• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mekanisme Koping Lansia Pasca Stroke di Panti Sosial Menara Kasih Salatiga T1 462012070 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mekanisme Koping Lansia Pasca Stroke di Panti Sosial Menara Kasih Salatiga T1 462012070 BAB II"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 13 tahun

1998 dalam pasal 1 ayat 2 dinyatakan bahwa yang dimaksud

dengan lanjut usia adalah individu yang berusia 60 tahun ke

atas. Kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh World Health

Organization (WHO), usia lanjut diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:

usia pertengahan (middle age) adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).

Perkembangan pada lansia mencirikan tahap akhir dari

proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses

penuaan. Pada masa tersebut, seorang mengalami penurunan

dan kemunduran fisik, psikis, dan sosial sedikit demi sedikit

sehingga dalam melakukan tugas sehari-harinya lansia

membutuhkan oranglain. Penuaan merupakan perubahan

kumulatif pada mahkluk hidup, termasuk jaringan, tubuh dan sel

yang mengalami penurunan kapasitas secara fungsional

(Desmita, 2005).

Lansia yang mengalami penurunan kondisi sosial, fisik,

(2)

degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, hipertensi dan

salah satunya Stroke (Papalia, 2009).

2.2 Stroke

2.2.1 Definisi Stroke

Stroke atau cidera serebrovaskular (CVA) didefinisikan sebagai kondisi otak kehilangan fungsinya, yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak,

sehingga oksigen tidak terpenuhi dengan baik (Smeltzer &

Bare, 2002). Stroke merupakan suatu gangguan fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi

mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam yang

disebabkan oleh gangguan pada pembuluh darah

(Ginsberg, 2005). Faktor resiko yang dapat menyebabkan

stroke yaitu hipertensi, penyakit kardioavaskular, kolestrol tinggi, obesitas, diabetes, merokok, konsumsi alkohol

(Smeltzer & Bare, 2002).

2.2.2 Klasifikasi Stroke

Menurut Sustrani, dkk (2003), secara garis besar

stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke Hemoragik dan Stroke Non-Hemoragik atau iskemik. Stroke hemoragik merupakan stroke yang terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga otak mengalami

(3)

semestinya. Menurut letaknya, stroke hemoragik dibagi menjadi 2 jenis: pertama, hemoragik intraserebral, yaitu

perdarahan terjadi dalam jaringan otak. Biasanya

mengenai basal ganglia, otak kecil, batang otak, dan otak

besar. Pada kasus ini, sebagian besar orang yang

mengalaminya bisa menderita lumpuh dan susah diobati.

Kedua, hemoragik subaraknoid ruang sempit antara

permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak

Sustrani, dkk (2003).

Masih dari sumber yang sama, Stroke Non-hemoragik (Iskemik) dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis

serebral. Stroke terjadi secara tiba-tiba bisa saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.

Tidak terjadi perdarahan, akan tetapi terjadi iskemia yang

dapat menimbulkan hipoksia serta dapat timbul edema

sekunder. Stroke iskemik terjadi pada sel-sel otak, sehingga otak kekurangan oksigen dan nutrisi yang

disebabkan penyempitan ataupun penyumbatan pada

pembuluh darah (arteriosklerosis). Arteriosklerosis terjadi

akibat timbunan lemak pada arteri yang menyebabkan

luka pada dinding arteri. Luka ini akan menimbulkan

gumpalan darah (trombus) yang mempersempit arteri.

(4)

stroke trombotik merupakan jenis stroke yang disebabkan terbentuknya trombus yang membuat penggumpalan.

Kedua, stroke embolik merupakan jenis stroke yang disebabkan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan.

Ketiga, Hipoperfusion sistemik merupakan jenis stroke yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke seluruh

bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

2.2.3 Penyebab Stroke

Stroke dapat terjadi bila pasokan darah ke otak mengalami hambatan, sehingga jaringan pada otak tidak

dapat memperoleh darah ataupun oksigen. Padahal otak

merupakan salah satu organ tubuh yang sangat

membutuhkan oksigen.

Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian, menurut Smeltzer dan Bare (2002) penyebab

stroke adalah: (1) trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), (2) embolisme serebral

(bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari

bagian tubuh yang lain), (3) iskemia (penurunan aliran

darah ke area otak), dan (4) hemoragi serebral (pecahnya

pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam

jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah

(5)

kehilangan permanen atau sementara gerakan, berpikir,

memori, bicara, atau sensasi.

Faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke yaitu hipertensi, penyakit kardioavaskular, kolestrol tinggi,

obesitas, diabetes, merokok, konsumsi alkohol (Smeltzer

dan Bare, 2002).

2.2.4 Dampak Stroke

Pasien pasca stroke biasanya mengalami perubahan seperti perubahan fisik, sosial, dan psikologi (Ginsberg,

2005). Menurut Smeltzer dan Bare (2002) stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung

pada lokasi lesi dan luasnya kerusakan neuron pada fokal

otak ataupun secara global (pembuluh darah yang

tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat

dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau

aksesoris). Selanjutya, menurut Sustrani (2003) akibat

stroke ditentukan oleh bagian otak mana yang cedera, tetapi perubahan-perubahan yang terjadi setelah stroke, baik yang mempengaruhi bagian kanan atau kiri otak

(6)

Dampak stroke umumnya adalah sebagai berikut (Ginsberg, 2005):

1. Gangguan Fisik

Gangguan fisik stroke seperti kelumpuhan sebelah sebagian tubuh (hemiplegia) adalah cacat yang paling

umum akibat stroke. Stroke yang menyerang bagian kiri otak, terjadi hemiplegia kanan. Kelumpuhan terjadi

dari wajah bagian kanan hingga kaki sebelah kanan

termasuk tenggorokan dan lidah. Dampaknya lebih

ringan, biasanya bagian yang terkena dirasakan tidak

bertenaga (hemeparesis kanan). Bila yang terserang

adalah bagian kanan otak, yang terjadi adalah

hemiplegia kiri dan yang lebih ringan disebut

hemiparesis kiri. Pasien stroke hemiplegia kesulitan melaksanakan kegiatan sehari-harinya seperti

berjalan, berpakaian, makan, buang air besar atau

kecil (Sustrani, 2003).

Apabila kerusakan terjadi pada bagian bawah otak

(cerebellum), kemampuan seseorang untuk

mengkoordinasikan gerak tubuh berkurang. Tentunya

hal ini akan berpengaruh pada kesulitan melakukan

aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan

(7)

berjalan atau meraih gelas. Ada juga pasien stroke yang mengalami kesulitan untuk makan dan menelan,

disebut disfagia (dysphagia), karena bagian otak yang mengendalikan otot-otot yang terkait telah rusak dan

tidak berfungsi (Sustrani, 2003).

2. Gangguan komunikasi

Paling tidak seperempat dari semua pasien stroke mengalami gangguan komunikasi, yang berhubungan

dengan mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan

bahkan bahasa isyarat dengan gerak tangan. Menurut

Smeltzer & Bare (2002), gangguan komunikasi yang

timbul dapat berupa afasia ekspresif (kesulitan untuk

menyampaikan kata-kata maupun tulisan, seringkali

kata-kata yang terpikir dapat terucapkan tetapi tidak

dapat dipahami), afasia reseptif (pasien stroke mengalami kesulitan untuk mengerti bahasa lisan

maupun tulisan), afasia global (tidak mampu memahami

bahasa sehingga tidak dapat menyampaikan

pikirannya), disartia (mampu memahami bahasa verbal,

tapi tidak dapat bicara atau bisu) (Sustrani, 2003).

3. Gangguan Emosional

Pada saat individu mengalami penyakit kronis seperti

(8)

guncangan dan ketakutan, hal ini disebabkan sesuatu

yang dialami tidak pernah diduga sebelumnya (Sustrani,

2003). Dampak psikologi stroke juga terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Hama dkk., (2011)

mengungkapkan bahwa pasien pasca stroke yang menderita kelumpuhan mengalami kedukaan dan rentan

terhadap stres serta depresi. Respon emosional seperti

stress dan depresi itu juga mengganggu pemulihan pada

pasien selama rehabilitasi. Dalam membantu pemulihan

pada pasien pasca stroke memerlukan pendekatan multidisiplin, difokuskan pada emosional dan fisik

(rehabilitasi).

Ginsberg (2005) menyatakan bahwa penyakit stroke dapat mempengaruhi psikologis penderita pasca stroke, ada beberapa masalah psikologis yang dirasakan oleh

penderita pasca stroke yaitu: 1) Kemarahan

Menurut Ginsberg (2005) kebanyakan penderita

stroke, mengekspresikan amarahnya bahkan seringkali tidak patuh, melawan perawat, dokter dan

ahli terapinya. Selanjutnya, Ginsberg (2005) penderita

(9)

menyakitkan dan memukul secara fisik. Penderita juga

sering memiliki amarah yang meledak-ledak.

2) Isolasi

Menurut Ginsberg (2005) penderita kelumpuhan

yang diakibatkan oleh stroke dapat mengakibatkan individu melakukan penarikan diri terhadap lingkungan,

karena perasaan mereka sering terluka karena sering

tidak diperdulikan oleh orang lain. Sering sekali

teman-teman mereka meninggalkan mereka sendirian karena

tidak tahu bagaimana harus bereaksi dengan

penderita kelumpuhan tersebut.

3) Kelabilan Emosi

Menurut Ginsberg (2005) penderita stroke memiliki reaksi-reaksi emosional yang membingungkan.

Kelabilan emosi merupakan gejala yang aneh

terkadang penderita stroke tertawa atau menangis tanpa alasan yang jelas.

4) Kecemasan yang Berlebihan

Menurut Ginsberg (2005) sebagian penderita

mungkin memperlihatkan rasa ketakutannya ketika

keluar rumah, keadaan ini dinamakan agorafobia. Hal

ini terjadi karena mereka merasa malu ketika bertemu

(10)

Perasaan malu ini mungkin timbul akibat adanya

gangguan pada kemampuan bicara dan

kelumpuhannya.

5) Depresi

Menurut Ginsberg (2005) depresi adalah perasaan

marah yang berlangsung di dalam batin, beberapa

depresi tidak hanya bersifat reaktif, tetapi penderita

kelumpuhan pasca stroke akan bereaksi terhadap semua kehilangannya dan merasa putus asa.

Gangguan depresi merupakan gangguan emosi yang

paling sering dikaitkan dengan stroke. 2.3 Sumber Stressor

Secara umum keadaan yang dapat menimbulkan stres

adalah stressor. Menurut Maramis (1999) dalam Jaya (2015) stresor adalah keadaan atau kejadian yang menimbulkan stres

sehingga memunculkan reaksi stres seperti ketakutan,

kecemasan, dan kemarahan. Sumber stres dapat di timbulkan

dari lingkungan sekitar misalnya keluarga, penyakit kronis dan

lain-lain yang di sebut stresor psikososial.

Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa

yang menyebabkan perubahan pada individu, sehingga individu

perlu mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk

(11)

menerima stresor ini tidak dapat melakukan adaptasi dan

mengatasi stresor tersebut, akan timbul berbagai keluhan, yaitu

stres.

Berikut adalah jenis stresor psikososial Hawari (2008):

1. Problem orangtua: Menjadi orangtua pada zaman

sekarang ini tidak semudah seperti zaman dahulu. Hal

ini disebabkan tatanan sosial dan ekonomi sudah jauh

berbeda.

2. Hubungan interpersonal (antarpribadi): Hubungan

antar-sesama (perorangan atau individual) yang tidak baik

dapat merupakan sumber stres seperti hubungan yang

tidak serasi atau harmonis, tidak baik atau buruk,

dengan teman atau sesama rekan, atasan dan

bawahan, pengkhianat dan lainnya. Berinteraksi dengan

lingkungan baru, bertemu macam-macam orang

seringkali membuat seseorang harus menyesuaikan diri

dengan lingkungan. Namun apabila gagal dalam

menyesuaikan dengan lingkungan yang baru hanya

akan membuat seseorang tertekan dan menimbulkan

stress bahkan depresi.

3. Pekerjaan: tidak bekerja ataupun kehilangan pekerjaan

karena di PHK, akan berdampak pada gangguan

(12)

juga seseorang yang terbiasa bekerja apabila tiba-tiba

kehilangan pekerjaan biasanya mengalami kejenuhan

dan ketidak berdayaan, merasa tidak berguna terhadap

dirinya, sehingga dapat menumbulkan stres.

4. Lingkungan hidup: Kondisi lingkungan hidup yang buruk,

akan berpengaruh besar bagi kesehatan seseorang

dimana seseorang yang baru tinggal dilingkungan baru

perlu menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan

lingkungannya, sehingga jika seseorang tidak mampu

menyesuaikan diri dengan lingkungannya bisa membuat

orang menjadi stres sehingga berpengaruh terhafdap

kondisi kesehatannya.

5. Keuangan: Masalah keuangan salah satu masalah

utama karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

orang membutuhkan uang. Apabila kebutuhan

fundamental seperti kesehatan tidak dapat terpenuhi

karena keterbatasan untuk memperoleh uang seseorang

cenderung melakukan hal-hal negative seperti

keingingan untuk bunuh diri. Stres inilah yang pada

akhirnya memunculkan perilaku-perilaku yang destruktif

seperti tersebut di atas. Misalnya pendapatan lebih kecil

dari pengeluaran, terlibat utang, kebangkrutan usaha,

(13)

6. Perkembangan: Yang dimaksud disini adalah tahapan

perkembangan baik fisik maupun mental seseorang

(siklus kehidupan). Misalnya menopause, masa remaja,

masa dewasa, masa dewasa, usia lanjut dan lain

sebagainya.

7. Penyakit fisik dan cidera: Berbagai penyakit fisik

terutama yang kronis atau cedera dapat menyebabkan

stres bahkan depresi pada diri seseorang, sebagai

contoh misalnya penyakit jantung, paru-paru, stroke, kanker, HIV atau AIDS, dan lain sebagainya. Stres bisa

memperparah penyakit yang derita, karena penyakit

yang tak kunjung sembuh, pengobatan yang mahal, atau

pikiran bahwa semakin hari sakit yang diderita semakin

merepotkan diri dan keluarga. Stres pun muncul,

akibatnya penyakit semakin parah. Stres bisa menjadi

penyebab sekaligus akibat bagi penyakit.

8. Faktor keluarga: Sikap dan perilaku yang keluarga

tunjukkan yang dapat menimbulkan stres atau tekanan

pada seseorang seperti sikap acuh tak acuh, tidak

perhatian, sering marah, kurang komunikasi dan

(14)

9. Trauma: Seseorang yang mengalami bencana alam,

pemerkosaan, kebakaran, peperangan, kekerasan,

perampokan dan lain sebagainya.

2.4 Konsep Koping

2.4.1 Mekanisme Koping

Mekanisme koping setiap individu berbeda-beda

dalam menghadapi masalah yang dihadapi dalam

hidupnya. Mekanisme koping diartikan menurut Keliat

(1999, dalam Jaya, 2015), mekanisme Koping yaitu cara

yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah,

dalam menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon

terhadap situasi yang mengancam. Pengertian

mekanisme koping lainnya adalah usaha individu dalam

mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang

diterima tubuh yang sifatnya nonspesifik yaitu stres.

Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan

dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban

tersebut.

Mekanisme koping dapat berupa positif ataupun

negatif. Mekanisme koping positif memungkinkan

perubahan diri saat lansia merenungkan pengalaman

hidup dan pengetahuan yang sudah dia peroleh selama

(15)

memperlihatkan bahwa mereka berfokus pada kehilangan

dan dalam pikiran mereka terbenam dalam masa lalu

(Jaya, 2015).

2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi koping

Setiap individu mempunyai cara masing-masing dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi. Menurut Lazarus

& Folkman (1995, dalam Jaya, 2015) dalam mengahadapi

masalah mengidentifikasikan sumber koping yang

menolong manusia untuk beradaptasi terhadap stres

ataupun menyesuaikan diri dengan perubahan

situasi/kondisi, sumber koping tersebut meliputi:

1) Kesehatan fisik: kesehatan merupakan hal yang

penting, karena dalam usaha mengatasi stres individu

dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

2) Keyakinan positif: keyakinan menjadi sumber daya

psikologis yang sangat penting untuk seseorang tetap

optimis atau yakin.

3) Keterampilan memecahkan masalah: keterampilan ini

meliputi kemampuan untuk mencari informasi,

menganalisis keadaan dan masalah dengan tujuan

untuk menghasilkan tindakan, kemudian

(16)

4) Keterampilan Sosial: keterampilan yang terkait dengan

komunikasi serta bertindak melalui cara yang sesuai

dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

5) Dukungan sosial: dukungan ini meliputi pemenuhan

kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu

yang diberikan keluarga, saudara, teman dan

lingkungan sekitar tempat tinggal.

6) Materi: materi biasanya berkaitan dengan barang,

uang atau layanan.

2.4.3 Jenis Koping

Menurut Lazzarus & Folkman (1995, dalam Jaya, 2015)

ada dua jenis coping yaitu:

2.4.3.1 Emotion-Focused Coping yaitu coping yang digunakan dalam mengontrol respon emosional

dari masalah yang dihadapi. Koping ini biasanya

dilakukan melalui pendekatan perilaku atau

kognitif. Strategi koping ini biasanya digunakan

ketika seseorang yakin bahwa mereka tidak

mampu untuk merubah lingkungan. Biasanya

strategi koping ini digunakan untuk penghindaran

(17)

1. Seeking emotional support (mencari dukungan emosional): Untuk mendapatkan kenyamanan

emosional, seseorang mencari dukungan

moral, simpati, pengertian dengan

mengungkapkan perasaannya kepada orang

lain untuk mambangkitkan empati dan mencari

teman untuk bicara.

2. Positive reinterpretation (menginterpretasikan kembali secara positif): menginterpretasikan

situasi stres dengan pandangan positif dan

berusaha mencari makna positif atau

melibatkan diri pada hal-hal yang religius dalam

menghadapi masalah dengan terfokus pada

pengembangan diri.

3. Acceptance (penerimaan): usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam

permasalahan yang dihadapi dan berusaha

membuat semua menjadi lebih baik dengan

menerimanya dengan tulus.

4. Seeking meaning (mencari arti): mencoba mencari segi-segi yang menurutnya penting

(18)

ketika mengalami kegagalan individu mencari

pelajaran atau hikmah yang positif.

5. Distancing: usaha untuk tidak terlibat dengan suatu masalah, seperti menciptakan

pandangan positif dengan menganggap bahwa

tidak ada permasalahan yang dihadapi seperti

menganggap masalah tidak begitu berat.

6. Denial (pengingkaran): Denial (pengingkaran): penolakan untuk percaya adanya stresor atau

berusaha untuk bertindak seolah-olah stresor

tidak nyata.

7. Self-blame (menyalahkan diri sendiri): merupakan strategi yang bersifat pasif yang

lebih diarahkan ke dalam, daripada usaha

untuk keluar dari masalah atau

ketidakberdayaan atas masalah yang dihadapi

dengan menyalahkan diri sendiri tanpa evaluasi

diri secara optimal

8. Wishfull thinking: larut dalam kesedihan yang mendalam karena ideal diri yang terlalu tinggi

sehingga sulit untuk menerima perubahan pada

(19)

2.4.3.2 Problem-Focused Coping yaitu koping bertujuan untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang

menekan atau memperluas sumber yang dimiliki

untuk menutupi tuntutannya. Biasanya digunakan

ketika seseorang yakin bahwa tuntutan atau

sumber yang ada bisa diubah. Yang termasuk

dalam problem-focused coping,

1. Active coping (koping aktif) mencakup memulai tindakan secara langsung, dalam meningkatkan usaha seseorang untuk

mengatasi stres.

2. Seeking sosial support for instrumental reason (membutuhkan dukungan untuk peran):

meliputi mendapatkan nasihat/saran, bantuan

dan informasi ketika berhadapan dengan stres

yang dialami. Tindakan individu yang

diarahkan pada penyelesaian masalah secara

langsung, serta menyusun langkah yang akan

dilakukannya.

3. Planning (merencanakan): mencakup menghasilkan strategi-strategi tindakan, memikirkan langkah apa yang mau diambil

(20)

4. Confrontative coping: melakukan tindakan secara agresif untuk mengubah keadaan yang

dianggap menekan, dengan ingkat kemarahan

yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.

5. Behavioral disengagement (perilaku ketidakpedulian): acuh tak acuh dengan

keadaan cenderung pasrah tanpa ada usaha

untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi

dan berdalih pada hal lain seperti makan,

minum, merokok, atau menggunakan

obat-obatan.

2.4.4 Penggolongan Mekanisme Koping

Menurut Lazarus & Folkman (1984, dalam Jaya,

2015), mekanisme koping dapat digolongkan menjadi dua

yaitu :

2.4.4.1 Mekanisme koping Adaptif

Mekanisme koping adaptif merupakan

mekanisme koping yang mendukung pertumbuhan,

fungsu integrasi, belajar dan mencapai tujuan.

Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain,

untuk memecahkan masalah dengan cara yang

efektif, teknik relaksasi dan aktivitas konstruktif

(21)

melakukan aktivitas sehari-hari dan terpenuhi

kebutuhan fisik.

Menurut Lazarus & Folkman (2006) ada 8

strategi coping adaptif yaitu: Active coping (coping aktif), seeking emotional support (mencari dukungan emosional), seeking sosial support for instrumental reason (membutuhkan dukungan untuk peran), positive reinterpretation (menginterpretasikan kembali secara positif),

planning (merencanakan), distancing, acceptance (penerimaan, seeking meaning (mencari arti). 2.4.4.2 Mekanisme Koping Maladaptif

Mekanisme koping maladaptif adalah

mekanisme coping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan

otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.

Kategorinya adalah makan berlebihan/tidak

makan, bekerja berlebihan, menghindar dan

aktivitas destruktif (mencegah suatu konflik dengan

melakukan pengelakan terhadap solusi) ataupun

koping tidak efektif yang menyebabkan

(22)

Menurut Gillen (2006) ada beberapa strategi

(23)

2.5 Kerangka Teori

Lansia: Mengalami kemunduran kondisi fisik, sosial, dan psikologis

Stroke Non-Hemoragik Stroke Hemoragik Stroke Penyakit Degeneratif Dampak: Gangguan komunikasi, emosional, dan fisik

Emotion Focused Coping

Adaptif

Active Coping.

Seeking Emotional Support.  Seeking Sosial Support For

Instrumental Reason.Positive Reinterpretation.  Planning

Distancing,  Acceptance 

Maldaptif Denial

Behavioral DisengagementSelf-Blame

Wishfull Thinking,Confrontative Coping.

Problem Focused Coping

Active Coping

Seeking social supportPlanning

Confrontative copingBehavioral disangagementSeeking emotional focused

Positive reinterpretationAcceptance

Seeking meaningDistancingDenialSelf-blameWishfull thinking

[image:23.516.86.495.67.674.2]

Ket: - - - (garis putus-putus): Fokus penelitian

Gambar

GAMBAR 2.5 Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Nilai rata-rata tekstur mi pati sagu ter- tinggi adalah pada T2P0 (tepung kacang merah, proporsi pati sagu : tepung kacang merah 100:0). Hal ini dikarenakan proses pembuatan mi pati

Penulis mempunyai pendapat bahwa hukuman mati dapat dilakukan, meskipun hal tersebut sama saja menghilangkan nyawa seseorang dan bertentangan dengan ketentuan hak asasi manusia

Dengan kualitas yang didapatkan setelah hasil pengujian dan adanya penurunan cost tersebut, dengan menggunakan metode value analysis terjadi peningkatan value

Tulungagung GURU KELAS RA Lulus 163 13051602820220 BINTI MASLIHAH MI Swasta TARBIYATUL ISLAMIYAH Kab.. Trenggalek GURU KELAS RA Lulus 176 13051702820183 INAKA DWI MARDIYANI

Sentra Bisnis UKM dalam era perdagangan bebas apabila dilihat dari dimensi sosial politik, dapat dipandang sebagai satu hakekat dan pendekatan untuk mempromosikan

Hasil penelitian menunjukan bahwa peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian dalam penegakan hukum tindak pidana penyalahgunaan visa di Provinsi Kepulauan Bangka

Discover much more encounters and understanding by checking out the book qualified Mythical Mermaids - Fantasy Adult Coloring Book (Fantasy Coloring This is an e-book that you

Isu lingkungan hidup dari perusahaan perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan di Indonesia sering dikritik oleh kelompok-kelompok.. lingkungan yang memberikan terlalu