PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN SIKAP TERHADAP MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE THINK-TALK-WRITE PADA SISWA SMA
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
MUTIARASANI HASIBUAN 8116171012
PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
MUTIARASANI HASIBUAN. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Sikap Terhadap Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write pada Siswa SMA. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.
Penelitian ini adalah quasi eksperimen (eksperimen semu). Tujuannya untuk: (1) Menyelidiki peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa pada pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write, (2) Melihat sikap siswa terhadap matematika yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write, (3) Menyelidiki interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa, dan (4) Melihat proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah terkait dengan kemampuan komunikasi matematik siswa pada pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write dan pembelajaran secara konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Tes kemampuan komunikasi matematik, berbentuk uraian (2) Skala sikap siswa . Pokok bahasan yang diajarkan adalah trigonometri. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Swasta Budisatrya Medan, sampel berjumlah 70 orang siswa. Data dianalisis dengan uji-t dan ANAVA dua jalur. Dari hasil penelitian terdapat peningkatan yang signifikan kemampuan komunikasi matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write.
i ABSTRACT
MUTIARASANI HASIBUAN. Increased communication skills and attitude towards Cooperative Learning Model Through Mathematical Types Think-Talk-Write in high school students.Thesis. Medan: Medan State University graduate programs, 2013.
This research was quasi experiment (experiment of the artificial). Its purpose is to: (1) investigate the improvement of mathematical communication ability students on cooperative learning types think-talk-write, (2) see the attitude of the students towards cooperative learning gain mathematical types think-talk-write, (3) Investigating the interactions between models of learning and the ability of students to mathematical communication abilities of students, and (4) the process of settlement of the answers made to the student in resolving problems related to mathematical communication skills of students in cooperative learning types think-talk-write and learning conventionally. The instruments used in this study are: (1) mathematical communication skills Test, shaped blurb (2) student attitude Scale. The subject is taught trigonometry. The population in this research is the Private HIGH SCHOOL students Budisatrya terrain, a sample of 70 students. Data were analyzed by t-test and ANAVA two lines. From the results of the research there is a significant increase of mathematical communication ability students through cooperative learning types think-talk-write.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Sikap
Terhadap Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write
Pada Siswa SMA
”
. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi sebagian
dari persyaratan untuk memperoleh gelar master kependidikan di Program Studi
Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Tesis ini menelaah Peningkatan Pembelajaran (TTW) atas kemampuan
komunikasi matematik, sikap siswa terhadap matematika, interaksi antara
pembelajaran dan kemampuan matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan
komunikasi matematik. Dalam proses mulai dari penulisan dan seminar proposal,
pembuatan instrumen dan penyusunan bahan ajar dan rangkaian ujicobanya, penulis
mendapat banyak bantuan, bimbingan, nasihat, dorongan, saran, dan kritik yang
sangat berharga dari berbagai pihak.
1. Kepada Ayahanda Namlis Hasibuan, Ibunda tercinta Nur Saidah Siregar,
Abang Anwar Hamidi Hasibuan A.MK, Adikku Darwisah Hasibuan
S.fam, Apriadi Hasibuan SKM, Nondang Bulan Hasibuan A.MKeb,
Saddam Husein Hasibuan A.MK, Ibrahim Saleh Hasibuan,
ananda
ucapkan terima kasih yang tak terhingga yang telah memberikan
dorongan, motivasi dan nasehatnya yang menyejukkan hati serta cinta
iv
2. Bapak Dr. W. Rajagukguk, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak
Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II. Sumbangan
pikiran yang amat berharga sejak awal pemunculan ide dan kritik demi
kritik serta pertanyaan kritis guna mempertajam gagasan telah membuka
dan memperluas cakrawala berpikir penulis dalam penyusunan tesis ini.
Juga untuk dorongan beliau agar penulis segera menyelesaikan studi
secepatnya.
3. Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd., dan Bapak Dr.
Martua Manullang, M.Pd selaku Narasumber yang telah banyak
memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
4. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap
saat memberikan kemudahan, arahan dan nasihat yang sangat berharga
bagi penulis.
5. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED
yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis
menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan
MatematikaPascasarjana Unimed
7. Kepala Sekolah SMA Swasta Budisatrya Medan Bapak Gusmi Azis, BA.
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
8. Kepada sahabat-sahabatku, Ari, Ade, Ahda, Baiti, Lely, Iwan, Hambali,
Marzuki, Muzakir, Putri, Riza, Raudah, Tomsa, Yuni, Zakia,bg Sastra dan
buk Diah, adekq Nurdalila dan kakakq Chairani Harahap S.Pd serta
semua rekan-rekan satu angkatan dari Program Studi Pendidikan
Matematika yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam
penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini benar-benar bermanfaat kepada penulis maupun rekan-rekan
lain terutama bagi rekan guru dalam meningkatkan wawasan dan kemampuan untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika di depan kelas serta dapat menjadi
seorang guru yang berkompetensi dan profesional.
Medan, Agustus 2013
Penulis
vi DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 13
1.3. Batasan Masalah ... 14
1.4. Rumusan Masalah ... 14
1.5. Tujuan Penelitian ... 15
1.6. Manfaat Penelitian ... 16
1.7. Definisi Operasional ... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 18
2.2. Komunikasi Matematik ... 21
2.3. Pengertian Model Pembelajaran ... 26
2.4. Model Pembelajaran Kooperatif ... 28
2.4.1. Prinsip yang mendasari Pembelajaran Kooperatif... 30
2.4.2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif... 33
2.4.3. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif... 33
2.4.3. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Koopertif ... 36
2.5. Pembelajaran Tipe Think-Talk-Write ... 39
2.5.1. Tiga Fase yang dilalui dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW .. 40
2.5.2. Peranan dan tugas Guru dalam Mengekfektifkan Penggunaan TTW 43 2.5.3. Sintaks Pembelajaran Koopertaif Tipe TTW ... 44
2.6. Matriks Keterkaitan TTW dan Kemampuan Komunikasi ... 48
2.7. Pembelajaran secara Konvensional ... 49
2.8. Sikap Siswa Terhadap Matematika... 51
2.8.1. Komponen Sikap... 53
2.8.2. Pengertian Sikap... 54
2.8.3. Komponen Sikap Positif... 55
2.8.4. Cara Menumbuhkan Sikap Positif... 55
2.9. Perbedaan Pedagogik... 57
2.10. Teori Belajar Pendukung... 59
2.11. Penelitian Yang Relevan... 64
2.12.1. Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa... 65
2.12.2. Sikap Siswa Terhadap Matematika... 67
2.12.3. Ada interaksi antara pendekatan dengan kemampuan awal siswa... 68
2.12.4. Proses penyelesaian jawaban siswa... 69
2.13. Hipotesis Penelitian... 71
BAB. III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 71
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 71
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 72
3.4. Variabel Penelitian ... 72
3.5. Desain Penelitian... 73
3.6. Instrumen Penelitian... 75
3.6.1. Tes Kemampuan Awal... 75
3.6.2. Tes Kemampuan Komunikasi Matematik... 76
3.6.3. Skala Sikap... 78
3.7. Analisis Butir Soal ... 82
3.7.1. Menghitung Validitas Butir Soal ... 82
3.7. 2. Menghitung Reliabilitas ... 84
3.7.3. Menghitung Tingkat kesukaran Soal... 85
3.7.4. Daya Pembeda Butir Soal... 86
3.8. Analisis Proses Penyelesaian Siswa ... 86
3.9. Tehnik Analisis Data ... 88
3.10. Prosedur Penelitian... 95
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 97
4.1.1. Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Tes... 97
4.1.2. Deskripsi Kemampuan Awal Matematika... 100
4.1.3. Deskripsi Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa... 106
4.1.4. Uji Normalitas data kemampuan komunikasi matematik ... 113
4.1.5. Uji Homogenitas data kemampuan komunikasi matematik... 114
4.1.6. Analisis statistik ANAVA dua Jalur... 116
4.1.7. Deskripsi Hasil Skala Sikap... 120
4.1.8. Uji Normalitas Skala Sikap Siswa... 123
4.1.9. Uji Homogenitas Skala Sikap Siswa... 124
4.1.10. Rangkuman Hipotesis... 125
4.1.11. Analisis Proses Penyelesaian Jawaban Siswa... 126
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 137
viii BAB.V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan... 148 5.2. Saran ... 149
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
memajukan daya pikir manusia, sebagaimana pendapat (Markaban, 2008:1) yang
menyatakan bahwa:
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari tingkat sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, dan kompetitif serta untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan.
Hal itu juga dinyatakan oleh Soedjadi (2000:20) bahwa matematika
sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya
mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya penguasaan ilmu dan
teknologi. Selanjutnya Turmudi (2008:19) mengungkapkan bahwa “kebutuhan
untuk memahami matematika menjadi hal yang mendesak bagi sebagian besar
masyarakat Indonsia, karena matematika diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari ataupun ditempat kerja”. Berdasarkan ungkapan di atas disimpulkan bahwa
matematika adalah ilmu dasar yang sangat penting dikuasai bagi setiap orang,
karena dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif serta sebagai ilmu yang bisa diterapkan dalam kehidupan
2
Secara khusus tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar dan
menengah tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 bahwa:
Tujuan mata pelajaran matematika di sekolah untuk jenjang sekolah dasar dan menengah adalah agar siswa mampu:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan mata pelajaran matematika tersebut sesuai dengan apa yang
dinyatakan oleh National Council of Teacher of Mathematics (2000:7) bahwa
tujuan pembelajaran matematika yaitu; (1) belajar untuk pemecahan masalah (2)
belajar untuk penalaran dan pembuktian, (3) belajar untuk kemampuan
mengaitkan ide matematis, (4) belajar untuk komunikasi matematis, (5) belajar
untuk representasi matematis. Tujuan mata pelajaran matematika tersebut
menunjukkan bahwa di jenjang pendidikan dasar dan menengah matematika
mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan keadaan di dalam
kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas
dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif.
Berdasarkan kutipan di atas disimpulkan bahwa pelajaran matematika sangat
3
Dari kelima tujuan mata pelajaran matematika yang termuat dalam SI mata
pelajaran matematika pada Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tersebut salah
satunya adalah agar siswa mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keaadan atau masalah. Komunikasi
matematik adalah suatu tujuan dalam pembelajaran matematika yang terdiri atas
komunikasi lisan dan komunikasi tulisan (Ansari, 2009:11). Pentingnya
kemampuan komunikasi matematik dikarenakan Pertama mathematical as
language, artinya matematika bukan hanya alat bantu berfikir, alat untuk
menemukan pola, menyelesaikan masalah, menarik kesimpulan, akan tetapi
matematika juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide atau
pendapat secara jelas, tepat dan benar, kedua, mathematica learning as socity
activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, dan
matematika juga sebagai sarana interaksi antar siswa dan sarana interaksi guru dan
siswa. Hal ini akan membuat siswa lebih aktif mengekspresikan ide matematika
secara lisan maupun tulisan, membaca presentasi tulisan matematika dengan
pemahaman, menanyakan dan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan
matematika yang telah dipelajari (dalam Ansari, 2009: 4).
Selanjutnya Greenes dan Schulman (dalam Ansari 2009:16) menjelaskan
bahwa komunikasi matematik merupakan kekuatan sentral bagi siswa dalam
merumuskan konsep dan strategi matematik, sebagai modal keberhasilan siswa
terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investasi matematik,
dan komunikasi sebagai wadah bagi siswa untuk memperoleh informasi dan
4
Selanjutnya menurut National Council of Teachers of Mathematics
NTCM (2000:14) mengemukakan matematika sebagai alat komunikasi
(mathematics as communication) merupakan pengembangan bahasa dan simbol
untuk mengkomunikasikan ide matematika, sehingga siswa dapat: (1)
mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematik dan
hubungannya, (2) merumuskan definisi matematik dan membuat generalisasi yang
diperoleh melalui investigasi, (3) mengungkapkan ide matematika secara lisan dan
tulisan, (4) membaca wacana matematika dengan pemahaman, (5) menjelaskan
dan mengajukan serta memperluas pertanyaan terhadap matematika yang telah
dipelajarinya, dan (6) menghargai keindahan dan kekuatan notasi matematik, serta
perannnya dalam mengembangkan ide/gagasan matematik.
Sumarmo (2005:12) menyatakan bahwa pentingnya kemampuan
komunikasi oleh siswa dalam pembelajaran matematika sebagai berikut :
1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
matematika.
2. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan
dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.
3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
4. Mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika.
5. Membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis.
6. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan defenisi dan
generalisasi.
7. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah
5
Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa kemampuan
komunikasi matematik merupakan salah satu kemampuan yang penting dimiliki
oleh siswa.
Namun kenyataannya sebagaimana terlihat dari hasil tes PISA
(Programme for International Student Assesment) yang diselenggarakan pada
tahun 2009 bertujuan untuk mengukur tingkat kemampuan komunikasi matematik
siswa. Dari 65 negara yang ikut serta Indonesia berada pada peringkat 61,
sedangkan Thailand (50), Australia (15), Kazastan (53), Jepang (9), Singapura (2)
dan Shanghai-Cina (1). Data ini menunjukkan bahwa Negara kita, peringkat
Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara.
Fakta dilapangan juga menunjukkan bahwa masih banyak siswa
mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan soal matematika ke dalam
simbol matematika dan mengemukakan ide matematika secara tertulis. Fakta ini
terlihat dari hasil observasi peneliti di SMA Budisatrya Medan menunjukkan
kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah, berdasarkan masalah
yang diberikan kepada siswa sebagai berikut :
Nadira ingin mengetahui tinggi pohon kelapa, sudut elevasi puncak pohon
kelapa dilihat posisi Nadira adalah 350. Jika jarak Nadira dengan pohon 100 m
dan tinggi Nadira 1,5 m. Buat sketsa situasi diatas dan jelaskan idemu dalam
menentukan tinggi pohon tersebut!. Soal diberikan kepada 30 siswa, terdapat 11
siswa tidak menuliskan jawaban dari soal diatas, 16 siswa menuliskan jawaban
yang salah dan 3 siswa menuliskan jawaban benar, hal ini dapat dilihat dari salah
6
Gambar 1.1 Jawaban Siswa pada Tes Pendahuluan
Berdasarkan jawaban siswa pada gambar 1.1 siswa langsung mengalikan
nilai jarak dengan tinggi, hasil perkalian antara jarak dan tinggi dikalikan lagi ke
besar sudut elevasi hal tersebut menunjukkan siswa tidak dapat menuliskan model
matematika dari soal tersebut. Selanjutnya siswa salah dalam menafsirkan soal
sehingga jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan masalah dalam soal,
jawaban siswa tersebut menunjukkan kemampuan komunikasi matematik siswa
masih rendah.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan menunjukkan kemampuan
komunikasi matematika siswa masih rendah yaitu hasil penelitian dari Saragih
(2007:10) menemukan bahwa siswa kelas VII di kota Bandung mengalami
kesulitan dalam kemampuan mengajukan argumentasi serta menemukan pola dan
pengajaran bentuk umumnya. Penelitian dari Zulkarnaen (2009) juga menemukan
bahwa siswa SMA mengalami kesulitan dalam komunikasi matematis.
Selanjutnya hasil penelitian Ansari (2009) juga menunjukkan kemampuan
komunikasi matematis siswa masih rendah yaitu hasil penelitian dari observasi
Tidak dapat
menuliskan model
7
dilapangan yang dilakukan terhadap siswa kelas X dibeberapa SMA Negeri NAD
juga menunjukkan bahwa rata-rata siswa terlihat kurang terampil berkomunikasi
untuk menyampaikan informasi seperti menyatakan ide, mengajukan pertanyaan
dan menanggapi pendapat orang lain. Siswa cenderung bersifat pasif atau pendiam
ketika guru mengajukan pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa dan siswa
juga masih terlihat malu-malu atau segan untuk bertanya ketika guru menyediakan
waktu untuk bertanya. Kenyataan ini belum sesuai dengan apa yang diinginkan
serta diharapkan seperti yang tercantum dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006
yang telah diungkapkan pada alinea sebelumnya bahwa siswa dituntut dalam
pembelajaran harus dapat mengkomunikasikan hasil belajar secara tulisan maupun
lisan.
Sejalan dengan hal tersebut penyempurnaan, pengembangan, dan inovasi
pembelajaran matematika melalui revisi kurikulum akan selalu dan terus
dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, yang pada
akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia
Indonesia. Adapun tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut
menyiratkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai yaitu kemampuan pemecahan
masalah (problem solving), kemampuan berargumentasi (reasionning),
kemampuan berkomunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi
(connection), dan kemampuan representasi (representation).
Kemampuan komunikasi matematik perlu mendapatkan perhatian karena
merupakan kemampuan yang diperlukan dalam belajar. Kemampuan komunikasi
8
kebersamaan, selain itu dapat membantu siswa dalam menghadapi permasalahan
matematika dan permasalahan keseharian secara umum.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa kemampuan komunikasi matematik
merupakan kemampuan yang diperlukan dalam belajar dan dalam matematika itu
sendiri, bahkan perlu bagi siswa dalam menghadapi masalah-masalah dalam
kehidupan siswa hari ini dan pada hari yang akan datang.
Di samping kemampuan komunikasi matematik, kemampuan pada aspek
lain yang bersifat afektif dan tidak kalah pentingnya dengan kemampuan
komunikasi yaitu sikap siswa. Tuntutan pengembangan sikap ini tertulis dalam
kurikulum matematika antara lain menyebutkan bahwa pelajaran matematika
harus menanamkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, minat dalam pelajaran matematika, serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dengan kata lain sikap
siswa terhadap matematik merupakan salah satu tujuan mata pelajaran
matematika yang harus dicapai.
Menurut Winkel (2009:34)
Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan sekali dalam mengambil tindakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak. Orang yang memiliki sikap jelas, mampu memilih secara tegas diantara beberapa kemungkinan.
Selanjutnya Slameto (2010:189) “Sikap merupakan suatu kecenderungan
seseorang untuk menerima atau menolak sesuatu, konsep, kumpulan ide, atau
kelompok individu”. Karena matematika dapat diartikan sebagai suatu konsep
atau ide abstrak yang penalarannya dilakukan dengan cara deduktif aksiomatik,
9
menerima dengan baik atau sebaliknya. Dengan demikian, sikap siswa terhadap
matematika adalah kecenderungan untuk menerima atau menolak matematika.
Dari hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi matematika di
SMA Budisatrya Medan siswa yang mempunyai sikap positif terhadap
matematika adalah siswa yang hanya memperoleh nilai matematika tinggi dari
hasil ulangan harian dan nilai rapor semester sebelumnya. Sikap positif siswa
terhadap matematika suatu hal yang harus ada dalam diri siswa guna utuk
meningkatkan prestasi siswa dalam matematika. Sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Saragih (2007) bahwa faktor lain yang perlu diperhatikan dalam
matematika adalah sikap positif siswa terhadap matematika, hal ini penting karena
sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar
matematika (Ruseffendi, 1991:235), dan merupakan salah satu tujuan pendidikan
matematika yang dirumuskan dalam Kurikulum.
Sikap siswa terhadap matematika sangat erat kaitannya dengan minat
siswa terhadap matematika, bahkan sebagian dari sikap merupakan akibat dari
minat, misalnya siswa yang berminat terhadap matematika maka ia akan suka
mengerjakan tugas matematika, ini menandakan bahwa siswa tersebut bersikap
positif terhadap matematika. Tanpa adanya minat sulit untuk menumbuhkan
keinginan dan kesenangan dalam belajar matematika, apalagi matematika tidak
mudah untuk dipelajari sehingga hampir seluruh siswa dari setiap jenjang
pendidikan kurang berminat dalam matematika. Selain itu pengalaman belajar
matematika bersama guru yang menakutkan, atau guru yang membuat
pembelajaran matematika menegangkan, turut membentuk sikap negatif siswa
10
Dengan demikian, untuk menumbuhkan sikap positif terhadap
matematika, penyampaian materi matematika harus menyenangkan, mudah
dipahami, tidak menakutkan, dan tunjukkan bahwa matematika banyak
kegunaannya. Oleh karena itu, materi harus dipilih dan disesuaikan dengan
lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan tingkat kognitif
siswa.
Selain itu, perlu diingat bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang
berbeda dalam memahami matematika. Galton (dalam Ruseffendi, 1991:240)
menyatakan bahwa dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu
dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Tes awal
diberikan kepada siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya. Menurut
Ruseffendi (1991:241) perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan
semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran
menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan untuk mengakomodasi
kemampuan matematika siswa yang heterogen sehingga dapat memaksimalkan
hasil belajar siswa.
Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila model
pembelajaran yang digunakan oleh guru menarik dan menyenangkan sesuai
dengan tingkat kognitif siswa, dimungkinkan pemahaman siswa terhadap
matematika akan lebih cepat dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik siswa. Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan
11
dalam matematika. Hal ini terjadi karena siswa kemampuan tinggi lebih cepat
memahami matematika.
Selanjutnya model pembelajaran yang digunakan oleh guru kemungkinan
tidak sesuai untuk mengajarkan kemampuan komunikasi matematik. Lebih lanjut
Abbas (2000) mengemukakan bahwa “Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini
guru menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional dan banyak
didominasi guru”. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, siswa juga belum
terlibat secara aktif. Guru berperan aktif sementara siswa hanya menerima
pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Kelas masih berfokus pada guru
sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama
pendekatan belajar yang membuat respon siswa terhadap pembelajaran
matematika rendah. Proses pembelajaran seperti ini harus dirubah dengan cara
menggiring siswa untuk mencari ilmunya sendiri. Untuk itu diperlukan sebuah
model pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah pembelajaran
yang tidak mengharuskan siswa menghapal fakta–fakta, tetapi sebuah
pembelajaran yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak
mereka sendiri sehingga respon siswa menyelesaikan masalah matematika akan
meningkat.
Menurut Slameto (2010:79) peranan guru dalam proses belajar mengajar
yaitu mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk
mencapai tujuan. Pendapat ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Djamarah (2006:46) bahwa secara operasional kompenen yang berperan dalam
proses belajar mengajar yaitu: tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar,
12
ketergantungan satu sama lain. Oleh karena itu dibutuhkan guru yang profesional
yaitu guru yang mampu mengelola pembelajaran, membuat persiapan–persiapan
mulai dari membuat perencanaan tujuan pembelajarann, pengorganisasian materi,
perencanaan model, metode, media, evaluasi, dan dapat merealisasikan apa yang
telah direncanakan dengan tepat. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan
materi dianggap gagal menghasilkan siswa yang aktif, kreatif, dan inovatif. Siswa
berhasil “ mengingat” jangka pendek, gagal dalam membekali siswa memecahkan
persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Terutama bagi mereka yang akan
melanjutkan keperguruan tinggi. Oleh karena itu perlu adanya perubahan model
pembelajaran yang lebih bermakna.
Dengan model pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) siswa
dikelompokkan pada kelompok-kelompok kecil tanpa membedakan jenis kelamin,
suku, tingkat sosial dan kecerdasan siswa. Dari kelompok ini akan timbul rasa
sosial tinggi, rasa untuk saling harga menghargai dan bekerja sama dalam untuk
mencapai tujuan. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih aktif karena
terjadi proses diskusi atau interaksi diantara siswa dalam kelompoknya. Melalui
kegiatan diskusi, percakapan dalam mengungkapkan ide-ide matematika dapat
membantu siswa mengembangkan pikirannya, sehingga siswa yang terlibat dalam
perbedaan pendapat dari suatu permasalahan akan memahami konsep matematika
dengan lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
siswa. Dalam hal ini peneliti memilih pembelajaran kooperatif tipe
think-talk-write.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah
think-talk-13
write merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa. Metode pembelajaran think-talk-write dimulai dengan bagaimana siswa memikirkan suatu tugas, kemudian diikuti dengan mengkomunikasikan hasil pemikirannya dan akhirnya melalui diskusi siswa dapat menuliskan kembali hasil pemikiran tersebut.
Aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matematik atau berisi cerita matematika, kemudian membuat catatan apa yang telah mereka baca. Menurut Wiederhold (dalam Ansari: 2009) membuat catatan berarti menganalisis tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis yang dapat mempertinggi pemahaman siswa, bahkan meningkatkan keterampilan berpikir dan menulis. Setelah tahap “think” selesai dilanjutkan dengan tahap berikutnya “talk”, yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Selanjutnya fase “write”, yaitu menuliskan hasil diskusi atau dialog pada lembar kerja yang disediakan (Lembar Aktivitas Siswa). Aktivitas menulis berarti mengkonstruksi ide, karena setelah berdiskusi kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Menulis dalam matematika membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang materi yang ia pelajari.
Dengan demikian penerapan pembelajaran kooperatif tipethink-talk-write
dalam proses pembelajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematik dan sikap siswa. Berdasarkan uraian diatas
14
Kemampuan Komunikasi dan Sikap Terhadap Matematika Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif TipeThink-Talk-WritePada Siswa SMA”.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan, diidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut:
a. Kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah.
b. Sikap siswa terhadap matematika masih rendah.
c. Kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) berbeda dipengaruhi oleh
model pembelajaran yang digunakan.
d. Model pembelajaran masih bersifat konvensional.
e. Proses penyelesaian masalah matematika siswa yang belum bervariasi.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penelitian ini
dibatasi pada permasalahan (1) kemampuan komunikasi matematik siswa; (2)
sikap siswa terhadap matematika; (3) Interaksi antara model pembelajaran dan
kemampuan awal matematika terhadap kemampuan komunikasi; (4) Proses
penyelesaian masalah yang dihasilkan siswa.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, maka
rumusan masalah yang akan diselidiki dalam penelitian ini adalah :
a. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang
15
daripada kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh
pembelajaran secara konvensional?
b. Apakah sikap siswa terhadap matematika yang memperoleh
pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write lebih tinggi daripada
sikap siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?
c. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan
kemampuan awal siswa dalam meningkatan kemampuan komunikasi
matematik siswa?
d. Bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam
menyelesaikan masalah terkait dengan kemampuan komunikasi
matematik siswa pada pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write
dan pembelajaran secara konvensional?
1.5. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
penelitian yang ingin dicapai adalah:
a. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi
matematik siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe
think-talk-write lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pembelajaran secara konvensional.
b. Untuk mengetahui apakah sikap siswa terhadap matematika yang
memperoleh pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write lebih tinggi
16
c. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan
awal siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik
siswa.
d. Untuk mengetahui proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam
menyelesaikan masalah terkait dengan kemampuan komunikasi
matematik siswa pada pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write dan
pembelajaran secara konvensional.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat berguna baik bagi guru,
bagi siswa, maupun bagi peneliti.
a. Bagi guru: dapat menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat
diterapkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa.
b. Bagi siswa: dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
siswa.
c. Bagi peneliti: dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan
dapat dijadikan sebagai acuan/referensi untuk peneliti lain (penelitian yang
relevan) dan pada penelitian yang sejenis.
1.7. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap apa yang akan diteliti,
maka berikut ini dituliskan definisi operasional dalam penelitian ini.
a. komunikasi merupakan suatu cara untuk menyampaikan pesan
pengirim pesan kepada penerima pesan malalui saluran tertentu
17
b. Komunikasi matematik adalah keahlian siswa dalam menggunakan
kosa kata, notasi, dan struktur matematik.
c. Kemampuan komunikasi matematik siswa adalah keahlian siswa
secara tertulis dalam menjawab masalah komunikasi matematik yang
akan diukur melalui kemampuan siswa dalam: (1) menyatakan ide-ide
matematika dalam bentuk gambar; (2) menuliskan ide matematika ke
dalam model matematika; (3) menjelaskan prosedur penyelesaian.
d. Sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderungan siswa untuk
menerima (positif) atau menolak (negatif) terhadap pelajaran
matematika.
e. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai pola yang digunakan
untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk
kepada guru dikelas.
f. Pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write adalah metode
pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi
dan memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam
berpikir, sambil menganalisa permasalahan dan membuat catatan kecil
bagi dirinya sendiri.
g. Pembelajaran secara konvensional adalah pembelajaran dengan
prosedur yang biasa digunakan guru dalam mengajar. Adapun
langkah-langkahnya adalah guru menyiapkan bahan pelajaran secara sistematis
dan rapi, menjelaskan materi pelajaran, siswa diberi kesempatan
18
dan guru membahas soal latihan, kemudian guru memberi soal-soal
pekerjaan rumah.
h. Proses penyelesaian masalah adalah cara atau prosedur yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah guna untuk melihat
keberagaman jawaban atau penyelesaian yang dihasilkan oleh siswa
terhadap permasalahan yang diajukan oleh guru.
i. Kemampuan awal matematika adalah kemampuan matematika yang
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analsis data dari lapangan tentang peningkatan
pembelajaran kooperatif tipe TTW terhadap kemampuan komunikasi
matematik siswa SMA, diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan
jawaban atas petanyaan-pertanyaan pada rumusan masalah, diataranya:
1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh
pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih tinggi daripada kemampuan
komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran secara
konvensional. Pembelajaran kooperatif tipe TTW memperoleh peningkatan
terbesar pada indikator menuliskan ide matematika ke dalam model
matematika yaitu 0,52 dibandingkan dengan dua indikator lainnya.
2. Skala sikap siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih
tinggi daripada skala sikap siswa yang memperoleh pembelajaran secara
konvensional.
3. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan
awal siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa.
4. Proses penyelesaian jawaban siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe TTW
lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional. Hal ini
dapat terlihat dari lembar jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif tipe TTW, memberikan beberapa hal untuk perbaikan
kedepannya. Untuk itu peneliti menyarankan kepada pihak-pihak tertentu
yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini, diantaranya:
1. Kepada Guru
a. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi siswa guru dapat
menggunakan pembelajaran koopertif tipe TTW terutama pada materi
trigonometri.
b. Guru diharapkan perlu menambah wawasan tentang teori-teori
pembelajaran yang lain (pembelajaran yang inovatif), dan dapat
menerapkannya dalam pembelajaran.
c. Dalam setiap pembelajaran guru harus menciptakan suasana belajar
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan
gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka
sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi berani
berargumentasi, lebih percaya dan kreatif.
2. Kepada Peneliti Lanjutan
a. Pembelajaran kooperatif umumnya memerlukan waktu yang
peneletian ini alokasi waktu harus diperhitungkan agar
memperoleh hasil yang maksimal.
b. Untuk penelitian lebih lanjut, dapat dilengkapi dengan meneliti
157
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, N. (2000). Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Maasalah
(Problem Based Instruction) Dalam Pembelajran Matematika Di SMU.
http://www.depdiknas.go.id/jurnal
Ansari, Bunsu I. (2009). Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : Yayasan Pena.
Arends, R.I. (2008). Learning to Teach. Buku Dua. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
________. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
________. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Standar Isi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KTSP) Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
Jakarta BSNP.
Bagus. (2011). Kelebihan dan Kelemahan Model. Surabaya. Tersedia online
http://www.artikelbagus.com/2011/06/kelebihan-dan-kelemahan-model.html. (diakses 23 januari 2013)
Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning and Kominicating, K-8 Healping Children Thing Mathematically. NewYork : Merril, an Inprint of Macmillan Publishing, Company.
Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar.Jakarta :Erlangga.
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta
Djamarah. (2006).Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: P.T. Asdi Mahasatya
Haji, S. (2005). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik terhadap Hasil Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Disertasi : Tidak Diterbitkan.
Hasanah, A. (2004). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Yang Menekankan Pada Representasi Matematika,
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: tidak
dipublikasikan.
Helmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa SLTP melalui Strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil. Tesis Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: tidak dipublikasikan
Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematis tersedia (online)
http://www.herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/(diakses 17 januari 2013)
Hudoyo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika Malang.IKIP Malang
Markaban. (2008). Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika
SMK.Yogyakarta: PPPPTK Matematika
Kembaren, R (2012). Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think- Talk – Write dan Pembelajaran Konvensional. Tesis tidak diterbitkan. Program Pasca Sarjana UNIMED.
Mulyasa. E. 2010.Menjadi Guru Profesional. Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
NCTM. (1989).Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reaston, VA: NCTM
________. (2000). Principles and Standarts for mathematics. Reaston, VA: NCTM.
Pugalee, D. A (2001). Using Communication to develop students mathematical
literacy. 6(5). 296-299 [Online]. Tersedia
http://www.my.nctm.org/erces/article-summary asp?URI= MTMS 2001- 01- 296 (di akses 17 februari 2012)
Riyanto. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Surabaya: Kencana
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
159
________. (1993). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung, Depdikbud.
.(1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
Rusman. (2009). Model-model Pembelajaran Surabaya : PT. Raja Grafindo Persada.
Saragih, S. (2007). Disertasi. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Bandung: Pendidikan Matematika UPI.
________. (2009). Analisis Strategi Kognitif Siswa SLTP Negeri 35 Medan dalam Menyelesaikan Soal-soal Matematika. Jurnal Penelitian Kependidikan Universitas Negeri Malang.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Soejadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dikti Depdiknas.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika.Bandung: UPI.
Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung. Remaja Rosdakarya
Sumarmo, U. (2005). Alternatif Pembelajaran Matematika Dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung: UPI Bandung.
Suprijono, A. (2009). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem.
Surabaya:Pustaka Pelajar
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Penerbit JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.
Turmudi (Ed). 2001. Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer,JICA,FPMIFA-UPI.
Winkel, WS. (2009).Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.
Zulkarnaen. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan