• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Hubungan Kontraktual antara Konsumen, Developer dan Bank Dihubungkan dengan Perlindungan Hukum terhadap Konsumen yang Tidak Dapat Melaksanakan Akta Jual Beli atas Satuan Rumah Susun karena Adanya Wanprestasi yang Dilakukan oleh Developer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Hubungan Kontraktual antara Konsumen, Developer dan Bank Dihubungkan dengan Perlindungan Hukum terhadap Konsumen yang Tidak Dapat Melaksanakan Akta Jual Beli atas Satuan Rumah Susun karena Adanya Wanprestasi yang Dilakukan oleh Developer "

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

yang Dilakukan Oleh Developer Terhadap Bank Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen ABSTRAK

Pembangunan rumah susun menjadi salah satu cara yang tepat di dalam memecahkan masalah kebutuhan perumahan di daerah perkotaan yang padat penduduk. Masyarakat yang membeli satuan rumah susun yang dikelola oleh developer akan memperoleh Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun melalui berbagai tahapan dalam proses jual beli. Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun berfungsi untuk menjamin adanya kepastian hukum mengenai status hak yang didaftarkan, kepastian mengenai subyek hak dan obyek hak yang didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Namun dalam kenyataannya pembeli satuan rumah susun tidak memperoleh Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun karena tidak dapat melaksanakan Akta Jual Beli meskipun harga jual belinya telah dilunasi. Hal tersebut terjadi karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh developer terhadap Bank, karena developer tidak dapat melunasi pinjamannya kepada Bank.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang mengkaji hukum tertulis dari aspek teori dan undang-undang. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu untuk memberikan gambaran tentang perlindungan hukum terhadap konsumen yang tidak dapat melaksanakan Akta Jual Beli atas satuan rumah susun karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh developer terhadap Bank. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan Undang-Undang (statute approach). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data adalah melalui studi kepustakaan dan wawancara (interview). Teknik analisis terhadap data yang ada adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa developer untuk menambah modal kerjanya mengajukan permohonan kredit ke Bank, maka terdapat hubungan kontraktual antara developer dan pihak Bank yang dituangkan dalam perjanjian Kredit Modal Kerja Konstruksi sebagai perjanjian pokok dan APHT sebagai perjanjian assesor (accessoir). Developer sebagai debitur bertanggung jawab untuk mengembalikan pinjamannya kepada Bank sebagai kreditur sebagaimana yang tercantum dalam Perjanjian Kredit Modal Kerja Konstruksi. Apabila developer wanprestasi maka Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atas nama developer yang merupakan sertipikat induk yang dijaminkan oleh developer masih berada dalam penguasaan Bank sehingga tidak dapat dilaksanakan AJB yang mengakibatkan Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atas nama developer tidak dapat dipecah menjadi Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atas nama pembeli. Pembeli satuan rumah susun membutuhkan perlindungan hukum berdasarkan UUPK. Oleh karena itu developer sebagai pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan penggantian kerugian kepada pembeli satuan rumah susun sebagai konsumen dengan mengembalikan sejumlah uang yang sudah diberikan pada saat pembayaran satuan rumah susun. Penyelesaian sengketa antara developer dan konsumen dapat dilakukan melalui pengadilan maupun lembaga di luar pengadilan. Penulis menyarankan agar pemerintah mengawasi Bank yang akan memberikan pinjaman kredit kepada developer dan memberikan sanksi kepada developer yang wanprestasi dan melakukan Perbuatan Melawan Hukum, developer sebaiknya memberikan informasi yang jelas dan jujur kepada konsumen, dan konsumen yang akan membeli satuan rumah susun lebih teliti dan harus memahami dalam membaca isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan mendengarkan informasi yang diberikan oleh developer, agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari.

(2)

JUDICIAL REVIEW OF CONTRACTUAL RELATIONSHIPS BETWEEN CUSTOMER, DEVELOPER AND BANK, LINKED TO CUSTOMER LEGAL AND RIGHTS PROTECTION, WHO’S NOT ABLE TO PERFORM NOTARIAL SALE AND PURCHASE AGREEMENT ON APARTMENT (FLAT) UNIT, DUE TO BREACH OF CONTRACTS BY

DEVELOPER AGAINST THE BANK, BASED ON LAW OF THE REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 20 YEAR 2011 CONCERNING APARTMENTS AND LAW OF THE

REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 8 YEAR 1999 CONCERNING CONSUMER PROTECTION

ABSTRACT

Deployment of flat building become one of the best option to solve the housing needs problem in the densely populated urban areas. People who buy flat units which managed by the developer will obtain a Certificate of Property ownership (Freehold Title) on the flat Unit through the various stages in the process sale and purchage agreement. The purpose of having Certificate of Property ownership (Freehold Title) is to ensure legal certainty regarding the status of Freehold Title registered for the flat units, also to ensure the legal certainty about the subject and object of the ownership, which are registered under National Land Agency. But in reality the buyers did not get the Certificate of Property ownership (Freehold Title) on flats unit because they're unable to process the Sale and Purchase Agreement, although they have settled the payment. These things occurred due to breach of contracts done by developer against the Bank, where most of the case the developer was not able to pay their loan to the Bank.

The methodology used in this research is the normative juridical where the research focus on the written laws of theory. The nature of the research will be analytical descriptive to provide the big picture related to consumer protection law for the consumer Who's not able to perform Notarial Sale & Purchase Agreement on Apartment (Flat) Unit due to breach of contracts by Developer Against The Bank. The method used in this research are conceptual approach and statute approach. Source of data used for analysis is secondary data that obtained through conceptual and literature study. The approach used in this research analysis will be qualitative approach or primarily exploratory research. The objective is to gain a deep understanding of underlying reasonsand motivations about the case study. Data collection method in this research is done through the literature review and interviews. The data analysis will used a qualitative approach.

The research’s result here showed that whenever a Property Developer need additional working capital through Bank's credit, there will be a contractual relationship between the Property Developer and Bank as outlined in the construction work capital credit agreement as a principal agreement an also APHT is an additional agreement to it(accessoir). Property Developeras the debitor responsible to pay back the loan on time to Bank as the creditor, as written in the construction work capital credit agreement. If Property Developer default, then the certificate of Property ownership (Freehold Title) on flats unit that registered under Developer name, where the right for this certificate will still remain with the Bank, as Developer put it as guarantee againts the loan. The consequence is they will not able to proceed to the Sale and Purchase Agreement, in other word certificate of Property ownership (Freehold Title) that still registered under Developer’s name could not transferred and divided into buyer’s name. The buyers of flat unit will need legal assistance according to the consumerlegal and rights protection. Developers shall compensate or reimburse the buyers of the flat units by returning the amount of money that has been given at the time of payment of the flat units. To settle the dispute, Consumers can sue the developer through the courts or institutions outside the court. Author suggest that Government should supervise and observe the Bank that provide the credit loan to Developer, and impose sanctions to the defaulting developer and against the law. The Property Developer should provide clear and honest information to consumers, and consumers who will buy flat units should be more careful when reading the content and must make sure to understand the details binding in sale & purchase Agreement. The potential buyer also should listen properly all information provided by the developers in order to avoid any legal problems in future.

(3)

DAFTAR ISI

Judul ... i

Pernyataan Keaslian ... ii

Pengesahan Pembimbing ... iii

Persetujuan Panitia Sidang ... iv

Pernyataan Telah Mengikuti Sidang ... v

Persetujuan Revisi ... vi

Kata Pengantar ... vii

Abstrak ... xi

Abstract ... xii

Daftar isi ... xiii

Daftar Singkatan ... xviii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Kerangka Pemikiran ... 10

F. Metode Penelitian ... 18

(4)

BAB II : TINJAUAN UMUM PERJANJIAN JUAL BELI SATUAN RUMAH SUSUN ANTARA DEVELOPER SEBAGAI PELAKU USAHA DAN PEMBELI SATUAN RUMAH SUSUN SEBAGAI KONSUMEN

A. Hukum Agraria ... 25

1. Sejarah Hukum Agraria ... 25

2. Pengertian Hukum Agraria ... 27

3. Hak-hak atas Tanah ... 31

4. Pendaftaran Tanah ... 36

5. Sertipikat Hak atas Tanah ... 41

6. Peralihan Hak atas Tanah ... 42

B. Hukum Rumah Susun di Indonesia ... 46

1. Pengertian Rumah Susun ... 46

2. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun ... 47

3. Status Hak atas Tanah yang Dibangun Rumah Susun ... 54

4. Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun ... 56

5. Kepemilikan Satuan Rumah Susun ... 59

C. Perjanjian Jual Beli Satuan Rumah Susun antara Developer sebagai Pelaku Usaha dan Pembeli Satuan Rumah Susun sebagai Konsumen 1. Perikatan pada Umumnya ... 60

a. Pengertian dan Sumber-sumber Perikatan ... 60

(5)

c. Asas-asas Hukum Perjanjian ... 64

d. Macam-macam Perikatan ... 66

e. Wanprestasi dan Akibat Wanprestasi ... 69

f. Hapusnya Perikatan ... 71

2. Aspek Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Satuan Rumah Susun ... 74

a. Dasar Hukum Perjanjian Jual Beli Satuan Rumah Susun ... 74

b. Pengertian dan Pengaturan Perlindungan Konsumen ... 79

c. Hubungan Hukum antara Developer sebagai pelaku usaha dan Pembeli Satuan Rumah Susun sebagai Konsumen ... 84

d. Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Developer sebagai Pelaku Usaha dalam Perjanjian Jual Beli Satuan Rumah Susun ... 86

e. Hak dan Kewajiban Pembeli Satuan Rumah Susun sebagai Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Satuan Rumah Susun ... 89

BAB III : Tinjauan Umum Hubungan Kontraktual antara Developer sebagai Debitur dan Pihak Bank sebagai Kreditur A.Peranan Bank dalam Kegiatan Perekonomian Masyarakat ... 91

1. Pengertian Bank ... 91

(6)

3. Prinsip-prinsip Umum Perbankan ... 99

4. Jenis-jenis Kredit ... 102

B. Hubungan Hukum antara Bank dan Developer sebagai

Nasabah Pengguna Jasa Perbankan

1. Pengertian Nasabah ... 104

2. Perjanjian sebagai Landasan Hubungan Hukum antara Bank

dan Nasabah ... 105

3. Hubungan Kontraktual antara Developer dan Bank ... 108

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG TIDAK DAPAT MELAKSANAKAN AKTA JUAL BELI ATAS SATUAN RUMAH SUSUN KARENA ADANYA WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH DEVELOPER TERHADAP BANK

A. Hubungan Kontraktual antara Developer dan Pihak Bank

atas Jaminan yang Merupakan Perencanaan dari

Pembangunan Rumah Susun ... 115

B. Tanggungjawab Hukum Developer Baik Terhadap Bank

maupun Konsumen dan Perlindungan Hukum bagi Konsumen dalam Hal Terjadinya Wanprestasi oleh

Developer ... 132 1. Tanggung Jawab Hukum Developer terhadap Bank ... 133

2. Tanggung Jawab Hukum Developer terhadap Konsumen ... 137

(7)

Wanprestasi oleh Developer ... 144

C. Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan Konsumen Bila

Developer Melakukan Wanprestasi ... 147

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan ... 157

b. Saran ... 158

(8)

DAFTAR SINGKATAN

1. AJB : Akta Jual Beli

2. APHT : Akta Pemberian Hak Tanggungan

3. BPN RI : Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

4. BPSK : Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

5. HGB : Hak Guna Bangunan

6. HGU : Hak Guna Usaha

7. KUHPer : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

8. PP : Peraturan Pemerintah

9. P.T. : Perseroan Terbatas

10.PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

11.PPJB : Perjanjian Pengikatan Jual Beli

12.SKMHT : Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

13.UUD 1945 : Undang-Undang Dasar 1945

14.UUHT : Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

15.UUP : Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

16.UUPA : Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria

17.UUPK : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh

Aristoteles, yang menyatakan bahwa manusia adalah Zoon Politicon. Kata Zoon

Politicon merupakan padanan dari kata Zoon yang berarti “hewan” dan Politicon

yang berarti “bermasyarakat”. Aristoteles menerangkan bahwa manusia

dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain, sehingga

kebutuhan manusia yang satu dapat dipenuhi manusia lainnya. Menurut Abraham

Maslow manusia mempunyai 5 (lima) macam kebutuhan yang membentuk

tingkatan-tingkatan atau hirarki dari yang paling penting hingga yang sulit untuk

dicapai atau didapat. Adapun tingkatan-tingkatan kebutuhan tersebut adalah

kebutuhan fisiologis atau dasar, contohnya sandang, pangan, papan; kebutuhan

akan keamanan, contohnya bebas dari ancaman; kebutuhan sosial, contohnya

memiliki teman dan keluarga; kebutuhan penghargaan, contohnya pujian dan

penghargaan; dan yang terakhir kebutuhan aktualisasi diri, contohnya kebutuhan

untuk berekspresi.1

Berdasarkan teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow,

kebutuhan akan papan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan

akan papan berkaitan dengan ketersediaan tanah. Tanah memiliki peranan yang

sangat penting didalam kehidupan sehari-hari manusia, antara lain untuk tempat

(10)

tinggal, bercocok tanam, melakukan kegiatan usaha dan berbagai aktivitas

lainnya, bahkan sampai meninggal pun manusia memerlukan tanah. Dalam bahasa

Yunani, tanah disebut dengan pedon yang artinya bagian kerak bumi yang

tersusun dari mineral dan bahan organik. Seorang ahli geologi yang bernama

Fedrich Fallon mendefinisikan tanah sebagai lapisan bumi teratas yang terbentuk

dari batuan-batuan yang telah lapuk. Demikian pula menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas

sekali.2

Indonesia mengenal tanah dengan sebutan agraria. Agraria memiliki

pengertian urusan pertanian atau tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah.3

Dalam bahasa Inggris Agraria yang disebut agrarian diartikan dengan tanah dan

dihubungkan dengan usaha pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan seringkali

digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang

bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih

memeratakan penguasaan dan pemilikannya.

Pengaturan tanah di Indonesia adalah berdasarkan Pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya dalam skripsi ini disebut UUD 1945),

yang menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.” Penguasaan tanah oleh negara adalah untuk menciptakan

kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya negara Indonesia untuk

mensejahterakan masyarakat di bidang pertanahan adalah melalui pembentukan

(11)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria

(selanjutnya dalam skripsi ini disebut UUPA). Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUPA

menyatakan bahwa:

“(1) Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.”

Dengan demikian yang dimaksud dengan istilah tanah dalam Pasal 4 ayat

(1) UUPA ialah permukaan bumi.4 Permukaan bumi bermakna sebagai bagian

dari tanah yang dapat dihaki oleh setiap orang atau Badan Hukum. Hak atas tanah

bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah. Hak menguasai dari negara

adalah memberi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,

penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa, menentukan

dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air

dan ruang angkasa, selain itu untuk menentukan dan mengatur

hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi,

air dan ruang angkasa.

3 Poerwadarminta W.J.S, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, Cetakan ke-8,

1985, hlm. 18.

4Permukaan bumi memberikan suatu interpretasi autentik tentang apa yang diartikan oleh pembuat

(12)

Ketersediaan tanah di Indonesia sangat terbatas, namun kebutuhan

masyarakat akan kepemilikan tanah semakin meningkat. Dalam upaya

meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah yang jumlahnya terbatas tersebut,

terutama bagi pembangunan perumahan dan permukiman serta mengefektifkan

penggunaan tanah terutama di daerah-daerah perkotaan yang padat penduduk

maka perlu adanya pengaturan dan penataan atas penggunaan tanah, sehingga

bermanfaat bagi masyarakat. Apalagi jika dihubungkan dengan hak asasi manusia,

maka tempat tinggal merupakan hak bagi setiap Warga Negara, sebagaimana

diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “Setiap

orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan”. Kebutuhan dasar tersebut wajib dihormati, dilindungi, ditegakkan dan

dimajukan oleh pemerintah.5 Tempat tinggal sudah menjadi kebutuhan paling

mendasar setiap manusia yang sangat berpengaruh dalam pembentukan

kepribadian bangsa. Tempat tinggal tidak dapat hanya dilihat sebagai sarana

kebutuhan hidup tetapi merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan

tatanan hidup untuk bersosialisasi dengan manusia lainnya.

Pembangunan rumah susun menjadi salah satu cara yang tepat didalam

memecahkan masalah kebutuhan perumahan di daerah perkotaan yang padat

penduduk, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan

tanah dan membuka ruang terbuka hijau di perkotaan serta dapat digunakan

sebagai salah satu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. Menurut

(13)

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, rumah

susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan

yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik

dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang

masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk

tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah

bersama.

Rumah susun secara yuridis merupakan bangunan gedung bertingkat yang

senantiasa mengandung sistem kepemilikan perseorangan dengan Hak Bersama,

dimana penggunaannya untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri ataupun

secara terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Terkait dengan itu

terdapat beberapa macam rumah susun. Pertama, rumah susun hunian, yakni

rumah susun yang digunakan untuk akomodasi atau tempat tinggal seperti

perumahan, apartemen dan bangunan lainnya yang berfungsi untuk tempat

tinggal. Kedua, rumah susun komersial, adalah bangunan yang digunakan untuk

kepentingan-kepentingan komersial seperti perkantoran, pertokoan, pabrik,

restoran, bank dan lain sebagainya. Ketiga, rumah susun industri, yaitu merupakan

bangunan yang digunakan untuk kepentingan industri misalnya penyimpanan

barang dalam jumlah besar atau aktifitas pabrik dan industri lainnya. Keempat,

rumah susun keramahtamahan misalnya hotel, motel, hostel dan sebagainya.6

Rumah susun dapat dikelola oleh pengembang atau yang biasa disebut

dengan istilah developer dan dapat juga dikelola oleh pemerintah setempat.

(14)

Developer bertanggung jawab penuh atas pembangunan rumah susun sejak proses

pembelian tanah sampai dengan bangunan rumah susun tersebut selesai dibangun.

Pemerintah pun berperan aktif dalam membina para developer selama proses

pembangunan rumah susun dari perencanaan pembangunan, pengaturan,

pengendalian dan pengawasan. Setelah developer mendapatkan izin untuk

membangun rumah susun, maka developer akan memasarkan satuan rumah susun

tersebut dalam bentuk iklan di media elektronik maupun media cetak. Dengan

banyaknya tawaran menarik yang diberikan oleh developer, banyak orang yang

tertarik untuk membeli satuan rumah susun tersebut. Seiring dengan

perkembangan zaman, saat ini banyak orang yang lebih memilih untuk tinggal di

rumah susun dibandingkan di perumahan biasa. Saat ini pun sebagian orang

membeli satuan rumah susun tidak hanya untuk dihuni, melainkan juga untuk

berinvestasi. Rumah susun saat ini bukan lagi merupakan kebutuhan dasar untuk

tempat tinggal, namun sudah menjadi objek investasi bagi orang-orang yang

berpenghasilan cukup.

Masyarakat yang membeli satuan rumah susun yang dikelola oleh

developer akan memperoleh Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

melalui berbagai tahapan dalam proses jual beli. Dalam kasus yang diteliti oleh

penulis, proses jual beli diawali dengan ditandatanganinya Perjanjian Pengikatan

Jual Beli (selanjutnya dalam skripsi ini disebut PPJB) dihadapan notaris karena

rumah susun yang akan diperjualbelikan belum selesai dibangun. Berdasarkan

Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun,

(15)

proses jual beli satuan rumah susun sebelum pembangunan rumah susun selesai

dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat di hadapan notaris.

Setelah penandatanganan PPJB pembeli satuan rumah susun berkewajiban

membayar uang muka kepada developer. Apabila pembangunan rumah susun

telah selesai dan sudah layak huni akan dilaksanakan penandatanganan Akta Jual

Beli (selanjutnya dalam skripsi ini disebut AJB), dan pembeli satuan rumah susun

akan melunasi harga jual belinya. Setelah harga satuan rumah susun dilunasi maka

pembeli akan memperoleh Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atas

nama pembeli yang bersangkutan yang berasal dari pemecahan sertipikat induk

sebagai bukti kepemilikan atas satuan rumah susun yang telah dibelinya.

Dalam kasus yang diteliti oleh penulis, pembeli satuan rumah susun tidak

memperoleh Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun karena tidak dapat

melaksanakan penandatanganan AJB meskipun harga jual belinya telah dilunasi

dan rumah susun sudah selesai dibangun oleh developer dan sudah dihuni oleh

konsumen yang membeli satuan rumah susun tersebut. Hal ini terjadi karena

adanya wanprestasi yang dilakukan oleh developer terhadap Bank. Wanprestasi

terjadi karena developer tidak dapat melunasi pinjamannya kepada Bank

sehingga Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atas nama developer

yang merupakan sertipikat induk yang dijaminkan oleh developer kepada Bank

pada saat perencanaan pembangunan rumah susun masih berada dalam

penguasaan Bank.

(16)

Tujuan dari penerbitan Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum mengenai status hak yang

didaftarkan, kepastian mengenai subyek hak dan kepastian obyek hak yang

didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (selanjutnya dalam

skripsi ini disebut BPN RI). Wanprestasi yang dilakukan oleh developer terhadap

Bank yang menyebabkan tidak dapat diterbitkannya Sertipikat Hak Milik atas

Satuan Rumah Susun menimbulkan kerugian bagi pembeli satuan rumah susun.

Oleh karena itu pembeli satuan rumah susun sebagai konsumen membutuhkan

perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen (selanjutnya dalam skripsi ini disebut UUPK).

Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Hubungan Kontraktual Antara

Konsumen, Developer dan Bank Dihubungkan dengan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen yang Tidak Dapat Melaksanakan Akta Jual Beli atas Satuan Rumah Susun karena Adanya Wanprestasi yang Dilakukan oleh Developer Terhadap Bank Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen”.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana hubungan kontraktual antara developer dan pihak Bank atas

(17)

2. Bagaimana tanggungjawab hukum developer baik terhadap Bank maupun

konsumen dan perlindungan hukum bagi konsumen dalam hal terjadinya

wanprestasi oleh developer terhadap Bank ?

3. Apakah langkah hukum yang dapat dilakukan konsumen bila developer

melakukan wanprestasi ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan kontraktual antara

developer dan pihak Bank atas jaminan yang merupakan perencanaan dari

pembangunan rumah susun.

2. Untuk mendapatkan gambaran mengenai tanggungjawab hukum developer

baik terhadap Bank maupun konsumen dan perlindungan hukum bagi

konsumen dalam hal terjadinya wanprestasi oleh developer terhadap Bank.

3. Untuk mengetahui langkah hukum yang dapat dilakukan konsumen bila

developer melakukan wanprestasi.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :

1. Secara teoritis :

Memberikan masukan bagi perkembangan ilmu hukum khususnya mengenai

perlindungan hukum terhadap konsumen yang tidak dapat melaksanakan Akta

(18)

oleh developer terhadap bank dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Secara praktis :

a. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam memberikan perlindungan

hukum terhadap konsumen yang tidak dapat melaksanakan AJB atas

satuan rumah susun karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh

developer terhadap Bank.

b. Memberikan masukan bagi para praktisi hukum dalam memberikan

perlindungan hukum terhadap konsumen yang tidak dapat melaksanakan

AJB atas satuan rumah susun karena adanya wanprestasi yang dilakukan

oleh developer terhadap Bank.

c. Memberikan masukan bagi masyarakat khususnya yang akan membeli

satuan rumah susun mengenai perlindungan hukum kepada masyarakat

sebagai konsumen yang tidak dapat melaksanakan AJB atas satuan rumah

susun karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh developer terhadap

Bank.

E. Kerangka Pemikiran

Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Hal ini dapat

diketahui dari tujuan pembentukan negara Indonesia yang dimuat dalam alinea ke

4 Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa :

(19)

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”.

Negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan berperan aktif dalam

menciptakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk tanggung jawab negara

Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang pertanahan

adalah dengan memberlakukan UUPA.

Wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai tanah oleh negara

diatur dalam Pasal 4 UUPA yang berbunyi :

“(1) Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi”.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa Pasal 4 UUPA

memberi wewenang kepada pemegang hak atas tanah untuk menggunakan

tanahnya, demikian pula tubuh bumi dan ruang yang ada diatasnya sekedar

diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan

tanah itu karena hak atas tanah meliputi semua hak yang diperoleh langsung dari

negara yang disebut hak primer dan semua hak yang berasal dari pemegang hak

atas tanah lain berdasarkan pada perjanjian bersama yang disebut hak sekunder.

Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai persamaan, dimana pemegangnya

(20)

untuk mendapat keuntungan dari orang lain melalui perjanjian dimana satu pihak

memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain.7

Tujuan dari adanya pengaturan hak-hak atas tanah tersebut adalah untuk

memaksimalkan masyarakat dalam mengelola tanah, sehingga hak-hak atas tanah

tersebut dapat memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum.

Pemanfaatan tanah diatur di dalam Pasal 9 ayat (2) UUPA yang berbunyi

sebagai berikut :

“Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”.

Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun adalah

berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah (selanjutnya dalam skripsi ini disebut PP Nomor 24 Tahun

1997) yang menyatakan bahwa :

“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Transaksi jual beli atas satuan rumah susun diawali dengan

ditandatanganinya PPJB dihadapan notaris, kemudian pembeli sebagai konsumen

membayar uang muka kepada developer. Apabila pembangunan rumah susun

telah selesai dan sudah layak huni akan dilaksanakan penandatanganan AJB dan

(21)

pembeli akan melunasi harga jual belinya. Setelah harga satuan rumah susun di

lunasi maka pembeli akan memperoleh Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah

Susun atas nama pembeli yang bersangkutan yang berasal dari pemecahan

sertipikat induk sebagai bukti kepemilikan atas satuan rumah susun yang telah

dibelinya.

Dalam kasus yang diteliti oleh penulis, pembeli satuan rumah susun tidak

memperoleh Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun karena tidak dapat

melaksanakan penandatanganan AJB meskipun harga jual belinya telah dilunasi

dan rumah susun sudah selesai dibangun oleh developer dan sudah dihuni oleh

konsumen yang membeli satuan rumah susun tersebut. Hal ini terjadi karena

adanya wanprestasi yang dilakukan oleh developer terhadap Bank. Wanprestasi

terjadi karena developer tidak dapat melunasi pinjamannya terhadap Bank

sehingga Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atas nama developer

yang merupakan sertipikat induk yang dijaminkan oleh developer kepada Bank

pada saat perencanaan pembangunan rumah susun masih berada dalam

penguasaan Bank. Keberadaan Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

sangat penting bagi pemilik satuan rumah susun tersebut. Tujuan dari penerbitan

Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun adalah untuk menjamin adanya

kepastian hukum mengenai status hak yang didaftarkan, kepastian mengenai

(22)

yang dihadapi konsumen tersebut pada dasarnya disebabkan oleh kurang adanya

tanggung jawab pelaku usaha dan juga lemahnya pengawasan pemerintah.8

Wanprestasi merupakan terminologi dalam Hukum Perdata yang artinya

ingkar janji (tidak menepati janji) yang diatur dalam Buku ke III Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya dalam skripsi ini disebut KUHPerdata).

Wanprestasi harus didasari adanya suatu perjanjian, baik perjanjian tersebut

dibuat secara lisan maupun tertulis, baik dalam bentuk perjanjian di bawah tangan

maupun dalam bentuk akta otentik. Seseorang tidak dapat dinyatakan wanprestasi,

jika ia tidak terikat hubungan kontraktual.9 Hubungan kontraktual dalam bidang

perbankan adalah hubungan antara Bank dengan nasabah yang dituangkan dalam

bentuk tertulis. Perjanjian tertulis antara Bank dengan nasabah tersebut

dituangkan dalam perjanjian baku. Perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya

dibuat oleh salah satu pihak dan pihak tersebut adalah pihak yang biasanya

mempunyai kekuasaan yang lebih kuat, dalam hal ini adalah pihak Bank. Pihak

lain dalam hal ini adalah nasabah atau developer, cukup memberikan

persetujuannya dengan menandatangani atau tidak menandatangani perjanjian

tersebut.10 Dalam kasus yang diteliti oleh penulis, hubungan kontraktual yang

timbul antara Bank dan developer sebagai nasabah diawali dengan dibuatnya

perjanjian Kredit Modal Kerja Konstruksi. Perjanjian Kredit Modal Kerja

8 Zumrotin, Problematika Perlindungan Konsumen di Indonesia, Sekarang dan yang Akan Datang, Makalah, Disampaikan dalam Seminar Nasional Perlindungan Konsumen dalam Era Pasar Bebas yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tanggal 15 Maret 1997, Surakarta : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, hlm. 2. 9 Yohanes Sogar Simamora, Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas dalam Kontrak Pemerintah

Indonesia, disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya pada hari Sabtu tanggal 8 Nopember 2008, hlm. 10.

(23)

Konstruksi merupakan perjanjian baku (standard contract), dimana isi atau

klausula-klausula perjanjian Kredit Modal Kerja Konstruksi tersebut telah

dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blanko). Calon nasabah debitur

tinggal membubuhkan tanda tangannya saja apabila bersedia menerima isi

perjanjian tersebut, tidak memberikan kesempatan kepada calon debitur untuk

membicarakan lebih lanjut isi atau klausula-klausula yang diajukan pihak Bank.

Pada tahap ini, kedudukan calon debitur sangat lemah, sehingga menerima saja

syarat-syarat yang telah ditentukan secara sepihak oleh pihak Bank, karena jika

tidak demikian calon debitur tidak akan mendapatkan kredit yang dimaksud.11

Setelah dibuatnya perjanjian Kredit Modal Kerja Konstruksi, timbullah

perjanjian berupa pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya

dalam skripsi ini disebut APHT) dihadapan PPAT, yang ditandatangani oleh Bank

(kreditur) sebagai penerima hak tanggungan dan developer (debitur) sebagai

pemberi hak tanggungan yaitu sebagai pihak yang menjaminkan Hak Milik atas

Satuan Rumah Susun yang dibangunnya. Pasal 47 ayat 5 Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun menyatakan bahwa: “Sertipikat Hak Milik

Satuan Rumah Susun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak

tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dalam

Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah

(selanjutnya dalam skripsi ini disebut UUHT) disebutkan bahwa APHT memuat

antara lain : identitas para pihak, penunjukan secara jelas utang-utang yang

(24)

dijamin, nilai hak tanggungan, uraian mengenai objek hak tanggungan dan

janji-janji hak tanggungan. Dalam praktik perbankan, pemberian hak tanggungan yang

ditandai dengan pembuatan APHT ini dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu :

(a) Penandatanganan APHT dilakukan oleh pemilik jaminan bersamaan

dengan penandatanganan perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok;

(b) Dengan membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

(selanjutnya dalam skripsi ini disebut SKMHT). SKMHT dibuat karena

pemilik jaminan pada saat penandatanganan perjanjian kredit, tidak segera

melakukan pembebanan hak tanggungan. SKMHT adalah surat kuasa

khusus yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT atau Notaris yang

ditandatangani pemilik jaminan. Dalam SKMHT pemilik jaminan

memberikan kuasa khusus kepada kreditur (Bank) untuk menandatangani

APHT.

APHT harus segera didaftarkan ke kantor pertanahan setempat.

Berdasarkan APHT yang telah didaftarkan kantor pertanahan akan menerbitkan

Sertipikat Hak Tanggungan yang kemudian diserahkan kepada Bank (kreditur)

sebagai pemegang hak tanggungan.12

Dalam kasus yang diteliti oleh penulis kewajiban developer untuk

melunasi pinjamannya terhadap Bank tidak dapat dipenuhi, sehingga

menimbulkan kerugian bagi pembeli satuan rumah susun karena tidak dapat

Utama, 2003, hlm. 265.

(25)

melaksanakan penandatanganan AJB, yang mengakibatkan pemilik satuan rumah

susun tidak dapat memperoleh Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.

Pembeli satuan rumah susun sebagai konsumen yang dirugikan karena developer

melakukan wanprestasi kepada Bank harus mendapatkan perlindungan hukum

berdasarkan UUPK.

Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan

pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan

perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua

hak-hak yang diberikan oleh hukum.13

Maria Theresia Geme mengartikan perlindungan hukum adalah berkaitan

dengan tindakan negara untuk melakukan sesuatu dengan memberlakukan hukum

negara secara eksklusif dengan tujuan untuk memberikan jaminan kepastian

hak-hak seseorang atau kelompok orang.14

Menurut Pasal 19 ayat (1) dan (2) UUPK :

“(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

13Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 54.

(26)

Ketentuan tersebut diatas merupakan upaya untuk memberikan perlindungan

hukum kepada konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha. Demikian pula dalam

transaksi jual beli satuan rumah susun antara developer sebagai pelaku usaha dan

pembeli satuan rumah susun sebagai konsumen, apabila konsumen mengalami

kerugian karena tidak dapat melaksanakan AJB karena adanya wanprestasi yang

dilakukan oleh developer terhadap Bank, maka ia berhak untuk menuntut

penggantian kerugian kepada developer yang bersangkutan.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

metode penelitian Yuridis Normatif. Metode penelitian Yuridis Normatif adalah

penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yang meliputi

aspek teori, sejarah, filosofis, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan

materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal dan kekuatan

mengikat suatu undang-undang.15 Metode penelitian Yuridis Normatif digunakan

untuk menemukan kebenaran dalam suatu penelitian hukum, yang dilakukan

melalui cara berpikir deduktif dan kriterium kebenaran koheren.

1. Sifat Penelitian

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka

penulis menggunakan sifat penelitian deskriptif analisis, yaitu suatu

penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang

(27)

atas satuan rumah susun karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh

developer terhadap Bank.

2. Pendekatan Penelitian

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan

konseptual (conceptual approach) dan pendekatan Undang-Undang (statute

approach). Pendekatan konseptual (conceptual approach) dilakukan dengan

menelaah konsep-konsep yuridis yang berkaitan dengan perlindungan hukum

terhadap konsumen yang tidak dapat melaksanakan AJB atas satuan rumah

susun karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh developer terhadap

Bank. Pendekatan Undang-Undang (statute approach) dilakukan dengan

menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

perlindungan hukum terhadap konsumen yang tidak dapat melaksanakan AJB

atas satuan rumah susun karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh

developer terhadap Bank.

3. Jenis Data

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini digolongkan sebagai

data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan.

Data sekunder diperoleh dengan studi kepustakaan yang dilakukan dengan

mengumpulkan, menyeleksi dan meneliti peraturan perundang-undangan,

(28)

buku-buku dan sumber bacaan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan yang

dilakukan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori atau

pendapat-pendapat mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen yang tidak

dapat melaksanakan AJB atas satuan rumah susun karena adanya

wanprestasi yang dilakukan oleh developer terhadap Bank. Data sekunder

meliputi :

1. Bahan hukum primer yang berupa :

a. Undang-Undang Dasar 1945.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria.

d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan

dengan Tanah.

e. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

(29)

f. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa.

g. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman.

h. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah

Susun.

i. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1988 Tentang Rumah

Susun.

j. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah.

k. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah.

l. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002

Tentang Bangunan Gedung.

m. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun

1989 Tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian Serta

Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun.

n. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun

1989 Tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah

serta Penerbitan Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah

(30)

o. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah.

p. Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor

11/KPTS/1994 Tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah

Susun.

q. Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor

09/KPTS/1995 Tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.

2. Bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku, berbagai hasil

penelitian dan karya ilmiah yang berkaitan dengan perlindungan

hukum terhadap konsumen yang tidak dapat melaksanakan AJB

atas satuan rumah susun karena adanya wanprestasi yang dilakukan

oleh developer terhadap Bank.

3. Bahan hukum tersier yang berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Kamus Hukum, Black’s Dictionary Law dan Majalah Hukum dan

Pembangunan.

b. Wawancara (interview)

Untuk memperoleh data primer yang berfungsi untuk mendukung

(31)

interview) dengan para responden, yaitu suatu wawancara yang disertai

dengan suatu daftar pertanyaan yang disusun sebelumnya.16

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis terhadap data yang ada adalah dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan secara kualitatif tidak

digunakan parameter statistik guna menganalisis data yang ada.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri atas 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

BAB I memaparkan mengenai latar belakang, identifikasi masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM PERJANJIAN JUAL BELI SATUAN RUMAH SUSUN ANTARA DEVELOPER SEBAGAI PELAKU USAHA DAN PEMBELI SATUAN RUMAH SUSUN SEBAGAI KONSUMEN Bagian ini memuat tentang teori-teori hukum yang berhubungan dengan kasus

yang dibahas dalam penulisan skripsi ini yaitu Hukum Agraria, Hukum

Rumah Susun di Indonesia dan Perjanjian Jual Beli Satuan Rumah Susun

antara developer sebagai pelaku usaha dan pembeli satuan rumah susun

sebagai konsumen.

(32)

BAB III : TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KONTRAKTUAL ANTARA DEVELOPER SEBAGAI DEBITUR DAN PIHAK BANK SEBAGAI KREDITUR

Bagian ini memuat tentang teori-teori hukum yang berhubungan dengan kasus

yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu peranan Bank dalam kegiatan

perekonomian masyarakat dan hubungan hukum antara Bank dan developer

sebagai nasabah pengguna jasa perbankan.

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG TIDAK DAPAT MELAKSANAKAN AKTA JUAL BELI ATAS SATUAN RUMAH SUSUN KARENA ADANYA WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH DEVELOPER TERHADAP BANK

Bagian ini berisi uraian yang memuat pembahasan dan analisis mengenai

hubungan kontraktual antara developer dan pihak Bank atas jaminan yang

merupakan perencanaan dari pembangunan rumah susun, tanggung jawab

hukum developer baik terhadap Bank maupun konsumen dan perlindungan

hukum bagi konsumen dalam hal terjadinya wanprestasi oleh developer

terhadap Bank dan langkah hukum yang dapat dilakukan konsumen bila

developer melakukan wanprestasi.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran-saran yang relevan

(33)

WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH DEVELOPER TERHADAP BANK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menempuh Sidang Ujian Sarjana dan meraih gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Dina Pinkan Tambunan 1287049

Pembimbing :

Dr. P. Lindawaty S. Sewu, S.H., M.Hum., M.Kn. Dr. Yenny Yuniawaty, S.H., S.E., Ak., Not.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

(34)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. P.T. X sebagai developer untuk menambah modal kerjanya mengajukan

permohonan kredit kepada Bank Y yang dituangkan dalam perjanjian Kredit

Modal Kerja Konstruksi. Untuk menjamin pengembalian kreditnya P.T. X

meletakkan jaminan atas rumah susun yang dibangunnya yang dituangkan

dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Dengan demikian hubungan

kontraktual antara developer dan pihak Bank Y dituangkan dalam perjanjian

Kredit Modal Kerja Konstruksi sebagai perjanjian pokok dan APHT sebagai

perjanjian assesoir.

2. Developer bertanggung jawab untuk mengembalikan pinjamannya kepada

Bank Y sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian Kredit Modal Kerja

Konstruksi. Apabila debitur wanprestasi maka Sertipikat Hak Milik atas

Satuan Rumah Susun atas nama developer yang merupakan sertipikat induk

yang dijaminkan oleh developer masih berada dalam penguasaan Bank Y

sehingga tidak dapat dilaksanakan AJB yang mengakibatkan Sertipikat Hak

Milik atas Satuan Rumah Susun atas nama developer tidak dapat dipecah

menjadi Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atas nama pembeli.

Pembeli satuan rumah susun membutuhkan perlindungan hukum berdasarkan

(35)

lelang yang akan melaksanakan AJB dengan pembeli satuan rumah susun dan

menyerahkan Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun kepada pembeli.

3. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, langkah hukum yang dapat ditempuh dalam penyelesaian

sengketa di bidang rumah susun adalah dengan terlebih dahulu diupayakan

berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Jika dalam hal penyelesaian

sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang

dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan

pengadilan umum atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan yang disepakati

para pihak yang bersengketa melalui penyelesaian sengketa. Penyelesaian

sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi,

mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan dalam skripsi ini dan kesimpulan yang

dirumuskan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Sebaiknya pemerintah lebih ketat dalam mengawasi Bank yang akan

memberikan pinjaman kepada developer, mengawasi kinerja developer pada

saat pembangunan rumah susun dan memberikan sanksi administratif kepada

developer, seperti pencabutan izin usaha hingga penutupan lokasi

(36)

hanya memikirkan kepentingan dan keuntungannya dari menjual satuan rumah

susun kepada pembeli tanpa memperhatikan kepentingan konsumen.

2. Sebaiknya ada peraturan yang mengatur jika rumah susun di lelang oleh pihak

Bank, maka syarat keikutsertaan lelang, peserta lelang sudah diminta untuk

melanjutkan pengalihan hak atas satuan rumah susun. Hal tersebut bertujuan

agar kepentingan konsumen untuk mendapat unit satuan rumah susun tetap

terlindungi. Selain itu developer P.T. X sebaiknya memberikan informasi yang

benar dan sesuai dengan kenyataannya dan tidak menyesatkan para pembeli

satuan rumah susun agar hak-haknya sebagai konsumen tidak dirugikan.

3. Sebaiknya para konsumen atau calon pembeli satuan rumah susun teliti dan

harus memahami dalam membaca dan mendengarkan informasi yang

diberikan oleh developer. Konsumen juga harus lebih waspada mengingat

seringnya pihak developer melakukan penyampaian informasi secara

berlebihan. Untuk itu konsumen perlu selektif terhadap informasi yang

diberikan dan berusaha mencocokkannya dengan kenyataan yang ada pada

(37)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU:

A. Anwar Prabu, Evaluasi Kerja SDM, Bandung : Sinar Grafika, 2010.

A.P Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, Cetakan Ke-6, 1991.

Adrian Sutedi (1), Hukum Rumah Susun & Apartemen, Jakarta : Sinar Grafika, Cetakan Pertama, 2010.

_____________ (2), Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (1), Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo, 2000.

_____________ (2), Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta: Transmedia Pustaka, 2001.

Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Andi Hamzah, Kamus Hukum, Jakarta: Ghalilea Indonesia, 1986.

Arie S. Hutagalung, Kondominium dan Permasalahannya, Cet I Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998.

Arie Sukanti Hutagalung, Program Retribusi Tanah di Indonesia, Jakarta : Rajawali, 1995.

Arthur P, Crabtree, You and the law, Chapter VI, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2000.

Az. Nasution (1), Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media, 2001.

_____________ (2), Konsumen dan Hukum, Jakarta: Sinar Harapan, 2000.

Bachsan Mustofa, Hukum Agraria dalam Perspektif, Bandung: Remadja Karya, 1998.

(38)

_____________ (2), Memperoleh Tanah bagi Keperluan Instansi Pemerintah dan Badan-Badan Hukum Milik Negara/Pemerintah Daerah, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2000.

Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid 1. Cetakan ke-9, Jakarta: Djambatan, 2003.

Budi Santoso, Sukses Berinvestasi Tanah, Rumah, dan Properti Komersial, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009.

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Djuhaendah Hasan. Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.

Ellen Pantouw, Sumber Pinjaman untuk Usaha Anda, Jakarta: Mediatama, 2009.

Erwin Kallo, Perlindungan Hukum untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun, Jakarta: Minerva Athena Pressindo, 2009.

Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

G.M. Verryn Stuart dalam Thomas Suyatno dkk, Kelembagaan Perbankan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.

H. Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid 1, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004.

H. Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Fikahati Aneske dan BANI, 2002.

H. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni, 2006.

H. Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

H. Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

(39)

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.

Howar D, Cross dan George H. Hempel, Management Politic for Commercial Bank, Prentice Hall, Inc, Englewood Cliffs, N.J. 1973.

Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Yogyakarta: Liberty, 1981.

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi 6, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Mariam Darus Badrulzaman (1), Aneka Hukum Bisnis, Bandung : Alumni, 2005.

_____________ (2), Perjanjian Kredit Bank, Cetakan kedua, Bandung: Alumni, 1983.

_____________ (3), Perjanjian Kredit Bank, Medan: Gramedia Pustaka, 2000.

_____________ (4), Keputusan-keputusan Tentang Perkara Perdata Bappit Cabang Sumatera Utara, Medan: Gramedia Pustaka, 1962.

Muhammad Yamin Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung: Mandar Maju, 2010.

Munir Fuady (1), Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, Buku Kesatu, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

_____________ (2), Hukum Perbankan Modern, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

Nurul Ichsan Hasan, Pengantar Perbankan, Jakarta: Referensi (Gaung Persada Press Group), 2014.

Oliver G. Wood, Jr, Commercial Banking, New York: D. Van Nostrand Company, 1978.

P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009.

R. Serfianto Dibyo Purnomo, Iswi Hariyani, Cita Yustisia, Kitab Hukum Bisnis Properti, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011.

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Jakarta: Bina Cipta, 1977.

(40)

R. Subekti (1), Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1979.

_____________ (2), Hukum Perjanjian, Cetakan kelima, Jakarta: Intermasa, 1975.

Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Rosmidi, Mimi dan Imam Koeswahyono, Konsepsi Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dalam Hukum Agraria, Malang : Setara Press, 2010.

Ruddy Tri Santoso, Mengenal Dunia Perbankan, Yogyakarta: Andi Offset, 1998.

S. Imran, Asas-Asas dalam Berkontrak: Suatu Tinjauan Historis Yuridis pada Hukum Perjanjian, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

S. Twum, Banking Law, London: Sweet & Maxwell, 1970.

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000.

Sentosa Sembiring (1), Hukum Perbankan Edisi Revisi, Jakarta : Mandar Maju, 2012.

_____________ (2), Hukum Perbankan Edisi Revisi, Jakarta: Mandar Maju, 2013.

Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Universitas Terbuka, Jakarta: Karunika, 1988.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.

Subekti, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta: Liberty, 1980.

Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria (1960) dan Peraturan Pelaksanaannya (1996), Bandung : Citra Aditya Bakti, Cetakan Kesepuluh, 1997.

Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Sutedi, Hukum Perbankan, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2010.

Th. Anita Christiani, Hukum Perbankan, Yogyakarta, Universitas Atma Jaya, 2001.

(41)

Totok Budisantoso dan Nuritomo, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2006.

Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia Simpan, Jasa dan Kredit, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2006.

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Cetakan-2, Jakarta: Kencana. 2000.

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2009.

Wibowo Tunardy, Pemasaran dan Jual Beli Rumah Susun, Jurnal Hukum, 11 Maret 2015.

Winarto, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2008.

YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

(42)

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian Serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1989 Tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

C. KAMUS

Amran Halim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1967.

Black’s Law Dictionary, USA: West Publishing Co, 1991.

Boedi Harsono, Berbagai Masalah Hukum Bersangkutan dengan Rumah Susun dan Pemilikan Satuan Rumah Susun, Jakarta: Majalah Hukum dan Pembangunan, 1989.

Poerwadarminta W.J.S, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Cetakan ke-8, 1985.

(43)

D. HASIL PENELITIAN

Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerjasama dengan ELIPS, Hukum Jaminan Indonesia, dalam makalah yang disajikan Gerald G. Thain, Dasar-dasar Hukum Transaksi Jaminan, Jakarta: ELIPS, 1998.

Maria Theresia Geme, Perlindungan Hukum terhadap Masyarakat Hukum Adat dalam Pengelolaan Cagar Alam Watu Ata Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur, disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2012.

E. KARYA ILMIAH

Mubyarto, Demokrasi Ekonomi Pancasila, disampaikan dalam ceramah yang diselenggarakan di Gedung Kebangkitan Nasional, Jakarta, pada tanggal 16 Mei 1981.

Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan melalui Hubungan Antara Bank dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata pada Fakultas Hukum, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara, Kampus USU, Medan, 2 September 2006.

Yohanes Sogar Simamora, Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas dalam Kontrak Pemerintah Indonesia, disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya Pada Hari Sabtu tanggal 8 Nopember 2008.

Zumrotin, Problematika Perlindungan Konsumen di Indonesia, Sekarang dan yang Akan Datang, Makalah, Disampaikan dalam Seminar Nasional Perlindungan Konsumen dalam Era Pasar Bebas yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tanggal 15 Maret 1997, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

(44)

Wawancara dengan Bapak Agus Setiawan selaku Legal Officer di P.T. Istana Group Bandung, pada tanggal 10 Juni 2016 di Ruang Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Wawancara dengan Bapak Arman Tjoneng selaku Pengacara, pada tanggal 1 Juni 2016 di Ruang Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan mengenai Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Ruang Baca Perpustakaan Umum (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Pengguna

Wawancara pertama dilakukan terhadap seorang narasumber yang dianggap memiliki pengetahuan tentang pengelolaan air di Desa Tajuk, kemudian metode snowballing digunakan

Perencana, sudah selayaknya memahami berbagai masalah yang berkaitan erat dengan aspek pembentukan rupa pada produk yang hendak dibuat dalam hubungannya dengan

diantaranya yakni kebijakan pemerintah, penetapan peraturan perundang-undangan, atau bahkan putusan pengadilan. Prinsip Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Warga Negara

Indikasi : Nyeri dada dan daerah perut bagian samping ( hy- pocandrium ), nyeri punggung, muntah, diare Metode : Ditusuk tegak lurus atau miring sedalam 0,5 cun ,..

Perubahan secara fisuiologis sebagai hasil dari proses kematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat dalam peredaran waktu tertentu..

Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan yaitu “Analisis Metode Gerak dan Lagu terhadap Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini di Taman Kanak-kanak di

Di SMPN 7 Kotabumi merupakan salah satu sekolah yang diunggulkan, namun nilai luhur (karakter) belum tertanam dengan baik pada diri dan prilaku peserta didik