Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
YANG MENGIKUTI PROGRAM “PESANTREN MASA KEEMASAN” DI PESANTREN DAARUT TAUHIID BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
Dian Lidriani
0906820
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
ya g Me gikuti Progra Pesa tre Masa Kee asa
di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
Oleh Dian Lidriani
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Psikologi
© Dian Lidriani 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang,
Dian Lidriani, 2014
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
PERUBAHAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA LANSIA YANG MENGIKUTI PROGRAM “PESANTREN MASA KEEMASAN”
DI PESANTREN DAARUT TAUHIID BANDUNG
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan psychological well being (PWB) pada lansia yang mengikuti program Pesantren Masa Keemasan (PMK). Penelitian ini dilakukan dengan metode campur (mixed methods) dengan jenis eksplanatori. Sesuai prosedur, penelitian ini dilakukan melalui studi kuantitatif terlebih dahulu untuk mengetahui gambaran PWB lansia sebelum dan setelah mengikuti program PMK serta mengetahui perubahannya. Sedangkan studi kualitatif digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari lansia mengenai perubahan PWB yang mereka rasakan setelah mengikuti program PMK. Setelah melakukan serangkaian kegiatan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa lansia mengalami perubahan PWB yang signifikan setelah mengikuti program PMK, dengan hasil uji Wilcoxon 0,000 yang berarti terjadi perubahan yang signifikan, dan dari hasil perhitungan indeks gain sebesar 0,2078 yang berarti terjadi peningkatan nilai PWB setelah mengikuti program PMK. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan enam lansia yang terdiri dari tiga pria dan tiga wanita, bahwa mereka merasakan adanya perubahan yang lebih baik setelah mengikuti program PMK. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa program PMK dapat meningkatkan PWB lansia. Disarankan kepada Pesantren Daarut Tauhiid untuk menambah waktu program PMK untuk memberikan perubahan yang lebih baik untuk lansia sebagai peserta program.
PESANTREN MASA KEEMASAN " AT BOARDING DAARUT TAUHIID BANDUNG
This study aimed to determine changes in psychological well-being ( PWB ) in elderly who follow program of Pesantren Masa Keemasan (PMK). This study was conducted using mixed methods with explanatory type . According to the procedure , the study was conducted through the first quantitative study to describe elderly PWB before and after the PMK program and to find out the changes. While qualitative studies are used to obtain in-depth information about the changes of the elderly PWB they felt after following the PMK program . After conducting a series of research activities , it can be concluded that the elderly experience a significant change in the PWB after PMK program , with Wilcoxon test results of 0.000 , which means a significant change , and from the calculation of the index gain of 0.2078 , which means an increase in the value of the PWB after PMK program . Thus , it can be concluded that PMK program can improve PWB elderly. Pesantren Daarut Tauhiid suggested to add time to give a better change for the elderly as program participants.
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
1.5 Struktur Organisasi Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN TERDAHULU, DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10
2.1 Kajian Teori ... 10
2.1.1 Masa Dewasa Akhir (Lansia) ... 10
2.1.2 Psychological Well Being (PWB) ... 24
2.1.3 Program Pesantren Masa Keemasan (PMK) ... 36
3.8 Teknik Analisis ... 54
3.9 Prosedur Penelitian ... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58
4.1 Hasil Penelitian ... 58
4.1.1 Profil Subyek yang Mengikuti Program PMK ... 58
4.1.3 Gambaran PWB Lansia yang Mengikuti Program Pesantren Masa Keemasan ... 58
4.1.4 Perubahan Nilai PWB Sebelumdan Setelah Program Pesantren Masa Keemasan ... 62
4.1.4.1 Hasil Data Kuantitatif ... 62
4.1.4.2 Hasil Data Kualitatif ... 78
4.2 Pembahasan ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 107
5.1 Kesimpulan ... 107
5.2 Saran ... 108
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil
penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia
dunia tumbuh lebih dari 795.000 setiap bulan (Papalia, 2008: 843), dan
diperkirakan lebih dari dua kali lipatnya pada tahun 2025. Pada saat itu akan
terdapat lebih dari 800 juta orang berusia di atas 65 tahun, dua pertiga dari mereka
berada di negara berkembang (Papalia, 2008: 843).
Menurut Kinsela & Velkoff (Papalia, 2008: 843), pada saat ini orang hidup
lebih lama, terutama di negara berkembang, berkat pertumbuhan ekonomi, nutrisi
yang lebih baik, gaya hidup yang lebih sehat, peningkatan kontrol terhadap
penyakit menular, dan akses yang lebih baik untuk mendapatkan air bersih,
fasilitas sanitasi dan perawatan kesehatan.
Indonesia termasuk salah satu negara berkembang yang saat ini merupakan
lima besar di dunia terbanyak jumlah penduduk lanjut usianya mencapai 18,04
juta jiwa pada tahun 2010 atau mencapai 9,6% (Sucipto, 2012). Sedangkan pada
tahun 2020 diperkirakan jumlah lanjut usia sekitar 28 juta jiwa (BPS, 1997). Jika
tidak dilakukan upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia sejak sekarang akan
menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Kecenderungan timbulnya masalah
ini ditandai dengan angka ketergantungan lanjut usia sesuai Susenas BPS 2008
sebesar 13,72% (Martono, 2011).
Dengan jumlah lansia yang terus meningkat, pemerintah membuat kebijakan
untuk kesejahteraan lansia yang dituangkan dalam Undang-Undang Kesejahteraan
Lanjut Usia (UU No 13/1998). Pasal 1 ayat 1 mengatakan bahwa kesejahteraan
adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun
spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir
batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan
keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi
manusia sesuai dengan Pancasila. Adanya peningkatan jumlah lansia,
menyebabkan perlunya perhatian pada lansia tersebut, agar lansia tidak hanya
berumur panjang, tetapi dapat menikmati masa tuanya dengan bahagia, serta
meningkatkan kualitas hidup mereka. Meskipun banyak lansia dalam kesehatan
yang baik, namun golongan ini tetap merupakan kelompok yang rentan terhadap
penyakit karena terjadinya perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat proses
degeneratif.
Secara psikologis, lanjut usia merupakan fase perkembangan yang menuntut
untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara
fisik maupun psikis. Perubahan yang dirasakan oleh lansia dalam
perkembangannya sebagai dewasa akhir, baik perubahan fisik, psikis, keadaan
lingkungan, ditinggalkan pasangan dan anak, dalam kesendirian memberikan
dampak yang cukup berat untuk mereka.
Hurlock (1991: 387) menjabarkan beberapa masalah umum bagi orang usia
lanjut, yaitu: keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus tergantung
pada orang lain, status ekonomi yang terancam sehingga harus menyesuaikan pola
hidup, mencari teman baru untuk menggantikan suami/istri yang meninggal,
mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin
bertambah, belajar memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa,
mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang direncanakan untuk orang dewasa,
mulai menikmati kegiatan yang dikhususkan untuk orang lanjut usia, serta
menjadi korban atau dimanfaatkan oleh para penjual obat dan kriminalitas karena
mereka tidak sanggup untuk mempertahankan diri. Ciri-ciri usia lanjut cenderung
menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk daripada yang baik dan
kepada kesengsaraan daripada ke kebahagiaan. Itulah sebabnya mengapa menjadi
tua ditakuti oleh sebagian orang.
Ketakutan untuk menjadi tua membuat lansia sulit menerima diri mereka,
tujuan hidup menjadi tidak jelas, cenderung menarik diri dari lingkungan karena
penurunan kondisi fisik, atau terlalu bergantung pada orang lain dalam memenuhi
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
menjadi pengambil keputusan atau yang membuat aturan, justru kebanyakan
lansia akan mengikuti peraturan yang dibuat oleh orang lain yang lebih muda dari
mereka. Semua hal tersebut akan mengganggu kesejahteraan psikologis lansia.
Hal ini diperparah oleh perhatian yang minim dari masyarakat terhadap
kondisi kesejahteraan lansia, bahkan perhatian dari keluarga para lansia, sehingga
sedikit sekali yang bisa memperhatikan bahkan memenuhi kebutuhan fisik dan
psikis lansia. Untuk itulah pemerintah perlu mendorong dan memfasilitasi
masyarakat untuk menyelenggarakan usaha-usaha kesejahteraan sosial untuk
meningkatkan kesejahteraan lansia (Martono, 2011).
Salah satu studi dari Rogers et al. (1998), menemukan bahwa lebih dari
setengah masalah yang ditemui lansia dalam aktivitas hariannya dapat dipecahkan
melalui pendesainan kembali produk/sistem, pelatihan yang disesuaikan dengan
usia atau keduanya (Papalia, 2008: 860).
Salah satu kegiatan yang terbentuk dalam masyarakat Bandung yaitu
terselenggaranya program pesantren yang bertema “Pesantren Masa Keemasan”
yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung. Program
Pesantren Masa Keemasan merupakan kegiatan keagamaan khusus untuk lansia
yang berusia 50 tahun ke atas. Kegiatan ini bertujuan untuk membantu para lansia
untuk memaksimalkan sisa usia mereka dalam beribadah dan mendekat kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan harapan mencapai husnul khatimah (akhir
hidup yang baik) dan diharapkan dapat membawa perubahan positif pada
lingkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan kerja. Rangkaian kegiatan
dalam program ini mengarahkan lansia untuk lebih menguatkan keyakinan
mereka terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala, memperbaiki dan memperbanyak
ibadah mereka, serta mempersiapkan lansia untuk menghadapi akhir hidup yang
bahagia dan penuh makna.
Suatu analisis dari studi penelitian yang berhubungan dengan sikap terhadap
kegiatan keagamaan dan agama pada usia tua membuktikan bahwa ada fakta-fakta
tentang meningkatnya minat terhadap agama sejalan dengan bertambahnya usia
dan ada pula fakta-fakta yang menunjukkan menurunnya minat terhadap agama
pada umumnya orang meneruskan agama atau kepercayaan dan kebiasaan yang
dilakukan pada awal kehidupannya (Hurlock, 1999).
Moberg (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa agama merupakan salah
satu faktor penting dalam penyesuaian pada masa tua. Hubungan antara
menghadiri kegiatan keagamaan dan penyesuaian diri pribadi pada lansia
mungkin banyak dipengaruhi oleh pengalaman sosial yang ditawarkan
tempat-tempat ibadah daripada oleh pengalaman keagamaan itu sendiri. Tempat ibadah
menawarkan kesempatan baik untuk meningkatkan kehidupan sosial dan
persahabatan, dan hal itu dapat mengurangi perasaan kesepian.
Sebagai tambahan, agama dapat melepaskan kecemasan tentang kematian
dan kehidupan setelah mati. Disamping itu juga ada bukti-bukti, seperti yang
diungkapkan oleh Covalt (dalam Hurlock, 1999) bahwa, “kegiatan keagamaan
mempunyai kelompok rujukan yang memberi dorongan dan rasa aman kepada
mereka, sedangkan orang yang tidak masuk dalam kelompok agama manapun
tampaknya kurang mendapat dorongan sosial semacam itu”.
Kesejahteraan memiliki banyak sisi, dan periset yang berbeda telah
menggunakan kriteria yang berbeda untuk mengukurnya. Carol Ryff dan beberapa
koleganya (Keyes & Ryf, 1999; Ryff, 1995, Ryff & Singer, 1998) menggunakan
berbagai teori dari mulai Erikson sampai Maslow untuk mengembangkan model
multidimensi yang mencakup enam dimensi kenyamanan dan skala self report
untuk mengukur kesejateraan. Keenam dimensi tersebut adalah penerimaan diri,
relasi positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan dalam
hidup, dan pertumbuhan personal. Menurut Ryff (Papalia, 2008: 805), orang yang
sehat secara psikologis, memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri dan
orang lain. Mereka membuat keputusan mereka sendiri dan mengatur perilaku
mereka sendiri, dan mereka memilih dan membentuk lingkungan yang sesuai
dengan kebutuhan mereka. Mereka memiliki tujuan yang membuat hidup mereka
bermakna, dan mereka berjuang dan mengembangkan diri mereka sepenuh
mungkin.
Ryff (1989: 1070) mengatakan bahwa suatu keadaan dimana individu
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, mampu
mengontrol lingkungan eksternal, memiliki arti hidup, serta mampu
merealisasikan potensi dirinya secara kontinyu adalah bentuk dimensi dari konsep
kesejahteraan psikologis (psychological well being).
Konsep Ryff berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan yang positif
tidak sekedar tidak adanya penyakit fisik saja. Kesejahteraan psikologis terdiri
dari adanya kebutuhan untuk merasa baik secara psikologis (psychological well).
Psychological Well-Being (yang selanjutnya disebut sebagai PWB) merupakan
suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan
perasaan-perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari
pengalaman hidupnya (Papalia, 2008: 805).
Menurut ulasan literatur yang berkaitan dengan kemungkinan efek agama
terhadap kesehatan psikologis menyimpulkan bahwa, hanya sedikit basis empiris
untuk menilai adanya keterlibatan agama terhadap kesehatan (Sloan & Bagiella,
dalam Papalia, 2008: 907). Akan tetapi pada studi lain dengan cakupan yang lebih
luas menemukan keterlibatan religius tampak memiliki pengaruh positif pada
kesehatan mental serta fisik dan usia (Seybold & Hill, dalam Papalia, 2008: 908).
Penelisikan terhadap riset ini menemukan asosiasi positif antara religiusitas atau
spiritualitas dan kebahagiaan, kepuasan mental, fungsi psikologis, dan asosiasi
negatif dengan bunuh diri, pembangkangan, kriminalitas, dan penyalahgunaan
obat serta minuman keras (Seybold & Hill, dalam Papalia, 2008: 908). Agama
dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam
hal menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan berharga
dan pentingnya dalam kehidupan, dan menerima kekurangan di masa tua (Koenig
& Larson, dalam Santrock, 2006: 264).
Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya hubungan positif antara
agama dan keadaan psikologis lanjut usia, yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Koenig, Goerge dan Segler (dalam Papalia & Olds, 1995) yang menunjukkan
berusia 55 tahun – 80 tahun terhadap peristiwa yang paling menimbulkan stres
adalah berhubungan dengan agama dan kegiatan religius.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama
menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan
optimisme. Studi lain menyatakan bahwa praktisi religius dan perasaan religius
berhubungan dengan sense of well being, terutama pada wanita dan individu
berusia di atas 75 tahun (Koenig, Smiley, & Gonzales, 1988, dalam Santrock,
2006). Studi lain di San Diego menyatakan hasil bahwa lansia yang orientasi
religiusnya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan yang lebih baik
(Cupertino & Haan, dalam Santrock, 2006).
Beberapa penelitian yang terkait juga dilakukan di Indonesia, diataranya
penelitian yang berjudul Emotional Intelegence dan Psychologicaly Well Being
pada Manusia Lanjut Usia Anggota Organisasi Berbasis Keagamaan di Jakarta
menyatakan bahwa semakin tigggi emotional intelegence diikuti dengan semakin
baiknya psychological well being yang dimiliki para lansia (Hutapea,2011).
Sedangkan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal dengan judul Hubungan
Religiusitas dengan Psychological Well Being pada Lansia membuktikan bahwa
adanya hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dengan psychological
well being pada lansia (Maulina, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya PWB dapat dijelaskan dengan tinggi rendahnya religiusitas.
Berdasarkan penelitian di atas, peneliti ingin melanjutkan dua penelitian
tersebut dengan menggunakan metode penelitian campuran untuk mendapatkan
data yang lebih banyak dan mendalam dari subyek penelitian serta memberikan
variabel lain yaitu kegiatan dalam program pesantren.
Program “Pesantren Masa Keemasan” (yang selanjutnya disebut PMK)
bertujuan meningkatkan kesejahteraan psikologis pada lansia sehingga bisa
menghadapi masa akhir mereka dengan penerimaan diri yang baik, tujuan hidup
yang terarah, relasi sosial yang baik, otonomi yang baik, penguasaan lingkungan,
serta mempersiapkan kematian dengan baik sebagai pertumbuhan pribadi.
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
PMK dalam meningkatkan PWB pada lansia di Pesantren Daarut Tauhiid
Bandung.
1.2 Rumusan Masalah
Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
ada perubahan psyhological well being lansia sebelum dan setelah mengikuti
rangkaian kegiatan pada program Pesantren Masa Keemasan tersebut.
Fokus permasalahan tersebut dapat dijabarkan melalui pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1) Bagaimana gambaran psychological well being lansia sebelum dan sesudah
mengikuti program pesantren?
2) Apakah ada perubahan dan sejauh mana perubahan psychological well being
lansia setelah mengikuti program pesantren ditinjau dari aspek
self-acceptance, personal growth, positive relations with others, autonomy,
purpose in life, dan environmental mastery?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian dari rumusan
masalah di atas, yaitu:
1) Mengetahui psychological well being lansia sebelum dan sesudah mengikuti
program PMK.
2) Mengetahui apakah ada perubahan dan sejauh mana perubahan
psychological well being lansia setelah mengikuti program PMK ditinjau
dari aspek self-acceptance, personal growth, positive relations with others,
autonomy, purpose in life, dan environmental mastery.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat baik bersifat
teoritis maupun bersifat praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1) Memberikan gambaran psychological well being pada lansia yang megikuti
2) Membuktikan bahwa kegiatan keagamaan, dalam hal ini PMK, dapat
meningkatkan psychological well being pada lansia.
Adapun, manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Bagi subjek, memberikan gambaran kondisi psikologis terhadap diri subjek
sendiri serta sebagai sumber informasi dan acuan bagi subjek dalam
menghadapi dan menjalani masa perkembangan dewasa akhir.
2) Bagi penyelenggara program pesantren, sebagai bahan evaluasi terhadap
program yang telah berlangsung, serta dapat melakukan perbaikan dan
peningkatan untuk melayani lanjut usia yang mengikuti program Pesantren
Masa Keemasan selanjutnya.
3) Bagi masyarakat, memberikan informasi kondisi psikologis dan kebutuhan
para lanjut usia, sehingga bisa memberikan mereka pelayanan yang lebih
baik serta menjadikan program Pesantren Masa Keemasan atau kegiatan
sejenis sebagai rekomendasi untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis
lansia.
4) Bagi pemerintah, memberikan informasi bahwa ada kegiatan positif yang
dapat memberikan dampak positif juga terhadap kehidupan lansia, serta
memberikan dukungan moril dan materil terhadap kegiatan tersebut dan
kegiatan sejenis lainnya agar bisa menciptakan lansia yang berpotensi
menurut Undang-Undang Kesejahteraan Lansia.
1.5 Struktur Organisasi Penelitian
Secara garis besar penulisan skripsi ini disusun dalam lima bab. Bab I
Pendahuluan, berisi uraian tentang latar belakang penelitian, identifikasi dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur
organisasi skripsi.
Bab II Kajian Pustaka, Penelitian Terdahulu, dan Kerangka Pemikiran,
berisi kajian teoretik tentang konsep-konsep dasar masa dewasa akhir (lansia),
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
penelitian-penelitian terdahulu, kerangka penelitian yang melandasi penelitian dan
hipotesis penelitian.
Bab III Metode Penelitian, menjelaska metode dan pendekatan penelitian,
subyek dan lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan
teknik analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi aparan
data-data hasil penelitian serta pembahasan atau diskusi hasil temuan penelitian
berdasarkan atas kajian teoritik sehingga lebih bermakna. Bab V adalah
Kesimpulan dan Saran, yang berisi mengenai inti dari penelitian dan saran untuk
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
kondisi PWB lansia sebelum dan setelah mengikuti program PMK, serta
bagaimana perubahan PWB pada lansia yang mengikuti program PMK, maka
pendekatan yang digunakan adalah kombinasi antara penelitian kuantitatif dengan
penelitian kualitatif (combined qualitative and quantitative designs). Karena
tujuannya adalah eksplanasi atau penjelasan, maka strategi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah strategi eksplanatoris sekuensial, yang mendahulukan
pengumpulan dan analisis data kuantitatif yang kemudian diikuti oleh
pengumpulan dan analisis data kualitatif (Putra & Hendarman, 2013).
Rancangan metode campuran merupakan prosedur penelitian yang dalam
pengumpulan dan analisis datanya dilakukan dengan mengkombinasikan,
memadukan, menggabungkan, mengintegrasikan, atau mencampurkan antara
metode kuantitatif maupun metode kualititatif, dengan tujuan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik atas masalah dan pertanyaan penelitian yang
diajukan, daripada menggunakan metode tunggal (Creswell, 2007).
Mixed methods atau metode campur sari akan memberikan hasil yang lebih
baik karena memiliki kekayaan data. Karena dapat memadukan atau
mengombinasikan data kuantitatif dan kualitatif. Dengan demikian tetap terjadi
pembeda antara data kuantitatif dan kualitatif, namun kini keduanya tidak
dipisahkan. Tetapi justru dipadukan untuk saling memperkuat, menjelaskan, dan
memperdalam hasil penelitian (Putra & Hendarman, 2013).
Sebuah penelitian dapat dikatakan penelitian campur sari (mixed methods)
jika mengintegrasikan data kuantitatif dan kualitatif dalam satu penelitian. Juga
bisa disebut penelitian campur sari bila memmadukan teknik dan rancangan kedua
penelitian itu dalam satu penelitian. Begitupun jikka dalam satu penelitian
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
Sejumlah kekuatan atau kelebihan metode campur sari dicatat oleh Axinn & Perce
(2006: 19, 331-340) yang menjelaskan bahwa, metode campur sari merupakan
upaya sistematis yang memungkinkan memanfaatkan sumber informasi yang
sangat beragam dari pendekatan yang beragam. Tentu saja cara ini memberi
perspektif yang kaya tentang realitas sosial. Mereka juga menegaskan metode
campur sari memugkinkan atau memberikan kesempatan untuk pemahaman yang
mendalam dan rinci karena memungkinkan menggunakan “natural” experiments
dengan populasi yang khusus dan penggunaan statisik untuk mencari hubungan
kausal. Ini merupakan pendekatan alternatif untuk memahami realitas sosial
dengan cara yang lebih komprehensif-holistik. Selanjutnya mereka menulis,
metode campur sari menciptakan keseimbangan, karena dapat mencegah
kelemahan tiap metode dengan mengeksplorasi kelebihan kedua metode. Dengan
demikian kecenderungan kuantifikasi yang bersifat permukaan dalam penelitian
kuantitatif, diimbangi dengan kedalaman penelitian kualitatif. Sementara itu
fleksibilitas penelitian kualitatif diimbangi oleh keketatan atau keakuratan
penelitian kuantitatif (Putra & Hendarman, 2013).
Alasan utama digunakannya metode campuran dalam penelitian ini
mengingat bahwa masalah dan pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini
akan menghasilkan dua jenis data sekaligus. Data kuantitatif akan diperoleh dari
hasil pengisian kuisioner psychological well being pada lansia sebelum dan
sesudah mengikuti program pesantren, yang dilakukan melalui metode
eksperimen kuasi dengan desain kelompok tunggal pre-post test, kemudian
dilanjutkan dengan wawancara secara mendalam mengenai karakteristik lansia
yang mengalami perubahan psychological well being.
Metode kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan desain eksperimen.
Eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi
yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu
yang diamati. Manipulasi yang dilakukan dapat berupa situasi atau tindakan
tertentu yang diberikan kepada individu atau kelompok, dan setelah itu dilihat
pengaruhnya. Eksperimen ini dilakukan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan
perlakuan inilah yang menjadi kekhasan suatu eksperimen dibandingkan dengan
penelitian yang lain. Sesuai dengan tujuannya untuk mengetahui efek suatu
perlakuan, maka penelitian eksperimen ini merupakan penelitian yang bersifat
prediktif, yaitu meramalkan akibat dari suatu manipulasi terhadap variabel
terikatnya. Dengan pemberian suatu perlakuan, kita dapat meramalkan akibat apa
yang terjadi pada variabel terikatnya (Latipun, 2010). Pada penelitian ini akan
meramalkan apakah program Pesantren Masa Keemasan yang diikuti oleh para
lansia akan meningkatkan psychological well being mereka.
Eksperimental adalah observasi di bawah kondisi buatan (artifical
condition). Penelitian eksperimental terbagi menjadi dua, yakni eksperimental
sungguhan (true experimental research) dan semu (quasi experimental research).
Eksperimental sungguhan adalah penelitian bermaksud mencari kemungkinan
sebab akibat dengan memberikan perlakuan khusus terhadap kelompok percobaan
dan membandingkannya dengan kelompok pembanding. Sedangkan penelitian
eksperimental semu adalah penelitian mencari hubungan sebab akibat kehidupan
nyata, dimana pengendalian perubahan sulit atau tidak mungkin dilakukan,
pengelompokkan secara acak mengalami kesulitan, dan sebagainya.
Variabel-variabel yang sering diteliti adalah tentang kepribadian, kematangan, perilaku, dan
sebagainya (Masyuri & Zainudin, 2008: 37).
Tabel 3.1 Perbedaan Metode Eksperimen Sungguhan dan Semu
Metode Eksperimen Sungguhan Metode Eksperimen Semu
Menyelidiki kemungkinan
hubungan sebab akibat dengan desain dimana secara nyata ada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dan membandingkan hasil perlakuan dengan kontrol secara ketat. Validitas internal dan eksternal cukup utuh.
Penelitian yang mendekati percobaan sungguhan dimana tidak mungkin mengadakan kontrol/memanipulasi semua variabel yang relevan. Harus ada kompromi dalam menentukan validitas internal dan eksternal sesuai dengan batas-batas yang ada.
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh banyak ahli dapat
dikemukakan bahwa eksperimen merupakan penelitian yang dikembangkan untuk
mempelajari fenomena dalam kerangka hubungan sebab akibat, yang dilakukan
dengan memberikan perlakuan oleh peneliti kepada subjek penelitian untuk
kemudian dipelajari/diobservasi efek perlakuan tersebut dengan mengendalikan
variabel yang tidak dikehendaki (Latipun, 2010:9).
Pada penelitian ini, desain eksperimen yang paling tepat digunakan adalah
desain eksperimen kuasi, karena penelitian ini mengambil semua populasi sebagai
subjek penelitian. Desain eksperimen kuasi disebut pula eksperimen semu
merupakan desain eksperimen tanpa melakukan randominasi terhadap subjek
penelitian (Latipun, 2010:70). Penelitian eksperimen kuasi bertujuan untuk
menjelaskan hubungan-hubungan, mengklarifikasi penyebab terjadinya suatu
peristiwa, atau keduanya (Danim, 2003).
Jenis penelitian eksperimen kuasi yang tepat untuk penelitian ini adalah
pretest posttes one group design, yaitu untuk mengetahui kondisi PWB sebelum
dan setelah program PMK berlangsung tanpa dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah variabel psychological
well being (kesejahteraan psikologis).
(a) Definisi Konseptual
PWB adalah evaluasi individu terhadap kemampuannya untuk mengenali
potensi unik dari dirinya dan mengoptimalkan potensi tersebut dalam berbagai
aspek kehidupannya, terutama untuk mengahadapi berbagai tantangan dan
perubahan dalam hidup (Ryff, 1989; Ryff & Keyes, 1996; Ryff & Singer, 2006).
(b) Definisi Operasional
PWB adalah evaluasi individu terhadap kemampuannya untuk mengenali
dan mengoptimalkan potensi dirinya yang termanifestasi pada dimensi:
a. Penerimaan diri (self acceptance), yaitu evaluasi terhadap kemampuan
individu untuk membentuk sikap yang positif dan merasa nyaman dengan
b. Kepemilikan hubungan yang positif dengan orang lain (postive relations
with others), yaitu evaluasi terhadap kemampuan individu untuk
membangun dan menjaga relasi yang hangat dan saling mempercayai
dengan orang lain.
c. Kemandirian (autonomy), yaitu evaluasi terhadap kemampuan individu
untuk menunjukkan determinasi diri dan otoritas personal, terlepas dari
tekanan sosial untuk berpikir dan bertindak sesuai dengan aturan tertentu.
d. Penguasaan terhadap lingkungan (environmental mastery), yaitu evaluasi
terhadap kemampuan individu untuk berpartisipasi dan berperan dalam
mengelola atau mengatur lingkungan di sekitarnya.
e. Perkembangan pribadi (personal growth), yaitu evaluasi terhadap
kemampuan individu untuk mengenali dan mengembangkan kapasitas,
potensi, dan keterampilan dirinya.
f. Kepemilikan tujuan dalam hidup (purpose in life), yaitu evaluasi terhadap
kemampuan individu untuk mengenali maksud dan tujuan hidup sehingga
memandang hidupnya sebagai sesuatu yang bermakna.
3.3 Subyek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah populasi yang mengikuti program
pesantren, dan beberapa sampel yang dipilih untuk wawancara. Penelitian ini
melibatkan suatu populasi yang jumlahnya tidak terlalu banyak yaitu berjumlah
25 orang, sehingga seluruh populasi diteliti. Hasil penelitian ini pasti akan lebih
berbobot bila dibandingkan dengan penelitian yang hanya mengambil sebagian
saja dari populasi yang jumlahnya sedikit (Sandjaja, Heriyanto, 2006: 108)
Subjek penelitian adalah peserta yang sedang mengikuti program Pesantren
Keemasan selama 40 hari. Karakteristik subjek yang mengikuti program pesantren
adalah lansia yang berusia diatas 50 tahun, paham komunikasi dua arah.
Sedangkan yang akan menjadi informan adalah keluarga subjek, pembimbing
3.4 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Pesantren Daarut Tauhiid Bandung.
Alasan Daarut Tauhiid karena tersedianya program pesantren khusus lansia yang
memenuhi persyaratan penelitian ini yaitu kegiatan keagamaan yang diberikan
kepada lansia. Kegiatan keagamaan dalam program pesantren ini diharapkan
dapat meningkatkan PWB pada lansia. Kegiatan penelitian seperti wawancara dan
observasi dilakukan di asrama peserta program PMK.
3.5 Setting Penelitian
Penelitian ini akan dimulai tepat ketika program Pesantren Masa Keemasan
dimulai pada tanggal 26 Agustus 2013 sampai 4 Oktober 2013. Lansia yang
mengikuti program pesantren ini akan mengikuti rangkaian program yang
dilaksanakan di asrama pesantren selama 40 hari. Setiap hari senin hingga jum’at
peserta program akan mengikuti kegiatan belajar di kelas yang dipandu oleh
seorang ustadz atau ustadzah untuk mendapatkan materi yang disesuaikan dengan
kondisi lansia. Kegiatan ini berlangsung dari pagi hingga sore dan ditambah
dengan kegiatan tambahan untuk pembiasaan ibadah, seperti shalat tahajud, puasa,
shalat fardhu berjama’ah di mesjid.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini terdiri dari data kuantitatif
dan data kualitatif. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan pada fase pertama,
sedangkan data kualitatif dilakukan pada fase kedua.
3.6.1 Pengumpulan Data Kuantitatif
Data kuantitatif dikumpulkan untuk mengetahui gambaran kondisi PWB
lansia sebelum dan setelah mengikuti program PMK. Data awal yang
dikumpulkan adalah kuisioner mengenai kondisi PWB lansia sebelum mengikuti
program, kemudian kuisioner dibagikan kembali setelah program berakhir. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui apakah ada perubahan PWB sebelum dengan
sesudah berlangsungya program. Sehingga teknik yang paling tepat untuk
3.6.2 Pengumpulan Data Kualitatif
Data kualitatif dikumpulkan untuk mengetahui sejauh mana perubahan
PWB yang terjadi pada lansia setelah mereka mengikuti program PMK.
Pengumpulan data ini dilakukan melalui wawancara kepada beberapa subjek yang
mengalami perubahan PWB setelah mengikuti program pesantren.
Karakteristik yang khas dari penelitian kualitatif adalah kedudukan peneliti
sebagai alat dan metode penelitian yang digunakan. Artinya instrumen dalam
penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan data ini adalah wawancara.
Wawancara dalam penelitian ini bersifat terbuka dan tidak terbatas dalam
bentuk dialog semi terstruktur pada beberapa lansia. Data yang ingin diperoleh
dari wawancara adalah untuk mengetahui gambaran kondisi PWB lansia dari
pandangan lansia sendiri, dan bagaimana pengaruh program PMK bagi lansia.
Dalam pelaksanaan wawancara penulis menggunakan alat bantu berupa pedoman
wawancara tak berstruktur. Penulis menyiapkan pedoman wawancara yang berisi
garis-garis besar serta dimensi-dimensi PWB. Penulis juga menggunakan perekam
suara sebagai alat bantu dalam melakukan wawancara.
Secara umum, wawancara dilakukan untuk menggali lebih jauh
permasalahan-permasalahan yang diajukan, sehingga diperoleh data yang luas,
mendalam, dan komprehensif. Data hasil wawancara juga berfungsi untuk
melengkapi data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data kuantitatif.
3.7 Pengembangan Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, untuk mengukur kondisi psychological well being
pada lansia, digunakan Scale of Pschological Well Being yang dibuat oleh Ryff.
Skala PWB yang penulis gunakan merupakan skala yang sudah diadaptasi dan
divalidasi oleh peneliti sebelumnya. Peneliti menggunakan teknik kuisioner untuk
mengumpulkan data primer. Kuisioner ini berfungsi sebagai alat pengumpul data
dan alat ukur untuk mencapai tujuan penelitian. Tipe kuisioner yang digunakan
adalah Self-Administered Questionnare, yaitu kuisioner yang diisi sendiri oleh
subyek penelitian (Wardoyo,2010). Mengingat subyek penelitian ini adalah lansia
peneliti membantu membacakan kuisioner kepada subyek penelitian yang
mengalami kesulitan dalam membaca dan menulis.
Scale of Psychological well being yang digunakan sebagai kuisioner dalam
penelitian ini mencakup keenam dimensi dalam PWB. Di dalam alat ukur tersebut
terdapat 18 butir pernyataan yang terdiri dari 10 pernyataan positif (favourable)
dan 8 pernyataan negatif (unfavourable), dengan pilihan jawaban dengan ujung
kontinum yang saling bertolak belakang. Masing-masing pernyataan menyediakan
5 alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju, dan
Sikapyang positif terhadap diri sendiri dan kehidupannya
2,8, 10
2 Positive relations with others
Kemampuan menjalin relasi yang positif dengan orang lain
3, 11, 13
3 Autonomy
Determinasi diri, kemandirian, dan regulasi perilaku dari diri sendiri
9, 12, 18
4 Environmental Mastery
Partisipasi aktif dan kemampuan menguasai lingkungan
1,4,6
5 Purpose in life
Memiliki tujuan, intensi, serta rasa keterarahan yang mengarahkan pada perasaan berharga dan terintegrasi dalam berbagai aspek kehidupannya
5,14,16
6 Personal Growth
Realisasi kualitas diri untuk terus mengembangkan potensi diri
3.7.2 Sistem Penghitungan Skor
Penghitungan hasil pengukuran kuisioner PWB dengan menjumlahkan
setiap skor dari masing-masing pernyataan yang mewakili setiap dimensi sesuai
dengan bobotnya. Dengan demikian didapatkan skor dimensi PWB dan skor total
PWB.
Pada penelitian ini, pemberian skor subyek dengan cara penyekoran
langsung dengan skala Likert, yaitu jika pernyataan itemnya favorable maka
skornya adalah Sangat Setuju (SS) : (4), Setuju (S) : (3) Ragu-ragu (R) : (2),
Tidak Setuju (TS) : (1), dan Sangat Tidak Setuju (STS) : (0). Jika pernyataan
itemnya unfavourable maka skornya adalah Sangat Setuju (SS) : (0), Setuju (S) :
(1) Ragu-ragu (R) : (2), Tidak Setuju (TS) : (3), dan Sangat Tidak Setuju (STS) :
(4) (Ihsan, 2009).
3.7.3 Kategorisasi Skala
Untuk mengelompokkan subyek pada skala tinggi, sedang, dan tinggi, maka
dilakukan kategorisasi skala atau norma. Kategorisasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kategorisasi jenjang (ordinal). Tujuan kategorisasi ini adalah
menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang
menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2012).
Kontinum jenjang yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 jenjang/level,
yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Skala PWB menggunakan norma/kategorisasi
yang diperoleh dari sampel atau populasi, rata-rata baku (µ) dan deviasi standar
baku (σ) .
Untuk pengukuran PWB, maka akan digunakan rumus tiga jenjang atau tiga
level seperti berikut:
Tinggi : X > µ + 1σ Sedang : µ - 1σ ≤ X ≤ µ + 1σ Rendah : X < µ - 1σ
3.7.4 Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur
Reliabilitas alat ukur dapat disamakan dengan konsistensi dan stabilitas alat
ukur (Freidenberg 1995, dalam Wardoyo 2010). Alat ukur yang memiliki nilai
reliabilitas yang tinggi memberikan arti bahwa alat ukur tersebut mampu
memberikan hasil yang relatif sama jika dilakukan pengukuran pada waktu yang
berbeda (Wardoyo, 2010).
Koefisien Alpha Cronbach dari alat ukur ini sebesar 0,826 yang berarti alat
ukur ini dapat diandalkan berdasarkan kriteria Brown Thompson.
Uji validitas adalah suatu ukuran apakah alat ukur tersebut benar-benar
mengukur apa yang hendak diukur. Berikut ini adalah hasil uji validitas alat ukur
perdimensi:
Tabel 3.2 Hasi Uji Validitas Alat Ukur
Dimensi Koefisien Korelasi Kriteria Guilford
Self Acceptance 0,690 Korelasi Sedang
Positive Relations with
others
0,702 Korelasi Tinggi
Autonomy 0,773 Korelasi Tinggi
Environmental Mastery 0,715 Korelasi Tinggi
Personal Growth 0,864 Korelasi Tinggi
Purpose in life 0,644 Korelasi Sedang
(Wardoyo, 2010)
3.8 Teknik Analisis
Analisis adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam
pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2012).
1) Analisis data kuantitatif
Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan teknik statistik.
Untuk mendeskripsikan data digunakan teknik statistik berupa rata-rata hitung,
simpangan baku, dan penyajian dalam grafik. Analisis yang digunakan dalam
normal (tidak berdistribusi normal) dan sampel yang digunakan adalah sampel
kecil, yaitu sebanyak 25 orang. Untuk mengetahui perubahan psychological well
being sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) mengikuti program maka
digunakan uji Mann Whitney/Wilcoxon sebagai uji t berpasangan pada sebaran
data yang tidak normal. Uji Mann Whitney/Wilcoxon merupakan uji
non-parametrik yang digunakan untuk membandingkan dua mean populasi yang
berasal dari populasi yang sama. Uji Mann Whitney/Wilcoxon biasanya digunakan
dalam berbagai bidang, terutama lebih dalam bidang Psikologi, yang digunakan
untuk membandingkan sikap dan perilaku.
2) Analisis data kualitatif
Ada tiga model yang menjadi dasar analisis data kualitatif, salah satunya
yaitu Model Miles dan Huberman. Analisis data dilakukan dengan mendasarkan
diri pada penelitian lapangan. Teknik analisis data menurut model ini adalah
sebagai berikut:
a) Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi atau catatan lapangan
serta dokumentasi yang menggambarkan kegiatan pada program pesantren
Pesantren Masa Keemasan.
b) Reduksi Data
Reduksi data dilakukan jika ada data-data yang terkumpul tidak
memberikan manfaat atau pegaruh yang signifikan terhadap penelitian.
c) Display Data
Setelah data terkumpul dan direduksi untuk mendapatkan data yang
diinginkan, maka data akan disajikan untuk diperlihatkan dengan memaknai data
tersebut.
d) Penarikan/Verifikasi Kesimpulan
Kesimpulan berisi tentang pemaknaan data-data yang telah dikumpulkan.
Peneliti akan menghubungan data-data yang diperoleh dari lapangan dengan teori
yang sudah disesuaikan dengan penelitian.
Langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut: (1) Menetapkan
masalah penelitian, (2) Mengkaji teori dan temuan penelitian sebelumnya, (3)
Merumuskan hipotesa, (4) Mengidentifikasi variabel penelitian, (5) Menyusun
definisi operasional variabel penelitian
(6) Menetapkan desain penelitian, (7) Menetapkan dan menyusun instrumen
pengukur variabel, (8) Mengumpulkan data, (9) Menganalisa data, (10) Menulis
laporan penelitian (Sandjaja, Heriyanto, 2006: 43).
Namun, secara umum pelaksanaan penelitian dapat disimpulkan dalam
empat tahap, yaitu (1) tahap sebelum ke lapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan,
(3) tahap analisis data, (4) tahap penulisan laporan (Moleong, 1991). Dalam
penelitian ini tahap yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1) Tahap sebelum ke lapangan, meliputi kegiatan penentuan fokus,
penyesuaian paradigma dengan teori, penjajakan alat penelitian, mencakup
observasi lapangan dan permohonan ijin kepada subjek yang diteliti,
konsultasi fokus penelitian.
Kegiatan Waktu
Penentuan fokus dalam fenomena,
mengumpulkan teori
Februari-April 2013
Observasi awal di lapangan Mei-Juli 2013
2) Tahap pekerjaan lapangan, meliputi mengumpulkan bahan-bahan yang
berkaitan dengan kegiatan program pesantren PMK. Data tersebut diperoleh
dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian menyebarkan
kuisioner berupa alat ukur PWB kepada lansia sebelum dan setelah
program. Kemudian melakukan wawancara kepada beberapa orang subjek
untuk mengetahui persepsi mereka mengenai perubahan PWB yang mereka
alami.
Kegiatan Waktu
Mengadakan pretes Agustus 2013
wawancara
3) Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui
observasi, dokumentasi, dan wawancara yang mendalam dengan peserta
yang mengikuti program pesantren tersebut serta melakukan analisis data
pretes dan postes yang kemudian dilihat perubahannya.
Kegiatan Waktu
Penyekoran data pretes September 2013
Penyekoran data postes Oktober 2013
Analisis perubahan pada pretes
dan postes
Oktober 2013
4) Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari
semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data.
Setelah itu melakukan konsultasi penelitian dengan dosen pembimbing
untuk mendapatkan perbaikan saran-saran demi kesempurnaan penelitian
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dari penelitian ini, dapat menjawab
pertayaan penelitian yang diajukan sebagai berikut:
1. Kondisi psychological well being (PWB) pada lansia yang mengikuti program
PMK memiliki nilai PWB dalam kategori sedang, baik sebelum dan setelah program
berlangsung. Namun, beberapa lansia mengalami peningkatan PWB yang didukung oleh
peningkatan nilai pada dimensi-dimensi PWB setelah mengikuti program PMK. Kondisi
PWB lansia sebelum mengikuti program PMK dapat dilihat dari hasil pretes yang
dilakukan sebelum program dimulai, menunjukkan bahwa 3 orang memiliki nilai PWB
dalam kategori rendah, 19 orang memiliki nilai PWB dalam kategori sedang, dan 3 orang
memiliki nilai PWB dalam kategori tinggi. Sedangkan kondisi PWB lansia setelah
mengikuti program dapat dilihat dari hasil postes yang dilakukan setelah program
berakhir, menunjukkan bahwa lansia yang memiliki nilai PWB dalam kategori rendah
adalah 1 orang yang sebelumnya 3 orang, lansia yang memiliki nilai PWB dalam kategori
sedang adalah 20 orang yang sebelumnya 19 orang, dan lansia yang memiliki nilai PWB
dalam kategori tinggi adalah 4 orang yang sebelumnya hanya 3 orang. Berdasarkan hasil
dari nilai pretes dan postes PWB lansia, dapat disimpulkan bahwa nilai PWB lansia
mengalami perubahan dan sebagian mengalami peningkatan setelah mengikuti program
PMK.
Dimensi yang memiliki nilai yang paling tinggi adalah personal growth, kemudian
disusul oleh dimensi self acceptance, kemudian dimensi positive relations with others,
berikutnya adalaha dimensi environmental mastery, kemudian disusul oleh dimensi
purpose in life, dan dimensi yang memiliki nilai paling rendah adalah autonomy.
2. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan
nilai psychological well being (PWB) pada lansia sebelum dan setelah mengikuti
program Pesantren Masa Keemasan (PMK). Perubahan ini didapatkan dari
uji Wilcoxon lebih kecil dari taraf nyata, yaitu sebesar 0,000 yang berarti lebih
kecil dari 0,05. Sehingga, hipotesis yang diajukan dapat diterima, yaitu adanya
perubahan nilai PWB pada lanisa sebelum dan setelah mengikuti program PMK.
Perubahan nilai PWB setelah program PMK ditandai dengan adanya
peningkatan nilai PWB pada sebagian besar lansia setelah mengikuti program
PMK. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara peneliti dengan enam orang
lansia, yaitu tiga wanita dan tiga pria. Keenam lansia tersebut menjelaskan bahwa
mereka mengalami perubahan yang lebih baik setelah mengikuti program PMK.
Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil perhitungan menggunakan indeks gain,
berdasarkan penghitungan dari rumus indeks gain maka didapatkan nilai
peningkatan PWB setelah program PMK berlangsung sebesar 0,2078. Namun,
nilai tersebut masih tergolong rendah menurut kategorisasi indeks gain. Meskipun
begitu, setiap dimensi PWB mengalami peningkatan nilai, peningkatan yang
paling tinggi terdapat pada dimensi purpose in life, kemudian disusul oleh dimensi
environmental mastery, berikutnya disusul oleh dimensi personal growth,
kemudian dimensi autonomy, berikutnya adalah dimensi positive relation with
others, dan dimensi yang mengalami peningkatan paling rendah adalah dimensi
self acceptance.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang
diajukan dapat diterima, yaitu terdapat perubahan nilai PWB pada lansia setelah
mengikuti program PMK.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, dengan adanya perubahan psychological well
being pada lansia yang mengikuti program Pesantren Masa Keemasan, maka
saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1. Bagi Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini dibuktikan bahwa dengan mengikuti kegiatan religius,
seperti di dalam penelitian ini adalah program Pesantren Masa Keemasan, maka
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
lansia untuk menghadapi kemunduran-kemunduran yang dialami pada masa lansia
baik secara fisik maupun psikis dengan melakukan hal-hal yang positif. Salah
satunya dengan mengikuti kegiatan Pesantren Masa Keemasan atau kegiatan
religius yang lain agar bisa meningkatkan kesejahteraan psikologis (PWB) pada
lansia, selain itu dapat menggunakan sisa usia dengan penuh makna.
2. Bagi Penyelenggara Program
Bagi penyelenggara program Pesantren Masa Keemasan disarankan agar
dapat melakukan follow up terhadap alumni-alumni PMK dengan cara
mengadakan kegiatan bersama untuk meningkatkan relasi diantara lansia,sehingga
hal ini akan menambah poin pada dimensi positive relation with others.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat memberikan kelompok kontrol
pada jenis penelitian ini, sehingga dapat mengurangi validasi internal. Sehingga
menambah keajegan bahwa perubahan PWB ini benar-benar pengaruh dari
Campbell, D.T., Stanley, J. C. Experimental & Quasi Experimental Design for Research. Kalangan sendiri
Cavanaugh, J., Blanchard-Fields, F., 2006. Adult Development and Aging. USA : Thompson Wadsworth
Detik. 2013. Duh, 28 Juta Lansia di Indonesia Terlantar. Retieved from:
http://news.detik.com/read/2013/09/20/213955/2365230/10/duh-28-juta-lansia-di-indonesia-terlantar[21 September 2013]
Dewi, Y. 2012. Makalah Perkembangan Lansia. Retrived from
http://yuliakusumadewi.wordpress.com/
Djauharul. (2013).Religiusitas, Spiritualitas, dan Psikologi Positif. Retrieved December 29, 2013, from http://djauharul28.wordpress.com/2013/02/06/religiusitas-spiritualitas-dan-psikologi-positif/
Fauziah, L. (2009). Perkembangan pada Tahun Terakhir Kehidupan.
http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/09/21/perkembangan-pada-tahun-terakhir-kehidupan/. Diakses 23 Oktober 2012
Hanafi, A., Guntur M. (1984). Penelitian untuk Mengevaluasi Efektivitas Program Kemasyarakatan. Surabaya: Usaha Nasional
Hooyer, W. & Roodin, P. 2009. Adult Development and Aging : Sixth Edition. New York : McGraw Hill
Kompas: Tahun 2025 Jumlah Lansia Melebihi Balita. (2013, Juni 01). Kompas Online. Retrieved October 30,2013, from:www.health.kompas.com. Juni 01, 2013.
Hurlock, E.B. (1991). Psikologi Perkembangan, suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
Hutopea, B. (2011). Emotional Intelegence dan Psychological Well Being pada Manusia Lanjut UsiaAnggota Organisasi berbasis Keagamaan di Jakarta. Insan. Vol. 13, No. 02, hal 69-70
Kartono, K & Andari, J. 1989. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam. Bandung : Penerbit Mandar Maju
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
Retrieved October 30,2013, from:www.health.kompas.com. Juni 01, 2013. Komputer. 2004. Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12. Yogyakarta: Andi
Latipun. 2010. Psikologi Eksperimen. Malang: UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) Press
Martono, H. (2011). Lanjut Usia dan Dampak Sistemik Dalam Siklus Kehidupan.[Online]. Tersedia:
http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid=63. Diakses 24 Oktober 2012
Masyhuri., Zainudin, M. 2008. Metode Penelitian. Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung: Refika Aditama
Maulina, S. (2011). Hubungan Religiusitas dengan Psychological Well Being pada Lansia. Jurnal Psikologi Univ. Gunadarma, hal 16-17
Mugiono. (2009). Spiritualitas Usia Lanjut. Retrieved from
http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=409
Memaknai Lanjut Usia dalam Lingkungan Keluarga dan Masyarakat. (2013). Retrieved
Februari 14, 2013, from
http://budhidharma.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=137
Mohamad, K., Sadli, S. 1987. Di atas 40 Tahun (Kondisi Problematik Pria Wanita). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Moleong, L.J. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya
Monk, F.J., Rahayu, S. 2002. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Nasution, S. (2004). Metode Research. Jakarta : Bumi Aksara
Nazir, M. (2003). Metode Penelitian . Jakarta: PT. Ghalia Indonesia
Oktintia. (2012). Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well Being. [Online].
Tersedia:
http://oktintia.wordpress.com/2012/06/22/faktor-yang-mempengaruhi-psychologycal-well-being/ Diakses Juni 2013
Papalia, D., et all. 2007. Adult Development and Aging: Third Edition. New York : McGraw Hill
Papalia, D.E, Olds, S.W, & Feldman, R.D. (2008). Human Development. Boston: MC Graw Hill
Patmonodewo, S. 2001. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Pribadi : dari bayi sampai lanjut usia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
Pesantren Daarut Tauhiid. (2008). Bimbingan Muslimah Masa Keemasan.[Online]. Tersedia:
http://www.daaruttauhiid.org/program/detail/3/44/program-44.html. Diakses 23 November 2012
Putra, N., Hendarman. (2013). Metode Riset Campur Sari (Konsep, Strategi, dan Aplikasi). Jakarta: PT. Indeks
Rahayu, M.A. (2008). Psychological Well Being pada Istri Kedua. Skripsi UI
Rahmawan, T. (2009). Contoh Proposal Penelitian. [Online]. Tersedia:
http://tizarrahmawan.wordpress.com/2009/12/09/contoh-proposal-penelitian-kualitatif/. Diakses 20 November 2012
Ryff, C. D. (1989). Happiness is Everything, or is it? Exploration on The Meaning of Psychologicall Well Being, Journal of Personality and Social Psychology. 57, 1069-1081
Ryff, C.D. & Keyes, C.L.M. 1995. The Structure of psychological well being revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69, 719-727.
Ryff, C.D. & Singer, B.H. 2006. Best news yet on the six-factor model of well being. Social Science Research, 35, 1103 – 1119.
Ryff, C.D. & Singer, B.H. 2006. Know theyself and become what you are : a eudaimonic approach to psychological well being. Journal of Happiness Studies.
Ryff, C.D. 1982. Successful Aging: A Development Approach. The Gerontologist, 22, 209-214
Dian Lidriani, 2014
Perubahan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Mengikuti Program “Pesantren Masa Keemasan” Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
Sandjaja., Heriyanto,A. 2006. Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Pustaka
Santrock, J.W. (2006). Life Span Development. Jilid II. Terjemahan. Jakarta: Erlangga
Sucipto, A.B. (2012). Wah, Lansia Indonesia Masuk Lima Besar. [Online]. Tersedia:
http://berita.indah.web.id/user_republika/berita/nasional/umum/12/05/30/m4tiuu-wah-lansia-indonesia-masuk-lima-besar-dunia. Diakses 24 Oktober 2012
Sudjana, N. 2006. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah Makalah-Skripsi-Tesis-Disertasi. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Sudjana. 1992. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyono., Wibowo, E. 2004. Statistika untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10 for Windows. Bandung : Alfabeta
Suryabrata, S. 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Vredenbregt, J. (1983). Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia
Vriska, A.(2013). Perkembangan Lanjut Usia. [Online]. Tersedia :
http://atmeyvriska.blogspot.com/2013/05/perkembangan-lanjut-usia.html. Diakses Juni 2013