• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Sanksi dalam Hukum T2 322014001 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Sanksi dalam Hukum T2 322014001 BAB II"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

29

TATARAN HUKUM

A.

Konsep Hukum

Konsep hukum yang dipergunakan di sini adalah hukum sebagai Ius atau Law atau Recht, bahwa Hukum dalam arti sebagai Ius atau Law atau Recht

mengandung makna suatu ideal atau nilai tentang keharusan dalam rangka penataan suatu masyarakat yang merepresentasikan tujuan sangat kuat yang hendak direalisasikan yaitu Keadilan, Keadilan menurut Ulpianus adalah Justitia est perpetua et constants voluntas jus suum cuique tribuendi

terjemahan bebasnya yaitu “keadilan adalah suatu keinginan yang terus-menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya.”1

Keadilan adalah unsur utama yang inheren dalam Hukum sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan merupakan sinonim dari Hukum2 atau bisa dikatakan

1 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi),

Op.Cit., Hlm. 97.

2 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia,

(2)

bahwa Hukum adalah keadilan, sehingga konsep Hukum yang hakiki adalah Hukum sebagai keadilan.3

Pada dasarnya hukum berbeda dengan undang-undang. Perbedaan mendasar antara hukum dan undang-undang atau peraturan yang sangat kental dengan unsur kekuasaan. Konsep hukum yang dipergunakan di sini adalah terminologi atau istilah yang dalam bahasa Latin disebut Ius keadilan (keadilan = iustitia) atau Ius/Recht bahasa Belanda (dari regere = memimpin)4 dan dalam Bahasa Inggris disebut Law. Konsep hukum sebagai Ius atau Law berbeda dengan konsep peraturan atau Lex atau Laws atau Wet yang di Indonesia kemudian disebut dengan Undang-undang.5

Perbedaan Hukum (Law) dan Peraturan (Laws) sebagaimana dikemukakan oleh Roscoe Pound sebagai berikut:

Law is a body of ideals, principles, and precepts for the adjustment of the relations of human beings and the ordering of their conduct in society. Law seek to guide decision as laws seek to constrain action. Law is needed to achieve and maintain justice. Laws are needed to keep the peace–to maintain order. Law is experience developed by reason and corrected by further experience. Its immediate task is the administration of justice; the attainment of full and equal justice to all. The task of laws is one policing, of maintaining the surface of order.6

3 Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm. 71

4Ibid., Hlm. 49.

5 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia,

Op.Cit., Hlm. 3

6 Krishna Djaya Darumurti, “Konsep Kekuasaan Diskresi

(3)

Sebagaimana dikemukakan oleh Pound, hukum diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan keadilan. Sedangkan peraturan diperlukan untuk mencapai ketertiban, dan bahwa hukumlah yang menjadi pemandu (guide) peraturan. Pendapat Poud di atas adalah sejalan dengan ahli hukum Titon Slamet Kurnia yang juga mengemukakan bahwa Hukum berbeda dengan peraturan Lex atau Laws sebagaimana dikemukakan sebagai berikut:

Pengertian hukum tidak sama dengan pengertian peraturan. Dalam bahasa Latin istilah hukum disebut ius, sementara peraturan disebut lex. Hukum merupakan seperangkat prinsip / asas, norma / kaidah yang memberikan preskripsi dalam situasi tertentu apakah itu untuk perilaku atau juga preskripsi yang berfungsi untuk memberikan kewenangan. Jika perangkat norma / kaidah tersebut dipositifkan oleh otoritas yang berwenang dalam rangka rule-making, maka perangkat norma / kaidah tersebut dinamakan peraturan (aturan) atau hukum positif.7

Hukum adalah Prinsip atau Asas sedangkan Peraturan adalah produk otoritatif dan sebuah aturan hukum bertumpu pada kewibawaan pembentuk undang-undang atau dari hakim8 oleh karena itu keberadaan peraturan sangat erat dengan keberadaan

dikutib dari Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason, The University of Georgia Press, Athens, 1960, Hlm. 1-2.

7 Titon Slamet Kurnia, et al, Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum

& Penelitian Hukum di Indonesia: Sebuah Orientasi, Op.Cit., Hlm. 99-100.

8 Burgink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya

(4)

negara dan lingkup keberlakuannya pun terbatas pada lingkup teritorial kekuasaan negara tempat otoritas pembentuk peraturan tersebut berada. Sedangkan Hukum tidak terbatas pada negara saja tetapi melebihi negara9 sehingga selalu dapat ditemukan dalam semua masyarakat atau bersifat universal dan terus berkembang sesuai dengan dinamika masyarakat.10

Hukum ditanggapi sebagai prinsip-prinsip keadilan, hukum adalah undang-undang yang adil, bila undang-undang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan, maka undang-undang tersebut tidak dapat disebut sebagai hukum lagi, karena adil merupakan unsur konstitutif dari segala pengertian hukum.11

Theo Huijbers berpendapat bahwa:

Perbedaan antara kedua istilah memang nyata:

istilah “hukum” mengandung suatu tuntutan keadilan, istilah “undang-undang” menandakan norma-norma yang de facto digunakan untuk memenuhi tuntutan tersebut, entah tertulis entah tidak tertulis. Sudah

jelas, bahwa kata “hukum” sebagai “Ius” lebih fundamental daripada kata “undang-undang”/lex,

sebab kata “hukum” sebagai “Ius” menunjukkan

hukum dengan mengikutsertakan prinsip-prinsip atau azas-azas yang dikehendaki orang. “Lex” itu

merupakan bentuk eksplisit dari “Ius”.12

9 Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm. 73.

10 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia,

Op.Cit., Hlm. 4.

(5)

Dalam berbicara hukum keadilanlah yang menjadi unsur utamanya atau bisa dikatakan bahwa Hukum dalam arti Keadilan (Ius) sebagai sumber validitas dari hukum sebagai peraturan (Lex) sehingga dapat ditangkap konsep hukum yang dijadikan landasan berfikir dalam penulisan karya ilmiah ini adalah Ius

dan Ius inilah yang merupakan spirit dari lex13

Peraturan hanya salah satu bentuk manifestasi dari hukum.14 Dikatakan salah satu bentuk saja karena peraturan tidak dapat menguras hukum.15 Selain melalui peraturan hukum bisa juga hadir dalam bentuk-bentuk yang lain seperti kaidah-kaidah tidak tertulis yang hidup dan berkembang dalam masyarakat terlepas dari adanya unsur otoritatif atau tidak.

Hukum pada dasarnya hidup dan bekerja dalam setiap kehidupan masyarakat bekerja melalui akal budi setiap individu dan memandu menghadirkan kedamaian dalam pergaulan masyarakat. Akan tetapi keberadaan Hukum baru disadari ketika Hukum itu di langgar16 atau saat terjadi masalah yaitu ketika ideal atau keadilan tidak tercapai dalam kehidupan masyarakat.17 Karena ketika keadilan tidak terjadi

13 Titon Slamet Kurnia, et al, Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum

& Penelitian Hukum di Indonesia: Sebuah Orientasi, Op.Cit., Hlm. 103.

14 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia,

Op.Cit., Hlm. 3

15 Sudikno Mertokusumo dan Pilto A., Bab-Bab Tentang

Penemuan Hukum, Op.Cit., Hlm. 53.

16Ibid., Hlm. 1.

17 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia,

(6)

hukum akan menghadirkan mekanisme-mekanisme untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut pada proses inilah masyarakat menyebut bahwa hukum ditemukan.

Dalam ilmu hukum, pada dasarnya hukum dapat dilihat dalam beberapa bentuk yang saling mendukung satu sama lain yaitu berupa Asas atau Prinsip Hukum kemudian Kaidah atau Norma Hukum dan Aturan Hukum. Setiap bentuk memiliki sifatnya masing-masing dan berada pada lapisan atau tingkatan yang berbeda dari bentuknya yang lain, akan tetapi pada prinsipnya lapisan-lapisan tersebut merupakan satu kesatuan sistemik, mengendap hidup dalam sistem. Saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, bahu membahu (shoulder to shoulder), gotong royong sebagai suatu sistem18 yang mengalirkan keadilan.

B.

Asas Hukum

Kata asas, secara etimologi berasal dari bahasa Arab asaas, yang berarti dasar, asas, pondasi, prinsip dan aturan.19 Dalam KBBI,20 kata asas memiliki 3 (tiga)

18 Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat, Op.Cit., Hlm. 2.

19 Lihat Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdar, Qaamus

(7)

makna, yaitu: 1) dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat; 2) dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi); 3) hukum dasar.21 Sedangkan pengertian prinsip adalah kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak dan sebagainya.22 Meskipun demikian, terdapat perbedaan makna antara prinsip dan asas. Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar permulaan, aturan pokok. Juhaya S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai: permulaan; tempat pemberangkatan; titik tolak; atau al-mabda’.23 Adapun secara terminologi prinsip adalah kebenaran universal yang inheren di dalam hukum dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum dan setiap cabang-cabangnya.24

Menurut Black Law Dictionary, pengertian prinsip adalah:

A fundamental truth or doctrine which furnishes a basis or origin for others," a settled rule of action, procedure, or legal determination. A truth or proposition so clear that it cannot be proved or contradicted unless by proposition which is still clearer. That which

20 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hlm. 60.

21 Bandingkan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang

disusun oleh Tim Penyusun Pustaka Phoenix. Dalam kamus ini,

asas diartikan sebagai “dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan

berfikir atau berpendapat), alas, pondamen; dasar cita-cita (perkumpulan organisasi). Mlihat Tim Penyusun Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahawa Indonesia, Hlm. 79

22Ibid.

23 Jugaya S. Pradja, Filsafat Hukum Islam, LPPM. Unisba,

Bandung, 1995, Hlm. 69

(8)

constitutes the essence of a body or its constituent parts. That which pertain to the theoretical part of a science.

Pada bagian lain, Dictionary of Law memberikan pengertian prinsip (principle) adalah basic point, general rule; contohnya in principle, in agreement with a general rule. Oleh karena itu, dalam dunia hukum asas dan prinsip hukum tersebut berlaku secara universal dan kedudukannya berada di atas peraturan perundang-undangan.25

Adapun penjelasan mengenai pengertian asas, lebih lanjut dikemukakan oleh Paton. Ia mendefinisikan asas: “A principle is the broad reason, which lies at the base of a rule of law”. Pengertian tersebut

mengindikasikan bahwa peraturan perundang-undangan dan para pelaksana yang menjalankan serta menegakkan peraturan perundang-undangan diharuskan untuk taat dan tunduk kepada asas dan prinsip hukum yang berlaku secara universal itu. Sebagai Konsekuensinya adalah apabila pelaksana hukum tidak taat dan tidak tunduk kepada asas dan prinsip hukum tersebut, maka keberadaan hukum tersebut, menjadi tidak ada artinya atau terjadi ketidaktertiban dan kekacauan dalam pelaksanaan hukum.26

25 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West

Publishing CO, St. Paul Minn, 1968, Hlm. 1507.

26 Dikutip Mahdi dalam Surachmin dan Suhandi Cahaya,

(9)

Adapun dalam tinjauan terminologi, yang dimaksud dengan asas adalah nilai-nilai dasar yang menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan perbuatan. Oleh karena nilai-nilai dasar itu sangat berpengaruh terhadap perbuatan atau perilaku manusia secara lahiriah (etika/moral), maka nilai-nilai dasar tersebut harus mengandung unsur- unsur kebenaran hakiki.27

Asas hukum adalah intisari atau jantungnya hukum. Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum. Dikatakan demikian, karena ia merupakan landasan yang paling penting bagi lahirnya peraturan hukum. Hal ini berati bahwa peraturan-peraturan hukum pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Selain asas disebut sebagai landasan, asas hukum layak pula disebut sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum, atau merupakan “ratio legis” dari

peraturan hukum. Asas hukum ini tidak akan habis kekuatannya dengan melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap ada dan akan melahirkan peraturan-peraturan berikutnya.28

Oleh karena itu, LW- Paton menyebutnya sebagai suatu sarana yang membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang, dan ia juga menunjukkan bahwa

27 Bandingkan dengan Burhanuddin S., Hukum Bisnis

Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2011, Hlm. 89.

28 Paton, LW-, A Textbook of Yurisprudence, Oxford University

(10)

hukum itu bukan sekedar kumpulan dari peraturan-peraturan berkala. Jikalau dikatakan bahwa dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan, maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis. Apabila kita membaca suatu peraturan hukum, mungkin kita tidak menemukan pertimbangan etis di dalamnya. Tetapi, asas hukum menunjukkan adanya tuntutan etis yang sedemikian itu atau paling kurang kita bisa merasakan adanya petunjuk ke arah itu.29

Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa:

Asas hukum itu merupakan sebagian dari hidup dan kejiwaan kita. Dalam setiap asas hukum manusia melihat suatu cita-cita yang hendak diraihnya… suatu cita-cita atau harapan, suatu ideal. Asas hukum itu memberi dimensi etis kepada hukum. Oleh karena itu pula asas hukum itu pada umumnya merupakan suatu persangkaan (presumptio), yang tidak mengambarkan suatu kenyataan, tetapi suatu ideal atau harapan.30

Demikian asas hukum adalah jiwa, harapan dari hukum yang memberi dimensi etis dan pada umumnya merupakan persangkaan dikatakan persangkaan karena memang tataran berfikir asas hukum terlepas dari fakta yang terjadi sehingga persangkaan di sini adalah lebih tepat jika dikatakan pengharusan. Pemahaman tersebut perlu untuk dilengkapi dengan

29 Surachim dan Suhandi Cahaya, 222 Asas dan Prinsip

Hukum Penyelenggaraan Negara, Hlm. 3.

30 Sudikno Mertokusumo, Penemun Hukum: Sebuah

(11)

pemahaman van Apeldoorn yang menjelaskan bahwa: “jika terdapat pengertian hukum yang umum berlaku, maka hal tersebut hanyalah suatu pengertian “a priori

yakni suatu pengertian yang tidak berasal dari pengalaman, melainkan yang mendahului segala pengalaman.”31 Maka pada dasarnya asas berupa persangkaan yang sifatnya memberikan preskripsi dan kebenarannya adalah a priori. Asas hukum adalah persangkaan yang kebenarannya tak terbantahkan.

Fungsi dan Peranan Asas Dalam hal aturan-aturan hukum yang ada tidak dapat menetapkan mengenai hukum sesuatu atau memecahkan persoalan, akan dibutuhkan bantuan asas-asas hukum untuk memberikan makna terhadap aturan-aturan hukum yang sudah ada. Setiap kasus (hukum) harus dipecahkan dengan melakukan penafsiran sebagai semacam pelengkap.

Asas-asas hukum diperjuangkan bukan pada tataran penilaian rasio manusia, melainkan pada tataran kesusilaan. Asas-asas hukum tidaklah sekadar bersifat umum, melainkan juga bersifat terberi dan niscaya. Karena apabila tidak demikian. Maka karakternya sebagai asas menjadi hilang.32

Asas-asas hukum ialah pokok-pokok pikiran yang berpengaruh terhadap norma-norma perilaku dan yang

31 L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (Cet. 32),

Pradnya Paramita, Jakarta, Hlm. 430.

(12)

juga menentukan lingkup Keberlakuan norma-norma hukum. Untuk itulah, asas-asas hukum berfungsi sebagai penafsir aturan-aturan hukum dan sebagai pedoman bagi suatu perilaku, meskipun tidak dengan cara langsung sebagaimana terjadi dengan norma-norma perilaku.

Dalam hal ini, R.J. Jue mengatakan: “Asas-asas hukum menjelaskan dan menjustifikasi norma-norma hukum; di dalamnya terkandung (dan bertumpu) nilai-nilai ideologis tertib hukum”.33 J.M. Smits lebih memerinci fungsi asas-asas hukum menjadi 3 (tiga) macam. Pertama, asas-asas hukum memberikan keterjalinan dari aturan-aturan hukum yang tersebar. Kedua, asas-asas hukum dapat difungsikan untuk mencari pemecahan atas masalah-masalah baru yang muncul dan membuka bidang-bidang liputan masalah baru. Asas-asas hukum juga menjustifikasikan prinsip-prinsip “etika”, yang merupakan substansi dari aturan -aturan hukum. Dari kedua fungsi asas hukum di atas diturunkanlah fungsi ketiga, yakni asas-asas hukum dalam hal demikian dapat digunakan untuk ”menulis ulang” bahan-bahan ajaran hukum yang ada sedemikian rupa, sehingga dapat dimunculkan solusi terhadap persoalan-persoalan baru yang berkembang. Beranjak dari pandangan di atas, dapat dipahami bahwa asas-asas hukum bertujuan untuk memberikan arahan yang layak/pantas (menurut hukum:

33 R. J. Jue, Grondbeginselen van het recht, dikutip dalam

(13)

rechtmatig) dalam hal menggunakan atau menerapkan aturan-aturan hukum. Asas-asas hukum tersebut berfungsi sebagai pedoman atau arahan orientasi agar suatu hukum dapat dan boleh dijalankan.34 Asas-asas hukum tersebut tidak hanya akan berguna sebagai pedoman ketika menghadapi kasus-kasus sulit, tetapi juga pada umumnya berguna dalam hal menerapkan aturan. Asas-asas hukum membentuk konteks interpretasi yang niscaya dari aturan-aturan hukum. Mengenai fungsi interpretatif tersebut, asas-asas hukum demi kepentingan aturan-aturan hukum mensyaratkan pelibatan moral dan susila. Meskipun aturan-aturan (hukum) harus diterangkan beranjak dari latar belakang asas-asas hukum niscaya terkonkretisasi ke dalam aturan-aturan, satu persoalan lagi yang perlu dijelaskan, yakni bagaimana keberadaan asas-asas hukum dalam kaitannya dengan hukum positif.

Dalam kaitannya dengan hukum positif, Asas-asas hukum secara reflektif meletakkan perkaitan antara nilai-nilai (tata nilai). Pokok-pokok pikiran pelibatan moril dan susila pada satu pihak dengan hukum positif pada pihak yang lainnya. (Tata-) nilai adalah suatu fenomena, yang setiap kali mewujudkan diri dalam kaitannya dengan apa yang “baik” atau “benar”,

Menurut Paul Scholten, dari pembicaraan mengenai asas hukum dapat diketahui bahwa

(14)

peraturan-peraturan hukum yang tampaknya berdiri sendiri-sendiri tanpa ada ikatan, sesungguhnya diikat oleh beberapa pengertian yang lebih umum sifatnya, yang mengutarakan suatu tuntutan etis. Oleh karena itulah, Paul Solten mengatakan bahwa asas hukum positif tetapi sekaligus juga melampaui hukum positif dengan cara menunjuk kepada suatu penilaian etis.35 Dengan demikian, asas hukum itu dapat berfungsi dan berperan sebagai pemberi penilaian etis terhadap hukum positif apabila ia tidak sekaligus berada di luar hukum tersebut. Keberadaan asas hukum berada di luar hukum positif adalah untuk menunjukkan betapa asas hukum itu mengandung nilai etis yang self-evident

bagi yang mempunyai hukum positif tersebut.36

C.

Norma/Kaidah Hukum

Dalam Black's Law Dictionary setidaknya terdapat dua pengertian dari norma (Norm) yaitu:

1. A model or standard accepted (voluntarily or involuntarily) by society or other large group, against which society judges someone or

something. • An example of a norm is the standard

for right or wrong behavior.

2. An actual or set standard determined by the typical or most frequent behavior of a group.37

35 Suracmin dan Suhandi Cahaya, 222 Asas dan Prinsip

Hukum Penyelenggaraan Negara, Hlm. 5.

36Ibid.

37 Bryan A. Garner, Black's Law Dictionary 8th Edition, Hlm.

(15)

Dari pengertian di atas dapat ditarik sebuah pengertian bahwa norma adalah standar yang diterima oleh masyarakat tentang bagaimana berperilaku yang baik dan benar dalam sebuah kelompok masyarakat yang lahir dari kebiasaan atau perilaku yang paling sering dilakukan (most frequent behavior) dalam kelompok masyarakat tersebut. Sedangkan untuk pengertian kaidah dimana Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kaidah diartikan sebagai patokan.

Kaidah hukum lazimnya peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia seyogyanya berperilaku, bersikap dalam masyarakat agar kepentingannya dan kepentingan orang lain terlindungi.38 Kaidah merupakan pandangan objektif mengenai penilaian atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan, dilarang, atau dianjurkan untuk dilakukan.39

Kaidah-kaidah hukum ditemukan oleh akal budi manusia sebagai mahluk rasional yang memiliki kemampuan membedakan benar-salah, baik-buruk, adil-tidak adil, manusiawi-tidak manusiawi yang menuntut bagaimana seharusnya manusia bertindak dalam pergaulannya dalam masyarakat.40 Berkaitan

38 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah

Pengantar, Op.Cit., Hlm. 11.

39 Zainal Azikin, Pengantar Ilmu Hukum , Rajawali Pers,

Jakarta, 2013, Hlm. 27.

40 Bernard Arief Sidharta, Ilmu Hukum Indonesia: Upaya

(16)

dengan kaidah-kaidah, hukum menyatakan diri juga sebagai hak dan kewajiban yang ada pada orang-orang yang hidup dalam suatu masyarakat tertentu. Hukum dalam arti ini disebut hukum subyektif.41

Kebanyakan literatur memberikan pemahaman tentang norma hukum bahwa norma hukum selalu diidentikkan dengan aturan hukum, atau bahkan ada yang mengunakan kalimat norma hukum dengan aturan hukum secara bergantian untuk menjelaskan objek yang sama. Norma hukum adalah berbeda dengan aturan hukum karena norma hukum sebagai arti dari satuan bahasa yang lebih luas, dari aturan hukum.42 Memang kaidah hukum sering kali terwujud dalam teks perundang-undangan, atau dalam peraturan-perundang-undangan yang lain, yang dapat dirasakan dengan indera penglihatan, namun tidak berarti kaidah hukum sama dengan teks-teks undang-undang tersebut. Kaidah hukum pada dasarnya tidak dapat di tangkap oleh panca indera karena isinya adalah “kesadaran”. 43

Norma merupakan pranata yang berkaitan dengan hubungan antara individu dalam hidup

Perubahan Masyarakat, Genta Publishing, Yogyakarta, 2013,Hlm. 8

41 Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm. 16.

42 Burgink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum, Op.Cit., Hlm.

88.

43 Kuat Puji Priyanto, Pengantar Ilmu Hukum (Kesenian

(17)

bermasyarakat.44 Karena hubungan yang diatur adalah antara individu dengan individu lain atau dendang masyarakat bentuk dari norma selalu berisi perintah dan larangan,45 perintah dan larangan tersebut diterima oleh masyarakat untuk alasan rasionalitas bahwa sesuatu yang diperintahkan akan mendatangkan dampak yang baik begitu pula sebaliknya, dan sesuatu dilarang pun karena tindakan tersebut akan mendatangkan sesuatu yang buruk bagi masyarakat.

Norma merujuk pada ranah keseyogiaan. Norma adalah konkretisasi yang diperhalus dari tata nilai dan mengejawantahkan apa yang secara nyata harus ada ketika suatu putusan tentang nilai diberikan. Dengan demikian, maka norma niscaya muncul dalam perintah, larangan, dan kewenangan. Dengan kata lain, tata nilai secara struktural merupakan landasan pijak dari norma. Perihal norma ini, apa yang terpikirkan adalah bagaimana seyogianya manusia berperilaku. Ruang lingkup substansi norma ditentukan oleh putusan-putusan nilai (waardeoordelen), yang mencakup pernyataan-pernyataan tentang bagaimana seharusnya masyarakat yang baik ditata.

Sebagaimana dikatakan oleh Theo Huijbers

bahwa “hukum muncul dalam pengalaman tiap-tiap orang. Menurut pengalaman itu hukum pertama-tama

44 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit.,Hlm. 44

(18)

muncul sebagai kaidah-kaidah yang mengatur hidup bersama.”46 Demikian bahwa memang lahirnya norma atau kaidah adalah dari pengalaman manusia dalam kehidupan masyarakat yang kemudian oleh rasional atau akal sehatnya manusia menemukan keharusan berupa kaidah-kaidah yang harus dilakukan agar pergaulannya dengan masyarakat dapat berjalan dengan baik dan kepentingannya dapat terlindungi. Kaidah-kaidah itu ada yang berbentuk perintah dan larangan, yakni kaidah imperatif; ada juga yang berbentuk disposisi (membuka peluang, mengizinkan, menjanji), yakni kaidah-kaidah fakultatif. Kaidah-kaidah itu ada yang tertulis, ada yang tidak tertulis. Hukum dalam arti ini disebut hukum subyektif.47

Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa dalam arti sempit yang dimaksudkan dengan kaedah hukum adalah nilai yang terdapat dalam peraturan konkrit.48 Pendapat tersebut adalah sejalan dengan pendapat

J.J.H. Bruggink yang juga mengatakan bahwa: kaidah hukum sebagai arti satuan bahasa yang lebih luas, aturan hukum.49 Jadi kalau asas hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat abstrak, maka kaidah hukum dalam arti yang sempit merupakan nilai yang

46 Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm. 15.

47 Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Op.Cit., Hlm. 15-16.

48 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah

Pengantar, Op.Cit., Hlm. 11.

49 Burgink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum, Op.Cit., Hlm.

(19)

bersifat lebih konkrit dari pada asas hukum.50 Sebagai contoh misalnya kedah atau nila yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP (“barang siapa mengambil barang orang lain dengan jalan melawan hukum, dihukum karena….”) ialah bahwa mencuri itu tidak baik seyogyanya jangan mencuri (sebuah penilaian).51 Sehingga kaidah yang melatarbelakangi Pasal 362 adalah keharusan manusia tidak boleh mencuri.

Lanjut Sudikno bahwa Kaedah hukum dalam arti sempit ini (nilai) pada umumnya mengikuti perkembangan peraturan yang konkrit. Meskipun demikian ada kaedah atau nilai yang berubah sementara peraturan konkritnya tidak berubah.52 Sebagai contoh yaitu kaidah atau nilai yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerd. Nilai yang terkandung dalam pengertian perbuatan melawan hukum mengalami perubahan. Sebelum 1919 “melawan hukum” diartikan sempit (HR 10 Juni 1910, pipa air Zutphen, W 9038), sedangakan sejak 1919 diartikan luas (HR 31 Jan. 1919, Lindenbaun v. Cohen, W 10365), sementara redaksi Pasal 1365 HUHPerd sampai sekarang (sudah kurang lebih 100 tahun tidak mengalami perubahan.53

Norma atau kaidah yang berisi perintah dan larangan namun sifatnya belum operasional atau masih

50 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah

Pengantar, Op.Cit., Hlm. 11.

51Ibid., Hlm. 12.

(20)

bersifat umum karena norma mempreskripsikan sesuatu yang cakupannya bersifat luas. Perintah dan larangan yang masih bersifat luas itu perlu dituangkan kedalam aturan-aturan hukum yang bersifat kongkret.54 Misalnya untuk mempertahankan kehidupan bermasyarakat, dikembangkan norma bahwa setiap individu tidak boleh merugikan individu lain atau masyarakat.55 Jelas bahwa hal merugikan masyarakat tersebut masih merupakan sebuah situasi yang sangat luas dan mengambang sehingga norma tersebut perlu itu dikongkretkan melalui peraturan.56

Untuk memperoleh penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan norma dengan aturan J.J.H. Bruggink menjelaskan bahwa:

Jika dalam sebuah aturan hukum misalnya dimuat (lebih) banyak bahan-bahan, maka hal ini dapat mengakibatkan bahwa isi dari kaidah hukum memperoleh lebih banyak ciri, dan dengan itu maka wilayah penerapan kaidah hukum itu bertambah kecil.57

Bahwa aturan sangat mempengaruhi ruang lingkup berlakunya Kaidah atau norma, dimana semakin konkret aturan hukum maka semakin kecil wilayah penerapan dari normanya, namun disatu sisi normanya menjadi lebih akurat terhadap peristiwa

54 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit.,Hlm. 44

55Ibid.

56Ibid.

57 Burgink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum, Op.Cit., Hlm.

(21)

konkret karena aturan yang membuat norma menjadi lebih akurat atau norma tersebut lebih mengena ke peristiwa konkret. Sehingga dapat dikatakan bahwa norma atau kaidah hukum adalah isi dari aturan hukum.58

Penjelasan di atas dapat dilihat misalnya ketentuan dalam KUHP Pasal 338 sampai 350, total terdapat 13 aturan dengan ciri-cirinya (unsur) masing-masing akan tetapi satu kaidah yang diatur di dalamnya yaitu kaidah manusia tidak dibenarkan membunuh manusia lain dan sampai kapan pun akan tetap seperti itu, dalam artian kaidah sifatnya adalah tetap cuman perubahan peraturan yang menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat.59 Demikian undang-undang mencatat kaidah hukum dan memberikan wujud.60

Dikarenakan norma adalah patokan atau standar yang mempreskripsikan bagaimana individu berperilaku dalam pergaulannya dengan masyarakat, pada dasarnya pada tataran norma belum terdapat sanksi di dalamnya, pendapat ini didukung oleh J.J.H. Briggink yang menjelaskan bahwa:

58Ibid., Hlm. 92.

59 Dengan pengertian kaidah yang seperti ini maka dapat

dikatakan bawa, pemahaman yang mengatakan hukum harus mengikuti perkembangan masyarakat adalah tidak benar, karena hukum pada dasarnya tetap aturannya yang harus mengikuti perkembangan masyarakat.

60 Kuat Puji Priyanto, Pengantar Ilmu Hukum (Kesenian

(22)

Mematuhi suatu kaidah hukum jarang sekali terjadi hanya karena ada paksaan, tetapi jelas sekali bahwa di dalam masyarakat berlaku (berpengaruh) kebiasaan untuk mematuhi kaidah-kaidah hukum. Kebiasaan-kebiasaan itu menunjukkan bahwa orang jelas-jelas merasakan dirinya berkewajiban untuk berperilaku sesuai dengan kaidah hukum.61

Keberadaan norma yang belum ada keterkaitannya dengan sanksi dikarenakan bahwa sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa norma adalah patokan mengenai standar berperilaku bagi individu yang memang daya mengikatnya terdapat pada sesuatu yang datang dari dalam atau dari materi norma tersebut yaitu bahwa norma tersebut memang menghendaki sesuatu yang baik yang menyelamatkan masyarakat.

D.

Aturan Hukum

Norma yang merupakan patokan atau standar yang mempreskripsikan bagaimana individu berperilaku dalam pergaulannya dengan masyarakat Perintah dan larangan yang masih bersifat luas itu perlu dituangkan kedalam aturan-aturan hukum yang bersifat kongkret.62

Aturan hukum adalah bentuk yang lebih konkret dari kaidah hukum dan didesain untuk sebuah situasi yang spesifik, untuk itu aturan hukum harus memuat

61 Burgink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum, Op.Cit., Hlm.

98.

62 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

(23)

isi yang menunjuk pada sebuah peristiwa yang jelas sehingga dapat diterapkan secara langsung.63

Sebagai contoh untuk mempertahankan kehidupan bermasyarakat, dikembangkan norma bahwa setiap individu tidak boleh merugikan individu lain atau masyarakat.64 Jelas bahwa hal merugikan masyarakat tersebut masih merupakan sebuah situasi yang sangat luas dan mengambang sehingga norma tersebut perlu itu dikongkretkan.65 Untuk menkongkretkan norma tersebut maka diperlukan aturan yang di dalamnya memuat hal teknis atau hal-hal konkret mengenai tindakan apa saja yang merugikan individu lain atau masyarakat sehingga harus dilarang.

Aturan-aturan bisa tertulis maupun berupa kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat yang keduanya pada intinya telah membatasi tindakan individu untuk berbuat sesuatu yang dituang di dalam aturan tersebut karena merugikan.66

Dalam pandangan positivisme hukum hanya mengakui bahwa Peraturan – peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara atau

63 Burgink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum, Op.Cit., Hlm.

125.

64 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

Revisi), Op.Cit.,Hlm. 44

65Ibid.

66 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

(24)

produk otoritas.67 Isinya mengikat bagi setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara.68 Aturan hukum sifatnya memaksa karena diletakkan sanksi berupa ancaman hukuman bagi setiap orang yang melanggarnya. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, yang artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar yaitu kekuasaan negara.69 Aturan hukum terbentuk karena pembentuk undang-undang dalam pembentukan aturannya atau hakim dalam pengambilan putusan hukumnya menimbang-nimbang berbagai asas hukum.70

Aturan hukum harus didasarkan kepada norma, norma didasarkan kepada asas yang dapat digambarkan dan uraikan sebagai berikut: Asas berbunyi sangat luas, agak mengambang. Norma sudah mulai kongkret. Mengemban suatu profesi untuk umum (mengambang) diturunkan menjadi “melakukan pengangkulan untuk umum” (=suatu norma). Sudah mulai konkret. Dengan demikian apa yang sebelumnya bersifat umum luas, sudah mulai menciut dan sudah

67 Zainal Azikin, Pengantar Ilmu Hukum , Rajawali Pers,

Jakarta, 2013, Hlm. 27.

68Ibid.

69Ibid.

70 Burgink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum, Op.Cit., Hlm.

(25)

menjurus ke suatu yang kongkret melalui aturan aturan-aturan inilah yang disebut hukum.71

Bukan karena peraturan tersebut memiliki sanksi sehingga dapat disebut sebagai hukum, akan tetapi karena peraturan tersebut berdasarkan hukum, maksud berdasarkan hukum di sini adalah dalam artian ketika peraturan tersebut jika dirunut ke atas materi muatan atau substansinya akan berpangkal pada asas hukum. Aturan yang di dalamnya berisikan norma yang berpangkal pada asas hukumlah yang kemudian memiliki predikat sebagai hukum, sehingga di dalamnya dimuat adanya sanksi, sebenarnya sanksi tersebut adalah bentuk dari atau tuntutan dari penegakan hukum, karena aturan hukum didesain sedemikian rupa untuk sebuah peristiwa tertentu sehingga aturan tersebut juga harus didesain untuk dapat diterapkan maka dari itu dilekatkanlah sanksi di dalamnya.

Keberadaan sanksi dalam aturan hukum sebenarnya adalah mempertegas bahwa ada nilai, ada kebenaran atau ada hukum yang memang layak untuk dipertahankan dan harus dipertahankan yang diatur dalam aturan hukum, karena jika tidak demikian maka sanksi sama dengan kesewenang-wenangan yang membabi buta. Jadi penanda predikat hukum dalam aturan hukum adalah bukan karena ada sanksinya

71 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi

(26)

tetapi karena nilai yang dipertahankan oleh aturan tersebut.

Dalam pandangan positivisme hukum hanya mengakui bahwa Peraturan – peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara atau produk otoritas.72 Isinya mengikat bagi setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara.73 Aturan hukum sifatnya memaksa karena diletakkan sanksi berupa ancaman hukuman bagi setiap orang yang melanggarnya. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, yang artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar yaitu kekuasaan negara.74

Dari pembahasan di atas maka jika ditanyakan: Apakah hukum hanyalah kaidah yang diterbitkan oleh negara? Apakah segala peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah atau yang dipertahankan oleh paksaan yang diorganisir, selalu merupakan hukum? Jawabannya adalah tidak. Karena selain itu hukum hadir dalam bentuk dan cara yang lain, contohnya: hukum kebiasaan, hukum antar negara, hukum gereja (dalam abad menengah, umum diakui sebagai hukum yang berlaku, terlepas dari kekuasaan negara) dan

72 Zainal Azikin, Pengantar Ilmu Hukum , Rajawali Pers,

Jakarta, 2013, Hlm. 27.

(27)

hukum ketuhanan, yang beberapa abad yang lalu diterima sebagai hukum.75

75 L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (Cet. 32),

(28)
(29)

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mampu membuat sistem pendukung keputusan pemilihan sepeda pada perangkat mobile dan

Pada penelitian ini dibahas mengenai perbandingan antara tenaga outsourcing dan non outsourcing ditinjau dari faktor waktu, biaya, dan kinerja dan hubungan antara

Selain itu, kepuasan kerja tenaga kerja outsource memiliki perbedaan nyata dengan tenaga kerja non outsource, kepuasan kerja tenaga non outsource memiliki tingkat kepuasan

Peran Rifka Annisa Women’s Crisis Center dalam memberikan perlindungan hukum terhadap istri yang menjadi korban penelantaran dalam rumah tangga.. Fakultas Hukum Universitas

Pada saat ini, dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat memberikan dampak meningkatnya kebutuhan akan informasi, yang juga berdampak

) Penulis adalah guru besar, staf pengajar sekaligus ketua MAP Universitas Diponegoro, merupakan Pembimbing I dari tesis yang ditulis. 3.. ) Penulis adalah staf pengajar

Kusen bagian bawah dibuat agak tinggi agar orang melangkah agak tinggi ketika memasuki ruangan, sehingga seng ch’i dari ruang dalam bisa membersihkan sha ch’i

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas