dimulai tahun 2005. Pemenang pemilihan Puteri Indonesia otomatis jadi wakil Indonesia di ajang pemilihan Miss Universe. Pemenang Miss Indonesia mewakili Indonesia di kontes Miss World. Baik Miss Universe maupun Miss World maknanya sama yakni Ratu Sejagat.
Fenomena sosial ini menarik dan menimbulkan pertanyaan yang patut mendapat perhatian. Kaum feminis menganggap bahwa eksploitasi terhadap diri perempuan sudah berlangsung. Kenapa kontes kecantikan ini tidak pernah sepi pesertanya dan sebagian besar wanita memimpikannya padahal sudah terbukti proses eksploitasi sedang terjadi ? Bagaimana peserta kontes memenuhi kriteria panitia kontes? Kenapa media begitu antusias mempublikasikan nya dan bilamana komodifikasi itu berlangsung ?
A. Pendahuluan
Para perempuan1, yang kurus dan yang gemuk, berbicara tentang penderitaan yang
disebabkan karena usaha mereka untuk mendapatkan titik temu antara pelbagai tumtutan ideal tubuh yang kurus. Mereka juga mempunyai ketakutan pada pertambahan usia. Para perempuan, baik yang berkulit putih, berkulit hitam, maupun sawo matang – perempuan yang tampak sebagai seorang model fashion – menyatakan mereka tahu, sejak awal mereka dapat berpikir secara sadar, bahwa sosok yang ideal adalah sosok yang kurus, timggi, putih, dan berambut pirang, dengan wajah yang mulus tanpa noda, simetri, tanpa cacat sedikitpun.2 Adalah hak perempuan
untuk bagaimana mereka ingin menampilkan dirinya dan ingin jadi perempuan macam apa mereka, alih-alih sebuah tindakan yang mematuhi kekuatan pasar dan dikte dari industri periklanan yang bernilai triliunan dolar.3
Fenomena ajang kontes kecantikan dengan beragam jenisnya baik yang bersifat lokal, regional, nasional, bahkan sampai internasional, promosi produk, mulai dari busana, aksesoris atau produk lainnya, bahkan lebih ironisnya lagi, kecantikan perempuan acapkali ditampilkan sebagai maskot untuk sebuah produk yang tidak ada kaitannya dengan keperempuanan sehingga senantiasa menghiasi media baik cetak maupun elektronik.
1 Menurut Zaitunah Subhan, Sampai saat ini belum ada kesepakatan dalam penggunaan istilah perempuan atau wanita.
Kedua istilah ini – wanita dan perempuan – bukan hanya berkaitan dengan citra, mitos, atau stereotype (citra baku). Dalam perspektif feminis, mereka lebih cenderung kepada perempuan. Menurut Mernissi, kata wanita adalah kata halus bahasa Indonesia, sedangkan kata perempuan merupakan kata halus Melayu. Kaum feminis Indonesia lebih suka menggunakan kata perempuan daripada wanita.
Dr.Hj. Zaitunah Subhan,‖Kodrat perempuan : Takdir atau Mitos‖, PT Elkis Pelangi Aksara (El KahfiKahfi), 2004, hal. 1-6
2 Naomi Wolf,‖Mitos Kecantikan : Kala Kecantikan Menindas Perempuan‖, Niagara, 2004, hal. 3-4 3 Ibid. hal 5
Ajang Prestisius yang selalu di nanti perempuan – perempuan Indonesia khususnya yang merasa mereka punya kemampuan dan kecantikan adalah pemilihan Putri Indonesia dan Miss Indonesia. Pada tabel dibawah ini bisa kita lihat perbandingan dari kedua kontes kecantikan tersebut.4
Puteri Indonesia Miss Indonesia
Penyelenggara Diselenggarakan oleh Yayasan
Puteri Indonesia sejak tahun 1992 yang diketuai oleh Ibu Mooryati Soedibyo dan dibawah naungan Miss Universe
Organization.
Diselenggarakan oleh MNC Grup melalui Yayasan Miss Indonesia sejak tahun 2005 yang diketuai oleh Liliana Tanoesoedibjo dan dibawah naungan Miss World Organization. Sponsor Utama
Perusahaan kosmetik Mustika
Ratu Ayu. Perusahaan Kosmetik Sari
Hak Siar Hak siarnya dipegang oleh
Indosiar Hak siarnya dipegang MNC Group,
khususnya RCTI Kriteria
Menggunakan parameter penilaian ―3B,‖ yaitu: 1. Brain: Kecerdasan 2. Beauty: Penampilan menarik 3. Behavior: Berperilaku baik
Penilaian dilakukan dengan akronim ― MISS‖
1. Manner: Perilaku baik 2. Impressive: Berkesan 3. Smart: Cerdas
4. Sosial: Bersosial tinggi Pemenang Utama
Menyandang gelar Puteri Indonesia dan berhak mewakili Indonesia dalam ajang Miss Universe.
Menyandang gelar Miss Indonesia dan berhak mewakili Indonesia dalam ajang Miss World.
Daftar Pemenang Penghargaan 1. Puteri Indonesia 2. Runner-up 1 - Puteri Indonesia Lingkungan 3. Runner-up 2 - Puteri Indonesia Pariwisata 4. Puteri Indonesia Intelegensia 1. Miss Indonesia 2. Runner-up 1 3. Runner-up 2 4. Miss Talent 5. Miss Sportwoman 6. Miss Top Model
5. Puteri Indonesia Berbakat 6. Puteri Indonesia Persahabatan 7. Puteri Indonesia Kepulauan
7. Miss Beauty Skin 8. Miss Online 9. Miss Lifestyle 10. Miss Favorite 11. Miss Congeniality 12. Miss Very Fresh
Dalam tabel tersebut dapat kita lihat bahwa persamaan yang sangat jelas terlihat. Dimana kedua kontes tersebut dimiliki hak siarnya oleh 2 stasiun televisi besar di Indonesia. Dan juga sama-sama di sponsori oleh dua brand kosmetik ternama dan terlaris di Indonesia. Sudah bisa dipastikan bahwa praktek komodifikasi5 sedang berlangsung. Dimana kontes kecantikan menjadi
komoditas yang dinilai laku dipasar sehingga menguntungkan.
Ide tentang ―kecantikan‖ berkembang bersamaan dengan ide tentang uang, sehingga keduanya nyata-nyata menjadi pararel dalam ekonomi konsumen kita.6 Ketika gerakan perempuan
mulai berkembang memasuki pasar tenaga kerja, baik lelaki maupun perempuan terbiasa menilai kecantikannya sebagai kekayaan.
Tak sekadar hanya jadi ajang untuk melihat perempuan-perempuan seksi, ajang ini juga bertujuan mendongkrak pariwisata. Setidaknya ini yang menjadi alasan yang selalu ditonjolkan saat promosi. Namun, apakah mendongkrak pariwisata negeri menjadi motif yang sama dalam benak para peserta untuk ikut dalam kontes kecantikan?
B. Perempuan dan eksistensi kecantikannya
Tahun 2009, pemilihan kontes kecantikan Puteri Indonesia di menangkan oleh Puteri NAD (Nangroe Aceh Darussalam) Qory Sandioriva. Saat itu terjadi kontroversi karena Qory tidak mengenakan jilbab. Masyarakat Aceh sempat mengecam pernyataannya di media, bahwa rambutnya adalah mahkota yang patut untuk dibanggakan dan setidaknya tidak untuk ditututpi atau disembunyikan.7Cerita Nawang Wulan Hanafi lain lagi, Miss Tourism World Congeniality 2015
ketika berbicang dengan CNNIndonesia.com bahwa salah satu alasannya adalah untuk balas dendam. , Berbekal sakit hati dan keinginan membuktikan diri menjadi lebih baik, Nawang rela diet ketat dan kemudian mengikuti berbagai kontes, Berbagai pengorbanan pun ia pertaruhkan. Nawang sadar, segala sesuatu yang diinginkan perlu adanya pengorbanan.Dikna Faradiba, Putri Pariwisata Indonesia 2015 menuturkan kalo dia ingin bisa mempengaruhi orang lain oleh karena itu dia harus mendapat kekuasaan untuk dapat mempengaruhi pikiran orang.8
Singkatnya perempuan selalu menderita untuk menjadi sosok yang cantik. Buatnya pakaian itu adalah seragam untuk penunjang penampilan bisa juga mengidikasikan kedudukan sosial perempuan (standar kehidupan, kesejahteraan, dan lingkungan sosial tempat ia berada). Tugas sosialnya adalah menunjukkan hal bagus, dikombinasikan dengan kebanggan untuk membiarkan dirinya dilihat.9
Simone De Beaufeur dalam bukunya mengatakan selama beberapa waktu diyakini narsisme adalah sikap dasar kaum perempuan. Pada kenyataannya, narsisme merupakan sebuah
5 Menurut Idi Subandy Ibrahim, Komodifikasi adalah proses perubahan barang dan jasa yang semula dinilai karena ia
laku dipasar sehingga menguntungkan. Dalam ekonomi politik komunikasi, komodifikasi didefinisikan secara sederhana oleh Vincent Mosco (2009) sebagai proses perubahan nilai guna menjadi nilai tukar.
Syaiful Halim,‖Postkomodifikasi Media : Analisis Media Televisi dengan Teori Kritis dan Cultural Studies‖, Jalasutra, 2013, hal.viii
6 Naomi Wolf, op.,cit.,hal. 43
7https://un2kmu.wordpress.com/2009/10/12/adanya-konspirasi-di-balik-pernyataan-puteri-indonesia-2009-tentang-jilbab/
8
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160305171359-277-115501/alasan-perempuan-tertarik-ikuti-kontes-kecantikan/
proses identifikasi yang terbentuk dengan baik, dimana ego dipandang sebagai tujuan absolut.10
Menganggap diri mereka manis, menarik, dan mengagumkan, mereka pun merasa yakin diri mereka akan dicintai, diinginkan, dan dikagumi,11 rok jauh lebih tidak nyaman daripada celana
panjang, sepatu hak tinggi justru memperlambat irama berjalan, topi dan stoking yang paling rapuh adalah yang paling elegan. Pada usia remaja seorang gadis merasa terbelah antara penolakan dan keinginan untuk menujukkan dirinya sendiri; tapi ketika sudah menerima penerapan dirinya sebagai objek seksual, ia justru senang membuat dirinya tampak cantik.12 Pemilik modal
menangkap pesan tersebut dan berupaya memberikan media yang tepat untuk menyalurkan keinginan perempuan supaya bisa tampil lebih cantik daripada perempuan lain.
Dengan dalih kebebasan berekspresi, setiap senti tubuh perempuan dijadikan komoditi walau harus melanggar nilai-nilai, seperti membuka aurat, menonjolkan lekuk tubuh, sampai adegan pornografi dan pornoaksi merupakan bukti nyata bahwa perempuan dan kecantikannya telah menjadi komoditi bagi para pemodal.
Hal inilah yang ditangkap oleh media sebagai peluang pasar yang mendatangkan laba yang lumayan besar. Berapa banyak industri yang dapat ditampung sebagai sponsor acara tersebut. Dan sebegitu kuatnya industri kecantikan sehingga mampu menjadi salah satu penyokong utama dari sekian banyak sponsor yang menginginkan produk mereka mendapatkan slot untuk ditayangkan iklannya.
C. Perempuan dan eksploitasi kecantikannya
Kaum feminisme13 menganggap kontes kecantikan sebagai eksploitasi besar-besaran
terhadap kecantikan itu sendiri. Esensi dari gerakan feminisme adalah perjuangan agar perempuan dan laki-laki tidak di diskriminasi di semua bidang kehidupan. Kita memang berbeda, tapi bukan untuk dibedakan.14
Dari sini kita akan bertemu dengan konsep pemberdayaan. Nursahbani Katjasungkana, mengemukakan ada 4 indikator pemberdayaan:15
1. Akses, dalam arti kesamaan hak dalam mengakses sumber daya-sumber daya produktif didalam lingkungan.
2. Partisipasi, yaitu keikutsertaan dalam mendayagunakan asset atau sumber daya yang terbatas tersebut.
3. Kontrol, yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan control atas pemanfaatan sumberdaya – sumberdaya tersebut.
4. Manfaat, bahwa lelaki dn perempuan harus sama-sama menikmati hasil-hasil pemanfaatan sumberdaya atau pembangunan secara sama dan setara.
Mereka yang pernah mengikuti kontes kecantikan merasa diri mereka berdaya karena telah memenangkan kontes yang diikuti oleh seluruh wanita Indonesia yang merasa diri mereka cantik. Di kontes tersebut kita akan di suguhkan perempuan-perempuan seksi yang berpakaian
10 Ibid, op,. cit,. hal, 503 11 Ibid., op,.cit., hal. 514 12 Ibid., op,.cit., hal. 361
13 Feminism berasal dari kata latin ‗femina‘ yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Hakikat feminisme adalah
gerakan transformasi sosial, dalam arti tidak selalu hanya memperjuangkan masalah perempuan belaka. Dalam diskursus feminism ada dua kelompok berkaitan dengan kesetaraan gender yang saling bertolak belakang. Kelompok feminis pertama mengatakan bahwa konsep gender merupakan suatu konstruksi sosial sehingga perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan perilaku gender dalam tataran sosial. Sedangkan feminis lainnya menganggap bahwa perbedaan jenis kelamin akan selalu berdampak terhadap konstruksi konsep gender dalam kehidupan sosial, sehingga jenis-jenis pekerjaan stereotip gender akan selalu ada. Pada tahun 1880-an gerakan feminisme sudah mulai muncul. Gerakan ini diawali oleh R.A Kartini.
Dr. Riant Nugroho, ―Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia‖, pustaka pelajar, 2008, hal. 30-32
14 Saparinah Sadli,‖Berbeda tapi Setara : Pemikiran tentang kajian Perempuan‖, PT Kompas Media Nusantara, 2010,
hal. xii
serba glamour dan berhak tinggi untuk menunjang penampilan mereka. Alih-alih menjadi penunjang dalam peningkatan industri pariwisata di Indonesia, ternyata dalam wawancara yang dilakukan CNN hal tersebut bukanlah tujuan utama mereka. Rata-rata ada persamaan dari pendapat mereka bahwa para kontestan sama-sama merasa bahwa mereka mempunyai sesuatu untuk dibanggakan dan diperlihatkan ke publik yaitu kecantikan yang sempurna.
Tidak bisa dinafikan, kecantikan fisik adalah sisi yang paling menarik dari diri seorang perempuan sehingga kecantikan ini dilirik oleh banyak kalangan tidak terkecuali pemodal. Akibatnya, kecantikan perempuan dijadikan sebagai komoditas yang bisa menarik perhatian dan menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnnya.
Ide tentang ―kecantikan‖ sebenarnya sudah berkembang bersamaan dengan ide tentang uang, sehingga keduanya nyata-nyata menjadi pararel dalam ekonomi konsumen kita. Ketika gerakan perempuan mulai berkembang memasuki pasar tenaga kerja, baik laki-laki mapun perempuan terbiasa menilai kecantikannya sebagai kekayaan.16
Saat media televisi menayangkan siaran langsung kontes kecantikan tersebut sudah bisa dilihat berapa jumlah iklan yang muncul dilayar televisi kita. Mulai dari riasan para kontestan yang memakai brand yang sudah ditentukan, setiap gaun yang dikenakan para kontestan juga di sponsori oleh salah satu butik tertentu, sepatu yang dikenakan, perhiasan yang menempel pada kontestan, suplemen kesehatan yang di minum, makanan ringan yang dihidangkan, alat elektronik yang dipakai, sampai pada salon kecantikan yang digunakan untuk merawat tubuh mereka agar tetap menjadi idola kaum hawa.
Kesalahan lainnya, peran media dalam mengkonstruksi pemikiran masyarakat memiliki andil yang sangat besar. Saat ini tengah terjadi ―air bah‖ informasi, yang datang dari media arus utama, hingga sosial media dan sarana komunikasi lainnya melalui gawai. Ada 2.130 media arus utama, baik dari media cetak, radio, televisi hingga media online. Belum lagi sekitar 70 juta pengguna Facebook, dan media sosial lainnya. Jutaan orang memanfaatkan email, whatsApp hingga sarana pesan lainnya yang menjadi sarana komunikasi dan mendapatkan informasi. Dari seluruh media tersebut, kesalahan demi kesalahan terbangun hingga menambah panjang rentetan diskriminasi, ketimpangan pada isu gender, hingga semakin jauh pemenuhan atas hak-hak perempuan.17
Menurut Wolf, ada tiga kebohongan vital dalam ideology ―kecantikan‖ yang terus tumbuh selama periode ini. Tiga kebohongan untuk melakukan kamuflase fakta bahwa fungsi actual pemberdayaan perempuan dalam dunia kerja adalah untuk menyediakan jalan yang bebas-resiko dan bebas-hukum bagi diskriminasi perempuan. Tiga kebohongan itu adalah :
1. ―Kecantikan‖ telah didefinisikan sebagai kualifikasi yang memang perlu dan sah bagi kemunculan perempuan dalam kancah kekuasaan.
2. Tujuam nomor satu diatas harus ditutupi penempatan secara tepat. Bahwa kecantikan dapat diperoleh oleh setiap perempuan melalui hiburan dan kerja keras.
3. Perempuan pekerja selalu dinasehati bahwa mereka harus berpikir tetang kecantikan dalam sebuah cara yang tereduksi. Semakin dekat perempuan dengan kekuasaan, mereka semakin dituntut untuk memiliki keyakinan diri dan memberikan pengorbanan yang sifatnya lebih fisikal. Kecantikan menjadi syarat bagi perempuan untuk mengambil langkah selanjutnya.18
16 Naomi Wolf, op., cit., hal.44
17Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia;‖Indikator Sensitif Gender Untuk Media‖; Unesco; 2012; hal.9 18 Naomi Wolf, op., cit., hal. 58
D. Kesimpulan
Perempuan sebenarnya masih hidup dalam dominasi laki-laki. Dibalik gemerlapnya panggung kontes kecantikan ini, sesungguhnya di Indonesia sendiri kehadiran ajang ini banyak menuai pro dan kontra. Selain tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang ketimur-timuran, ajang ini dinilai merupakan sebuah bentuk eksploitasi perempuan. Salah satu cara kapitalis meraup keuntungan adalah dengan melaksanakan kontes ratu kecantikan. Kapitalis mengemas maksud terselubung kontes ini secara rapi.
Kontes kecantikan hanyalah salah satu contoh fenomena bagaimana media secara tidak langsung menghegemoni perempuan lain sebagai penontonnya untuk memberikan standar kecantikan. Hal ini merupakan potret bagaimana kecantikan kemudian dikomodifikasi oleh pemilik modal, dan diolah menjadi ladang usaha. Media mengkonstruksi pikiran penonton kontes kecantikan yang sudah bisa dipastikan adalah perempuan, bagaimana menampilkan diri mereka agar terllihat cantik. Penampilan fisik antara masing-masing peserta sangat ditonjolkan melalui pakaian dan asesories yang melekat saat acara ini berlangsung.
Kontes kecantikan merupakan sebuah ajang pemilihan ratu kecantikan. kriteria cantik menurut ajang ini justru menaruh perempuan kembali kepada feminine tradisional. Di mana perempuan ditempatkan sebagai sosok yang mendambakan fisik yang sempurna melalui kontes kecantikan.
Daftar Pustaka Buku
1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia;‖Indikator Sensitif Gender Untuk Media‖; Unesco; 2012
2. Dr. Riant Nugroho, ―Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia‖, pustaka pelajar, 2008
3. Dr.Hj. Zaitunah Subhan,‖Kodrat perempuan : Takdir atau Mitos‖, PT Elkis Pelangi Aksara (El KahfiKahfi), 2004
4. Naomi Wolf, ‖Mitos Kecantikan : Kala Kecantikan Menindas Perempuan‖, Niagara, 2004 5. Simone De Beaufeur, ―Second Sex : Kehidupan Perempuan‖, Narasi – Pustaka
Promethea, 2016
6. Syaiful Halim,‖Postkomodifikasi Media : Analisis Media Televisi dengan Teori Kritis dan Cultural Studies‖, Jalasutra, 2013
7. Saparinah Sadli,‖Berbeda tapi Setara : Pemikiran tentang kajian Perempuan‖, PT Kompas Media Nusantara, 2010 Internet 1. http://wartakota.tribunnews.com/2013/02/21/inilah-perbedaan-miss-indonesia-dan-puteri-indonesia 2. https://un2kmu.wordpress.com/2009/10/12/adanya-konspirasi-di-balik-pernyataan-puteri-indonesia-2009-tentang-jilbab/ 3. http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160305171359-277-115501/alasan-perempuan-tertarik-ikuti-kontes-kecantikan/