• Tidak ada hasil yang ditemukan

YAYASAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM (YLPI) DAERAH RIAU UNIVERSITAS ISLAM RIAU FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "YAYASAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM (YLPI) DAERAH RIAU UNIVERSITAS ISLAM RIAU FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

YAYASAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM (YLPI) DAERAH RIAU UNIVERSITAS ISLAM RIAU

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ANALISIS KRIMINOLOGI TERHADAP VIKTIMISASI STRUKTURAL BURUH OUTSOURCING

(STUDI KASUS PERUSAHAAN X DI KECAMATAN MANDAU)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Riau

MIRANNI NPM : 157510082

PROGRAM STUDI KRIMINOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU 2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan segala keterbatasan akhirnya karya ilmiah yang ditulis dalam bentuk Skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Skripsi yang berjudul “Analisis Kriminologi Terhadap Viktimisasi Struktural Buruh Outsourcing (Studi Kasus Perusahaan X Di Kecamatan Mandau)” ini penulis tulis dan diajukan ke fakultas dalam rangka memenuhi salah satu syarat menamatkan studi dan sekaligus memperoleh gelar sarjana strata satu.

Penulis dengan segala keterbatasan ilmu dan pengalaman sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menyusun setiap lembar bab perbab Skripsi ini sesuai dengan kaidah penelitian ilmiah dan ketentuan yang ditetapkan Fakultas.

Walaupun demikian penulis menyadari bahwa pada lembar tertentu dari naskah Skripsi ini mungkin ditemukan berbagai kesalahan dan kekurangan. Untuk membenahi hal itu penulis berharap kemakluman serta masukan dari para pembaca.

Penulis menyadari pula bahwa dalam proses studi maupun dalam proses penulisan dan penyelesaian Skripsi ini banyak pihak turut membantu. Sehubungan dengan itu secara khusus pada lembaran ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua Papa dan Mama (Ali Amran & Mimi Erva) yang sangat penulis cintai dimana beliau telah merawat dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang serta selalu memberikan semangat dan doa kemudian kepada Kakak dan Abang ipar penulis (Miranti & Iman) yang selalu memberikan nasehat dukungan dan doa dengan penuh ketulusan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. H. Syafrinaldi, SH.,MCL selaku Rektor Universitas Islam Riau.

3. Bapak Dr. H. Moris Adidi Yogia, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Riau.

4. Bapak Askarial SH,.MH selaku Ketua Program Studi Kriminologi.

(8)

vii

memberikan pengetahuan kepada penulis terutama selama proses bimbingan berlangsung sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Riau yang telah berjasa memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis. Terkhusus Bapak dan Ibu dosen Program Studi Kriminologi.

7. Bapak dan Ibu Tata Usaha Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Riau yang telah berjasa membantu melayani segala keperluan dan kelengkapan administrasi penulis.

8. Teman-teman seperjuangan penulis Cici Sukaesi, Mega Vilia Obin, Isma Winda Ratna Sari, Ranti arianti yang amat banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan semua teman-teman angkatan 2015, suatu kebahagiaan dalam diri penulis dapat menimbah ilmu bersama kalian semua. Kakak penulis Miranti dan Abang Ipar penulis bg Iman terima kasih atas motivasi, kepercayaan, dan semangat yang tiada hentinya bagi penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

9. Teman-teman Ex’15 Nisaul Rahmi, Nadya Sumardani, Cindy Ayu Pratiwi, Devi Handayani yang selalu memberikan semangat dan perhatian kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat yang cukup berarti kepada setiap para pembacanya.

Pekanbaru, 10 April 2019 Penulis,

Miranni

(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN TIM PEMBIMBING... ii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... BERITA ACARA UJIAN KOMPREHENSIF SKRIPSI ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN ... SURAT PERNYATAAN ... ABSTRAK ... ABSTRACT ... BAB I : PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

BAB II : STUDI KEPUSTAKAAN ... 12

2.1 Studi Kepustakaan ... 12

2.1.1 Kejahatan dalam Kriminologi ... 12

2.1.2 Konsep Viktimisasi Struktural ... 15

2.1.3 Konsep Pekerja (Buruh) ... 16

2.1.4 Konsep Perjanjian Kerja ... 19

2.1.5 Konsep Outsourcing ... 22

2.2 Kajian Terdahulu ... 27

2.3 Konsep Teori ... 29

2.4 Konsep Kerangka Pikir ... 31

2.5 Konsep Operasional ... 33

BAB III : METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Metode Penelitian ... 35

3.2 Lokasi Penelitian ... 36

3.3 Informasi Penelitian ... 37

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 38

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.6 Metode Analisa Data ... 41

(10)

ix

4.1 Sejarah Tempat Penelitian... 47

4.1.1 Sejarah Kecamatan Mandau ... 47

4.2 Perusahaan X ... 48

4.2.1 Visi dan Misi Perusahaan X ... 50

4.2.2 Kriteria Recruitmen Perusahaan X... 50

4.3 Struktur Organisasi... 52

4.4 Fungsi dan Tugas Organisasi ... 53

BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

5.1 Hasil Penelitian ... 56

5.1.1 Studi Pendahuluan ... 56

5.1.2 Pelaksanaan Penelitian ... 56

5.1.3 Identitas Informan ... 58

5.2 Hasil Wawancara dengan Key Informan dan Informan ... 59

5.3 Hasil Analisa Dalam Wawancara... 74

BAB VI : PENUTUP ... 81

6.1 Kesimpulan ... 81

6.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tabel Gambaran Kerangka Pikir ... 32

3.1 Tabel Data Key Informan dan Informan ... 38

3.2 Tabel Jadwal Waktu Kegiatan Penelitian ... 44

5.1 Tabel Jadwal Penelitian Wawancara ... 57

5.2 Tabel Daftar Identitas Key Informan dan Informan ... 58

(12)

xi

1. Kuisioner Penelitian Tentang Analisis Kriminologi Terhadap Viktimisasi Buruh Outsourcing (Studi Kasus Perusahaan X

Di Kecamatan Mandau) ... 91 2. Dokumentasi Penelitian Tentang Analisis Kriminologi Terhadap

Viktimisasi Struktural Buruh Outsourcing (Studi Kasus

Perusahaan X Di Kecamatan Mandau) ... 110

(13)

xiii

(14)

viii MIRANNI 157510082

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apa saja pendiskriminasian maupun pengeksploitasian dan berujung pada viktimisasi struktural yang dialami oleh para buruh Outsourcing. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang memaparkan fakta-fakta yang ada di lapangan melalui kata-kata lisan maupun tertulis dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. Praktek Outsourcing melibatkan tiga komponen yaitu perusahaan utama, perusahaan Outsourcing, dan Buruh Outsourcing.

Pendiskriminasian dan pengeksploitasian yang dialami para buruh Outsourcing di mulai dari awal proses penandatanganan perjanjian kerja, perjanjian kerja yang diperpanjang setiap 1 tahun sekali dan telah terjadi sebanyak 7 kali berturut-turut, tidak mendapatkan salinan perjanjian kerja, tidak mendapatkan berbagai Jaminan- jaminan sosial pada BPJS Ketenagakerjaan, keterlambatan pengeluaran upah gaji sampai 10 hari setiap bulannya, adanya pemotongan upah gaji sebesar 50%

sehingga upah yang diterima tidak sesuai dengan Upah Minimum Kota/Kabupaten Bengkalis, upah lembur (Overtime) tidak pernah dikeluarkan, hanya mendapatkan sebagian Tunjangan Hari Raya, selama 7 tahun bekerja hanya mendapatkan 1 baju seragam kerja, kemudian tidak adanya pengawasan baik dari pihak perusahaan utama maupun pihak Disnakertrans, dan lebih jauh lagi seperti adanya pelemparan tanggung jawab yang tidak jelas baik dari Disnakertrans Daerah maupun Disnakertrans Provinsi terhadap penindakan untuk perusahaan yang melakukan kecurangan yang menyebabkan terjadinya viktimisasi struktural terhadap hak-hak dasar buruh Outsourcing yang menimbulkan ketimpangan ekonomi antara buruh Outsourcing dengan buruh tetap yang berujung terjadinya konflik.

Kata Kunci : Buruh, Diskriminasi dan Eksploitasi, Konflik, UU Ketenagakerjaan

(15)

ix

CRIMINOLOGY ANALYSIS OF OUTDOOR STRUCTURAL VICTIMIZATION OF OUTSOURCING LABOR

(Case Study Of Company X In Mandau District) ABSTRACT

MIRANNI 157510082

The purpose of this study is to analyze any kind of discrimination or exploitation and lead to structural victimization experienced by outsourcing workers. This study uses descriptive qualitative methods, namely research that presents facts in the field through oral and written words and observable behavior from the people studied. Outsourcing practices involve three components, namely the main company, outsourcing company, and outsourcing labor. Discrimination and exploitation experienced by outsourcing workers starting from the beginning of the process of signing a work agreement, an extended work agreement every 1 year and having occured 7 times in a row, not getting a copy of the work agreement, not getting various social guarantees at the Organizers Of The Social Security Employment, late payment of wages up to 10 days each month, deductions from salary wages of 50%, overtime wagesare never issued, only receive a portion of the Holidays Allowance, as long as 7 years of work only get 1 work uniform, then there is no supervision either from the main company or the Department of Manpower and Transmigration, and furthermore, there is an unclear throwing of responsibility from both the Regional Manpower and Transmigration and the Provincial Manpower and Transmigration Office for prosecution of companies there is fraud which causes structural victimization of basic labor rights outsourcing which creates economic inequality between outsourcing workers and permanent workers which leads to conflict.

Keywords : Labor, Discrimination and Exploitasion, Conflict, Labour Laws

(16)

x

Tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut di adakan pelaksanaan pembangunan nasional secara berkesinambungan di segala bidang. Pembangunan nasional memiliki tujuan tersendiri yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur dengan cara melakukan perlindungan terhadap tenaga kerja maupun pekerja atau buruh.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Sedangkan Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap laki-laki atau perempuan yang sedang, dalam, dan atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Tenaga kerja ataupun pekerja/buruh merupakan penggerak sektor usaha memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya. Tidak jarang terjadi permasalahan dalam ketenagakerjaan, dan hal tersebut harus dapat diatasi secara baik karena dalam dunia bisnis perusahaan, antara pengusaha dan pekerja merupakan mitra yang saling membutuhkan.

Persaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan membuat perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan jasa

1

(17)

2

yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi terhadap kompetensi utama dari perusahaan, akan dihasilkan sejumlah produk dan jasa yang memiliki kualitas dan daya saing di pasaran.

Dengan begitu banyak perusahaan di Indonesia yang berdalih dengan menganut pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain di luar perusahaan induk dan kegiatan ini disebut dengan Alih daya atau yang sering dikenal dengan outsourcing.

Outsourcing mulai banyak diperdebatkan di Indonesia setelah diterbitkannya UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, dimana aturan tersebut dinyatakan sebagai awal mula lahirnya sistem kerja outsourcing yang sekarang banyak dipraktikkan pada beberapa perusahaan yang ada di Indonesia.

Pengaturan hukum outsourcing ini tertuang dalam UU Ketenagakerjaan pada Pasal 64 menyebutkan bahwa “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”. Pasal 64 ini telah jelas menyatakan tentang praktik outsourcing yang kemudian banyak di anut oleh perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia.

Dapat disimpulkan bahwa outsourcing ada karena faktor lemahnya Undang- Undang Tenaga Kerja.

Pada era saat ini dimana persaingan usaha yang semakin ketat membuat perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi sehingga banyaknya kecenderungan dari perusahaan untuk berupaya meminimalkan komponen biaya buruh dikarenakan dalam kegiatan operasional perusahaan hampir seluruh hal

(18)

yang berkaitan dengan biaya produksi (seperti harga bahan baku, pajak, listrik, dan telepon) berada diluar kekuasaan perusahaan karena tarifnya ditentukan oleh mekanisme pasar atau ditentukan oleh pemerintah, terkecuali komponen tenaga kerja, satu-satunya komponen yang dapat diintervensi atau dimainkan oleh pengusaha (dalam Munir : 2013).

Kondisi itulah kiranya mendorong pengusaha untuk lebih jauh dalam meminimalkan komponen biaya buruh (penggunaan sistem outsourcing) dengan asumsi tingkat upah yang diberikan relatif lebih rendah dari sekiranya menggunakan buruh tetap. Dan dalam keadaan lain, perusahaan seakan tidak memiliki keharusan untuk mengeluarkan biaya tambahan guna pelatihan para pekerja disamping juga terhindar dari kewajiban pemberian pesangon, penghargaan masa kerja, lembur, dan lain-lain (dalam Munir : 2016).

Hal tersebut juga kerap terjadi di beberapa perusahaan yang ada di daerah Riau lebih tepatnya di Kecamatan Mandau yang merupakan salah satu daerah di Riau dengan angka perusahaan terbanyak, salah satu Perusahaan migas di Kecamatan Mandau ini juga menganut sistem outsourcing, dimana perusahaan tersebut menggunakan buruh security disalah satu vendor penyedia jasa outsourcing (perusahaan x) yang ada di Kecamatan Mandau tersebut untuk kepentingan menjaga perkantoran dan alat-alat berat operasional dari perusahaan migas itu.

Dalam keadaan ini, perusahaan utama atau perusahaan penyedia pekerjaan tersebut seakan tidak memiliki keharusan untuk mengeluarkan biaya tambahan untuk pelatihan para pekerja dan juga terhindar dari kewajiban pemberian

(19)

4

pesangon, upah lembur, penghargaan selama masa kerja, serta keamanan apabila buruh outsourcing berseteru dengan salah satu pekerja tetap di perusahaan tersebut, upah pokok yang di potong 10% oleh pihak perusahaan outsourcing atau bahkan bisa lebih dari 10%.

Dapat kita lihat secara kriminologi bahwa dengan adanya Undang-Undang yang mengatur tentang outsourcing tersebut sebenarnya sudah terlihat jelas adanya sebagian pihak yang diuntungkan yaitu pihak perusahaan penyedia pekerjaan dan pihak perusahaan penyalur outsourcing kemudian adanya sebagian pihak yang dirugikan yaitu pekerja atau buruh outsourcing karena dengan adanya kebijakan peraturan tersebut telah melanggar Hak Asasi Manusia terutama pekerja atau buruh outsourcing yang terdiskriminasi atau tereksploitasi dari segi hak-hak dasar yang diperoleh karena hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan perusahaan saja dan mengabaikan kebutuhan pekerja atau buruh.

Berikut merupakan fenomena serupa yang pernah terjadi di Kabupaten Bengkalis tepatnya di Kecamatan Pinggir dan diperoleh dari artikel yang di terbitkan oleh Antarariau.com.

Pekanbaru, (Antarariau.com) puluhan buruh minyak PT.Supraco menggelar aksi mogok kerja untuk menolak sistem kontrak pihak ketiga (outsourcing) dari perusahaan asing Dowell Anadrill Schlumberger di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. “Aksi ini melibatkan 53 pekerja untuk menuntut hak kami sebagai pekerja yang dilindungi oleh Undang-Undang,” kata ketua Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan (SPKEP) DAS/Supraco, Buya Amin, kepada Antarariau, Selasa.

(20)

Ia mengatakan, aksi mogok kerja ini sudah berlangsung selama enam hari sejak 2 Januari lalu. Puluhan pekerja bertahan di depan pintu gerbang area kerja Schlumberger di daerah Balai Raja Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis.

Mereka mendirikan tenda dari terpal biru dan menghadang setiap kendaraan alat berat yang ingin keluar masuk gerbang tersebut. “Sampai enam hari kami aksi seperti ini, belum ada itikad baik dari perusahaan baik Supraco dan Schlumberger,” kata Buya menyayangkan. Ia mengatakan selama ini Schlumberger merupakan subkontraktor dari PT Chevron Pacific Indonesia yang menggunakan PT Supraco sebagai penyuplai tenaga kerja untuk pekerjaan di area sumur dan pengeboran. Sebanyak 53 pekerja yang mogok kerja, merupakan bagian dari 116 orang yang dipekerjakan Schlumberger melalui pihak ketiga yaitu Supraco. “Seragam sampai celana dalam kami berlambang Schlumberger, namun kami sebenarnya hanya buruh outsourcing,” ujarnya.

Ia mengatakan buruh yang mogok kerja rata-rata sudah bekerja 5-14 tahun dalam kerjasama pihak ketiga, dimana Supraco memberlakukan kontrak tiap satu tahun. Ketika kontrak habis pada 31 September lalu, para pekerja menolak perpanjangan sementara selama tiga bulan karena menyadari telah diperlakukan semena-mena. Sebab, ia mengatakan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.19/2012 yang didukung Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No.04/2013 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Pekerjaan Kepada Perusahaan Jasa Lain, para pekerja seharusnya mendapat hak untuk diangkat sebagai pekerja tetap karena sudah tiga tahun menjalani kontrak. Selain itu, ia mengatakan pihak perusahaan selama ini hanya diberikan kontrak yang habis

(21)

6

setiap satu tahun, untuk menghindari peraturan hukum bahwa seharusnya kontrak kerja hanya boleh dua kali dan tambah satu kali perpanjangan. “Dalam aturannya, seharusnya kami yang menjadi buruh dalam pekerjaan inti pengeboran dalam industri migas tidak boleh di kontrak apalagi di outsourcing,”

katanya.

Ia menyayangkan sikap tidak acuh Schlumberger yang mengabaikan surat permohonan dari buruh sejak tahun 2012 untuk meninjau ulang pola kerjasama pihak ketiga yang menyalahi Undang-Undang Ketenagakerjaan. Selama enam hari aksi mogok, lanjutnya, pertemuan antara kedua pihak yang dimediasi oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bengkalis dan Chevron Pacific Indonesia selaku induk kontraktor dari Schlumberger tidak pernah ada titik temu. “Kami disebut melanggar peraturan perusahaan, padahal kami masih ingin bekerja dan mendesak Schlumberger mempekerjakan kami dengan menaati peraturan yang berlaku di negara ini,” katanya. (https://www.antarariau.com/berita/32157/buruh- minyak-mogok-kerja-tolak-outsourcing-schlumberger, 07 Januari 2018).

Dari fenomena di atas dapat kita lihat banyaknya kecurangan yang dilakukan pihak perusahaan utama dan perusahaan outsourcing diantaranya memakai jasa outsourcing selama 15 tahun dengan pekerjaan yang tidak sementara sifatnya, bukan merupakan pekerjaan musiman dan melebihi waktu 3 (tiga) tahun dalam penyelesaiannya dengan sistem perjanjian kerja yang di perbarui setiap 1 (satu) tahun sekali. Hal ini telah melanggar pasal 59 Undang- Undang Ketenagakerjaan.

(22)

Kemudian, fenomena di atas juga menyebutkan penyimpangan lainnya yaitu dimana pemberi pekerjaan memakai buruh outsourcing untuk melakukan pekerjaan pokok yang langsung berhubungan dengan proses produksi pengeboran dalam industri perusahaan migas tersebut yang telah melanggar pasal 66 Undang- Undang Ketenagakerjaan.

Lain halnya dengan perusahaan yang ingin penulis teliti, dimana perusahaan penyedia buruh outsourcing (Perusahaan X) ini telah melakukan beberapa diskriminasi dan eksploitasi terhadap hak-hak dasar buruh sehingga berujung kepada viktimisasi struktural yang dialami oleh para buruh outsourcing tersebut.

Adapun data awal yang penulis peroleh dari wawancara bersama salah seorang buruh outsourcing terkait pendiskriminasian dan pengeksploitasian terhadap hak-hak dasar yang dialaminya adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1 Hak-hak dasar yang tidak diperoleh buruh 1 Tidak mendapatkan salinan perjanjian kerja

2 Perjanjian kerja diperpanjang tiap 1 tahun sekali dan berlangsung selama 6 tahun berturut-turut.

3 Tidak mendapatkan Jaminan Sosial

4 Keterlambatan pengeluaran upah gaji sampai 10 hari 5 Pemotongan upah gaji secara sepihak sebesar 50%

6 Upah gaji yang diterima tidak sesuai dengan UMK Kab.Bengkalis 7 Upah lembur yang tidak pernah dikeluarkan

8 Hanya mendapatkan 1 seragam kerja

Sumber : Buruh Outsourcing Perusahaan X, 2018

Dari data diatas penulis menemukan beberapa diskriminasi dan eksploitasi hak-hak dasar yang dialami buruh outsourcing akibat dari kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh Perusahaan X tersebut. Perusahaan X telah melanggar

(23)

8

berbagai ketentuan-ketentuan yang ada didalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu seperti pada pasal 54 ayat (3) tentang pengadaan salinan perjanjian kerja sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), pasal 59 ayat (4) dimana perjanjian kerja melebihi batas yang telah ditentukan, pasal 59 ayat (7) dimana perjanjian kerja yang melebihi batas yang telah ditentukan oleh UU Ketenagakerjaan maka demi hukum beralih menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan bukan lagi disebut sebagai buruh outsourcing melainkan buruh tetap. Kemudian dari fakta dilapangan yang penulis temukan sementara adanya seperti ketimpangan perlindungan dan syarat-syarat kerja antara buruh outsourcing dengan buruh tetap di Perusahaan Utama (pemberi pekerjaan) dimana hal ini telah melanggar pasal 65 ayat (4), kemudian jam lembur yang melebihi batas dan upah lembur yang tidak pernah dikeluarkan oleh Perusahaan X diman hal ini tidak sesuai dengan pasal 78 ayat (1) dan (2).

Disini telah terjadinya ketidak adilan, ketidak seimbangan dan ketidak setaraan antara pekerja tetap dengan pekerja alih daya. Banyaknya terdapat ketimpangan ekonomi dan unsur politik yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan adanya kebijakan atau peraturan yang diterbitkan telah menjadikan pekerja alih daya sebagai viktimisasi struktural dan termasuk dalam kejahatan korporasi.

Dari adanya fenomena tersebut maka pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur yang merata, baik materil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak tercapai secara keseluruhan khususnya tentang ketenagakerjaan, karena pada dasarnya warga negara Indonesia

(24)

tidak hanya cukup memiliki pekerjaan saja, sebenarnya harapan dengan pekerjaan tersebut dapat memberikan kesejahteraan serta jaminan-jaminan bagi kehidupannya dan juga keluarganya seperti jaminan kesehatan, pendidikan, tunjangan hari tua, tunjangan keselamatan kerja (dalam Munir : 2016).

Dengan mengpraktikan sistem outsourcing yang sesuai dengan peraturan yang ada di Undang-Undang Tenaga Kerja saja sudah menimbulkan pergeseran besar menyangkut status kerja buruh belum lagi menyangkut pelanggaran hak-hak dasar buruh dari proses hubungan kerja outsourcing yang melibatkan tiga pihak antara penyalur, pengguna, dan buruh apalagi di tambah dengan adanya penyimpangan dalam perjanjian kerja buruh outsourcing yang tidak berlandaskan dengan peraturan yang tertuang dalam UU Tenaga Kerja yang dilakukan oleh perusahaan penyalur yang telah jelas nyata mengakibatkan buruh semakin menjadi korban.

Apabila kegiatan Alih daya atau outsourcing di Indonesia masih saja terus dilakukan maka Negara kita belum berhasil mewujudkan kesetaraan, keadilan, dan kemakmuran pada pembangunan nasional dalam bidang ketenagakerjaan.

Oleh sebab itu pekerja/buruh perlu diberi perlindungan dari berbagai ketimpangan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia untuk menjamin hak-hak dasar pekerja atau buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun.

Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk memilih judul suatu karya ilmiah yang berbentuk Skripsi dengan judul :

(25)

10

“Analisis Kriminologi Terhadap Viktimisasi Struktural Buruh Outsourcing (Studi Kasus Perusahaan X Di Kecamatan Mandau)”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apa saja faktor penyebab pendiskriminasian dan pengeksploitasian yang berujung pada viktimisasi struktural yang dialami oleh para buruh outsourcing pada Perusahaan X di Kecamatan Mandau ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penilitian Tujuan Penelitian :

a. Menganalisis apa saja pendiskriminasian dan pengeksploitasian yang berujung pada viktimisasi struktural yang di alami oleh para buruh outsourcing pada salah satu Perusahaan X di Kecamatan Mandau.

Manfaat Penelitian ini adalah : a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis serta dapat menerapkan ilmu yang penulis peroleh dibangku perkuliahan khususnya mengenai analisis kriminologi terhadap viktimisasi struktural buruh outsourcing.

b. Manfaat Praktis

(26)

Dengan mengetahuinya pula pemerintah dapat mengambil sikap terkait upaya untuk meminimalisir dan mengantisipasi atas pendiskriminasian dan pengeksploitasi yang berujung pada viktimiasasi struktural terhadap buruh Outsourcing khususnya di daerah Riau.

c. Manfaat Akademis

Dapat dijadikan sebagai literatur bagi rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai penelitian ini.

(27)

x

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1 Studi Kepustakaan

Sebagai acuan dalam penelitian maka penulis mengemukakan beberapa konsep dan teori pendukung untuk membantu penulis menelaah masalah yang dikaji.

2.1.1 Kejahatan dalam Kriminologi

Secara semantik, kata kriminologi (criminology) dalam Bahasa Inggris, (kriminologie) dalam Bahasa Belanda, berasal dari dua kata Latin yaitu “crimen”

dan “logos”. Crimen berarti kejahatan, dan logos berarti ilmu. Dengan demikian secara harfiah kriminologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan (bukan ilmu kejahatan/ilmu menjadi penjahat). Kata kriminologi ini untuk pertama kalinya dipergunakan pada akhir abad ke 19 oleh seorang sarjana antropologi berbangsa Perancis yaitu P.Topinard (Mustofa, 2010 : 3).

Kriminologi merupakan disiplin ilmu yang berbasiskan sosiologi.

Pengertian kejahatan menurut yuridis berbeda dengan pengertian kejahatan menurut kriminologi. Dengan pendefenisian yang khusus akan membawa implikasi ilmiah yang khusus pula, yakni syarat-syarat untuk mempelajari kejahatan dan penjahat harus sesuai dengan tradisi ilmiah sosiologi (Mustofa, 2010 : 22).

Mustofa mengelompokkan pengertian kejahatan sesuai dengan kriminologi yang sosiologis sebagai berikut :

a. Pola tingkah laku individu-individu, sekelompok individu maupun suatu organisasi yang terdapat di dalam masyarakat yang merugikan

12

(28)

masyarakat baik secara materi, fisik, maupun psikologis. Sebagian tingkah laku yang merugikan itu telah melalui suatu proses politik oleh lembaga legislatif yang kemudian dirumuskan secara yuridis dan ditetapkan sebagai pelanggaran hukum pidana sehingga diberikan sanksi pidana kepada pelakunya yang telah melanggar.

b. Pola tingkah laku individu-individu, sekelompok individu maupun suatu organisasi dalam masyarakat yang bertentangan dengan moral di suatu kalangan masyarakat, kemudian masyarakat memberikan reaksi non formal kepada pelakunya.

Pola tingkah laku kejahatan atau pola tingkah laku penyimpangan yang bermakna sosiologis menurut Manheim (1973:11) adalah tingkah laku yang dipertanyakan selalu dijumpai di dalam kehidupan masyarakat yang bertentangan dengan aturan-aturan di kalangan masyarakat banyak. Artinya tindakan tersebut bertolak belakang dengan “conduct norms”, yaitu tindakan-tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat walaupun tindakan itu tidak terdapat di dalam Undang-undang (Dermawan, 2013:2).

Menurut Durkheim (1996:6) Kejahatan sebagai gejala yang normal karena tidak mungkin ada masyarakat tanpa kejahatan. Rumusan tentang kenormalan kejahatan tersebut untuk meyakinkan kejahatan bukanlah kelainan sosial yang harus diberantas atau dimusnahkan. Kenormalan kejahatan yang sesungguhnya ialah keberadaan atau tingkat kemunculannya tidak melampaui tingkat yang memungkinkan masyarakat mampu untuk mengendalikannya (Mustofa, 2010:24).

(29)

14

Kejahatan sebagai gejala sosial adalah tindakan yang merugikan dan melanggar aturan di dalam masyarakat, dan sering terjadi di masyarakat sehingga membentuk suatu pola atau keteraturan (Mustofa, 2010:25). Dengan demikian, meskipun mungkin terjadi suatu tindakan yang merugikan masyarakat, namun apabila tindakan tersebut jarang terjadi atau tidak membentuk suatu pola atau keteraturan maka tindakan tersebut tidak relevan sebagai obyek penelitian kriminologi. Karena nilai kegunaan ilmiah sosiologisnya rendah sehingga akan sulit dibangun penjelasan teoritis yang konsisten (Mustofa, 2010:25).

Kejahatan adalah sisi negatif yang harus di netralkan kembali, dan para pelaku kejahatan perlu mendapatkan sanksi hukuman agar mereka dapat dinetralkan kembali perilakunya. Maknanya adalah kejahatan itu akan hadir pada setiap manusia. Saat manusia menghadirkan “potensi kejahatan” menjadi

“perilaku jahat” (merugikan orang lain) maka saat itu pula kejahatan tersebut harus mendapatkan sanksi tanpa harus memandang status sosial ekonomi pelaku kejahatan tersebut. Kejahatan sebagai perbuatan negatif maka tentunya mendapat reaksi dari masyarakat dimana kejahatan itu terjadi (Dermawan, 2013:3).

Jadi perbuatan yang terjadi di masyarakat yang tidak disukai oleh masyarakat merupakan suatu kejahatan. Pola tingkah laku yang dapat merugikan masyarakat secara fisik dan materi, ataupun yang telah dirumuskan ke dalam hukum maupun tidak. Jadi suatu perbuatan yang terjadi di masyarakat yang merugikan dalam ilmu kriminologi dikatakan sebagai kejahatan (Dermawan, 2013:3).

(30)

Dari sudut pandang sosiologi yang melihat kejahatan sebagai suatu perilaku menyimpang, kejahatan dimaknai sebagai perbuatan yang bersifat anti sosial yang tidak diinginkan dan harus ditentang oleh masyarakat (Dermawan, 2000:2-4).

Jadi, kriminologi tidak hanya ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan tetapi juga ilmu yang mempelajari sebab-musabab terjadinya suatu kejahatan. Kriminologi sangat luas karena kejahatan di dalam kriminologi tidak hanya merupakan kejahatan yang bersifat konvensional seperti pembunuhan, pencurian, pengeroyokan dll, tetapi juga kejahatan yang bersifat non fisik, tidak kasat mata, dan kriminologi juga mempelajari kejahatan yang terorganisir seperti korupsi, kejahatan organisasi seperti yakuza di jepang, dan kriminologi juga berbicara tentang kejahatan dunia maya (Cyber Crime) seperti penipuan melalui media situs belanja online.

Pada penelitian ini, kejahatan yang dimaksudkan adalah kejahatan yang bersifat non fisik, tidak kasat mata, tidak mengandung unsur kekerasan, berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama dan kebanyakan korban tidak merasa menjadi korban.

2.1.2 Konsep Viktimisasi Struktural

Menurut Ezzat Fattah (1991) dan dikutip oleh Ernesto Kiza (2006) viktimisasi struktural sebagai proses yang berhubungan dengan kekuasaan dan tatanan atau susunan sosial yang ada dalam suatu masyarakat. Viktimisasi struktural tidak mempunyai batasan dan yang paling sering terjadi dalam konteks viktimisasi struktural adalah penyalahgunaan kekuasaan. Viktimisasi struktural

(31)

16

juga memiliki banyak karakter diantaranya seperti perang, genosida, eksploitasi, diskriminasi, rasisme, sesksisme, ageism, dan classism (dalam Andari, 2011).

Negara dianggap sebagai pelaku dari kejahatan viktimisasi struktural karena negara merupakan pihak yang menguasai kekuasaan. Fattah (1991) juga berpendapat bahwa viktimisasi struktural berakar dari stratifikasi, nilai-nilai dan institusi-institusi yang ada dalam masyarakat merupakan proses penyebab munculnya korban sehingga viktimisasi struktural tidak hanya berbicara tentang korban kejahatan konvensional melainkan juga berbicara tentang korban kejahatan tanpa kekerasan karena penyalahgunaan kekuasaan dan tidak berfungsinya lembaga hukum sebagaimana mestinya (Sahetapy:1995).

Kemudian, tidak negara saja yang bisa melakukan viktimisasi struktural, menurut Kramer dan Michalowski, perusahaan juga berperan aktif karena dianggap dengan sengaja berlaku curang dalam kegiatan usaha karena adanya pembiaran dari institusi negara melakukan pencegahan (Green dan Tony:2004).

Viktimisasi struktural yang dimaksudkan dalam penelitian ini dilakukan oleh perusahaann karena banyaknya diskriminasi dan eksploitasi dari segi hak-hak dasar buruh outsourcing yang tidak dikeluarkan sebagaimana dengan ketentuan yang tertera di perjanjian kerja ataupun yang ada di UU Ketenagakerjaan dimana hal ini terjadi karena adanya pembiaran dari institusi negara dalam melakukan pencegahan seperti tidak bersungguh-sungguh dalam melakukan penindakan terhadap perusahaan yang melakukan berbagai kecurangan-kecurangan dan mengakibatkan buruh outsourcing mengalami kejahatan yang bersifat non fisik, tidak mengandung unsur kekerasan, tidak kasat mata, dan berlangsung dalam

(32)

waktu yang cukup lama, dimana sebagian buruh outsourcing tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban kejahatan karena ilmu pengetahuan yang kurang dan selalu beranggapan bahwa kejahatan itu hanyalah berbentuk kejahatan konvensional seperti pembunuhan, pencurian, pengeroyokan, dll. Hal inilah yang menyebabkan buruh outsourcing dapat dikategorikan kedalam viktimisasi struktural.

2.1.3 Konsep Pekerja (Buruh)

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dibedakan antara tenaga kerja dengan pekerja atau buruh. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tenaga kerja adalah mereka yang potensial untuk bekerja, berarti bahwa mereka bisa saja belum bekerja. Sedangkan pekerja atau buruh adalah potensi yang sudah terikat hubungan pekerjaan dengan pengusaha dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Buruh sebagai orang yang tidak memiliki penghidupan yang lain, maka dengan terpaksa harus bekerja pada orang lain (majikan) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena kedudukan buruh sangat lah tidak bebas secara sosiologis dan majikanlah yang pada dasarnya membuat dan menentukan syarat- syarat kerja. Maka dari itu perlu adanya campur tangan negara atau pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap buruh karena kedudukan buruh lebih rendah daripada majikan. Ada dua kekuasaan yang selalu menjadi perhatian menurut Philipus yakni kekuasaan pemerintah dan kekuasaan ekonomi.

(33)

18

Perlindungan hukum sangat diperlukan mengingat kedudukan buruh yang lemah, dalam hubungan dengan kekuasaan pemerintah, perlindungan hukum bagi rakyat (yang diperintah) terhadap pemerintah (yang memerintah). Dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi, permasalahan perlindungan hukum adalah perlindungan bagi silemah ekonomi (buruh/pekerja) terhadap sikuat ekonomi (pengusaha/majikan). Perlindungan hukum bagi buruh sangat diperlukan mengingat kedudukannya yang lemah (Khairani, 2016:87).

Perlindungan terhadap hak pekerja bersumber pada Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, yaitu tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Perlindungan hukum bagi pekerja pada dasarnya ditujukan untuk melindungi hak-haknya. Selain itu jaminan perlindungan atas pekerjaan, dituangkan pula dalam ketentuan Pasal 28D ayat (1), yaitu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pasal 28D ayat (2), yaitu setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Ketentuan tersebut, menunjukkan bahwa di Indonesia hak untuk bekerja telah memperoleh tempat yang penting dan dilindungi oleh UUD 1945 (Khairani, 2016:86).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 8 disebutkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah.

Penjelasan yang dimaksud dengan “perlindungan” adalah termasuk pembelaan hak asasi manusia.

(34)

Uraian di atas telah jelas menyatakan bahwa perlindungan adalah pembelaan hak asasi manusia baik buruh tetap maupun buruh outsourcing, namun, pada realitanya tidak ada pembelaan atau perlindungan terhadap buruh- buruh outsourcing di perusahaan x yang ingin penulis teliti karena banyak nya terjadi penyimpangan perjanjian kerja yang telah berlangsung selama 6 tahun dan tidak ada pengawasan dan penindakan lebih jauh baik dari Lembaga Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Duri maupun Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Riau yang merupakan tempat pengaduan para buruh dikarenakan kelemahan substansi Undang-Undang yang tidak mengatur ketentuan sanksi pidana menyangkut outsourcing apabila dilanggar oleh perusahaan terkait. Hal ini telah jelas menjadikan buruh sebagai viktimisasi struktural.

2.1.4 Konsep Outsourcing

Alih daya atau yang lebih dikenal dengan sebutan outsourcing adalah penyerahan wewenang dari suatu perusahaan kepada perusahaan lain untuk menjalankan sebagian atau seluruh proses fungsi usaha dengan menetapkan suatu target atau tujuan tertentu (Yasar, 2011:29).

Menurut Maurice F Greaver outsourcing adalah tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerjasama (Indrajit, dan Djokopranoto, 2003:2).

Eugene Garaventa mendefinisikan outsourcing adalah kegiatan untuk mencapai suatu tujuan seperti penghematan biaya maupun memperoleh keahlian khusus, mengurangi beban proses dengan cara melakukan perjanjian kontrak

(35)

20

kepada pihak lain (diluar perusahaan) dalam rangka menjalani sebagian fungsi, tugas dan juga layanan organisasi (Indrajit, dan Djokopranoto, 2003:2).

Menurut Elfing dan Baven alih daya atau outsourcing adalah aktivitas dimana supplier (pihak pemasok/vendor) menyediakan barang dan/atau layanan kepada buyer (pihak perusahaan) berdasarkan perjanjian yang telah disepakati (Indrajit, dan Djokopranoto, 2003:3).

Dalam pengertian umum, istilah outsourcing diartikan sebagai contract (work out) dengan menyerahkan sebagian kegiatan perusahaan kepada pihak lain yang ditentukan dalam perjanjian kerja/kontrak. UU No.13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan pada Pasal 65 menyebutkan praktek outsourcing yang berbunyi :

(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.

(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.

(36)

(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang- kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

(5) Perubahan dan atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri.

(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

(37)

22

Dalam UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan secara eksplisit tidak disebutkan istilah outsourcing. Tetapi praktek outsourcing dimaksud dalam Undang-Undang ini dikenal dalam dua (2) bentuk yaitu, “pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh” (Libertus, 2008:1).

Jadi perusahaan outsourcing adalah perusahaan yang menyediakan jasa tenaga kerja yang meliputi pekerjaan yang akan ditempatkan pada perusahaan yang menginginkannya (Libertus, 2008:2). UU Ketenagakerjaan pada pasal 66 menyatakan hanya beberapa pekerjaan saja yang dapat di pindah tanggung jawabkan kepada perusahaan lain, dimana berbunyi :

(1) Pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59

(38)

dan atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak;

c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerjaan/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

Yang dimaksud dengan kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi pada Pasal 66 ayat (1) antara lain yaitu “cleaning service, catering, security, jasa penunjang dipertambangan dan perminyakan, serta penyedia angkutan pekerja/buruh”. Maka dari itu apabila diluar kegiatan tersebut tetap menjadi kegiatan pokok perusahaan, apalagi jika berpengaruh langsung terhadap proses produksi. Pada perusahaan outsourcing yang ingin penulis teliti

(39)

24

mempunyai usaha di bidang jasa satuan pengamanan yang selanjutnya disebut

“security”.

Kemudian di bawah ini akan diuraikan alasan perusahaan-perusahaan pada umumnya melakukan outsourcing yaitu sebagai berikut :

1. Meningkatkan fokus perusahaan

Perusahaan dapat memusatkan diri pada masalah dan strategi utama dan umum, sementara pelaksanaan tugas sehari-hari yang kecil-kecil diserahkan pada pihak ketiga.

2. Membagi risiko

Outsourcing memungkinkan suatu pembagian risiko, yang akan memperingan dan memperkecil risiko perusahaan.

3. Adanya dana kapital

Outsourcing juga bermanfaat untuk mengurangi investasi dana kapital pada kegiatan non core. Sebagai ganti dari melakukan investasi di bidang kegiatan tersebut dengan cara mengontrakkan sesuai dengan kebutuhan yang di biayai dengan dana operasi bukan dana investasi.

Dengan demikian dana kapital dapat digunakan pada aktivitas yang lebih bersifat utama.

4. Memiliki dana segar

Outsourcing sering kali dapat dilakukan tidak hanya mengontrakkan aktivitas tertentu pada pihak ketiga, tetapi juga disertai dengan penyerahan/penjualan/penyewaan aset yang digunakan untuk melakukan aktivitas tertentu.

(40)

5. Menghemat biaya operasi

Keuntungan yang sangat taktis dalam outsourcing adalah memungkinkan untuk mengurangi dan mengendalikan biaya operasi.

Pengurangan biaya ini dapat memungkinkan diperoleh dari mitra outsourcing dengan bervariasi, seperti struktur biaya menjadi rendah.

6. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri

Perusahaan perlu melakukan outsourcing untuk suatu aktivitas tertentu karena perusahaan tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas tersebut secara baik dan memadai. Sumber daya perusahaan termasuk permodalan, sumber daya manusia, dan fasilitas sarana prasarana.

7. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola

Outsourcing dapat juga digunakan untuk mengatasi pengelolaan hal atau mengawasi fungsi yang sulit dikendalikan (Indrajit, dan Djokopranoto, 2003:5-7).

2.2 Kajian Terdahulu

a. Review Jurnal dari Abdul Munir, Vol.1. No.1-15 Juni 2016. “Kapitalis Medan Regulasi Ketenaga Kerjaan : Sebuah Manifesto Perjuangan Bagi Kaum Buruh.

Penelitian ini menguraikan kebijakan ketenagakerjaan yang dirumuskan pemerintah melalui Undang-Undang Ketenagakerjaan lengkap dengan turunannya, ternyata menjadi permasalahan baru yang amat mendasar.

Melalui praktek outsourcing, secara dominan hubungan kerja bermuara

(41)

26

pada diskriminasi dan eksploitasi terhadap hak-hak dasar buruh oleh pengusaha, menyangkut : upah lembur, upah pokok, biaya perpanjangan kontrak, jamsostek serta larangan bergabung ke dalam serikat. Kemudian penelitian ini juga menyebutkan jika dilihat dari produk kebijakan ketenagakerjaan yang ada, terkesan juga tidak memberikan proteksi perlindungan terhadap hak-hak dasar buruh. Dan bukan hanya amanat UUD 1945 yang dilanggar melainkan regulasi UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 sendiri juga banyak terlanggar utamanya menyangkut tentang perlakuan hak dasar buruh. Alhasil, baik regulasi ketenagakerjaan yang secara konfrehensif telah mengakomodir segala macam konvenan ILO menyangkut tentang kebijakan perburuhan yang adil dan berimbang, ditambah pula dibentuknya perangkat struktur hukum seperti pengawas ketenagakerjaan yang bersifat independen menjadi sebatas formalitas belaka sekedar mengisi kelengkapan administrasi Negara dalam bidang ketenagakerjaan.

b. Review Jurnal dari Abdul Munir, Vol.9. No.1 Desember 2013. “Viktimisasi Struktural Terhadap Buruh Melalui Sistem Outsourcing (Studi Kasus Buruh Outsourcing PT (X) Yang Dipekerjakan Pada PT (Y) Di Kabupaten Serang)”.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini berusaha menguraikan dengan nyata bahwa praktek outsourcing benar- benar sebagai realita viktimisasi struktural dimana sistem yang ada menghendaki akan hal itu terjadi dikarenakan banyaknya kepentingan dari

(42)

berbagai pihak sehingga melatarbelakangi pemikiran tentang praktik ini adalah perwujudan dari bentuk penjajahan di era moderenisasi. Hal mana identik dengan temuan peneliti terhadap buruh outsourcing PT (X) yang di pekerjakan di PT (Y), menunjukkan bahwa esensi dari hubungan kerja yang melibatkan tiga pihak ini benar-benar merugikan buruh dan menguntungkan pihak perusahaan penyalur (PT.X) terlebih perusahaan pengguna (PT.Y). Kemudian juga disebabkan dari faktor regulasi dalam bentuk Undang-Undang dan Peraturan Menteri yang ada, kiranya sangat terbuka untuk keberagamana tafsir utamanya menyangkut batasan bidang kerja yang boleh atau tidak di outsourcingkan serta tiadanya ketentuan pidana menyangkut aturan outsourcing sekiranya dilanggar oleh perusahaan terkait sehingga hal ini yang mendasari pihak disnakertrans sebagai komponen struktur hukum ketenagakerjaan tidak bisa melakukan tindakan tegas atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pengusaha baik perusahaan pengguna terlebih-lebih penyalur.

c. Skripsi Fitri, 2017. “Implementasi Hubungan Kerja Dengan Sistem Outsourcing Pada PT. Berlian Inti Mekar Di Kecamatan Dayun Kabupaten Siak Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”.

Penelitian ini menggunakan metode berdasarkan jenis dan sifat penelitian yaitu berdasarkan jenisnya tergolong ke dalam penelitian hukum empiris/sosiologis yang dilakukan secara observational research, dan bersifat deskriptif. Penelitian ini berusaha menguraikan implementasi

(43)

28

hubungan kerja dengan sistem outsourcing pada PT. Berlian Inti Mekar tidaklah tepat penerapannya berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan beberapa faktor diantaranya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak, baik pihak perusahaan pemberi kerja maupun penyedia tenaga kerja, kemudian faktor lainnya disebabkan karena rendahnya tingkat pemahaman Tenaga Kerja Bongkar Maut (TKBM) mengenai penerapan aturan yang telah ada sehingga hak-hak Tenaga Kerja Bongkar Maut (TKBM) yang seharusnya wajib dipenuhi oleh pengusaha karena kelemahan pekerja diabaikan begitu saja.

2.3 Konsep Teori

Dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan teori konflik yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engles.

Teori konflik merupakan suatu teori yang fokus pada perseteruan antara individu dan atau kelompok dalam term kekuasaan. Communist Manifesto (1848), menganggap pertentangan kelas (Class Struggle) adalah bagian terpenting didalam masyarakat dikarenakan kedudukan yang dimiliki oleh golongan yang memerintah atau memiliki kekuasaan produksi terpenting atas kelangsungan hidup masyarakat.

Kadang-kadang didalam kehidupan bermasyarakat, sering ditemukan beberapa hal yang baik dan diinginkan, namun hal yang diinginkan tersebut sangat terbatas adanya seperti kekayaan material, kekuasaan, kedudukan yang menyebabkan sebagian golongan tertentu merasa dirugikan (disamping sebagian

(44)

golongan yang merasa beruntung). Konflik mencakup suatu proses dimana terjadi pertentangan hak atas kekayaan, kekuasaan, kedudukan dan seterusnya dimana salah satu pihak berusaha menghancurkan pihak lain (Anwar & Adang, 2017:393).

Marx dan Engels mengatakan konflik itu inheren di dalam tatanan sosial di bawah kapitalisme, sebab kapitalisme yang memunculkan perbedaan kepentingan dan kekuasaan yang menyebabkan segelintir pihak yang berada di level atas sangat berkuasa atas pihak bawah yang jumlahnya lebih banyak. Pendekatan teoritis mereka terutama berorientasi tindakan, mereka kurang peduli pada pemahaman murni teoritis atas problem sosial, dan lebih memperhatikan upaya mengubah hal-hal ke arah yang menurut mereka lebih baik.

Kapitalisme dianggap sebagai akar konflik karena ia dianggap sebagai sumber ketimpangan atau kesenjangan. Menurut pendapat ini, integrasi dan regulasi yang lebih luas hanya cenderung melanggengkan sistem ekonomi yang tidak adil. Cara untuk memecahkan problem ambruknya solidaritas sosial bukan dengan mencari sumber keyakinan baru pada tatanan sosial yang ada atau dengan membuat aturan yang lebih efektif, tetapi dengan menghancurkan kapitalisme dan membangun bentuk solidaritas yang adil yaitu komunisme dimana komunisme terkenal dengan loyalitas yang tinggi (Lilly, J.Robert dkk, 2015:197).

(45)

30

2.4 Kerangka Pikir

Menurut Suria sumantri (Sugiyono, 1986:60) kerangka pikir merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan.

Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan sesama ilmuan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berpikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan, berdasarkan teori-teori yang telah di deskripsikan tersebut, selanjutnya di analisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel yang diteliti.

Untuk mengembangkan arah dan tujuan penelitian ini, maka peneliti mencoba untuk mengembangkan dalam sebuah kerangka pemikiran, seperti pada skema dibawah ini :

(46)

Tabel 2.1 : Gambaran Kerangka Pikir

Sumber : Modifikasi Peneliti, 2018 Analisis Kriminologi Terhadap Viktimisasi

Struktural Buruh Outsourcing

(Studi Kasus Perusahaan X Di Kecamatan Mandau)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Perusahaan Penyedia Pekerjaan

Perusahaan Penyedia Buruh Alih Daya

Buruh Viktimisasi

Struktural

Diskriminasi dan Eksploitasi Ketimpangan

Ekonomi

Teori Konflik Oleh Karl Marx dan Friedrich Engles

Kadang-kadang didalam kehidupan bermasyarakat, sering ditemukan beberapa hal yang baik dan diinginkan, namun hal yang diinginkan tersebut sangat terbatas adanya seperti kekayaan material, kekuasaan, kedudukan yang menyebabkan sebagian golongan tertentu merasa dirugikan (disamping sebagian golongan yang merasa beruntung).

(47)

32

2.5 Konsep Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman pada penelitian ini, maka penulis merasa perlu memberikan batasan pengertian sesuai judul penelitian di atas sebagai berikut :

1. Analisis yang dimaksud adalah melakukan wawancara dan pengamatan secara langsung atau penelitian guna mencari tau sebab-akibat dan akar permasalahannya dalam suatu peristiwa yang terjadi (Sepin, 2012:26).

2. Kriminologi menurut W.A. Bonger adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya yaitu sebab-musabab dari gejala kejahatan (Hariyanto, 2012:7).

3. Viktimisasi Struktural menurut Fattah (1991) viktimisasi struktural sebagai proses yang berhubungan dengan kekuasaan dan tatanan atau susunan sosial yang ada dalam suatu masyarakat. Viktimisasi struktural juga memiliki banyak karakter diantaranya seperti perang, genosida, eksploitasi, diskriminasi, rasisme, sesksisme, ageism, dan classism (dalam Andari, 2011).

4. Pekerja/buruh menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

5. Alih daya (outsourcing) adalah penyerahan wewenang dari suatu perusahaan kepada perusahaan lain untuk menjalankan sebagian atau seluruh proses fungsi usaha dengan menetapkan suatu target atau tujuan tertentu (Yasar, 2011:29).

6. Duri adalah ibu kota Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, Indonesia. Di Provinsi Riau, Duri termasuk salah satu daerah penghasil ladang

(48)

minyak terbesar. Dari tahun 50-an ladang minyak Duri telah dieksploitasi atau dikelola yang menyebabkan Duri menyumbang sebesar 60% minyak mentah di Indonesia. yang menyumbang sekitar 60% produksi minyak mentah di Indonesia dan mendapat julukan sebagai minyak yang berkualitas baik di dunia yakni Duri Crude dan masih berproduksi oleh PT.Chevron Pacific Indonesia (CPI) hingga akhir tahun 2020 nanti. Untuk menunjang produksi ini, di Duri terdapat puluhan perusahaan kontraktor, mulai dari yang besar seperti Schlumberger, Halliburton, dan Tripatra-Flour, hingga perusahaan kontraktor kecil (Sepin, 2012:61).

(49)

x

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan tipe deskriptif. Meltzer, Petras dan Reynold menjelaskan bahwa dalam beberapa hal penelitian kualitatif mencerminkan perspektif fenomenologis, Artinya, makna dari suatu kejadian dan interaksi bagi orang biasa pada situasi tertentu harus dapat dipahami oleh peneliti (Bungin, 2011:15).

Pengertian penelitian kualitatif juga dapat diamati dari tingkah laku orang- orang yang diteliti yang mneghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis (Suyanto, 2011:166). Penggunaan teknik ini memiliki tujuan untuk mengukur secara cermat fakta-fakta dilapangan dengan menggunakan analisa kualitatif melalui penggambaran sistematis dalam menghimpun fakta-fakta yang ada.

Penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci yang berupaya untuk mengungkapkan gejala secara menyeluruh (wholistic) melalui pengumpulan data dari latar alami sesuai dengan situasi lapangan yang apa adanya (Usman, 2011:111).

Penelitian deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang melatarbelakangi responden berprilaku (berpikir, berperasaan dan bertindak) seperti itu tidak seperti lainnya, direduksi, ditriangulasi, disimpulkan (diberi makna oleh peneliti) dan diverifikasi

34

(50)

(dikonsultasikan kembali kepada responden dan teman sejawat) (Usman, 2011:130).

Cresswell (1998) berpendapat pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran yang kompleks, meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Marzuki, 2012:29).

Untuk memperoleh informasi dilakukan penelitian dengan cara observasi secara langsung ke lokasi penelitian serta melakukan wawancara mendalam terhadap key informan dan informan.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan kegiatan penelitiannya. Penelitian dapat dilakukan dilapangan, didalam laboratorium, diperpustakaan, di dalam masyarakat, dikalangan pendidikan dan sebagainya.

Lokasi penelitian disebut juga sebagai ciri khas pada setiap penelitian (Nazir, 1985:64). Peneliti memilih Kecamatan Mandau yaitu tepatnya di salah satu Perusahaan X sebagai fokus lokasi penelitian.

3.3 Informasi Penelitian

Di dalam penelitian kualitatif tidak terdapat populasi dan sampel, maka dari itu tidak bertujuan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Informasi

(51)

36

penelitian menurut (Suyatno, 2005:21) informasi penelitian meliputi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:

a. Key informan merupakan sebutan untuk orang yang memiliki serta mengetahui informasi utama/pokok di dalam sebuah penelitian.

b. Informan merupakan sebutan untuk mereka yang meskipun tidak langsung terlihat dalam interaksi sosial yang diteliti namun tetap bisa memberikan informasi.

Menentukan key informan dan informan sebagai narasumber dalam penelitian ini harus dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Selain key informan dan informan haruslah pihak yang memiliki informasi yang memadai dan relevan dengan masalah pokok penelitian (Suyatno, 2005:20).

Key informan pada penelitian ini adalah Buruh dan informan dalam penelitian ini adalah Direktur Operasional Perusahaan X, Staff Perusahaan Pemberi Pekerjaan, dan Kasi Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Duri. Peneliti memanfaatkan key informan dan informan untuk bisa mendapatkan data tertulis dan keterangan- keterangan lebih lanjut tentang alasan atau apa saja faktor penyebab pendiskriminasian dan pengeksploitasian yang berujung pada viktimisasi struktural yang dialami oleh para buruh outsourcing di Perusahaan X.

(52)

Key informan dan informan pada penelitian ini dapat digambarkan sebagaimana pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.1 : Data Key Informan Dan Informan

No Nama Key Informan Informan

1 Buruh Perusahaan X √

2 Direktur Operasional Perusahaan X √

3 Staff Perusahaan Penyedia Kerja √

4 Kasi Hub.Industrial dan Jamsostek Disnakertrans Duri

Sumber :Modifikasi peneliti, 2018 3.4 Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer

Data yang diperoleh langsung baik melalui wawancara dan observasi dilapangan serta data-data lainnya yang dianggap berkaitan dengan penelitian. Data primer merupakan data atau informasi yang langsung peneliti peroleh dari sumber data yakni Buruh Perusahaan X, Direktur Operasional Perusahaan X, Staff Perusahaan Pemberi Pekerjaan, dan pihak Disnakertrans Duri.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari sumber-sumber yang telah ada seperti dari perpustakaan atau penelitian terdahulu (moloeng, 2002:157). Data sekunder dari penelitian ini berupa buku, skripsi, tesis, jurnal, surat kabar, makalah seminar dan lain-lain.

(53)

38

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian kualitatif selalu disesuaikan dengan keadaan dilapangan, oleh karena itu kualitatif tidak bersifat kaku (Suyanto, 2011:169). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi merupakan pengumpulan data langsung dari lapangan. Data yang didapatkan dari mengamati tingkah laku, tindakan, serta keseluruhan interaksi antara manusia dalam kegiatan penelitian dilapangan. Metode observasi yang peneliti lakukan dalam penelitian ini yaitu data yang dikumpulkan di olah sendiri oleh peneliti dan bersumber dari hasil observasi langsung.

2. Wawancara adalah komunikasi yang dilakukan antara dua orang, yang terdiri dari narasumber sebagai informan dan penanya sebagai pewawancara dengan tujuan untuk memperoleh informasi dengan cara mengajukan pertanyaan (Mulyana, 2006:180). Peneliti melakukan tanya jawab langsung kepada key informan yaitu Buruh Perusahaan X (outsourcing) dan informan yaitu Direktur Operasional Perusahaan X, Staff Perusahaan Pemberi Pekerjaan dan pihak Disnakertrans Duri.

3. Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian. Dokumen dibedakan menjadi dua macam yaitu dokumen primer dan sekunder, dokumen primer ditulis oleh orang yang mengalami peristiwa secara langsung sedangkan dokumen sekunder ditulis oleh orang yang menerima laporan peristiwa

(54)

dari orang lain (Soehartono, 2008:70-71). Data dokumentasi pada penelitian ini, yaitu dengan visualisasi kriminologi yang menggunakan visual dimedia, baik berupa foto maupun video. Pengumpulan data menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik. Hasil yang dilaporkan adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.

3.6 Metode Analisa Data

Menurut Muhadjir (1989:32), analisis data adalah proses pencarian dan menyusun secara sistematis catatan temuan penelitian melalui pengamatan dan wawancara serta hal lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang analisis kriminologi terhadap viktimisasi struktural buruh outsourcing, dan menjadikan sebagai temuan untuk orang lain, mengedit, mengklarifikasi, mereduksi dan menyajikannya (Rahmiati, 2015:23). Analisis data ialah kegiatan analisis untuk menyampaikan dan melaporkannya kepada orang lain yang berminat dengan mengkategorikan data untuk mendapatkan pola hubungan, tema dan menafsirkan apa yang bermakna (Usman, 2011:84).

Melaporkan hasil penelitian dalam kriminologi harus menjaga etika atau tidak merugikan nama baik dari responden atau narasumber dan harus mendapat verifikasi kebenarannya oleh masyarakat ilmiah (Mustofa, 2007:17). Pengambilan analisis data hasil penelitian ini dilakukan menggunakan analisis data deskriptif terhadap data kualitatif, yaitu berusaha menganalisa data dengan menggunakan dan memaparkan secara jelas dan apa adanya mengenai objek yang diteliti

(55)

40

selanjutnya membandingkan dengan teori sehingga tercapainya tujuan yang ingin dicapai dan kesimpulan.

Gambar

Tabel 1.1 Hak-hak dasar yang tidak diperoleh buruh   1  Tidak mendapatkan salinan perjanjian kerja
Tabel 2.1 : Gambaran Kerangka Pikir
Tabel 3.1 : Data Key Informan Dan Informan
Tabel  3.2  :  Jadwal  dan  Waktu  Kegiatan  Penelitian  Analisis  Kriminologi  Terhadap  Viktimisasi  Struktural  Buruh  Outsourcing  (Studi  Kasus  Perusahaan  X  di  Kecamatan  Mandau)  Berdasarkan  Jenis  Kegiatan  Tahun  2018-2019
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

4. Dari seluruh jawaban responden pada indikator variabel Akuntabilitas dikategorikan Baik, karena Dinas Pemadam Kebakaran juga sudah memberikan kemudahan prosedur dalam

Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa dari 10 responden masyarakat yang pernah mengikuti rekrutmen perangkat desa di kantor desa Tambusai Utara

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: implementasi kebijakan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2013 tentang

dalam pengurusan pelayanan perizinan surat izin usaha dikecamatan siak kabupaten siak adalah belum diketahui oleh masyarakat tentang perubahan paten menjadi E-paten

dan rata-rata responden yang memberikan jawaban kurang terimplementasi 7 orang atau 32%. Oleh karena itu data atau infomasi yang diperoleh dari kuesioner dengan

mengatakan kenapa tidak cepat lapor ibuk,,, seolah-olah mereka menyalahkan saya padahal karena saya tidak tahu apa-apa tentang infus”( Muhammad Ilham, alamat ; Rambah Utama ). Selain

Balai Besar KSDA Riau berintegrasi dengan Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera Seksi Wilayah II (GAKKUM LHK Sumatra) untuk

Berdasarkan pembahasan maka kesimpulan dari analisa mengenai pengaruh hubungan kekerasan dalam rumah tangga terhadap munculnya perceraian (Studi kasus 3