• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENINGKATAN KESIAPAN MASYARAKAT KALIMANTAN BARAT TERHADAP PENDIRIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENINGKATAN KESIAPAN MASYARAKAT KALIMANTAN BARAT TERHADAP PENDIRIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENINGKATAN KESIAPAN MASYARAKAT KALIMANTAN

BARAT TERHADAP PENDIRIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA

NUKLIR

Nafsiatun, Priyo Saptomo

Fakultas Hukum, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. Hadari Nawawi, Pontianak, 78124

email: nafsiatun@yahoo.co.id

ABSTRAK

STRATEGI PENINGKATAN KESIAPAN MASYARAKAT KALIMANTAN BARAT TERHADAP PENDIRIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR. Pembangunan PLTN di Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu alternatif diversifikasi sumber energi. PLTN telah memberikan citra menakutkan jika terjadi kecelakaan. Masyarakat memerlukan informasi yang benar tentang PLTN terutama antisipasi terhadap kebocoran. Penelitian ini bertujuan mengetahui respon masyarakat tentang kesiapannya menghadapi pendirian PLTN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan daerah sampel meliputi Kabupaten Bengkayang, Landak, Sanggau, Sambas, Mempawah dan Singkawang dengan responden masing-masing 50 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 95% masyarakat menginginkan sosialisasi dan lebih dari 87% masyarakat belum menerima sosialisasi tentang PLTN. Langkah strategis untuk meningkatkan kesiapan masyarakat Provinsi Kalimantan Barat menghadapi PLTN yaitu melalui rekayasa sosial yang didahului dengan komunikasi 2 arah.

Kata kunci: PLTN, Kalimantan Barat, strategi peningkatan, kesiapan masyarakat ABSTRACT

STRATEGY FOR INCREASING COMMUNITY READINESS OF WEST KALIMANTAN ON ESTABLISHMENT NUCLEAR POWER PLANT. The construction of a nuclear power plant in West Kalimantan Province is an alternative source of energy diversification. NPP has given a scary image in the event of an accident. The community needs correct information about nuclear power plants especially in anticipation of leakages. This study aims to determine the response of the public about its readiness to face the establishment of nuclear power plants. This research is a descriptive study with sample areas covering Bengkayang, Landak, Sanggau, Sambas, Mempawah and Singkawang districts with 50 respondents each. The results showed that more than 95% of the people wanted socialization and more than 87% of the people had not received information about the NPP. The strategic step to increase the readiness of the people of West Kalimantan Province to face the NPP is through social engineering that is preceded by 2-way communication.

Keyword: Nuclear Power Plant, West Kalimantan, strategy for increasing, community readiness

PENDAHULUAN

Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang mengalami kekurangan energi untuk kebutuhan industri, rumah tangga, pendidikan dan lain-lain. Berbagai upaya dilakukan untuk pemenuhan energi ini, antara lain melalui pembelian listrik ke negeri jiran Malaysia. Namun tingkat kebutuhan energi di Kalimantan Barat terus meningkat seiring dengan perkembangan industri yang mengolah sumber daya alam dengan tingkat kebutuhan energi tinggi. Oleh karena itu usulan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kalimantan Barat menjadi wacana yang meluas dan diperbincangkan dalam berbagai seminar, diskusi dan pertemuan ilmiah lainnya..

Kalimantan Barat menjadi salah satu pilihan lokasi pendirian PLTN dilihat dari sudut pandang letak geografis, kecilnya resiko akibat gempa bumi, dan populasi penduduk yang rendah tetapi luas wilayahnya sangat luas (dua setengah kali luas pulau Jawa [1]. Selain itu Kalimantan Barat memiliki cadangan uranium dengan jumlah yang paling besar di Indonesia yang mampu menjadi jaminan keberlanjutan PLTN.

(2)

negatif. Wacana pendirian PLTN di Gunung Muria, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah yang direncanakan beroperasi tahun 2016 menjadi batal karena kuatnya resistensi masyarakat [2]. Penguatan diversifikasi pembangkit listrik mempunyai alasan yang kuat karena pertumbuhan penjualan listrik secara nasional mencapai 7,1 % dalam kurun waktu 2009-2014. Sementara itu kenaikan ini tidak diimbangi dengan penambahan kapasitas pembangkit yang hanya mencapai 5,2% per tahun [2]. Melihat tingkat konsumsi energi saat ini maka tuntutan mewujudkan teknologi baru bagi sumber energi makin menguat seiring makin menipisnya cadangan energi fosil. Kondisi ini memperkuat upaya realisasi pendirian PLTN di Indonesia. Namun pendirian ini akan memerluan kajian yang luas salah satunya dari sudut pandang sosial, budaya dan lingkungan [3]. Provinsi Kalimantan Barat sebagai calon kuat lokasi pendirian PLTN mempunyai sosial, budaya dan lingkungan yang berbeda dengan calon lokasi PLTN sebelumnya yaitu Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Jika memang pendirian PLTN ini telah disetujui dan disepakati sebagai salah satu alternatif diversifikasi pembangkit listrik di Indonesia maka kesiapan masyarakat terdampak PLTN harus ditingkatkan secara bertahap dan baik.

TEORI

Pewacanaan kembali pendirian PLTN dapat dilihat dalam kerangka proses penentuan agenda kebijakan (agenda-setting) oleh para penentu kebijakan. Proses ini adalah pengakuan pemerintah terhadap suatu masalah publik yang perlu mendapatkan respon. Penentuan agenda adalah suatu proses melalui tuntutan dari berbagai kelompok masyarakat yang diterjemahkan dalam menu yang saling bersaing untuk mendapatkan perhatian serius dari para pengambil keputusan. Namun demikian secara empiris proses penentuan agenda tersebut sering muncul secara top down [2]. Implementasi kebijakan yang bersifat top down tidak mudah dilakukan. Hal ini terjadi karena administratur cenderung memerintah. Model ini sering disebut sebagai pendekatan rasional yang sifatnya top down. Gagasan ini dikembangkan oleh sejumlah analis seperti Andrew Dunsire, Christoper Hood dan Lewis Gunn. Kondisi ini tidak tepat dilakukan pada saat ini yang telah mencapai babak demokrasi dengan terbiasanya semua pihak dalam suatu negara untuk saling berkomunikasi. Komunikasi penting dalam suatu penyelesaian masalah. Pemerintah, pengusaha dan masyarakat yang merupakan komponen dalam suatu perkembangan ekonomi suatu negara perlu saling berkomunikasi untuk menghasilkan keputusan yang tepat [4]. Komunikasi menjadi proses untuk menyampaikan pendapat sehingga semua pihak mampu mengetahui, mengerti dan memahami. Oleh karena itu diperlukan komunikasi yang tepat bahasa, waktu dan sasaran.

Teori Komunikasi

Beberapa pandangan dalam teori komunikasi menunjukkan bahwa pemahaman interaksi sangat penting. Pandangan perspektif mekanistis dalam teori komunikasi mengungkapkan setiap komponen mentransformasikan fungsinya masingmasing dalam suatu garis linier dalam gerakan yang sekuensial. Proses komunikasi dapat dipandang sebagai suatu serial dari rangkaian pelbagai objek yang bersifat sebab-akibat. Langkah yang paling efektif untuk mengkaji suatu objek adalah mengisolasi objek itu, kemudian meneliti setiap komponen lainnya berfungsi atau tidak. Adapun ruang lingkupnya yaitu studi komunikasi berpusat pada saluran dan peristiwa, atau fungsi-fungsi yang terjadi akibat saluran itu. Pengaruh saluran terhadap komunikasi, karakteristik sumber dan transmisi, dan sebagainya. Sementara pandangan perspektif psikologis menjelaskan subjektivitas manusia mempengaruhi stimulus yang mereka terima dan hasilkan. Setiap orang dapat memodifikasi stimulus yang mereka terima. Persepsi yang datang bersama stimulus diterima secara selektif, karena organisme membuat pilihan terhadap apa yang perlu direspon. Pandangan perspektif interaksionis menekankan kepada tindakan manusia dalam masyarakat. Memahami diri sendiri dimulai dari orang lain. Individu dapat dipahami melalui kegiatan interaksi dengan sesamanya dalam masyarakat. Komunikasi terjadi melalui pertukaran simbol yang berkaitan satu sama lain. Hubungan sosial terbentuk melalui proses komunikasi. Pandangan perspektif pragmatis menjelaskan pertukaran pesan yang komunikatif bukan pada individu, melainkan pada perilaku individu yang berinteraksi. Perilaku individu dihasilkan oleh perilaku orang lain. Dalam memahami komunikasi sebagai sistem, harus meneliti sistem perilaku [5]. Berdasarkan berbagai pandangan tersebut maka pemilihan metode komunikasi yang tepat menjadi parameter keberhasilannya.

(3)

Konflik dalam Perspektif Komunikasi

Fungsi sosial masyarakat berkaitan erat dengan fakta sosial yang terjadi, fakta-fakta sosial terlihat dalam berbagai bentuk hubungan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat. Fakta sosial terjadi dalam dua bentuk, yaitu: (1) dalam bentuk material yang memperlihatkan bagian dari dunia nyata (external world) contohnya arsitektur dan norma-norma hukum; (2) dalam bentuk nonmaterial, memperlihatkan sesuatu yang dianggap nyata. Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat intersubjektif yang hanya dapat muncul dari dalam keadaan manusia contohnya, egoisme, altruisme, dan opine.

Keinginan-keinginan dalam kelompok masyarakat, bervariasi sesuai dengan kebutuhan, kebiasaan, serta perilaku dalam kehidupan individu, kelompok, dan masyarakat yang bersangkutan. Keinginan kelompok masyarakat yang harus dikemukan terdiri atas: (1) keinginan dan tujuan suatu kelompok yang telah dibentuk oleh anggotanya dapat saja berbeda dengan kelompok lain; (2) keinginan yang sifatnya tidak selalu nyata sehingga fungsi kelompok itu tidak nyata; (3) keinginan yang diperlukan suatu kelompok dapat saja berbeda dengan keinginan kelompok yang dibentuk pada waktu yang sama. Keinginan manusia sebagai anggota masyarakat dapat berbeda berdasarkan pada masalah, pemaknaan komunikasi dalam hubungan sosial budaya masyarakat. Makna-makna tersebut dalam penafsirannya erat kaitannya dengan keinginan yang ada di masyarakat yang berbeda-beda. Akibat dari pendekatan pemenuhan keinginan dan pemaknaan yang berbeda-beda, kehidupan bersama dalam kehidupan sosial masyarakat sering terjadi penekanan. Hal ini mengakibatkan yang kuat menekan yang lemah [6]. Jika kondisi ini terjadi maka konflik akan muncul sebagai akibat terhambatnya jalur komunikasi. Oleh karena itu diperlukan kondisi yang tepat waktu dengan tepat bahasa komunikasi dalam penyampaian suatu gagasan atau program.

METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi. Pengumpulan data dilakukan secara studi literatur dan survei di Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat yang secara wacana menjadi calon lokasi PLTN dan beberapa daerah di sekitar Kabupaten Bengkayang yaitu Kabupaten Mempawah, Sambas, Landak, Sanggau dan Kota Singkawang. Setiap kabupaten/kota kuisioner diberikan kepada 50 responden. Penelitian dilakukan dari bulan Juli-September 2019. Responden dilakukan secara acak sehingga bisa diketahui kondisi yang sebenarnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menitikberatkan pada respon masyarakat di Kabupaten Bengkayang dan sekitarnya terhadap rencana pendirian PLTN. Respon masyarakat ini dibatasi hanya pada masalah sosial, budaya dan lingkungan. Hal ini dilakukan karena masyarakat memerlukan informasi yang jelas mengenai PLTN dan penentu kebijakan memahami kondisi yang ada di masyarakat saat ini. Berbagai informasi tentang PLTN telah diperoleh masyarakat melalui berbagai media massa. Informasi ini akan mempengaruhi cara pandang dan pola pikir yang menimbulkan respon terhadap keberadaan PLTN di Provinsi Kalimantana Barat. Kondisi sosial masyarakat di Kabupaten Bengkayang dan sekitarnya dilihat dari parameter tingkat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan. Berdasarkan parameter tersebut kemudian diberikan pertanyaan mengenai perlu tidak sosialisasi PLTN. Kondisi budaya mencakup keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat dalam melakukan pendekatan komunikasi sosialisasi. Kondisi lingkungan terkait dengan kesiapan menghadapi efek buruk dari keberadaan PLTN. Karakteristik responden diperoleh berdasarkan data kuisioner. Adapun karakteristik responden dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Responden

No Karakteristik Responden Parameter Jumlah

1. Umur 15-30 61%

31-60 39%

2. Jenis Kelamin Perempuan 47%

Laki-Laki 53%

3. Pekerjaan PNS 45%

(4)

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa responden pada usia produktif yaitu 15-30 tahun lebih dominan. Pekerjaannya sebagian besar dalam bidang swasta. Sementara jenis kelamin didominasi oleh laki-laki.

Tabel 2. Permintaan sosialiisasi pendirian PLTN No Kabupaten/Kota Respon Masyarakat

1 Bengkayang 100% 2 Landak 100% 3 Mempawah 100% 4 Sambas 98% 5 Sanggau 95% 6 Singkawang 99%

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa daerah-daerah dengan jarak yang dekat menunjukkan masyarakatnya memerlukan sosialisasi tentang pendirian PLTN ini. Hal ini wajar terjadi karena dampak dari PLTN ini telah diketahui masyarakat secara luas walaupun secara teknologi tingkat keselamatannya telah dilakukan secara berlapis [7]. Berdasarkan kuisioner selanjutnya apakah pernah diberikan sosialisasi sebelumnya, hasil kuisioner ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah responden yang belum memperoleh sosialisasi pendirian PLTN No Kabupaten/Kota Respon Masyarakat

1 Bengkayang 87% 2 Landak 98% 3 Mempawah 100% 4 Sambas 100% 5 Sanggau 100% 6 Singkawang 100%

Terlihat pada Tabel 3 bahwa sosialisasi harus segera dilakukan untuk memberikan informasi yang benar kepada masyarakat mengenai pendirian PLTN di Provinsi Kalimantan Barat. Masyarakat sekitar calon lokasi PLTN di Provinsi Kalimantan Barat selama ini memperoleh informasi rencana pendirian PLTN di Kalimantan Barat berdasarkan berita di televisi dan koran. Persepsi masyarakat itu sangat penting karena masyarakat ang akan mendapatkan dampak langsung dari keberadaan PLTN ini [8]. Masyarakat secara umum masih mengkhawatirkan keberadaan PLTN di lingkungan mereka tinggal. Menurut pandangan

Torado, pembangunan merupakan suatu proses multidimensial yang meliputi

perubahan-perubahan struktur sosial, sikap masyarakat, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan absolut. Sikap masyarakat harus diperhatikan sebagai bentuk komunikasi yang baik [9].

Responden juga memberikan pendapatnya mengenai perlunya tokoh-tokoh masyarakat dilibatkan dalam pendekatan sosialisasi pendirian PLTN dengan pendekatan budaya. Selain itu masyarakat perlu diberikan informasi mengenai efek buruk PLTN secara mendalam agar tingkat kesiapan menghadapinya menjadi lebih baik.

Tabel 4. Perlunya keterlibatan tokoh masyarakat secara pendekatan budaya dalam sosialisasi pendirian PLTN

No Kabupaten/Kota Respon Masyarakat

1 Bengkayang 100% 2 Landak 100% 3 Mempawah 100% 4 Sambas 100% 5 Sanggau 100% 6 Singkawang 100%

(5)

Tabel 5. Perlunya informasi efek buruk terhadap lingkungan akibat adanya PLTN No Kabupaten/Kota Respon Masyarakat

1 Bengkayang 100% 2 Landak 100% 3 Mempawah 100% 4 Sambas 100% 5 Sanggau 100% 6 Singkawang 100%

Berdasarkan kondisi masyarakat Kabupaten Bengkayang dan kabupaten di sekitarnya terlihat bahwa belum ada kesiapan masyarakat dalam menghadapi pendirian PLTN di Provinsi Kalimantan Barat. Hal terbaik yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat Provinsi Kalimantan Barat menghadapi pendirian PLTN adalah dengan strategi rekayasa sosial yang didahului dengan komunikasi 2 arah antara masyarakat dan penentu kebijakan [10,11]. Hal ini penting dilakukan agar implementasi kebijakan bisa berjalan dengan baik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pendirian PLTN di Provinsi Kalimantan Barat harus memperhatikan faktor sosial, budaya dan lingkungan masyarakat Kalimantan Barat. Langkah strategis untuk meningkatkan kesiapan masyarakat Kalimantan Barat terhadap PLTN melalui rekayasa sosial yang didahului dengan komunikasi 2 arah antara masyarakat dan penentu kebijakan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada masyarakat di Kabupaten Bengkayang, Mempawah, Landak, Sanggau, Sambas dan Kota Singkawang serta Universitas Tanjungpura yang telah membantu dalam perijinan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] SAHPUTRA, R. dan RFAT, M., “Studi Lokasi untuk Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Berbasis Sistem Informasi Geografis di Kalimantan Barat”, Prosiding

Semirata Bidang Teknologi Informasi dan Multi Disiplin, Universitas Tanjungpura, 234-243

(2005).

[2] HARIYADI, “Agenda-Setting Pembangunan PLTN dan Pencapaian Ketahanan Listrik (Studi di Jepara dan Pangkal Pinang)”, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik, 7 (2) : 127-142 (2016).

[3] SETIABUDI, B.,” Dampak Pembangunan PLTN Terhadap Perubahan Tata Ruang Kabupaten Jepara”, Gema Teknologi, 16 (1) : 11-15 (2010).

[4] NAFSIATUN, TRIATMODJO, M., dan ISMAILl, N., “Model Penanganan Dampak Pertambangan Emas Terhadap Lingkungan dan Masyarakat di Provinsi Kalimantan Barat”, Disertasi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2016).

[5] SIKUMBANG, A.T., “ Teori Komunikasi (Pendekatan, Kerangka Analisis dan Perspektif)”,

Analytica Islamica, 6 (1) : 77-84 (2017).

[6] USMAN, R.,” Konflik dalam Perspektif Komunikasi : Suatu Tinjauan Teoritis “, Mediator, 2 (1) : 31-41 (2001).

[7] HARJANTO, N.T., “Dampak Lingkungan Pusat Listrik Tenaga Fosil dan Prospek PLTN sebagai Sumber Energi Listrik Nasional”, Jurnal Batan, 1(1) : 39-50 (2008).

[8] TRI, M.A.T., DWI, R.H., SUTJIPTO dan MUDJIONO, “Penerimaan Masyarakat Jepara Terhadap PLTN”, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 193-198 (2010).

[9] MUDJIONO, ALIMAH, S.,SSUSIATI, H., IRAWAN, D dan BUSTOMI, M., “ Penerimaan Masyarakat Sekitar Puspitek Serpong Terhadap Rencana Pembangunan Reaktor Daya Eksperimental’, Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, 20 (2): 105-110 (2018).

[10] PRASTIWI, E.A., SOESILOWATI, E., dan SETYOWATI, D.L.,” Strategi Pendekatan Sosial dalam Proses Rencana Pembangunan PLTU Batang”, Journal of Educational Social Studies, 5(1) (2016).

(6)

[11] NAFSIATUN, MINTARSIH, E., dan SAPTOMO, P., “Strategi Peningkatan Kesiapan Modal Sosial Masyarakat Kalimantan Barat dalam Menghadapi Eksplorasi Bahan Tambang untuk Pembangunan yang Berkelanjutan”, Prosiding Seminar Nasional Seri 7 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari, Universitas Islam Indonesia (2017).

Referensi

Dokumen terkait

(d) Untuk mengakomodasi kebutuhan perpindahan antar moda, terutama pada titik-titik awal/akhir trayek serta titik-titik perpotongan jalur angkudes dengan jalur pelayanan AKAP dan AKDP

siswa yang memperoleh nilai 75 dan presentasinya berjumlah 67,57% artinya bahwa siswa tidak dapat menguasai 75% dari materi yang diajarkan sehingga dapat

Kadar kolesterol darah yang tinggi merupakan problema yang serius karena merupakan salah satu faktor risiko yang paling utama untuk terjadinya penyakit jantung koroner di

Hasil akhir yang diharapkan adalah model system perangkat lunak yang dapat berfungsi sebagai sistem pendukung keputusan dalam memberikan alokasi ruang yang sesuai untuk

Pada rangkaian tegangan tinggi ini keluaran dari HF akan dinaikkan tegangannya oleh trafo fly back, yaitu trafo tegangan penaik tegangan (step –up) yang berinti ferit yang

Pada Tabel 1 diketahui bahwa inokulasi gan- da isolat Glomus sp. SS15 baik dengan Bacillus sp. HgTA1 maupun Pseudomonas sp. HgRA; inokulasi ganda isolat Glomus sp. SS18 baik

Salah satu hal yang menyebabkan ASI sangat dibutuhkan bagi perkembangan bayi yang baru lahir adalah kandungan minyak omega-3. Selain sebagai zat penting bagi otak dan mata,