• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. informasi bagi para pemakai (user). Sesuai dengan Konsep Fundamental dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. informasi bagi para pemakai (user). Sesuai dengan Konsep Fundamental dalam"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Setiap aktivitas organisasi pasti ada ketidakpastian yang identik dengan risiko, diantaranya adalah risiko kecurangan. Kecurangan adalah tindakan melawan hukum yang merugikan entitas/organisasi dan menguntungkan pelakunya. Tindak kecurangan itu berupa pengambilan atau pencurian harta milik atau asset organisasi, menyembunyikan dan mengalihkan atau membelanjakan asset tersebut. Pelaku kecurangan dapat dari dalam atau dari luar organisasi dan dapat dilakukan oleh manajemen dan karyawan. Pelaku kecurangan dari dalam organisasi adalah orang yang dapat akses ke informasi dan akses ke aset organisasi (Karyono, 2013).

Laporan keuangan merupakan sarana bagi perusahaan untuk menyediakan informasi bagi para pemakai (user). Sesuai dengan Konsep Fundamental dalam Penyusunan Laporan Keuangan (KDPLK) makna informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus memenuhi karakteristik kualitatif. Karakteristik kualitatif dibedakan menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Kualitas primer terdiri dari relevance dan reability, sedangkan kualitas sekunder terdiri dari comparability dan consistency. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus relevan (relevance) agar kebutuhan pemakai (user) dalam proses pengambilan keputusan dapat terpenuhi serta harus memiliki keandalan (reliability), yaitu informasi harus bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat

(2)

diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat disajikan. Informasi yang disajikan akan lebih bermanfaat jika dapat dibandingkan (comparability) antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain dalam satu industri (perbadingan horizontal) atau membandingkan perusahaan yang sama untuk periode yang berbeda (perbandugan vertikal) selain itu informasi yang disajikan harus konsisten (consistency). Sebuah entitas dikatakan konsiten dalam menggunakan standar akuntansi apabila mengaplikasikan metedo akuntansi yang sama utuk kejadian-kejadian serupa, dari periode ke periode.

Tujuan perusahaan menerbitkan laporan keuangan sesungguhnya ingin menampilkan keadaan perusahaan yang terbaik. Namun, motivasi tersebut dapat menyebabkan terjadinya tindakan kecurangan laporan keuangan yang dilakukan perusahaan. Tindakan kecurangan pada laporan keuangan tersebut menyebabkan informasi yang terkandyng dalam laporan keuangan menjadi tidak relevan dan menyebabkan salah saji material yang dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Ketika perusahaan menyajikan informasi yang tidak material maka informasi keuangan tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan ekonomi karena analisis yang dilakukan tidak berdasarkan informasi yang sebenarnya.

Pada saat perusahaan publik menerbitkan laporan keuangannya sesungguhnya perusahaan tersebut ingin menggambarkan kondisi keuangan perusahaannya yang terbaik. Laporan keuangan menyajikan informasi lebih dari sekedar angka-angka karena seharusnya laporan keuangan yang baik menurut

(3)

standar akuntansi keuangan harus mencakup informasi yang menyangkut posisi keuangan yang relevan dan reliable serta memberikan laporan kinerja perusahaan itu sendiri karena berguna di dalam pengambilan keputusan ekonomi bagi kalangan pemilik saham, investor dan kreditor. Hal ini berguna agar dapat menghindari terjadinya potensi kecurangan pada laporan keuangan yang menyesatkan pada para pengguna laporan keuangan lainnya. Ketika laporan keuangan perusahan terdapat salah saji material di dalam laporan keuangan tersebut maka inforamsi tersebut menjadi tidak relevan dan reliable untuk dipakai di dalam pengambilan keputusan karena analisis yang akan dilakukan tidak berdasarkan informasi yang sebenarnya.

Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak tergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Menurut Prakoso (2009) tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan berlawanan. Informasi yang disajikan atas dasar kebutuhan dan keinginan pihak tertentu menimbulkan risiko kecurangan (fraud) yang besar, karena laporan keuangan disusun agar keinginan pihak-pihak tertentu dapat tercapai.

Penerbitan laporan keuangan secara umum bertujuan untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan. Pelaporan keuangan bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang

(4)

dipercayakan kepada mereka (Ikatan Akuntan Indonesia, 2009). Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus dapat memberikan informasi yang akurat dan relevan serta terbebas dari adanya kecurangan yang akan sangat menyesatkan para pengguna laporan keuangan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam hal ini, tidak seluruh para pelaku bisnis menyadari pentingnya laporan keuangan yang bersih dan terbebas dari kecurangan.

Dunia perbankan rentan terhadap fraud, meskipun telah menggunakan teknologi tinggi (computerized) namun sulit terdeteksi jika terjadi kolusi Antara oknum karyawan bank dengan pihak lain. Contoh kasus yang terjadi adalah penyimpangan yang dilakukan oleh Bank Century. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh bank century dianggap menyesatkan karena ternyata terjadi banyak kesalahan material. Selain itu terdapat kasus laporan ganda Bank Lippo tahun 2011 yang memanipulasi laporan keuangannya agar bisa mendapat rekapitulasi dari pemerintah. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution mengatakan banyak kantor akuntan publik yang asal-asalan membuat laporan audit. Banyak pekerjaan kantor akuntan publik yang hanya sebagai pembenar penyimpangan yang dilakukan kliennya (Supriyanto, 2006).

Perilaku kecurangan dalam penyajian laporan keuangan menjadi perhatian agar tindakan ini dapat dideteksi dan dhilangkan, sehingga laporan keuangan akan dapat dipercaya oleh pihak pemegang kepentingan dan masyarakat. Selain itu, pihak auditor akan dapat meningkatkan kualitas auditnya dan mendapat kepercayaan dari pihak yang berkepentingan dan masyarakat, sedangkan, menurut

(5)

Ikatan Akuntan Indonesia dalam buku Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Januari 2014 :

Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan dari suatu laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi.

Rezae (2002) dalam Listiana (2012:1) menyatakan dalam dua dekade terakhir financial statement fraud telah meningkat secara substansial. Meningkatnya kecurangan pada laporan keuangan di satu sisi dapat memberikan keuntungan bagi para pelaku bisnis karena mereka dapat melebih-lebihkan hasil usaha (overstated) dan kondisi keuangan mereka sehingga laporan keuangan mereka terlihat baik dalam pandangan publik. Akan tetapi, meningkatnya kecurangan laporan juga sangat merugikan publik yang sangat menggantungkan pengambilan keputusan mereka berdasarkan laporan keuangan. Menurut Financial Accounting Standard Board (FASB), pengguna utama laporan keuangan adalah pemegang saham, investor lain dan kreditor (Hendriksen, 2000)

Kecurangan pada pelaporan keuangan yang telah dijelaskan dalam SPAP pada PSA No. 70 yaitu, salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan dalam efek yang timbul adalah ketidaksesuaian laporan keuangan dalam semua hal yang material dengan prinsip akuntansi berterima umum. Kecurangan laporan keuangan meliputi, pertama, manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan. Kedua, representasi yang salah atau penghilangan

(6)

dari laporan keuangan peristiwa, transaksi atau informasi signifikan. Ketiga, salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah klasifikasi dan cara pengungkapan.

Kecurangan laporan keuangan adalah masalah sosial dan ekonomi keprihatinan. Hal ini menyebabkan turunnya nilai pasar dan mengarahkan perusahaan tersebut pada kebangkrutan serta telah meningkatkan perhatian tentang tindakan kecurangan, misalnya pada kasus Enron dan WorldCom. Selain itu, menurut Peterson dan Buckhoff (2004) dalam Rezae et.al (2004) skandal akuntansi keuangan ini merugikan milliaran dollar pemegang saham dan menimbulkan hilangnya kepercayaan investor di pasar keuangan.

Soselisa dan Muchlasin, 2008 dikutip oleh Daniel (2011) mendefinisikan: financial statement fraud as either intentional or carelessness or a deliberate act of negligence that resulted in material errors were intentional or negligent mistake is on the financial statements that the financial statements contain misleading information.

Selama ini di banyak artikel ilmiah dan berita yang membahas mengenai adanya indikasi fraud atau kecurangan/penyimpangan pada suatu perusahaan atau instansi yang dilakukan oleh karyawan/pegawainya. Maraknya berita mengenai indikasi penyimpangan (fraud) di dalam perusahaan dan juga pengelolaan Negara di surat kabar dan televisi semakin membuat sadar bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk membenahi ketidakberesan tersebut. Walaupun saat ini sorotan utama sering terjadi pada manajeme puncak perusahaan atau terlebih lagi terhadap pejabat tinggi suatu instansi, namun sebenarnya penyimpangan perilaku tersebut bisa juga terjadi di berbagai lapisan kerja organisasi. Upaya penegakan hukum terhadap tindakan fraud selama ini kurang membawa hasil. Tindakan yang

(7)

dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki keadaan secara keseluruhan belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan yang signifikan. Efektivitas ketentuan hukum tidak dapat dicapai apabila tidak didukung norma dan nilai etika dari pihak terkait. Dalam konteks organisasi, nilai etika dan moral perorangan harus muncul sebagai aturan etika organisasi yang terkodifikasi sebagai kode etik dan kelengkapannya (Sie Infokom-Ditama Binbangkum, 2008)

Meningkatnya berbagai kasus skandal akuntansi di dunia menyebabkan berbagai pihak berspekulasi bahwa manajemen telah melakukan kecurangan pada laporan keuangan (Skousen et.al,2009). Penelitian yang dilakukan oleh Association Of Certified Fraud Examiners (ACFE), pada tahun 2002 kerugian yang diakibatkan oleh kecurangan di Amerika Serikat adalah sekitra 6% dari pendapatan atau $600Milyar dan secara presentasi tingkat kerugian ini tidak banyak berubah dari tahun 1996. Dari kasus kasus kecurangan tersebut, jenis kecurangan yang paling banyak terjadi adalah asset misappropriations (85%), kemudian disusul dengan korupsi (13%) dan jumlah yang paling sedikit (5%) adalah kecurangan laporan keuangan (fraudulent statements). Walaupun demikian kecurangan laporan keuangan membawa kerugian paling besar yaitu median kerugian sekitar $4,25 juta (ACFE, 2002).

Association Of Certified Fraud Examination (ACFE), salah satu asosiasi di USA memfokuskan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan penyimpangan pelaporan keuangan. Bentuk penyimpangan dapat dikategorikan kedalam 3 (tiga) yaitu: penyimpangan pelaporan keuangan (fraudulent financial statement) meliputi financial statement dan non-financial statement,

(8)

penyalahgunaan aset (asset misappropriation) dan corruption, (Singleton, 2010:73). Manipulasi laporan keuangan adalah salah satu bentuk fraud seperti yang didefinisikan asosiasi Association Of Certified Fraud Examination (ACFE), beberapa konsep yang berkaitan erat dengan fraud antara lain, Fraud Tree merupakan suatu pemetaan yang menunjukkan klasifikasi/taksonomi kecurangan, Fraud Triangle merupakan segitiga kecurangan mengenai mengapa terjadi kecurangan dan dikembangkan dalam ISA (International Standards on Auditing) sebagai fraud risk factors, Fraud Axioms merupakan suatu kecurangan yang perlu diperhatikan akuntan forensik sebagai investigator, Fraud Predication merupakan perihal tentang apa yang terjadi, siapa pelaku, bagaimana dilakukan, mengapa, kapan, dimana dan berapa besar terjadinya dalam pendeteksian fraud, Red Flags merupakan tanda bahaya yang menjadi petunjuk tentang potensi terjadinya fraud.

Salah satu alasan bahwa entitas dari semua jenis mengambil langkah – langkah lebih dan berbeda untuk melawan tindakan kecurangan adalah pendekatan red flags dianggap tidak efektif, karena pendekatan ini terkenal melibatkan penggunaan suatu daftar indikator tindakan kecurangan. Red flags tidak meramalkan adanya tindakan kecurangan, tetapi merupakan kondisi yang terkait dengan kecurangan. Red flags memberi tanda yang dimaksudkan untuk memberitahukan auditor terhadap kemungkinan terjadinya aktivitas tindakan kecurangan. Banyak komentator meragukan red flags karena dua keterbatasan (Krambia-kardis, 2002: dalam Kurniawati, 2012):

1. Red flags berhubungan dengan tindakan kecurangan, tetapi tidak dapat mengungkapkan secara pasti (tidak menunjukkan hubungan asli), dan

(9)

2. Karena memfokuskan perhatian pada tanda tertentu mungkin red flags menghambat auditor internal dan auditor eksternal dari identifikasi alas an – alas an lain bahwa tindakan kecurangan bisa terjadi (Krambia-Kardis, 2002 dalam Kurniawati, 2012).

Investor dan pembuat kebijakan tidak dapat mengakses daftar red flags untuk mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan pelaporan keuangan. Owusu-Ansah et.al (2010) mengkritik berbagai kuesioner mengenai red flags telah terlalu umum, subyektif dan sulit untuk diterapkan dalam praktik Eining et.al (2006) menentukan bahwa auditor menggunakan daftar resiko yang tidaklah lebih baik dengan tanpa dibantu auditor. Lebih lanjut mereka menunjukkan bahwa auditor menggunakan model logistik sebagai alat bantu untuk mencapai penilaian yang lebih akurat dibandingkan penggunaan daftar periksa maupun tanpa bantuan auditor. Analisis mengenai red flags tidak akan terlepas dari pemahaman fraud. Seperti yang dinyatakan oleh Montgomery et.al (2002) dalam Rukmawati (2011) bahwa ada fenomena segitiga kecurangan (the fraud triangle).

Namun demikian, supervisor perusahaan dapat menerapkan penelitian ini untuk mengidentifikasi, penyeledikan atau pemantauan perusahaan dengan tindak kecurangan. Selain itu, melalui penelitian ini, investor dapat menghindari risiko kecurangan dan membantu dalam keputusan investasi. Ketika pada awalnya auditor menilai keterlibatan klien baru, penelitian ini juga dapat diterapkan untuk mengevaluasi kemungkinan laporan keuangan palsu.

(10)

Permasalahan yang sering timbul dari beberapa kasus di atas menjadi suatu pertanyaan besar bagi kinerja seorang auditor : mengapa auditor eksternal gagal dalam mendeteksi terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan seperti contoh beberapa kasus diatas ? Seorang auditor yang bertugas di pada audit laporan keuangan perusahaan–perusahaan seharusnya sudah menjalankan tugas semestinya secara prosedural dan pengawasan internal kontrol (Quality Internal Control) untuk mencegah terjadinya salah saji secara material dalam pengambilan keputusan termasuk dalam pendeteksian kecurangan maka tidak terjadi kasus-kasus yang merugikan ini.

Menurut teori Cressey (dikutip oleh Skousen et.al.,2009), terdapat tiga kondisi yang selalu hadir dalam tindakan fraud yaitu pressure, opportunity dan rationalization yang disebut fraud triangle. Ketiga kondisi tersebut merupakan factor resiko munculnya kecurangan dalam berbagai situasi. Temuan berbagia faktor risiko kecurangan oleh Cressey (1953) didasarkan pada serangkaian wawancara dengan orang-orang yang dihukum karena pengalaman (Skousen et.al.,2009).

Ilustrasi faktor resiko kecurangan dari standar kecurangan yang ada (SAS 99, ISA 240, TSAS 43) didasarkan pada teori segitiga kecurangan (fraud triangle) yang dicetuskan oleh D.R Cressey pada Tahun 1953 (Lou dan Wang, 2009) dalam makalahnya berjudul Other people’s Money: A study in the social pshcology of emblezzement. Melalui serangkaian wawancara dengan 133 orang yang dihukum karena melakukan penggelapan, Cressey (1953) mengkategorikan terdapat kondisi yang selalu hadir dalam kegiatan kecurangan perusahaan, yakni:

(11)

1. Tekanan/motif 2. Kesempatan 3. Sikap/rasionalisasi

Menurut Transparansi Internationaal dalam Tuanakota (2013) data menunjukkan bahwa Indonesia dalam kelompok negara paling korupsi di dunia. Lebih lanjut data tersebut menunjukkan bahwa Indeksi Persepsi Korupsi Indonesia sebesar 3,2 dan berada di urutan 118 pada tahun 2012 menjadi 114 pada tahun 2013 yang diamati. Kondisi ini hamper serupa juga terjadi pada sebagian besar Negara anggota ASEAN. Menurut hasil survey Lembaga Transparancey International yang mencatat hanya Singapura dan Brunai Darussalam yang memiliki IPK tingkat korupsi sebesar 8,6 dan 6,0. Sementara itu, negara lainnya memiliki skor IPK di bawah 5,0 seperti Myanmar (indeks 2,1) dan Kamboja (2,0), Laos (2,6) Vietnam (3,1), Filipina (3,5), Timor Leste (3,0), Thailand (3,6).

Beberapa kasus kecurangan (fraud) di Indonesia PT Batavia Air “Trust Us To Fly” melalui Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam surat putusan No. 77/Pailit/2012/PN.Niaga.JKT.PST mempailitkan Batavia air dikarenakan tidak mampu bayar utang sebesar 9,63 juta dollar AS pada 13 Desember 2012; PT (Persero) Waskita Karya dalam pers rilisnya memberitakan memanipulasi laporan keuangan waskita karya sejak pertengahan Agustus 2009, “Direksi merekayasa keuangan sejak tahun buku 2004-2008 dengan kelebihan pencatatan laba sebesar Rp. 500 Milliar diketahui saat dilakukan audit laporan keuangan menyeluruh seiring pergantian Direksi pada 2008 dengan memasukkan proyeksi pendepatan proyek multi tahun ke depan sebagai pendapatan tahun tertentu ; Kasus

(12)

Penggelapan Pajak di Solo “mengemplang pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai di dua perusahaan yaitu PT. Muncul Lestari Mandiri dan CV Kondang Murah dengan kerugian negara lebih dari Rp. 9 Milliar dan melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf a, b dan c UU No. 6/1983 sebagaimana diperbaharui menjadi UU No. 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. (Tuanakota, 2013:250-245).

Pendeteksian terhadap financial statement fraud tidak selalu mendapatkan titik terang karena berbagai motivasi yang mendasarinya serta banyaknya metode untuk melakukan financial statement fraud (Brennan dan Mc. Grath, 2007). Corporate governance seringkali dikaitkan dengan fraudulent financial reporting. Pernyataan itu dibuktikan dengan penelitian Dechow et.al (1996) dalam Listiana (2012) yang menemukan bahwa kejadian kecurangan paling tinggi terjadi pada perusahaan yang lemah corporate gorvernance-nya, seperti perusahaan yang lebih didominasi oleh orang dalam dan cenderung tidak memiliki komite audit (Skousen et.al, 2009). Temuan Dechow et.al. (1996) diperkuat kembali oleh Dunn (2004) yang menyimpulkan bahwa kecurangan lebih mungkin terjadi ketika ada konsentrasi kekuasaan di tangan orang dalam (Skousen et.al, 2009).

Penelitian ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lou dan Wang (2009) yang dilakukan di Taiwan yang menghubungkan variabel-variabel dari fraud triangle dengan terjadinya financial statement fraud. Penelitian oleh Lou dan Wang (2009) dilakukan terhadap berbagai kategori perusahaan untuk menguji hubungan antara fraud triangle dengan financial statement fraud. Penelitian ini mengadopsi penelitian Lou dan Wang dalam konteks menguji variabel-variabel

(13)

yang terdapat pada fraud triangle dengan indikasi fraud yang disesuikan dengan keadaan di Indonesia sebagai tempat penelitian. Penelitian ini juga mengacu pada penelitian Erna Kurniawati (2012) yang meniliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi financial statement fraud dalam perspeketif fraud triangle dengan melakukan penelitian untuk memperoleh bukti empiris tentang efektivitas dari fraud triangle yaitu tekanan/motif, kesempatan dan rasionalisasi dalam mendeteksi financial statement fraud, sebagai indikasi financial statement fraud pada penelitian ini menggunakan restatement sebagai variabel dependen.

Financial statement fraud yang tidak dapat terdeteksi dapat berkembang menjadi skandal besar yang merugikan banyak pihak. Maka, penelitian ini dimaksudkan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan menggunakan perspektif fraud triangle dengan acuan penelitian yang dilakukan Skousen et.al (2009) yang berhasil mengembangkan model prediksi kecurangan yang mengalami peningkatan substansial dibandingkan model prediksi fraud lainnya. Kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) dapat juga dilakukan dengan berbagai metode. Salah satu proksi yang dapat mengukur kecurangan laporan keuangan adalah earnings management. Hal tersebut didasarkan pada pernyataan Rezae (2002) dalam Listiana (2012) bahwa financial statement fraud berkaitan erat dengan tindakan manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen.

(14)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul :

“PENGARUH FINANCIAL STABILITY, PERSONAL FINANCIAL NEED

DAN INEFFECTIVE MONITORING TERHADAP FINANCIAL

STATEMENT FRAUD PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, peneliti bertujuan untuk memperoleh bukti mengenai adanya hubungan antara :

1. Apakah financial stability dapat mempengaruhi terjadinya financial statement fraud ?

2. Apakah personal financial need dapa mempengaruhi terjadinya financial statement fraud?

3. Apakah ineffective monitoring dapat mempengaruhi mendeteksi terjadinya financial statement fraud ?

4. Apakah terdapat pengaruh financial stability, personal financial need, dan ineffective monitoring terhadap terjadinya financial statement fraud ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti, mengetahui serta memberikan informasi dan gambaran mengenai cara pendeteksian kecurangan laporan keuangan pada perusahaan perbankan, kemudian juga sebagai salah satu

(15)

syarat untuk menempuh ujian sidang skripsi dalam menyelesaikan pendidikan sarjana jurusan akuntansi di Universitas Widyatama, Bandung.

Adapaun tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh bukti empiris mengenai adanya hubungan antara :

1. Mengetahui pengaruh financial stability terhadap terjadinya financial statement fraud

2. Mengetahui pengaruh personal financial need terhadap terjadinya financial statement fraud

3. Mengetahui variable ineffective monitoring terhadap terjadinya financial statement fraud

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang mungkin dapat memanfaatkan hasil penelitian ini baik dari segi aspek ilmu maupun aspek praktis, yaitu :

1. Bagi Penulis

a. Menambah wawasan serta memahami akan pentingnya pendeteksian kecurangan laporan keuangan bagi perusahaan perbankan dengan metode b. Memberikan sarana bagi penulis untuk melatih kemampuan teknis dalam

membandingkan ilmu pengetahuan teori dengan pelaksanaan yang sebenarnya

c. Melatih penulis dalam membuat karya ilmiah serta menerapkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya telah diperoleh di bangku perkuliahan

(16)

2. Bagi Organisasi yang Diteliti

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi:

a. Upaya untuk melakukan pengembangan proses pendeteksian kecurangan pada laporan keuangan dengan perspektif fraud triangle

b. Memberikan informasi kepada manajemen mengenai faktor-faktor yang harus dideteksi sebagai penyebab kecurangan laporan keuangan agar terbebas dari kecurangan yang akhirnya dapat berkembang dan merugikan bagi perusahaan

c. Memberikan informasi kepada para pemegang saham, investor, kreditor yang menggunakan laporan keuangan yang dapat menyebabkan terjadinya kecurangan laporan keuangan agar tidak tersesat dalam pengambilan keputusan

3. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat dijadikan pembanding bagi tulisan lain yang sama-sama membahas hal yang sejenis dan dapat juga berguna bagi pihak yang hanya ingin tahu maupun bagi mereka yang berminat menelaah hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan di pojok bursa Universitas Widyatama yang berlokasi di Jalan Cikutra No. 204 A Bandung atau melalui websitenya BEI pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI, www.idx.com dengan data menggunakan tahun 2012-2013.

Referensi

Dokumen terkait

Subkonsep peranan bakteri dalam kehidupan diwakili oleh soal nomor 13 pada gambar 3 dengan persentase miskonsepsi sebesar 30%. Miskonsepsi yang teridentifikasi pada soal

Segala Puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini guna memenuhi

Bab ini membahas mengenai strategi Jepang dalam mempertahankan negosiasi Comprehensive and Progressive for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) paska keluarnya Amerika Serikat

Sebuah survei terbaru dari 96 lembaga NASPAA berafiliasi menunjukkan bahwa sekitar 40% dari mereka menawarkan kursus hibrida atau online, dan sekitar 24% memiliki

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik

Dalam penelitian ini variabel opini audit going concern diukur dengan menggunakan variabel dummy, variabel reputasi KAP diukur dengan menggunakan variabel dummy,

Analisis Fraud Diamond Dalam Mendeteksi Financial Statement Fraud : Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

Penelitian lain yang dilakukan Sihombing (2014) menyatakan jika nature of industry dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan, jumlah piutang yang