• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi Bali

Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas diseluruh wilayah Indonesia. Sapi bali merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos Banteng) (Batan, 2006). Sapi bali memiliki banyak keunggulan dibandingkan sapi lainnya yaitu memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan yang sangat tinggi, misalnya dapat bertahan hidup dalam cuaca yang kurang baik, dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas yang rendah dan tahan terhadap parasit eksternal maupun internal (Handiwirawan and Subandriyo, 2004).

Sapi bali tersebar luas diberbagai daerah Indonesia antara lain di NTT, NTB, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa Timur bahkan penyebarannya sampai ke Malaysia dan Australia. Hingga kini sapi bali masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat, dan Taman nasional Ujung Kulon (Batan, 2006). Sapi bali memiliki ukuran tubuh sedang, dada dalam, tidak berpunuk dan memiliki kaki yang ramping. Ciri spesifik pada sapi bali berwarna merah bata, khusus pada sapi jantan jika sudah dewasa tubuh berubah menjadi lebih gelap (hitam), memiliki cermin hidung, rambut pada ujung ekor (switch) berwarna hitam. Kaki dibawah persendian karpal dan metatarsal berwarna putih yang disebut white stocking, memiliki kulit berwarna putih yang berbentuk oval pada pantat dan pada punggungnya selalu ditemukan rambut yang membentuk garis hitam (Batan, 2006).

(2)

Sapi bali dapat beradaptasi pada lingkungan dengan pakan yang kurang baik. Hal ini menyebabkan sapi bali diminati oleh peternak yang memiliki lahan dengan kualitas pakan yang rendah dan pada lahan yang subur. Pada daerah dengan intensitas air yang rendah atau daerah kering yang hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air sapi bali masih dapat berkembang dengan cukup baik.

Pemberian pakan yang cukup, memenuhi syarat gizi yang baik dan mineral tercukupi pada sapi bali dapat memaksimalkan pertumbuhan sapi (Batan, 2006). Maka perlu perlakuan khusus pada pakan maupun tata cara pemberian pakan agar tercapainya pertumbuhan bobot badan secara maksimal. Misalnya dengan penyedian pakan yang berkesinambungan dan pemberian tambahan mineral pada pakan agar tidak terjadi defisiensi mineral. Hijauan yang rendah kandungan mineralnya terutama disebabkan oleh hijauan tumbuh pada tanah yang rendah akan mineral dan hijauan di panen terlalu muda. Pada hijauan yang rendah kadar mineralnya dapat menyebabkan defisiensi mineral pada sapi (McDonald et al., 2010 ).

Sapi bali di Bali dipelihara dengan memberikan hijauan/rumput dan leguminosa, dimana kandungan mineral dalam rumput dan hijauan tersebut belum dapat memenuhi standar mineral yang dibutuhkan oleh sapi bali untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Unsur mineral baik makro maupun mikro sangat dibutuhkan dalam proses fisiologis tubuh. Sepanjang hidupnya sapi bali bergantung pada hijauan, sehingga sapi bali yang ada di daerah tersebut

(3)

mengalami defisiensi mineral walaupun masih dalam tingkatan yang belum serius (Suwiti et al., 2012).

2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan

Perumbuhan merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap mahluk hidup yang dapat dihitung dari ukuran dimensi tubuh, volume tubuh, dan ukuran tubuh (Sampurna, 2013). Dengan pola peternakan yang umumnya masih bersifat tradisional, yaitu mengandalkan pakan yang ada disekitar peternakan, sehingga pakan yang diberikan belum mencukupi kebutuhan ternak untuk mencapai pertumbuhan yang maksimal.

Setiap organ, jaringan ataupun bagian tubuh pada setiap fase pertumbuhan mempunyai kecepatan atau laju pertumbuhan yang berbeda. Perbedaan kecepatan ini disebabkan oleh perbedaan fungsi dan komponen penyusunnya. Organ, jaringan ataupun bagian tubuh yang tumbuh dan berfungsi lebih awal akan mempengaruhi pertumbuhan organ yang tumbuh selanjutnya. Komponennya sebagian besar tulang akan tumbuh lebih dini dan mempengaruhi pertumbuhan komponen yang tumbuh lebih belakang yaitu otot maupun lemak (Sampurna, 2013).

Pemberian suplementasi pakan tambahan selain hijauan sangat mempengaruhi pertumbuhan sapi bali, karena suplementasi pakan tambahan dapat meningkatkan kualitas nutrisi pada pakan (Damry, 2008). Mineral memiliki fungsi yang sangat penting dalam proses fisiologis dan metabolisme pada sapi, karena jika terjadi defisiensi mineral dapat menurunkan tingkat pertumbuhan pada

(4)

sapi (Darmono, 2007). Menurut Hafid et al. (2010), rataan pertambaan bobot badan sapi bali dengan suplementasi pakan tambahan yaitu 0,5 kg perhari.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada sapi sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yaitu, genetik, spesies, umur, hormon, jenis kelamin, pakan dan lingkungan. Hormon androgen pada sapi jantan akan merangsang pertumbuhan sehingga sapi jantan memiliki tubuh yang lebih besar dari pada sapi betina. Tahapan pertumbuhan sapi bali terdiri dari tahap cepat dan tahap lambat. Tahap cepat terjadi sebelum sapi bali mengalami dewasa kelamin atau disebut dengan kurva eksponensial, sedangkan tahap lambat terjadi pada sapi bali setelah mengalami dewasa kelamin atau disebut kurva logistik, gabungan dari dua kurva ini disebut kurva sigmoid (Sampurna, 2013).

2.3. Mineral

Unsur mineral memiliki peranan penting dalam proses fisiologis ternak. Mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dapat dibagi menjadi dua yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral esensial makro antara lain Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na), Kalium (K) dan Fospor (P) yang diperlukan oleh tubuh untuk menyusun struktur tubuh seperti tulang dan gigi dalam jumlah yang besar. Mikro mineral esensial antara lain Besi (Fe), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Iodium (I), Cobalt (Co), Mangan (Mn), Selenum (Se) dan Molibdenum (Mo). Mikro mineral berfungsi untuk aktivasi sistem enzim dan hormon dalam tubuh (Arifin, 2008 ; Darmono, 2007).

(5)

Kandungan mineral pada hijauan pakan ternak di daerah yang ketersediaan airnya tergantung pada curah hujan sangat bergantung pada iklim dan keadaan tanah di daerah tersebut. Pada musim kemarau mineral yang terdapat dalam hijauan menjadi berkurang. Pada keadaan tanah berpasir dengan kondisi asam dapat menyebabkan mineral dan unsur hara turun kebawah tanah, sehingga rumput yang tumbuh memiliki kandungan mineral yang rendah. Kondisi seperti ini menyebabkan ternak yang memakan hijauan di daerah tersebut mengalami defisiensi mineral.

Defisiensi mineral sulit untuk di diagnosis karena defisiensi yang bersifat kronis, gejala klinisnya tidak patognomonis/khas dan hewan sudah mengalami penurunan produksi dan reproduksi. Gejala-gejala klinis yang terlihat dapat lebih membingungkan jika terjadi defisiensi lebih dari satu mineral, dan disertai dengan defisiensi protein, infeksi parasit dan penyakit menular (Aminuddin, 1999).

2.3.1 Makro Mineral Esensial A. Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan unsur mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh hewan. Kalsium merupakan unsur yang penting dalam penyusunan tulang dan gigi, merupakan unsur penting dalam sejumlah sistem enzim, inpuls saraf dan kontraksi otot. Kalsium dalam tubuh 90% berada dalam tulang dan gigi, ditemukan dalam plasma darah dalam jumlah yang kecil (McDonald et al., 2010). Penyerapan kalsium dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk mineral kalsium itu sendiri serta interaksi dengan mineral lainnya. Konsumsi mineral Al, Mg dan

(6)

asam oksalat dalam jumlah yang tinggi dapat mengganggu penyerapan kalsium (Aminuddin, 1999).

Gejala defisiensi kalsium pada sapi biasanya terjadi pada sapi tua dan muda jika terjadi kekurangan unsur kalsium dalam pakan yang diberikan. Pada hewan muda defisiensi kalsium dapat menyebabkan rakhitis yaitu penyakit yang menyebabkan kecacatan pada tulang berupa pembesaran sendi, kepincangan dan kekakuan pada tulang. Pada sapi dewasa yang kekurangan kalsium dalam pakan dapat menyebabkan osteomalasia yaitu kerapuhan pada tulang yang disebabkan oleh kalsium dalam tulang yang terus diambil untuk memenuhi kebutuhan proses fisiologis dalam tubuh tanpa ada penyerapan kalsium ke tulang (McDonald et al., 2010).

Defisiensi kalsium yang bersifat subklinis pada sapi sulit untuk didiagnosa secara langsung, tetapi dapat didiagnosa berdasarkan pada nilai normal kalsium dalam darah. Pada diagnosa hipokalsemia subklinis didiagnosa berdasarkan kadar kalsium dalam serum darah. Sapi dengan hipokalsemia subklinis dapat menyebabkan gangguan fungsi rumen, konsumsi pakan terganggu, mengganggu sistem kekebalan tubuh dan kontraksi otot (Aminuddin, 1999).

B. Magnesium (Mg)

Magnesium merupakan unsur yang berkaitan dengan kalsium dan posfor. Sekitar 70% magnesium berada dalam tulang sedangkan sisanya didistribusikan dalam jaringan lunak dan cairan tubuh (McDonald at al., 2010 ). Magnesium intraselular penting untuk enzim yang mengatur metabolisme meskipun hanya dalam konsentrasi kecil yaitu hanya 1% dari total magnesium dalam tubuh.

(7)

Magnesium berperan penting sebagai ion extraselular untuk transmisi saraf (Aminuddin, 1999).

Magnesium berperan dalam mobilisasi kalsium, dengan reseptor pada tulang dan sel-sel ginjal. Pada ruminansia tempat penyerapan magnesium yang utama adalah pada rumen. Magnesium diserap melalui dua mekanisme yaitu melalui epitel rumen dan mekanisme transport utama pada konsentrasi magnesium rendah dalam tubuh. Magnesium juga dapat diangkut melalui independen epitel dari perbedaan potensial, transport mineral ini terjadi bersama-sama dengan ion hidrogen dan terutama oleh konsentrasi magnesium dalam cairan rumen (Aminuddin, 1999). Suplementasi magnesium dalam bentuk mineral organik dapat meningkan penyerapan magnesium (Muhtarudin dan Liman, 2006).

Pakan hijauan yang pertumbuhannya cepat dan dipanen dalam usia muda memiliki kandungan magnesium yang rendah. Rendahnya kadar magnesium dalam hijauan tersebut dapat menyebabkan defisiensi magnesium pada hewan. Defisiensi magnesium yang serius dapat menyebabkan tetani hypomagnesemia yaitu rendahnya kandungan magnesium dalam darah (hypomagnesimia) (McDonald et al., 2010 ). Pakan yang rendah magnesium dapat menyebabkan grass tetani, gejala klinis dari penyakit ini berupa inkoordinasi saraf, tremor dan akhirnya berujung pada kematian jika tidak segera ditangani. Pemberian magnesium perlu diperhatikan agar kadar Mg dalam tubuh tidak terlalu tinggi. Tingginya kadar magnesium dalam tubuh dapat menyebabkan susunan saraf pusat terdeplesi, sehingga terjadi gangguan pernapasan dan jantung (McDonald et al., 2010 ).

(8)

C. Natrium (Na)

Natrium adalah unsur esensial yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam basa, regulasi osmotik cairan tubuh dan berperan dalam penyerapan gula dan asam amino dari saluran cerna (McDonald et al., 2010). Penyerapan natrium terutama tejadi dibagian proksimal dari usus kecil, dan usus besar (Aminuddin, 1999). Defisiensi natrium sangat jarang terjadi. Namun jika terjadi defisiensi natrium dapat menyebabkan pertumbuhan yang kurang baik dan mengurangi pemanfaatan protein dan energi yang dicerna (McDonald et al., 2010 ).

D. Kalium (K)

Kalium adalah salah satu unsur yang terlibat dalam iritabilitas saraf. Bersama dengan Na terlibat secara langsung dalam perkembangan potensi listrik dalam infuls saraf (Aminuddin, 1999). Kalium memiliki peranan yang sangat penting bersama dengan natrium, klorin dan ion karbonat dalam pengaturan osmotik cairan tubuh, keseimbangan asam basa dan kation dalam sel (McDonald et al., 2010). Kandungan Kalium dalam pakan ternak erat kaitannya dengan kualitas hijauan, semakin rendah kualitas pakan maka semakin rendah pula kandungan kaliumnya (Aminuddin, 1999).

Penyerapan unsur kalium terjadi melalui dinding usus, sedangkan ekskresi kalium sebagian besar melalui urin dan hanya sebagian kecil dieksresikan via feses. Kebutuhan kalium sangat dipengaruhi oleh kadar protein, P, Ca, dan Na yang dikonsumsi. Kebutuhan kalium akan meningkat pada kejadian stress, karena

(9)

setiap terjadi stres akan meningkatkan pengeluaran kalium dan dianjurkan untuk memberikan tambahan kalium pada sapi yang baru dipindahkan (Aminuddin 1999).

Kejadian defisiensi kalium pada ternak jarang terjadi jika ternak diberikan asupan hijauan yang cukup, karena pada hijauan mengandung K>1 persen. Defisiensi kalium pada ruminansia tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik, penurunan nafsu makan merupakan gejala awal dari defisiensi kalium. Keadaan defisiensi terjadi pada kondisi hijauan yang kualitasnya rendah, konsentrat tinggi, penggunaan urea sebagai substansi protein nabati (Aminuddin, 1999 ).

E. Fospor (P)

Fosfor memiliki peranan yang sangat penting dalam fisiologis dan biokimia tubuh dan dideposit dalam tulang. Fosfor merupakan komponen dari fosfolipid yang mempengaruhi permiabilitas sel, juga dapat menjadi myelin pengbungkus saraf, dan transper energi dalam sel yang melibatkan ikatan fosfat yang kaya energi dalam ATP (Aminuddin, 1999).

Fosfor dalam tubuh hewan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kalsium. Proporsi fosfor dalam tubuh 80-85 persen berada pada tulang dan gigi, sedangkan sisanya berada dalam jaringan lunak dan cairan tubuh. Fosfor diserap dengan baik dalam sistem pencernaan. Ketika terjadi kelebihan didalam tubuh fosfor dieksresikan melalui ginjal dan feses (McDonald et al., 2010).

Kandungan fosfor dalam pakan sangat beragam. Pada pakan hijauan tua dan pakan dari sisa pertanian kandungannya sangat kecil. Pada pakan biji-bijian

(10)

dan bungkil-bungkilan kandungan fosfornya sedang sampai tinggi. Kondisi pakan ini sangat berpengaruh terhadap sapi yang sedang tumbuh dan dalam masa laktasi. Defisiensi fosfor merupakan kejadian yang paling luas dan secara ekonomi paling merugikan dibandingkan kejadian defisiensi mineral lainnya. Jika terjadi defisiensi dapat menyebabkan rachitis dan osteomalacia. Selain itu dapat menyebabkan gejala nafsu makan yang abnormal, yaitu biasanya mengunyah kayu, tulang, plastik dan bahan asing lainnya. Pada kondisi defisiensi kronis, hewan biasanya mengalami kekakuan sendi dan kelemahan pada otot. Keadaan ini dapat menurunkan fertilitas pada sapi betina. Defisiensi fosfor juga dapat menyebabkan pertumbuhan yang abnormal pada sapi muda dan peningkatan bobot badan yang kurang baik pada sapi dewasa (McDonald et al., 2010).

2.3.2. Mikro Mineral Esensial A. Besi (Fe)

Besi merupakan mineral yang dibutuhkan dalam pembentukan hemoglobin, myoglobin dan sel-sel lainnya. Jika terjadi kelebihan dalam tubuh mineral ini akan disimpan dalam bentuk“nonhame”yaitu fertilin dan hemosiderin paling banyak disimpan dalam hati, limpa dan sumsum tulang (Aminuddin,1999). Zat besi ada pada serum darah berupa protein yang disebut transferin, yang berkaitan dengan transportasi zat besi dari satu bagian tubuh ke bagian lain. Dalam reaksi biokimia, zat besi memiliki fungsi yang berhubungan dengan enzim dari rantai transport elektron. Enzim yang mengadung zat besi yaitu katalase, perokdase, fenilalanin hidroksilase, dll (McDonald et al., 2010).

(11)

Sebagian besar besi dalam tubuh dimanfaatkan sebagai hemoglobin. Hemoglobin dalam sel darah merah terus menerus diproduksi dalam sumsum tulang untuk mengantikan sel darah merah yang sudah rusak dan jika terjadi defisiensi besi akan berpengaruh terhadap hemoglobin (McDonald et al., 2010). Kejadian defisiensi ini biasanya terjadi pada anak sapi menyusui yang membutuhkan zat besi dalam jumlah yang tinggi, sedangkan kadar zat besi dalam susu rendah.

B. Tembaga (Cu)

Tembaga memiliki fungsi dalam proses metabolisme energi dalam sel, sistem metabolisme tubuh, sistem transmisi inpuls saraf, kardiovaskular, dan sistem kekebalan tubuh (Darmono, 2007). Dalam tubuh tembaga memiliki fungsi untuk pembentukan hemoglobin, penyerapan Fe dalam usus dan mobilisasi Fe kejaringan penyimpanannya (Aminuddin, 1999). Penambahan unsur tembaga dalam pakan dapat mempercepat pertumbuhan dan efisiensi pakan dengan mempercepat pertumbuhan mikroba dalam saluran pencernaan (McDonald et al., 2010).

Defisiensi tembaga dapat menyebabkan anemia, pertumbuhan yang buruk, gangguan tulang, infertilitas, depigmentasi rambut dan wol, gangguan pencernaan, lesi di batang otak dan lesi yang berhubungan dengan inkoordinasi otot. Sebuah kondisi defisiensi tembaga yang dikenal sebagai ataksia enzootik telah dikenal untuk beberapa waktu di Australia. Gangguan ini sering dikaitkan dengan rumput rendah kadar tembaga (2-4 mg/kg DM) dan dapat dicegah dengan pakan yang dicampur dengan garam tembaga (McDonald et al., 2010 ).

(12)

C. Seng (Zn)

Dalam pakan hijauan rata-rata mengandung 20-60 µg/g. Seng diperlukan dalam sistem enzim sebagai metaloenzim (Darmono, 2007) dan fungsi biokimia sebagai pengaktif serta komponen dari hidroginase, peptidase dan fosfatase. Enzim tersebut terlibat dalam metabolisme asam nukleat, sintesis protein dan metabolisme karbohidrat (Aminuddin, 1999).

Defisiensi seng pada tahap ringan akan sulit untuk diketahui. Defisiensi seng banyak dilaporkan pada pakan dengan hijauan yang sedikit mengandung mineral ini. Jika terjadi defisiensi yang cukup parah terlihat tanda-tanda sebagai berikut : penurunan penampilan fisik, diikuti oleh pembengkakan pada kaki dermatitis (leher, kaki dan kepala), dapat pula terjadi gangguan penglihatan, hyper salivasi, dan penurunan fungsi rumen.

D. Iodium ( I )

Konsentrasi iodium yang dibutuhkan oleh ternak sangat kecil. Iodium berperan dalam sintesis hormon triiodothyronine (T3) dan tetraiodothyronine (T4) yang dihasilkan dari kelenjar tiroid. Hormon tiroid bekerja mempercepat reaksi disebagian besar organ dan jaringan tubuh, untuk meningkatkan metabolisme basal dan mempercepat pertumbuhan (McDonald et al., 2010 ).

Defisiensi iodium diindikasikan dengan pembesaran kelenjar tiroid (gondok), yang disebabkan oleh hypertrofi kompensasi dari kelenjar tiroid (McDonald et al., 2010). Defisiensi iodium dapat menyebabkan kelemahan pada

(13)

hewan, metabolisme basal menurun, pertumbuhan terhambat dan lahir mati dengan gejala goiter (gondok). Iodium dapat menyebabkan periode estrus yang tertekan dan pada pejantan dapat menurunkan libido (Aminuddin, 1999).

E. Kobalt (Co)

Di dalam tubuh Co paling banyak ditemukan dalan ginjal, kelenjar adrenal, limpa dan pancreas dan pada tanaman kandungan Co berpariasi antara 1 dengan yang lainnya, namum pada umumnya leguminosa memiliki kandungan Co lebih tinggi dari pada rumput (Aminuddin, 1999). Pada tahun 1948, Co terbukti sebagai komponen penting dalam vitamin B 12 (Peterson dan Engle, 2005), Fungsi fisiologis untuk sintesis vitamin B 12 dalam rumen, jika terjadi defisiensi kobalt dapat menyebabkan terganggunya sintesis vitamin B12 dalam rumen (McDonald et al., 2010).

Defisiensi cobalt dapat terjadi jika kadar Co dalam hati kurang dari 0,07 ppm, atau kadar dalam hijauan kurang dari 0,1 ppm. Defisiensi memiliki gejala yang tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan defisiensi mineral lainnya (Aminuddin, 1999). Jika terjadi defisiensi dapat menyebabkan penurunan nafsu makan secara bertahap, berat badan menurun dan diikuti oleh kelelahan pada otot, pica, Anemia berat dan akhirnya mati (McDonald et al., 2010 ).

F. Mangan (Mn)

Mangan memiliki kandungan yang bervariasi antara 20-500 ug/g di tanaman. Variasi tersebut dipengaruhi oleh spesies tanaman, tipe lahan, pH tanah dan pemupukan pada lahan tersebut (Aminuddin, 1999). Mangan telah diidentifikasi sebagai komponen penting dalam pembentukan tulang dan tulang

(14)

rawan dalam pertumbuhan. Mangan sangat penting dalam aktivitas glycotransferase dalam sintesis mukopolisakarida untuk pembentukan matriks dan berperan dalam metabolisme karbohidrat dan lemak (Peterson dan Engle, 2005).

Defisiensi mangan akut dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kelainan pada tulang, ataksia pada anak yang baru lahir dan gangguan reproduksi. Namun defisiensi mangan tergolong langka (McDonald et al., 2010). Defisiensi mangan juga dapat menyebabkan bentuk dan postur tulang yang abnormal. Pada sistem reproduksi dapat menyebabkan abortus (Aminuddin, 1999).

G. Selenium (Se)

Selenium sebelumnya lebih dikenal sebagai mineral beracun namun menjadi jelas fungsinya setelah tahun 1950, ketika dapat dibuktikan bahwa selenium dapat mencegahnya miopati pada sapi dan domba dengan suplementasi selenium (McDonald et al., 2010). Pada tanaman selenium didapat dalam bentuk seleno amino acid bersama dengan protein, dan kandungan selenium dalam tanaman bervariasi tergantung kandungan selenium dalam tanah (Aminuddin, 1999). Selenium memiliki hubungan yang erat dengan vitamin E yaitu bersama-sama dalam melindungi membran biologis dari degenerasi (Peterson dan Engle, 2005).

Defsiensi selenium dapat menyebabkan penyakit white muscle disease yang ditandai dengan bercak putih pada otot. Hewan dengan keadaan ini menyebabkan kelemahan pada hewan, kekakuan dan kerusakan pada otot dan hewan sulit untuk berdiri (Peterson dan Engle, 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya penelitian ini, peneliti mengharapkan kepada pihak rumah sakit untuk melakukan pelatihan tentang infeksi nosokomial kepada perawat agar dapat menambah

Dalam penelitian ini akan dibuat suatu desain kontrol yaitu pengontrolan pisau (mata) mesin bor dengan memanfaatkan paralel port sebagai pengantar data keluaran oleh

Oleh karena itu penelitian ini dibatasi dengan kajian manajemen kurikulum di Pondok Pesantren Salafiyah Kasyiful ‘Ulum yang menyangkut tujuan pendidikan, materi

Sejalan dengan penjelasan diatas Azhar (2010) mengemukakan peranan komputer sebagai media pembelajaran secara umum mengikuti proses pembelajaran adalah sebagai

Untuk ini Jama'at Jepang telah memberikan pengorbanan harta yang besar, tetapi harus selalu diingat bahwa hak-haknya yang semestinya akan dipenuhi ketika apapun yang Hadhrat

Dengan kata lain, yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah rumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari oleh

Tidak adanya pendokumentasian secara digital mengenai hasil – hasil karya yang telah dibuat oleh dosen Universitas AKI, sehingga orang yang ingin mengetahui dan membaca