E-PAPER
PERPUSTAKAAN
DPR RI
Telepon : (021) 5715876, 5715817, 5715887 Fax : (021) 5715846 e-mail: [email protected] Follow us @perpustakaandprBecome a Fan Perpustakaan DPR RI
http://perpustakaan.dpr.go.id http://epaper.dpr.go.id
Kamis 28 Januari 2021
No. Judul Surat Kabar Hal.
1. Mengejar Keseimbangan Pemulihan: EDITORIAL Bisnis Indonesia 2
2. OJK Perkuat Pengawasan Industri Jasa Keuangan Secara Digital Republika
-3. Mengandalkan Bansos, Membangkitkan Perekonomian Seputar Indonesia
-4. Ada pembatasan kegiatan masyarakat, ekonomi kuartal I-2021 bisa di bawah 1% Kontan
-5. BI optimistis pertumbuhan ekonomi 2021 sentuh 5,8%, ini komponen pembentuknya
Kontan
-Kamis, 28 Januari 2021 Bisnis Indonesia Hal. 2
Salah satu kinerja pemerintah yang dinantikan publik saat ini adalah upaya pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19. Roda ekonomi kita sejak kuartal terakhir 2020 sebenarnya mulai bergerak sesuai harapan, meskipun masih tertatih-tatih. Pembatasan kegiatan masyarakat yang mulai dilonggarkan membuat ekonomi sempat berdenyut dengan baik. Pada awal tahun ini, data penyebaran Covid-19 belumlah membaik secara signifikan. Jumlah orang Indonesia terjangkit virus Corona bahkan telah menyentuh angka 1 juta orang. Tak pelak, pembatasan kegiatan masyarakat pun digencarkan. Ekonomi pun sempat kembali kurang bergairah. Namun demikian, optimisme terhadap proses pemulihan ekonomi pada tahun ini mulai menguat. Beberapa indikator setidaknya mengonfirmasi nuansa positif tersebut. Salah satu indikatornya adalah indeks keyakinan konsumen atau IKK yang membaik. Posisi IKK pada Desember 2020 berada di level 96,5. Data ekonomi lain pun terlihat meyakinkan, seperti indeks PMI Manufaktur pada Desember 2020 juga telah mencapai level ekspansif, yaitu sebesar 51,3. Impor bahan baku dan barang modal yang berkaitan dengan aktivitas investasi juga meningkat. Begitu pula surplus neraca perdagangan 2020 yang tercatat sebesar US$21,7 miliar. Dari sisi produksi, pelaku usaha mendapatkan dukungan dan komitmen pendanaan dari bank yang dapat diandalkan. Survei perbankan yang dirilis oleh Bank Indonesia memperkirakan prioritas penyaluran kredit baru pada kuartal I/2021 adalah kredit modal kerja, disusul kredit investasi, dan kredit konsumsi. Untuk kredit konsumsi, kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor menjadi prioritas utama. Adapun kinerja penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) juga terlihat positif, karena realisasi pada 2020 telah mencapai target 100%, yaitu Rp190 triliun. Apalagi banyak insentif yang terukur yang diberikan pada sektor tertentu untuk mengakselerasi permintaan kredit pada tahun ini. Sejumlah korporasi besar juga mulai mencari dana melalui emisi obligasi dengan mengincar dana-dana global. Kebutuhan ekspansi usaha setidaknya meningkatkan keyakinan akan akselerasi pemulihan ekonomi. Namun, semua indikator yang positif tersebut tak bisa berarti banyak menggerakkan ekonomi tanpa menyelesaikan penanganan masalah kesehatan. Kita sepakat dengan suara para pebisnis yang mendesak pemerintah agar bergerak cepat, tepat, dan terukur dalam mengendalikan pandemi. Sebab, masalah kesehatan terbukti sangat menghambat kemajuan usaha dan geliat perekonomian. Program vaksinasi menjadi harapan hampir semua orang untuk dapat keluar dari tekanan pandemi. Kemarin, Rabu (27/1), Presiden Joko Widodo dan sejumlah tokoh telah mendapatkan suntikan vaksin untuk fase kedua. Pemerintah telah menyesuaikan target vaksinasi kepada 77,4 juta masyarakat yang semula direncanakan selesai pada Januari–Maret 2022 dipercepat menjadi Desember 2021. Adapun, program vaksinasi tahap pertama kepada 1,3 juta tenaga kesehatan telah berjalan. Selanjutnya, fasilitas vaksin Covid-19 akan diberikan kepada petugas publik sebanyak 17,4 juta orang. Percepatan upaya pemberian vaksin kepada masyarakat merupakan langkah yang baik untuk menjaga keyakinan pemulihan ekonomi ketimbang memperketat sektor usaha yang menjaga protokol kesehatan dengan baik. Bahkan akan lebih baik jika pola pemberian vaksin dilakukan dan difokuskan ke klaster-klaster masyarakat yang selama ini menjadi pusat penyebaran dan tidak menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin. Tentu kita semua harus menyadari bahwa vaksinasi bukanlah satu-satunya kunci memulihkan perekonomian. Kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan oleh masyarakat harus terus digencarkan oleh pemerintah. Kita berharap upaya pemulihan ekonomi dilakukan melalui kerja sama, koordinasi dan pembagian beban yang merata antara masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah agar bisa mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Tanpa itu, ekonomi akan sulit pulih.
Kamis, 28 Januari 2021 Republika Hal.
-REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat pengawasan industri jasa keuangan yang bertransformasi ke platform digital. Nantinya proses pengawasan akan dilakukan secara jarak jauh dengan tetap memenuhi beberapa standar pengawasan yang akan ditentukan kemudian. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan proses permohonan hingga pemberian izin akan dilakukan secara digital. "Yang jelas pengawasan berbasis teknologi ini justru akan semakin dominan ketimbang fact finding di lapangan," ujarnya saat acara Webinar bertajuk Covid dan Percepatan Pemulihan Ekonomi 2021: Harapan, Tantangan, dan Strategi Kebijakan yang diselenggarakan Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (UI) di Jakarta, Rabu (27/1). Menurutnya otoritas tetap berupaya mempercepat implementasi digitalisasi industri jasa keuangan. Adapun langkah ini untuk mendorong pelaku usaha untuk go digital tetapi juga aktif melakukan transformasi."OJK pun akan kami transform kami juga berbasis teknologi," ucapnya. Wimboh menyampaikan pihaknya terus membuka jalan komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak."Ini akan menjadi suatu lompatan bagi kami dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Kami pun terbuka untuk pengembangan OJK ke depan," ucapnya.
Kamis, 28 Januari 2021 Seputar Indonesia Hal.
-JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan melanjutkan program bantuan sosial atau bansos di 2021. Langkah ini bukan sekadar untuk mengantipisasi kerentanan akibat persoalan sosial muncul akibat Covid-19, tapi juga menjadi andalan untuk membangkitkan perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 . Selain Indonesia, program sama ternyata juga menjadi andalan banyak negara lainnya. Bahkan bukan hanya di negara berkembang saja, negara maju Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, dan Australia. Di Tanah Air, Bansos yang menjadi satu paket progam penanganan Covid-19 memang bisa menjadi harapan utama, terutama untuk mendongkrak daya beli masyarakat, karena jumlah yang dianggarkan sangat besar. Besaran alokasi anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 mencapai Rp553,09 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dari pagu semula yang ditetapkan dalam UU Undang-Undang (UU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, yakni Rp365,5 triliun. Langkah pemerintah ini selaras dengan kebijakan strategis APBN 2021 yang diarahkan untuk mendukung percepatan pemulihan dan akselerasi pemulihan transformasi ekonomi . Karena itu, melalui program PEN, pemerintah terus melanjutkan program-program recovery atau pemulihan yang memungkinkan mampu mendorong kinerja industri, UMKM, serta meningkatkan daya beli masyarakat pada 2021. Kebijakan pemerintah mengandalkan bansos sebagai instrumen penting kebangkitan ekonomi nasional mendapat dukungan penuh Ketua MPR Bambang Soesatyo. Dia pun meminta pemerintah untuk dapat merealisasikan anggaran penanganan Covid-19 dan PEN 2021 tersebut sesuai dengan program dan target yang sudah ditetapkan, dengan difokuskan pada empat aspek yakni kesehatan, perlindungan sosial, program prioritas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. "Pemerintah harus memastikan program PEN juga diiringi dengan penanganan Covid-19 yang maksimal, mengingat pemulihan ekonomi dapat terwujud secara beriringan dengan menurunnya jumlah kasus Covid-19 serta kembali normalnya aktivitas-ekonomi masyarakat," katanya, kemarin. Dia juga menggariskan pentingnya komitmen kementerian dan lembaga khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk terus mendukung realisasi PEN dalam APBN 2021 secara optimal dan tepat sasaran agar upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi dapat segera terwujud. "Kami meminta pemerintah untuk memastikan bantuan sosial masyarakat yang telah dianggarkan dapat tersalurkan dengan baik dan tepat sasaran sesuai dengan jumlah yang ditentukan, serta dapat segera direalisasikan agar dapat membantu perekonomian masyarakat terus berputar sehingga dapat berdampak baik pada pemulihan ekonomi nasional," katanya. Pengamat ekonomi Nailul Huda juga melihat bansos sebagai instrumen strategis meningkatkan perekonomian nasional, terutama untuk memacu daya beli masyarakat. Dia menggariskan, tujuan ini akan efektif jika bansos beralih dari produk ke tunai. ‘’Ini sangat menarik banget. Saya rasa BLT ini lebih efektif untuk mendorong perekonomian dibandingkan produk. Karena apa? BLT ini bisa meningkatkan multiplier ekonomi. Kalau dikasih uang bisa dibelanjakan di toko-toko sebelah,” ujarnya saat dihubungi Koran SINDO, Rabu (27/1/2021). Dengan pemberian tunai, perputaran uang akan berada di masyarakat. Berbeda dengan bansos berupa sembako yang uangnya hanya berputar pada kalangan tertentu saja. Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini mengatakan pemerintah juga harus menambah bantuan untuk sektor UMKM, baik dari sisi besaran uang maupun penerima. “Ekonomi kita ditopang oleh UMKM. Tenaga kerja banyak diserap UMKM, dan pelaku usaha itu banyak UMKM. Refocusing anggaran PEN seharusnya ini lebih ke UMKM dengan berbagai skema. Kalau itu dijalankan, UMKM dan BLT, pertumbuhan ekonomi akan lebih baik,” prediksinya. Dia kemudian menuturkan, pelaku usaha informasi, seperti UMKM, ini memang sangat terdampak pandemi Covid-19. Mereka, menurut Nailul, membutuhkan bantuan permodalan. Sejak tahun lalu, pemerintah mengalirkan dana 2,4 juta untuk setiap UMKM. Totalnya ada 12 juta UMKM yang mendapatkan. “Menurut survei, 22 persen UMKM mengeluhkan permodalan. Artinya, modal untuk berproduksi habis. Skema pemberiannya bisa seperti BLT,” tutur Nailul. Lebih dari itu, poandemi Covid-19 ini telah membuat perekonomian Indonesia dan banyak negara terkontraksi. Akibatnya, banyak pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dirumahkan, dan gajinya dipotong. Untuk mendongkrak konsumsi mereka, dibutuhkan bantuan pemerintah. Besaran BLT dari pemerintah variatif antara Rp300.000-600.000 per keluarga. Nailul Huda menilai jumlah Rp600.000 itu kurang untuk satuan keluarga. Lepas dari itu, dia meminta pemerintah memperbaiki data dan validasi calon penerima agar BLT tepat sasaran. Jika datanya akurat, ada kemungkinan data penerima itu bisa berkurang. Nah, sisa anggaran itu bisa dialihkan kepada orang-orang yang belum menerima bantuan. Dalam skema PEN, BLT ini akan diberikan selama enam bulan. “Ini kurang. Kalaupun ada vaksin dan sebagainya, mobilitas orang enggak langsung cepat. Artinya, perekonomian akan berjalan tidak secepat yang diharapkan. Vaksin tidak semuanya, tahun ini berapa persen, ini akan menahan laju mobilitas penduduk. Ketika masih tertahan, otomatis pandemi ini masih ada tahun ini. Artinya, bantuan itu harus ditambah lagi jangka waktunya,” pungkasnya. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam webinar bertajuk 'Akselerasi Pemulihan Ekonomi' (26/1) telah menegaskan pemerintah terus berupaya mempercepat pemulihan ekonomi yang terdampak COVID-19. Di 2021 ini, pemerintah menyediakan alokasi anggaran Rp 553,09 triliun untuk percepatan pemulihan ekonomi (PCPEN) dengan cara memberikan bantuan sosial (bansos) di beberapa sektor untuk mendongkrak daya beli masyarakat. "Artinya pemerintah sudah melihat bahwa pemulihan ekonomi di 2021 ini memerlukan support yang sama dengan 2020 karena dilihat pandemi COVID sampai menyelesaikan vaksinasi selama 1 tahun, maka sebelum mencapai herd immunity maka beberapa sektor terus harus didukung,’’ ujar Airlangga. Pada momen tersebut dia memaparkan sejumlah program yang menjadi andalan. Antara lain 7 program bansos dengan anggaran sebesar Rp 150,96 triliun; bantuan untuk di sektor kesehatan sebesar Rp 104,70 triliun;, bantuan program prioritas juga akan dilanjutkan di 2021 dengan anggaran Rp 141,36 triliun dari yang tahun sebelumnya hanya Rp 66,59 triliun. Bantuan itu untuk dukungan pariwisata, ketahanan pangan atau Program prioritas dimaksud meliputi food estate, pengembangan ICT, pinjaman ke daerah dan subsidi pinjaman daerah pada kegiatan berbasis padat karya, hingga untuk pengembangan kawasan industri di Jawa Utara.Juga untuk dukungan UMKM yang jumlah anggarannya menjadi Rp 173,17 triliun, lebih banyak dari tahun sebelumnya sebesar Rp 156,06 triliun. Sebagai informasi, saat ini ekonomi Tanah Air sudah memberikan indikator perbaikan. Hal ini terlihat dari sejumlah indikator tersebut tercermin dalam Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur pada Desember 2020 lalu yang masuk ke zona ekspansi. Selain itu, ada Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) serta harga-harga komoditas juga berangsur membaik, dan mulai naik didorong oleh adanya perbaikan permintaan (demand). Jepang Paling Responsif Pandemi virus korona (Covid-19) juga menyebabkan banyak negara lain melakukan aksi belanja untuk darurat dan penyelamatan untuk memperlambat dan menghambat kontraksi ekonomi terburuk sejak 1930-an. Berdasarkan analisis Dana Moneter Internasional (IMF) , sejak 7 April lalu, negara di berbagai dunia sudah menyepakati dana darurat sebesar USD4,5 triliun. Siapa yang paling agresif? “Respons yang paling agresif adalah Jepang dengan memberikan paket bantuan dan antisipasi Covid-19 sebesar 20% dari ekonomi negara tersebut atau Pendapatan Domestik Bruto (PDB),” ungkap pakar ekonomi Universitas Columbia, Ceyhun Elgin. Langkah sama juga dilakukan Amerika Serikat (AS) yang mengalokasikan anggaran 14% dari PDB, Australia pada kisaran 11%, Kanada hanya 8,4%, Inggris mengalokasikan 5%, Kolumbia sekitar 1,5% dan Gambia sekitar 0,6% dari PDB. Di negara Eropa, dana darurat Covid-19 digunakan untuk menjamin pinjaman baru bagi pengusaha yang terdampak lockdown sehingga mencegah perusahaan mengalami kebangkrutan. Di AS juga melakukan hal yang sama. Respons dan strategi yang ditempuh setiap negara berbeda-beda. AS dan Jepang memiliki
pengelolaan pembiayaan baik karena investor tertarik membeli obligasi yang dikeluarkan pemerintah. “Semua negara memiliki paket berbeda, mereka mungkin memiliki dampak yang beragam dan menciptakna hasil yang beragam,” ungkapnya. Selain perusahaan, bantuan langsung tunai juga diberikan kepada warga miskin dan orang yang bekerja di sektor informal. Warga yang terdampak lockdown juga akan mendapatkan bantuan. Misalnya, Kanada memberikan bantuan USD1.400 per bulan bagi warga yang kehilangan pekerjaan karena pandemi selama empat bulan. Adapun Kosta Rika memberikan bantuan USD220 per bulan bagi warga yang kehilangan pekerjaan, sedangkan Singapura memberikan bantuan tunai senilai USD422, dan Jepang memberikan USD931 Sedangkan di Eropa, kebanyakan negara mengandalkan program jaringan keamanan sosial yang sudah kuat. Misalnya, di Inggris menggunakan kredit universal untuk bisa memenuhi kebutuhhan warganya. “Itu bertujuan untuk menstabilkan ekonomi,” kata Paolo Mauro, deputi direktur Dana Moneter Internasional, dilansir BBC. Strategi lain yang digunakan pemerintah adalah membantu membayar kredit perusahaan yang terdampak pandemi. Itu berharap menjadikan perusahaan tidka melakukan pemutusan hubungan kerja dan ekonomi tetap bergerak. Belanda bahka mengganti 90% gaji karyawan bagi perusahaan tertentu, sedangkan Prancis mengganti 84% gaji karyawan yang terdampak pandemi. “Memberikan subsidi gaji sangat masuk akal jika lockdown diberlakukan secara singkat,” kata Daniel Bunn, wakil presiden Tax Foundation, think tank asal Washington. Namun, subsidi gaji tidak akan efektif jika pandemi berlangsung lama.
Kamis, 28 Januari 2021 Kontan Hal.
-KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Mandiri menilai, pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membawa risiko terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2021. Head of Macroeconomic and Financial Market Research Bank Mandiri Dian Ayu Yustina mengatakan, pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini bisa tumbuh di bawah 1% year on year, atau lebih kecil dari perkiraan Bank Mandiri sebelumnya. “Namun, memang ini yang perlu dilakukan untuk menekan angka penyebaran virus. Dus, stimulus fiskal akan membantu daya beli di Pulau Jawa di tengah pembatasan ini,” tulisnya. PPKM ini akan memberi dampak kepada konsumsi masyarakat. Sebenarnya, pola tersebut juga sudah terlihat sejak tahun 2020, di mana konsumsi masyarakat nampak menurun di bulan yang ada pembatasan aktivitasnya. Seperti contohnya pada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) I dan II, konsumsi masyarakat nampak menurun. Setelah pembatasan aktivitas tersebut beralih ke PSBB transisi, baru konsumsi masyarakat kembali meningkat. Namun, Dian berharap dampak PPKM terhadap konsumsi masyarakat di awal tahun ini tidak akan sebesar dampak di PSBB I dan PSBB II. Ini dengan melihat fakta konsumen sudah mulai bisa beradaptasi dan beralih ke belanja online. Selain itu, harapan ini juga didasarkan pada penurunan konsumsi masyarakat yang sudah mencapai titik terendahnya pada April dan Mei 2020.
Kamis, 28 Januari 2021 Kontan Hal.
-KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) optimistis perekonomian Indonesia di tahun 2021 akan kembali ke zona positif, bahkan melesat hingga berada di kisaran 4,8% hingga 5,8%. “Secara umum, prospek pertumbuhan ekonomi yang meningkat ditopang oleh perbaikan seluruh komponen PDB baik berdasarkan pengeluaran maupun Lapangan Usaha (LU),” ujar bank sentral dalam Laporan Perekonomian Indonesia 2020. Dari sisi pengeluaran, BI memperkirakan konsumsi swasta akan tumbuh di kisaran 4,6% hingga 5,6%. Peningkatan ini akan sejalan dengan kenaikan upah minimum dan pendapatan ekspor, serta peningkatan ekspektasi konsumen. Kinerja investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) diperkirakan akan di kisaran 3,8% hingga 4,8% dan didorong oleh perbaikan ekspor dan pembangunan infrastruktur pada Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berlanjut. “Selain itu, perbaikan iklim berusaha sebagai dampak positif implementasi UU Cipta Kerja, juga akan menopang perbaikan investasi,” tambah BI. Kemudian, konsumsi pemerintah diperkirakan akan tumbuh di kisaran 4,9% hingga 5,9%. Kinerja ini terus menguat didorong oleh stimulus fiskal yang berlanjut untuk akselerasi pemulihan ekonomi. Kemudian, kinerja ekspor diperkirakan akan sebesar 4,5% hingga 5,5%. Perbaikannya sejalan dengan permintaan global yang membaik, terutama permintaan dari Amerika Serikat (AS) dan China, serta kenaikan harga komoditas. Kemudian impor barang dan jasa diperkirakan akan tetap tumbuh seiring dengan meningkatnya permintaan, dan akan berdada di kisaran 3,% hingga 4,3%. Dari sisi LU, kinerja LU terkait dengan penanganan Covid-19 seperti LU Informasi dan Komunikasi, serta LU Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial diperkirakan akan tetap tumbuh tinggi. Kinerja LU yang terkait pertania dan pertambangan akan membaik, ditopang oleh pemulihan ekonomi global dan harga komoditas yang naik. Kemudian, BI juga optimistis LU Industri Pengolahan dan LU Konstruksi akan tumbuh meningkat seiring dengan perbaikan iklim investasi, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan daya saing industri manufaktur. “LU lainnya juga kan tumbuh tinggi seiring dengan peningkatan permintaan domestik di tahun 2021,” tandas BI.
Kamis, 28 Januari 2021 Kontan Hal.
-KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pagu anggaran Insentif perpajakan untuk korporasi dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021 menghilang, dari rencana sebelumnya sebesar Rp 20,6 triliun. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pagu tersebut belum ditetapkan kembali, karena pihaknya lebih memilih untuk melaporkan secara berkala. Namun, Sri Mulyani menegaskan insentif perpajakan untuk dunia usaha masih digelontorkan di tahun ini. Berdasarkan rencana awal, jenis insentif yang diberikan yakni percepatan pemberian restitusi pajak pertambahan nilai (PPN), pembebasan pajak penghasilan (PPh) 22 Impor, dan insentif pajak lainnya dengan menggunakan skema ditanggung pemerintah pusat (DTP). “Nanti akan kami laporkan kalau kami melakukan estimasi awal tergantung dari wajib pajaknya,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (27/1). Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan saat ini internal Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tengah menyusun peraturan menteri keuangan (PMK) terkait dengan pemberian insentif pajak untuk korporasi tersebut. Yang jelas, dari sisi penganggaran Yon bilang, otoritas fiskal masih menghitung kebutuhan insentif yang diberikan kepada dunia usaha. Ia menyampaikan bahwa besaran anggaran insentif pajak akan tergantung dari arah kondisi ekonomi di tahun ini. “Kalau ekonomi membaik, yang memanfaatkan (insentif) justru akan lebih banyak. Karena basis insentifnya pada dasarnya berasal dari kegiatan ekonomi,” kata Yon kepada Kontan.co.id, Kamis (28/1). Benar saja, tahun lalu saat ekonomi tertekan dengan prediksi Kemenkeu minus 1,7% hingga 2,2%, insentif perpajakan untuk korporasi minim terserap. Data Kemenkeu menunjukkan realisasinya hanya sebesar Rp 56 triliun atau setara 46,43% dari total pagu tahun lalu sejumlah Rp 120,6 triliun. Di sisi lain, Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan sama seperti tahun lalu pertumbuhan ekonomi di tahun ini masih penuh dengan ketidakpastian. Sehingga outlook dari pemerintah bisa meleset. Alhasil, ini akan memengaruhi profitabilitas wajib pajak. “Situasi seperti itu kemungkinan terjadi di tahun ini, 5% akan dinamis masih diliputi ketidakpastian. Bisa di atas atau di bawah, tergantung sitausi ke depan termaksud vaksinasi. Karena bagimanapun juga penerimaan pajak akan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi,” kata Yoga dalam Seminar yang Bertajuk Kebijaka Pajak 2021, Kamis (28/1).