• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIK"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Nasab Anak Di Luar Nikah 1. Pengertian Nasab

Secara etimologi, kata nasab berasal dari bahasa arab yaitu; nasaba َبَسَن) - yansibu (َ بِسْنَي) - nasaban (اًبَسَن) yang berarti keturunan.1 Secara terminologi nasab merupakan salah satu fondasi kokoh yang menopang berdirinya suatu keluarga, sebab nasab mengikat antaranggota keluarga dengan pertalian darah.2 Beberapa pakar hukum Islam mendefinisikan nasab sebagai berikut:

a. Menurut Wahbah az-Zuhaili nasab yaitu suatu sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan berdasarkan kesatuan darah atau pertimbangan bahwa yang satu adalah bagian dari yang lain.3

b. Menurut Ibn Arabi nasab diibaratkan sebagai hasil percampuran air antara seorang laki-laki dengan seorang wanita menurut keturunan-keturunan syar’i.4

1 A. W. Munawwir. “al-Islam,” Kamus Al-Munawwir: Arab Indonesia Terlengkap.

(Yogyakarta: Unit Pengadan Buku Ilmiah Keagamaan Ponpes. Al-Munawwor), hal. 1411.

2 Wahbah az-Zuhaili, Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Hak-Hak Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan), trans. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2011), 25.

3 Sebagaimana yang dikutip oleh Witanto, Hukum Keluarga: Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin (Pasca Keluarnya Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Perkawinan) (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012), 78.

4 Ibid.

(2)

2. Pengertian Anak Di Luar Nikah

Perbedaan status anak dilihat dari status pernikahan kedua ibu dan bapaknya. Secara umum, status anak dibedakan menjadi 2 yakni; anak sah serta anak di luar nikah. Mengenai arti anak di luar nikah, antara hukum Perdata dan hukum Islam berbeda memaknai “anak di luar nikah”. Dalam hukum Islam, anak di luar nikah sama dengan pengertian anak zina yaitu:5

“Anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan, sedangkan perempuan itu tidak berada dalam ikatan pernikahan yang sah dengan pria yang menyetubuhinya. Pengertian di luar nikah adalah hubungan seorang pria dengan seorang wanita yang dapat melahirkan keturunan, dan hubungan mereka tidak dalam ikatan pernikahan yang sah menurut hukum positif dan agama yang dianutnya.”

Hukum Islam mengartikan anak di luar nikah yaitu anak yang dilahirkan di luar pernikahan yang sah atau anak yang lahir dari perbuatan zina. Hubungan badan yang dilakukan oleh seorang wanita dan laki-laki tanpa adanya ikatan pernikahan diantara keduanya. Baik salah satu diantaranya telah terikat pernikahan atau keduanya masih berstatus lajang.

Sedangkan dalam hukum Perdata membagi anak di luar nikah menjadi 3 bagian yaitu; anak zina, anak sumbang dan anak di luar nikah yang dapat diakui.6 Status anak zina ialah anak yang dilahirkan dari hubungan antara seseorang pria serta seseorang wanita yang salah satu

5 Gatot supramono,َSegi-segi hukum hubungan luar nikah (Jakarta: Djambatan, 1998), 18.

6 Andy Hartanto, Hukum Waris: Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut

“Burgerlijk Wetboek” Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (Surabaya: LaksBang Justitia, 2015), 30.

(3)

ataupun kedua- duanya mempunyai jalinan pernikahan dengan yang lain.7 Status anak sumbang yaitu anak yang dilahirkan dari sebuah hubungan antara laki-laki dan seorang perempuan yang terlarang untuk melakukan pernikahan yakni yang masih memiliki hubungan darah.8 Sedangkan anak-anak yang tidak sah selain anak zina dan anak sumbang merupakan anak di luar nikah yang dapat disahkan atau diakui oleh kedua orangtuanya.9 Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 272 BW. Bahwa anak di luar nikah yang dapat diakui yaitu anak yang dilahirkan di luar pernikahan yang sah, yangmana ibu dan laki-laki yang membenihkan anak di luar nikah tersebut mengakui sebelum melangsungkan pernikahan. Yang bukan termasuk anak zina dan anak sumbang.10 3. Nasab Anak Di Luar Nikah

Nasab merupakan hak anak yang diperoleh dari ayahnya. Status anak sah dapat secara langsung dinasabkan kepada ayahnya tanpa adanya pengakuan maupun pembuktian. Sedang nasab anak di luar nikah, hukum Islam dengan tegas menyatakan di dalam Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam bahwa “anak yang lahir di luar pernikahan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.” Yang dimaksud dengan anak di luar nikah dalam KHI yaitu anak yang lahir di luar

7 Ibid, 37.

8 Ibid.

9 Witanto, Hukum Keluarga: Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012), 109-110.

10 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Pasal 272.

(4)

pernikahan yang sah atau hubungan yang tidak sah, yang disebut dengan zina.

Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan juga menyebutkan bahwa “anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.”

4. Sebab-Sebab Penetapan Nasab a. Pernikahan yang sah

Para fuqaha sepakat bahwa anak yang terlahir dari rahim seorang wanita dengan jalan pernikahan yang shahih atau sah nasabnya dikembalikan kepada suami wanita tersebut. Sebagaimana sabda Nabi saw. yang menyatakan bahwa anak itu bagi siapa yang menggauli ibunya dan untuk pezina akan memperoleh keburukan.11 Maka secara otomatis anak mendapatkan hak nasab dari kedua orangtuanya dari pernikahan yang sah.

Adapun syarat-syarat penentuan nasab anak dalam pernikahan yang sah yaitu:12

11 Shahih Bukhari, Kitab Hukum Hudud, Bab Pezina Hukumannya Batu (rajam), Nomor 6319.

َنَثَّدَح

ََة َرْي َر هَاَبَأَ تْعِمَسََلاَقٍَداَي ِزَ نْبَ دَّمَح مَاَنَثَّدَحَ ةَبْع شَاَنَثَّدَحَ مَدآَا

ََلاَقَ:

َ يِبَّنلا ىَّلَصَ

َ

َ الل

َ ِشا َرِفْلِلَ دَل َوْلاَ:ََمَّلَس َوَِهْيَلَعَ

. رَجَحْلاَ ِرِهاَعْلِل َو

َ

Artinya: Telah menceritakan kepada Kami Adam telah menceritakan kepada Kami Syu’bah telah menceritakan kepada Kami Muhammad bin Ziyad, dia berkata: aku mendengar Abu Hurairah menuturkan: Nabi Saw. bersabda:

“Anak bagi pemilik kasur dan bagi pezina adalah batu.”

12 Wahbah az-Zuhaili, Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Hak-Hak Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan), trans. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2011), 32-33.

(5)

1) Laki-laki secara adat sudah mampu menghamili istri/ sudah balig;

2) Kelahiran anak tidak kurang dari enam bulan dari waktu dilangsungkan pernikahan;

3) Adanya pertemuan kedua mempelai secara langsung setelah akad.

b. Pernikahan yang fasid

Pernikahan fasid merupakan pernikahan yang dilangsungkan dalam keadaan kekurangan syarat, seperti tidak ada wali, dan tidak ada saksi atau saksi tersebut palsu.13 Ulama’ fikih sepakat bahwa sebab penetapan nasab anak salah satunya adanya pernikahan fasid, yang mana dalam penetapannya sama dengan pernikahan sah. Berikut syarat-syarat penetapan nasab dalam pernikahan fasid:14

1) Suami dikatakan mampu menghamili istrinya yakni seorang laki- laki yang sudah balig;

2) Telah melakukan hubungan suami istri;

3) Serta adanya kelahiran anak tidak kurang dari enam bulan atau lebih dari enam bulan setelah terjadinya dukhul.

13 Asman, “Hamil di Luar Nikah dan Status Nasab Anakanya (Studi Komparatif antara Pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Bin Hanbal),” Jurnal Shar-E, Vol. 6 No.1(Januari, 2020), 10.

14 Ibid. Lihat juga Wahbah az-Zuhaili, Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Hak-Hak Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan), trans. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2011), 36.

(6)

c. Waṭ’i syubhat (menggauli wanita yang bukan istrinya tanpa sengaja) Yang dimaksud dengan waṭ’i syubhat yaitu hubungan senggama yang dilakukan karena terjadinya kesalahpahaman, selain zina namun juga bukan dalam bingkai pernikahan yang sah ataupun fasad.15 Yakni seorang laki-laki menggauli wanita yang diyakini adalah istrinya namun faktanya ia bukan istrinya. Jika terjadi demikian dan wanita tersebut hamil lalu melahirkan setelah enam bulan atau lebih dari waktu senggama maka nasab anak tersebut dinasabkan kepada laki-laki yang menghamilinya.16

5. Cara Penetapan Nasab

Menurut pendapat Wahbah az-Zuhaili terdapat tiga cara untuk menetapkan nasab anak, yaitu; pernikahan sah, fasid dan ‘urfi, pengakuan dan pembuktian.

a. Pernikahan sah, fasid dan ‘urfi

Nasab dapat ditentukan setelah adanya akad pernikahan baik itu pernikahan sah, nikah fasid maupun nikah ‘urfi yaitu pernikahan yang terjadi tanpa didaftarkan di kantor catatan sipil, yang disertai terjadinya senggama. Artinya kedua mempelai sudah dewasa (balig) sehingga dapat menyebabkan kehamilan pada istri.17

15 Ibid

16 Wahbah az-Zuhaili, Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Hak-Hak Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan), trans. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2011), 37.

17 Ibid, 38. Lihat juga Muhammad Taufiki, “Konsep Nasab, Istilhaq, dan Hak Perdata Anak Luar Nikah,” Jurnal Ahkam, vol. XII No. 2 (Juli, 2012), 61.

(7)

b. Pengakuan

Terdapat pengakuan dari orang yang mengaku bahwa ia adalah ayah anak tersebut ataupun sebaliknya pengakuan anak terhadap ayahnya.

Pengakuan dapat dibenarkan jika memenuhi syarat-syarat berikut;

1) Seorang yang diakui tidak jelas atau tidak diketahui nasabnya.

2) Seorang yang diakui nasabnya adalah orang yang masuk akal. Maksudnya usia antara anak dan ayah yang mengakui, termasuk dalam kriteria batas usia yang sewajatnya. Karena tidak mungkin usia seorang anak lebih tua daripada usia ayah.

3) Orang yang mengaku sudah balig dan mumayyiz.18 c. Pembuktian

Pembuktian dilakukan sebagai dalil penguat dan kebenarannya akan lebih akurat dibanding dengan sekedar pengakuan.

Pembuktian penentuan nasab anak dilakukan dengan adanya kesaksian yakni kesaksian seorang laki-laki atau dua orang laki- laki atau dua orang perempuan. Kesaksian bisa diterima jika orang tersebut pernah melihat maupun hanya mendengar.19

18 Ibid, 38-39.

19 Ibid, 41-42.

(8)

B. Hak-Hak Anak

1. Hak Anak Menurut Undang-undang

Setiap anak yang lahir di dunia memiliki hak yang sama, yakni hak untuk hidup, hak untuk tumbuh. Dalam rangka menjaga hak-hak anak, Negara membentuk peraturan-peraturan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi anak. Seperti yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak bahwa;

“Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Adapun hak-hak anak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Setiap anak memiliki hak-hak yang berpengaruh pada tumbuhkembang anak yang tercantum dalam Pasal 4, 10, 11 mencakup hak hidup, tumbuh berkembang anak serta hak mendapatkan perlindungan sebagaimana semestinya. Selain itu anak berhak untuk menerima, mencari dan memberikan pendapatnya sesuai kecerdasan dan usianya sebagai pengembangan diri. Dengan tidak melupakan nilai kesusialaan dan kepatutan. Anak juga berhak melakukan hal-hal yang biasa dilakukan seusianya, seperti bergaul dan bermain.20

20 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 4, Pasal 10 dan Pasal 11.

(9)

Selanjutnya, terdapat hak-hak anak yang berkaitan dengan status dan hubungannya terhadap orangtua. Sebagaimana yang terangkum dalam Pasal 5, 6, 7, 13 dan 14 Undang-undang Perlindungan anak.

Bahwa anak berhak untuk mendapatkan kejelasan identitas serta status kewarganegaraannya. Anak berhak untuk dibesarkan dan diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali terdapat alasan hukum yang sah untuk anak diasuh oleh orang lain sebagai pertimbangan terbaik demi kebaikan anak. Setiap anak dalam pengasuhan berhak untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan yang tidak baik. Selain itu anak juga berhak untuk beribadah dalam bimbingan orangtua.21

Kemudian hak-hak anak yang terangkum dalam Pasal 8, 9, dan 12 meliputi hak pelayanan kesehatan dan jaminan sosial, memperoleh pendidikan dan pengajaran. Bagi anak yang menyandang disabilitas, anak berhak untuk mendapatkan pendidikan khusus serta memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.22

Selanjutnya anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari tindakan-tindakan kejahatan. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 15 dan 16 Undang-undang Perlindungan Anak yang meliputi.23 Sebagai perlindungan anak dari hak kebebasan yang dirampas anak berhak

21 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 13 dan Pasal 14.

22 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan AnaknPasal 8, Pasal 9 dan Pasal 12.

23 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 15 dan Pasal 16.

(10)

mendapatkan perlakuan secara manusiawi pada tempatnya, memperoleh bantuan hukum, serta dapat membela diri dan memperoleh keadilan.24

Terdapat pula di dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak;25

1) anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar;

2) anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna;

3) anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan;

4) anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

2. Hak Keperdataan Anak

Hak keperdataan merupakan bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana secara normatif. Hak asasi anak ialah bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta

24 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 17 dan Pasal 18.

25 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Pasal 2.

(11)

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak.26 Berikut beberapa hak anak atas orangtuanya;

a. Hak nafkah

Yakni kebutuhan pokok yang harus diberikan orangtua terhadap anak, berupa sandang, pangan dan tempat tinggal yang layak.

Sebagaimana yang tertera dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

b. Hak Perwalian

Pasal 330 ayat (3) KUH Perdata merumuskan bahwa “Mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah kekuasaan orangtua, berada di bawah perwalian atas dasar dan cara sebagaiamana teratur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab ini.”27 c. Hak waris

Pasal 852 BW. Menyebutkan bahwa yang menjadi ahli waris golongan 1 adalah anak-anak atau sekalian keturunannya. Dalam hal ini suami atau istri yang hidup terlama, anak-anak sah ataupun anak- anak di luar nikah yang diakui.28

26 Rifki Septiawan Ibrahim, “Hak-hak Keperdataan Anak Dalam Perspektif Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak,” Jurnal Lex Privatum, vol VI No. 2 (April, 2018), 55.

27 Busman Edyar, “Status Anak Luar Nikah Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam Pasca Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Uji Materil Undang-undang Perkawinan,”

Jurnal Hukum Islam, vol. 1 No. 2 (2016), 195.

28 Andy Hartanto, Hukum Waris: Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut

“Burgerlijk Wetboek” Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (Surabaya: LaksBang Justitia, 2015), 18.

(12)

Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya menuliskan hak-hak anak sebagai berikut;29

1) Hak Nasab;

2) Hak Raḍa’ (hak menyusui);

3) Hak Haḍanah (Pemeliharaan anak);

4) Hak Perwalian;

5) Hak Nafkah C. Maṣlahah Mursalah

1. Pengertian Maṣlahah Mursalah

Dalam arti umum, maṣlahah adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau menghasilkan keuntungan (kesenangan), atau dalam arti menolak atau menghindarkan kerusakan.30 Secara etimologis, al-maṣlahah dapat berarti kebaikan, kebermanfaatan, kepantasan, kelayakan, keselarasan, kepatutan. Kata al-maṣlahah dilawankan dengan kata al-mafsadah yang artinya

kerusakan.31 Sedangkan mursalah berarti lepas, bebas. Maṣlahah mursalah berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan/ kemanfaatan

tanpa ada dalil yang menetapkannya maupun menolaknya. Menurut ulama’ ushul maṣlahah mursalah adalah kemaslahatan yang oleh syara’

29 Wahbah az-Zuhaili, Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Hak-Hak Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan), trans. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2011).

30 Darmawan, Ushul Fiqh (Revka Prima Media, 2020), 113.

31 Sebagaiman yang dikutip oleh Amrullah Hayatudin, Ushul Fiqh: Jalan Tengah Memahami Hukum Islam (Jakarta: Amzah, 2019), 78.

(13)

tidak dibuatkan hukum untuk mewujudkannya, tidak ada dalil syara’

yang menunjukkan dianggap atau tidaknya kemaslahatan itu.32

Berikut adalah beberapa pandangan para ulama’ terkait definisi maṣlahah mursalah:33

a. Menurut Abu Zahrah, al-maṣlahah mursalah adalah suatu maslahah yang sesuai dengan maksud-maksud tujuan syari’at secara umum, tetapi tidak ada dasar yang secara khusus menjadi bukti diakui atau tidaknya.

b. Menurut Abu Nur Zuhair, al-maṣlahah mursalah adalah suatu sifat yang sesuai dengan hukum, tetapi belum tentu diakui atau tidaknya oleh syara’.

c. Menurut al-Ghazali, al-maṣlahah mursalah adalah suatu metode istidlal (mencari dalil) dari nash syara’ yang tidak merupakan

dalil tambahan terhadap nsash syara’, tetapi ia tidak keluar dari nash syara’.

d. Menurut asy-Syatibi, al-maṣlahah mursalah adalah suatu maslahah yang tidak ada nash tertentu, tetapi sesuai dengan tindakan syara’.

2. Pembagian Maṣlahah Mursalah

Dilihat dari segi eksistensinya, maslahah dibagi menjadi 3 yaitu;

Maṣlahah Mu’tabarah, Maṣlahah Mulghah, Maṣlahah Mursalah.

32 Darmawan, Ushul Fiqh (Revka Prima Media, 2020), 122-123.

33 Rahcmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 119-120.

(14)

a. Maṣlahah mu’tabarah yaitu kemaslahatan yang didukung oleh syari’at, artinya terdapat dalil khusus yang membuat bentuk dan jenis dari kemaslahatan tersebut.34

b. Maṣlahah Mulghah

Maṣlahah mulghah yaitu kemaslahatan yang tidak diterima

karena berlawanan dengan syari’at.35 c. Maṣlahah Mursalah

Maṣlahah mursalah yaitu kemalsahatan yang tidak didukung

oleh dalil syari’at ataupun dalil nash secara rinci tetapi ia memperoleh dukungan yang kokoh dari makna implisit dari sejumlah nash yang ada.36

3. Kehujjahan Maṣlahah Mursalah

Kehujjahan maṣlahah mursalah pada prinsipnya jumhur ulama sepakat menerimanya sebagai salah satu cara dalam menetapkan hukum syara’, sekalipun dalam pelaksanaan dan penempatan syaratnya mereka berbeda pendapat.37 Penetapan syarat untuk metode maṣlahah mursalah merupakan sebagai bentuk kehati-hatian dalam menetapkan hukum, berikut syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh setiap ulama’:

34 Amrullah Hayatudin, Ushul Fiqh: Jalan Tengah Memahami Hukum Islam (Jakarta:

Amzah, 2019), 83. Lihat juga, Sahibul Ardi, “Konsep Maslahah Dalam Perspektif Ushuliyyin,”

Jurnal An-Nahdhah, vol. 10 No. 20 (Juli-Desember, 2017) Hal, 239.

35 Ibid.

36 Ibid.

37 Ibid. 87

(15)

a. Imam al-Ghazali

Imam al-Ghazali menerima maṣlahah mursalah dengan menetapkan beberapa syarat yaitu;38

1) Maṣlahah mursalah harus sesuai dengan ketentuan syara’;

2) Tidak bertentangan dengan nash;

3) Maslahah tersebut harus sesuai degan tindakan ḍaruri atau mendesak untuk kepentingan umum.

b. Imam asy-Syatibi

Imam asy-Syatibi menetapkan syarat penggunaan metode maṣlahah mursalah dengan syarat;39

1) Kemaslahatan harus sesuai dengan prinsip-prinsip dalam ketentuan syari’ dan tidak bertentangan dengan nash;

2) Kemaslahatan dikhususkan dalam bidang sosial (mu’amalat) saja;

3) Maslahah merupakan pemeliharaan terhadap aspek ḍaruriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat.

c. Jumhur ulama’

Jumhur ulama’ menetapkan maṣlahah mursalahah sebagai hujjah dengan menetapkan 3 syarat, yaitu;40

38 Muksana Pasaribu, “Maslahat dan Perkembangannya Sebagai Dasar Penetapan Hukum Islam,” Jurnal Justitia, vol. 1 No. 4 (Desember, 2014), 385.

39 Hendri Hermawan Adinugraha & Mashudi, “Al-Maslahah Al-Mursalah dalam Penentuan Hukum Islam,” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 4 No.01 (2018), 70. Lihat juga, Muhammad Rusfi, “Validitas Maslahah Mursalah Sebagai Sumber Hukum,” Jurnal AL-‘ADALAH, vol. XII No. 1 (Juni, 2014), 64.

40 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh: Kaidah Hukum Islam, ter. Faiz el Muttaqin (Jakarta: Pustaka Amani), 113-114. Lihat juga, Hendri Hermawan Adinugraha & Mashudi, “Al-

(16)

1) Kemaslahatan tersebut termasuk dalam kemaslahatan hakiki dan bukan berdasarkan prasangka saja.

2) Kemaslahatan bersifat umum bukan untuk khusus perorangan.

3) Kemaslahatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan syara’.

Jumhur ulama’ menerima maṣlahah mursalah sebagai landasan hukum dengan beberapa alasan diantaranya;41

1) Kehidupan manusia berjalan dan berkembang mengikuti zaman sehingga persoalan yang dihadapi akan semakin kompleks.

2) Para sahabat memutuskan hukum dan peraturan baru yang diproduksi untuk mewujudkan kemaslahatan. Beberapa sahabat terdahulu sudah menggunakan maṣlahah mursalah sebagai landasan penetapan hukum baru. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abu Bakar untuk mengumpulkan potongan-potongan ayat al-Qur’an menjadi satu mushaf.

3) Merealisasikan maqāṣid asy-syarī’ah dengan mengutamakan kemaslahatan.

Maslahah Al-Mursalah dalam Penentuan Hukum Islam,” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 4 No.

01(2018), 71.

41 Amrullah Hayatudin, Ushul Fiqh: Jalan Tengah Memahami Hukum Islam. (Jakarta:

Amzah, 2019), 89. Lihat juga, Muksana Pasaribu, “Maslahat dan Perkembangannya Sebagai Dasar Penetapan Hukum Islam,” Jurnal Justitia, vol. 1 No. 4 (Desember, 2014), 358-359.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran Pengadaan Jasa Outsourching Pengemudi, Teknisi dan Tenaga Fungsional Lainnya TA 2015 dari Pokja Pengadaan Jasa Outsourching

Siswa lebih senang belajar dengan media yang menunjukkan cara kerja, gambar- gambar atau materi secara lebih mendetail (real) dibandingkan belajar dengan hanya menggunakan buku

Laba adalah pendapatan dan keuntungan setelah dikurangi beban dan kerugian. Laba merupakan pengukuran aktivitas operasi dan ditentukan menggunakan dasar akuntansi akrual. Dalam hal

Pembelajaran dengan media ular tangga segitiga materi keliling dan luas segitiga dapat meningkatkan motivasi belajar, yang tadinya belajar matematika membosankan

Aplikasi Petunjuk Perbaikan Mesin Sepeda Motor adalah sebuah aplikasi yang berisi tentang kerusakan pada mesin sepeda motor beserta solusi perbaikannya. Jenis mesin sepeda motor

[r]

Sumber data dalam penelitian ini adalah film《 天下无贼》 Tiānxià Wú Zéi karya (赵本夫) Zhao Benfu. Data dalam penelitian ini berupa monolog, kutipan-kutipan

Hal ini jugalah yang menyebabkan rendahnya nilai modulus young pada formulasi pati:gelatin 10:0 (g/g) dan konsentrasi gliserol 25% yang diimbangi dengan