• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI POTENSI EKSTRAK AKUADES BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium oxysporum (Schlecht.) Snyder & Hansen SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "UJI POTENSI EKSTRAK AKUADES BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium oxysporum (Schlecht.) Snyder & Hansen SECARA IN VITRO"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

UJI POTENSI EKSTRAK AKUADES BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN

Fusarium oxysporum (Schlecht.) Snyder & Hansen SECARA IN VITRO

Oleh:

ERIEN DWI UNADA 11880222038

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU

2022

(2)

SKRIPSI

UJI POTENSI EKSTRAK AKUADES BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN

Fusarium oxysporum (Schlecht.) Snyder & Hansen SECARA IN VITRO

Oleh:

ERIEN DWI UNADA 11880222038

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU

2022

(3)
(4)
(5)
(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahi rabbil‘alamin, segala puji bagi Allah Subbahanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat beriring salam untuk junjungan kita Baginda Rasulullah Shalallahu ’Alaihi Wasallam

Skripsi yang berjudul “Uji Potensi Ekstrak Akuades Biji Pepaya (Carica papaya L.) dalam Menghambat Pertumbuhan Fusarium oxysporum (Schlecht.) Snyder & Hansen secara In Vitro.“ Merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini tak lupa penulis menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis Ibunda tercinta Nelda Hayati dan Ayahanda tercinta Undri Yendi, terimakasih atas segala pengorbanan yang telah dilakukan untuk penulis, atas doa dan restu yang selalu mengiringi langkah penulis. Semoga Allah SWT selalu melindungi, serta membalas dan meridhoi segala pengorbanan yang telah diberi kepada penulis.

2. Kakak penulis yang penulis sayangi Shindi Unada serta adik penulis Arya Bima Prayuda terima kasih atas doa dan dukungan yang selalu mengiringi langkah penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Khairunnas, M.Ag., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

4. Bapak Dr. Arsyadi Ali, S.Pt., M. Agr. Sc. selaku Dekan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

5. Bapak Dr. Irwan Taslapratama, M.Sc. selaku Wakil Dekan I, Ibu Dr. Ir.

Elfawati. Selaku Wakil Dekan II dan Bapak Dr. Syukria Ikhsan Zam selaku Wakil Dekan III Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, sekaligus sebagai pembimbing I dan pembimbing Akademik yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi motivasi dan arahan kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.

(7)

6. Ibu Dr. Rosmaina, S.P., M.Si. selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

7. Bapak Dr. Ahmad Taufiq Arminudin, S.P., M.Sc. selaku Sekretaris Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dan sekaligus sebagai penguji I yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis yang membuat skripsi ini menjadi lebih baik dari sebelumnya.

8. Bapak Dr. Zulfahmi, S.Hut., M.Si. selaku pembimbing II yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi motivasi dan arahan kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.

9. Ibu Nida Wafiqa Nabila S.P., M.Si selaku penguji II yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis yang membuat skripsi ini menjadi lebih baik dari sebelumnya.

10. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Agroteknologi dan seluruh staf Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang telah memberikan ilmu serta segala kemudahan yang penulis rasakan selama berkuliah di Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Sultan Syarif Kasim Riau.

11. Sahabat dan teman-teman seperjuangan Program Studi Agroteknologi A 2018 Widya Dwi Putri, S.P., Desi Kurnia Sari, S.P., Sarah Az’ari, S.P., Sherin Rizkina, S.P., Nurul, Lisma, Refi, Ayu Anggraini, S.P., Rangga, Antama Surwadinata, S.P., M. Hanafi, Taufiq yang telah menjadi bagian dari cerita hidup penulis dan teman teman seperjuangan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

12. Rekan-rekan lab PEMTA Sestri Afriani, S.P., Ali Murobbi, S.P, Imam, Santi, Candra, Andaru yang telah memberikan motivasi, saran dan segala bantuan dalam penelitian penulis.

13. Rekan kost Anisa Sri Wahyuni, S.Sos., Dina Ila Jannati, Sri Wulandari, S.Pd, Yulia, Nanda yang telah membersamai masa-masa suka duka selama perkuliahan dan menjadi bagian dari cerita dalam hidup penulis.

(8)

14. Teman Terbaik Seven Icon Anggi Tri Annisa, S.Pd., Yoan Tania Manik, S.Si., Dofira, Uli, Sandra dan Lenna sebagai pemberi semangat penulis untuk bias menyelesaikan skripsi ini.

15. Rekan senior maupun junior GAC Fakultas Pertanian dan Peternakan yang telah bersama-sama menjadi bagian dari hal-hal yang baik dalam kehidupan perkuliahan penulis.

Penulis berharap semoga segala hal yang telah diberikan kepada penulis ketika berkuliah akan dibalas Allah Subhanahu Wata’ala, dan dimudahkan segala urusan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pekanbaru, Desember 2022

Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Erien Dwi Unada dilahirkan pada tanggal 24 September 2000 di Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Lahir dari pasangan Bapak Undri Yendi dan Ibu Nelda Hayati dan merupakan anak kedua dari 2 bersaudara.

Mengawali pendidikan sekolah dasar pada tahun 2006 di SDN 07 Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis.

Pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan ke SMPN 4 Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis dan lulus pada tahun 2015. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 08 Mandau, Provinsi Riau dan lulus tahun 2018.

Pada tahun 2018 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) diterima pada Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Pada Bulan September sampai dengan Oktober 2020 melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) secara daring.

Bulan Juli sampai dengan Agustus 2021 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Dari Rumah (KKN-DR) di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Penulis melaksanakan penelitian pada bulan April hingga Juli 2022 di Laboratorium Patologi, Entomologi, Mikrobiologi dan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau, dengan judul “Uji Potensi Ekstrak Akuades Biji Pepaya (Carica papaya L.) dalam Menghambat Pertumbuhan Fusarium oxysporum (Schlecht.) Snyder & Hansen secara In Vitro” di bawah bimbingan Bapak Dr. Syukria Ikhsan Zam dan Bapak Dr. Zulfahmi, S. Hut., M.Si.

Pada tanggal 13 Desember 2022 dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Sarjana Pertanian melalui sidang tertutup Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

(10)

i KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanhu wa Ta’ala atas segala karunianya dan shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Saw, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Uji Potensi Ekstrak Akuades Biji Pepaya (Carica papaya L.) dalam Menghambat Pertumbuhan Fusarium oxysporum (Schlecht.) Snyder &

Hansen secara In Vitro”. Skripsi ini dibuat sebagai sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Syukria Ikhsan Zam sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Dr. Zulfahmi, S.Hut., M.Si. sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan motivasi sampai selesainya skripsi ini. Kepada seluruh rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis di dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis ucapkan terima kasih dan semoga mendapatkan balasan dari Allah SWT untuk kemajuan kita semua dalam menghadapi masa depan nanti.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua baik untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang.

Pekanbaru, Desember 2022

Penulis

(11)

ii UJI POTENSI EKSTRAK AKUADES BIJI PEPAYA (Carica papaya L.)

DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium oxysporum (Schlecht.) Snyder & Hansen SECARA IN VITRO

Erien Dwi Unada (11880222038)

Di bawah bimbingan Syukria Ikhsan Zam dan Zulfahmi

INTISARI

Fusarium oxysporum merupakan salah satu patogen tular tanah yang dapat menyebabkan layu vaskular yang parah atau busuk akar di berbagai tumbuhan. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh genus Fusarium menyebabkan hilangnya hasil tanaman hortikultura di Asia sebesar 40%, sehingga perlu dikendalikan. Pengendalian yang ramah lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak tumbuhan seperti ekstrak biji pepaya. Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak akuades biji pepaya dalam menghambat pertumbuhan F. oxysporum (Schlecht.) Snyder & Hansen secara in vitro.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Juli 2022 di Laboratorium Patologi, Entomologi, Mikrobiologi dan Ilmu Tanah (PEMTA), Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 5 ulangan. Konsentrasi yang diuji yaitu 0%, 1,34%, 2,68%, 4,02%, 5,36%, dan 6,7%. Parameter meliputi karakteristik makroskopis, laju pertumbuhan, luas koloni dan daya hambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak akuades biji pepaya memberikan perbedaan terhadap karakteristik makroskopis dan berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan (0,20–0,64 cm/hari), luas koloni (7,54–63,58 cm2), serta daya hambat koloni F. oxysporum (0,00–67,55%). Dari hasil diperoleh dapat disimpulkan bahwa ekstrak akuades biji pepaya kurang potensial dalam menghambat pertumbuhan F. oxysporum.

Kata kunci : ekstrak biji pepaya, layu fusarium, makroskopis

(12)

iii POTENTIAL TEST OF AQUADEST EXTRACT OF PAPAYA SEED IN

INHIBITING THE GROWTH OF Fusarium oxysporum (Schlecht.) Snyder & Hansen IN VITRO

Erien Dwi Unada (11880222038)

Under the guidance by Syukria Ikhsan Zam and Zulfahmi

ABSTRACT

Fusarium oxysporum is one of the soil-borne pathogens that can cause severe vascular wilt or root rot in various plants. Fusarium wilt disease caused by the genus Fusarium causes a 40% loss of horticultural crop yields in Asia, so it needs to be controlled. Environmental friendly control can be done by using plant extracts in the form of papaya seed extract. The aim of the study was to determine the potential of aquadest extract of papaya seed in inhibiting the growth of Fusarium oxysporum (Schlecht.) Snyder & Hansen in vitro. The research was carried out from April to July 2022 at the Laboratory of Pathology, Entomology, Microbiology and Soil Science, Faculty of Agriculture and Animal Husbandry, Sultan Syarif Kasim State Islamic University, Riau. The design used was a completely randomized design (CRD) with 6 treatments and 5 replications. The concentrations tested were 0%, 1.34%, 2.68%, 4.02%, 5.36%, dan 6.7%.

Parameters include macroscopic characteristics, growth rate, colony area and inhibition. The results showed that the giving of aquadest extract of papaya seed had significant differences in macroscopic characteristics and was significantly different to the growth rate (0.20–0.64 cm/day), colony area(7.54–63.58 cm2) and and colony inhibition F. oxysporum (0.00–67.55%). From the results, it can be concluded that aquadest extract of papaya seed is less potent in inhibit the growth of F. oxysporum.

Keywords: fusarium wilt, papaya seed extract, macroscopic

(13)

iv DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR SINGKATAN ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Manfaat Penelitian ... 3

1.4. Hipotesis Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. F. oxysporum ... 4

2.2. Pepaya ... 7

2.3. Ekstraksi Senyawa Metabolit Sekunder ... 12

III. MATERI DAN METODE ... 14

3.1. Tempat dan Waktu ... 14

3.2. Bahan dan Alat ... 14

3.3. Metode Penelitian ... 14

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 15

3.5. Parameter Pengamatan ... 16

3.6. Analisis Data ... 17

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1. Karakteristik Makroskopis F. oxysporum ... 18

4.2. Laju Pertumbuhan... 19

4.3. Luas Koloni ... 21

4.4. Daya Hambat ... 22

V. PENUTUP ... 25

5.1. Kesimpulan ... 25

5.2. Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

LAMPIRAN ... 31

(14)

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Hasil Fitokimia Biji Pepaya ... 10

4.2. Rerata Laju Pertumbuhan F. oxysporum ... 20

4.3. Rerata Luas Koloni F. oxysporum ... 21

4.4. Rerata Daya Hambat F. oxysporum ... 23

(15)

vi DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. F. oxysporum dalam media PDA dan menggunakan mikroskop ... 5

2.2. Pepaya ... 8

2.3. Biji Pepaya ... 9

4.1. Karakteristik Makroskopis Koloni F. oxysporum ... 18

(16)

vii DAFTAR SINGKATAN

ANOVA Analysis of Variance

µm Micrometer

Cm Sentimeter

DMRT Duncan Multiple Range Test

Dkk Dan Kawan-Kawan

HSI Hari Setelah Inokulasi KBM Konsentrasi Bunuh Minimal LAFC Laminar Air Flow Cabinet

Mm Milimeter

Ml Mililiter

PDA Potato Dextrose Agar

PEMTa Patologi, Entomologi, Mikrobiologi dan Ilmu Tanah pH Power of Hydrogen

RAL Rancangan Acak Lengkap

(17)

viii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Alur Pelaksanaan Penelitian ... 31

2. Bagan Percobaan Penelitian ... 32

3. Analisis Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Koloni F. oxysporum ... 33

4. Analisis Sidik Ragam Luas Koloni F. oxysporum... 34

5. Analisis Sidik Ragam Daya Hambat Koloni F. oxysporum ... 35

6. Hasil Uji Lanjut DMRT Laju Pertumbuhan Koloni ... 36

7. Hasil Uji Lanjut DMRT Luas Koloni ... 38

8. Hasil Uji Lanjut DMRT Daya Hambat Koloni... 40

9. Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya ... 42

10. Pembuatan Media PDA dan Sterilisasi Alat ... 43

11. Pengujian Ekstrak Biji Pepaya terhadap F. oxysporum ... 44

(18)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fusarium oxysporum (Schlect.) Snyder & Hansen adalah jamur yang menyebar melalui tanah dan dapat bertahan hidup di dalam tanah sebagai miselium atau spora tanpa adanya inang (Huda, 2010). F. oxysporum dapat digambarkan sebagai spesies kompleks yang terdiri dari kumpulan beberapa garis keturunan. F. oxysporum mencakup lebih dari 100 formae khusus yang diketahui menyebabkan penyakit pada inang yang berbeda (Baayen dkk., 2000). Tersebar di seluruh dunia dan dapat menyebabkan layu vaskular yang parah atau busuk akar di berbagai tumbuhan dalam famili yang sama. Jamur ini adalah patogen tular tanah (soil borne pathogen) yang mempunyai banyak spesies, menyerang banyak tanaman di persemaian maupun di lapangan pada tanaman muda, dan bahkan dapat menyebabkan penurunan kualitas dan hasil panen yang signifikan.

F. oxysporum dapat menyebabkan layu vaskular atau busuk akar pada mentimun, bunga potong, kurma, melon dan tomat (Perveen, 2012). Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh genus Fusarium menyebabkan hilangnya hasil tanaman hortikultura di Asia sebesar 40 persen (Phillips et al., 2008). Penyakit ini dilaporkan menyebabkan kerugian besar di Jawa Timur dengan tingkat serangan 23 persen, sedangkan di Kalimantan Tengah mencapai 25-50 persen yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman tomat (Syam, 2014).

Fusarium menyebar sangat cepat dan dapat menyebar ke tanaman lain dengan menginfeksi akar tanaman dengan menggunakan tabung kecambah atau miselium melalui air (Semangun, 2001). Serangan Fusarium diawali dengan menguningnya tepi daun yang lebih tua, kemudian secara bertahap berkembang ke arah daun termuda, yang menyebabkan batang mengering dan layu, sehingga patah di sekitar pangkal daun dan menggantung di sekitar batang semu (Saragih dan Silalahi, 2006). Agrios (2005) melaporkan bahwa benih yang terinfeksi oleh F. oxysporum ini biasanya gagal berkecambah dan mengakibatkan pertumbuhan terhambat.

Salah satu alternatif pengendalian penyakit yang tergolong ramah lingkungan adalah penggunaan pestisida nabati. Pestisida nabati adalah pestisida

(19)

2 yang diekstraksi dari tanaman yang terbuat dari bahan organik, yang dapat secara efektif mengendalikan serangan hama dan penyakit tanaman (Umboh dan Rampe, 2019). Nasution dkk. (2020) menyatakan bahwa untuk menekan serangan hama dan penyakit dalam budidaya tanaman, penggunaan pestisida nabati dianjurkan, karena pestisida kimia dapat menyebabkan resistensi pada hasil tanaman, kebangkitan (resurjensi), akumulasi residu, masalah bagi kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan. Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai fungisida nabati adalah pepaya.

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah yang banyak ditanam di Indonesia dan bagian dari tanaman ini secara tradisional telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Bagian tanaman tersebut yang dapat digunakan sebagai fungisida nabati salah satunya yaitu biji. Kandungan alkaloid dari ekstrak biji pepaya matang memiliki efek toksik (Alfarabi dkk., 2017).

Menurut penelitian yang telah dilakukan, hasil skrining biji pepaya menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid, steroid-triterpenoid, flavonoid, tanin, saponin dan glikosida (Ramadhani, 2014). Triterpenoid bersifat toksik, sehingga apabila senyawa aktif tersebut diserap oleh jamur patogen akan merusak organel-organel sel (Maryanti dkk., 2014). Flavonoid dapat merusak membran dan atau dinding sel jamur. Tanin dapat menghambat biosintesis kitin pada pembentukan dinding sel jamur. Saponin dapat mengganggu permeabilitas membran jamur sehingga dapat terjadi lisis sel (Siagian dkk., 2021).

Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi adalah akuades steril, hal ini bertujuan untuk mempermudah mengaplikasikan proses ekstraksi biji pepaya pada masyarakat. Telah diketahui bahwa pada masyarakat biasa menggunakan teknik rebusan sebagai proses ekstraksi sederhana untuk mengolah tumbuhan yang memiliki khasiat obat (Alfarabi dkk., 2017). Penggunaan pelarut lainnya membutuhkan biaya yang lebih besar yang tidak tepat guna dan sulit dilakukan kepada petani.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Okoye (2011), telah dilakukan uji aktivitas antibakteri dan antijamur ekstrak etanol dan air dari biji pepaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji pepaya memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, Escherichia

(20)

3 coli dan anti jamur terhadap Aspergillus niger, Penicillium notatum, Fusarium solani, Candida albican, Malassezia furfur Selain itu, ekstrak biji pepaya memiliki aktivitas antijamur terhadap Colletotrichum acutatum (Crysta dkk., 2020).

Berlandaskan pemaparan di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Uji Potensi Ekstrak Akuades Biji Pepaya (Carica papaya L.) dalam Menghambat Pertumbuhan Fusarium oxysporum secara In Vitro”.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk dapat menentukan potensi ekstrak akuades biji pepaya yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan F. oxysporum secara in vitro.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Secara akademik, dapat mengetahui potensi biji pepaya sebagai pestisida nabati dalam upaya menghambat pertumbuhan F. oxysporum dan sekaligus dapat digunakan sebagai data sekunder untuk melakukan penelitian lanjutan.

2. Secara praktis, dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat bahwa penggunaan biji pepaya yang dianggap limbah dapat digunakan secara komersial.

1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesisis penelitian ini adalah terdapat uji potensi kosentrasi ekstrak akuades biji pepaya yang terbaik dalam mengendalikan pertumbuhan patogen F.

oxysporum secara in vitro.

(21)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fusarium oxysporum

2.1.1. Taksonomi, Morfologi dan Siklus Hidup Fusarium oxysporum

Klasifikasi Fusarium oxysporum penyebab penyakit layu pada tanaman menurut Soesanto (2013) adalah sebagai berikut: Regnum: Fungi; Divisio:

Ascomycota; Classis: Sordariomycetes; Ordo: Hypocreales; Familia: Nectriaceae;

Genus: Fusarium; Species: Fusarium oxysporum. Secara morfologis, warna koloni Fusarium adalah putih, biasanya berwarna merah muda sampai biru-violet, dan bagian tengah koloni lebih gelap daripada bagian pinggirnya. Selain itu, koloni jamur ini akan menghasilkan warna yang berbeda pada isolat dengan media tumbuh yang sama. Hal ini dikarenakan F. oxysporum mudah bermutasi, sehingga warna koloni tidak dapat digunakan sebagai parameter identifikasi (Sutejo dkk., 2008).

Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa makrokonidia F.

oxysporum berbentuk bulan sabit. Makrokonidia jamur meruncing di ujungnya dan memiliki septa terdiri dari empat sel dan mikrokonidia satu − dua sel serta memiliki kerapatan 1x106 konidia/ml (Sutejo dkk., 2008). Pada miselium yang sudah tua terbentuk klamidiospora. Konidiofor bercabang dan makrokonidianya berbentuk kumparan, bertangkai kecil dan sering kali berpasangan. F. oxysporum ini termasuk aseksual yang menghasilkan tiga spora yaitu:

1. Makrokonidia, memiliki bentuk yang panjang, melengkung seperti kumparan, tidak berwarna, dan pada kedua ujungnya sempit menyerupai bulan sabit. Terdiri dari tiga − lima sekat.

2. Mikrokonidia, merupakan spora bersel satu atau dua yang tidak berwarna, berbentuk lonjong atau bulat telur.

3. Klamidospora, merupakan spora berbentuk bulat yang terdapat di dalam hifa atau di ujung hifa. Klamidospora dapat terbentuk jika kondisi lingkungan tidak mendukung dan yang dihasilkan klamidospora bersifat dorman.

(22)

5

Gambar 2.1. Morfologi Fusarium oxysporum: A. Miselia Fusarium oxysporum pada media PDA; B. Miselia Fusarium oxysporum

Diamati di Bawah Mikroskop

Fusarium oxysporum tumbuh dari spora dengan struktur yang menyerupai benang, ada yang mempunyai dinding pemisah dan ada yang tidak. Benang secara individu disebut hifa, dan massa benang yang luas disebut miselium. Miselium merupakan struktur yang secara terus menerus mempengaruhi penyerapan nutrisi, sehingga jamur dapat tumbuh dan akhirnya menghasilkan hifa yang secara khusus menghasilkan spora reproduktif (Saragih, 2009). Miselium terutama terdapat di dalam sel khususnya di dalam pembuluh, juga membentuk miselium yang terdapat di antara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan di jaringan parenkim di dekat terjadinya infeksi.

Siklus hidup Fusarium memiliki dua fase, yaitu patogenesis dan saprogenesis. Pada fase patogenesa, Fusarium hidup sebagai parasit pada tanaman inang, masuk melalui luka akar dan berkembang dalam jaringan tanaman.

Sedangkan pada fase saprogenesa yaitu hidupnya sebagai saprofit, hidup di dalam tanah berupa tumbuhan saprofit, dan tumbuhan tersebut tetap menjadi sumber inokulum sehingga menimbulkan penyakit pada tumbuhan lain (Djaenudin dkk., 2011).

Patogen menginfeksi akar, terutama akar yang terkena luka. Ketika luka tertutup, patogen berkembang di parenkim kemudian terus ada dan berkembang di berkas pembuluh. Penyakit ini dapat ditularkan dari bibit yang sudah terinfeksi, dapat juga melalui air, angin, tanah terinfeksi, luka yang disebabkan serangga, alat pertanian dan lain-lain. Di dalam tanah, Fusarium dapat bertahan sebagai parasit pada tanaman gulma yang bukan inangnya. Ujung akar yang terkena luka merupakan daerah awal utama dari infeksi (Wahyudi, 2011).

A B

(23)

6 2.1.2. Gejala dan Mekanisme Serangan F. oxysporum

Penyebaran cendawan Fusarium sp. sangat cepat dan dapat menyebar ke tanaman lain dengan cara menginfeksi akar tanaman menggunakan tabung kecambah atau miselium. Akar tanaman dapat terinfeksi langsung melalui jaringan akar, atau melalui akar lateral dan melalui luka-luka, yang kemudian menetap dan berkembang di berkas pembuluh. Setelah memasuki akar tanaman, miselium akan berkembang hingga mencapai jaringan korteks akar. Pada saat miselium cendawan mencapai xilem, maka miselium ini akan berkembang hingga menginfeksi pembuluh xilem. Miselium yang telah menginfeksi pembuluh xilem, akan terbawa ke bagian lain tanaman sehingga mengganggu peredaran nutrisi dan air pada tanaman yang menyebabkan tanaman menjadi layu (Semangun, 2001).

Setelah jaringan pembuluh (xilem atau floem) mati dan keadaan udara lembab, cendawan membentuk spora yang berwarna putih keunguan pada akar yang terinfeksi. Penyebaran dapat terjadi melalui angin, air pengairan dan alat pertanian. Layu total dapat terjadi antara dua – tiga minggu setelah terinfeksi.

Tanaman biasanya layu mulai dari daun bagian bawah dan anak tulang daun menguning. Bila infeksi berkembang, tanaman menjadi layu dalam dua – tiga hari setelah infeksi. Jika tanaman sakit dipotong dekat pangkal batang akan terlihat gejala cincin coklat dari berkas pembuluh. Warna jaringan akar dan batang menjadi coklat. Tempat luka infeksi tertutup hifa yang berwarna putih seperti kapas (Huda, 2010).

Gejala awal dari penyakit layu Fusarium adalah pucat tulang-tulang daun terutama daun-daun atas kemudian diikuti dengan menggulungnya daun yang lebih tua (epinasti) karena merunduknya tangkai daun dan akhirnya tanaman menjadi layu keseluruhan. Pada tanaman yang masih sangat muda penyakit dapat menyebabkan tanaman mati secara mendadak, karena pada pangkal batang terjadi kerusakan, sedangkan tanaman dewasa yang terinfeksi sering dapat bertahan terus dan membentuk buah tetapi hasilnya sangat sedikit dan kecil-kecil (Semangun, 2000).

2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan F. oxysporum

Beberapa hal menjadi faktor yang mendukung perkembangan penyakit layu fusarium ini adalah temperatur, kelembaban tanah yang rendah, panjang hari

(24)

7 yang pendek, intensitas cahaya yang rendah, nutrisi N dan P yang rendah, nutrisi K yang tinggi dan pH yang rendah. Temperatur di dalam tanah erat kaitannya dengan temperatur udara di atas permukaan tanah. Temperatur udara yang rendah akan menyebabkan temperatur tanah yang rendah, begitu juga sebaliknya.

Penyakit berkembang pada temperatur tanah 21-33°C, temperatur optimumnya adalah 28°C, meskipun hal ini juga bergantung pada isolat jamur (Nugraheni, 2010).

Patogen penyebab penyakit layu fusarium berkembang pesat pada tanah yang terlalu basah atau berlumpur maupun kelembaban udara yang tinggi.

Kelembaban tanah yang diinginkan sesuai dengan tanaman inangnya.

Kelembaban tanah yang sangat rendah atau tinggi dapat menahan pertumbuhan tanaman dan juga perkembangan penyakit layu fusarium. Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan Fusarium adalah unsur-unsur yang terkandung dalam tanah. Di banyak negara diketahui bahwa penyakit berkembang lebih berat bila tanah mengandung banyak nitrogen tapi miskin akan kalium (Semangun, 1996).

Di antara faktor penyebab penyakit ini dapat menyebar secara aktif dari tanaman satu ke tanaman lainnya melalui akar, tanah, maupun angin. Selain itu, patogen dapat terbawa oleh serangga, nematoda atau burung. Faktor biotik dan abiotik juga dapat menjadi faktor penyebab penyakit. Sebagai contoh untuk biotik adalah jasad-jasad renik yang ada di sekitar patogen. Pengaruh faktor lingkungan biotik pada patogen yang bertahan hidup dan berkembang di dalam tanah, dan patogen ini biasanya menyerang akar. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi antara jasad renik di sekitar patogen berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan penyakit tanaman (Yunasfi, 2002).

2.2. Pepaya 2.2.1. Botani Pepaya

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah berupa herba (Febjislami dkk., 2018). Menurut Suprapti (2005), tanaman pepaya memiliki taksonomi sebagai berikut: Ragnum: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub- divisio: Angospermae; Classis: Dicotyledoneae; Ordo: Caricales; Familia:

Caricaceae; Genus: Carica; Species: Carica papaya L.

(25)

8 Umumnya, pepaya dapat tumbuh optimal di ketinggian 200−500 mdpl dengan suhu berkisar 25-30C (Sujiprihati, 2009). Batang tanaman pepaya berongga, biasanya tidak bercabang, dan dapat mencapai ketinggian 10 m.

Daunnya merupakan daun tunggal, berukuran besar, dan bercabang. Tangkai daunnya panjang dan berongga. Bunganya terbagi menjadi bunga jantan, bunga betina dan bunga sempurna. Bentuk buahnya bulat hingga lonjong. Batang, daun dan buahnya mengandung getah enzimatik yang dapat memecah protein. Jumlah biji pepaya memang sedikit, tetapi jumlahnya banyak. Bentuknya bulat atau lonjong, atau bulat panjang dan berkeping dua. Permukaan biji keriput dan tertutup selaput lendir (pulp). Lendir tersebut untuk mencegah biji dari kekeringan. Biji yang masih muda berwarna putih dan biji tua berwarna hitam (Hamzah, 2014). Kandungan nutrisi yang terdapat dalam 100 g buah pepaya antara lain mengandung 12,4 g karbohidrat, 23 mg kalsium, 12 mg fosfor, 1,7 mg besi, 110 mcg retinol, 0,04 mg tiamin, dan 78 mg vitamin C (Suyanti dkk., 2012).

Gambar 2.2. Pepaya (Priyowidodo, 2017) 2.2.2. Kandungan Senyawa Biji Pepaya

Biji pepaya mengandung lebih dari 24% protein dan mudah dicerna. Biji ini mengandung 32% karbohidrat dan 25% minyak, termasuk beberapa minyak esensial. Biji pepaya juga memiliki enzim papain, enzim myrosin juga terdapat pada biji pepaya dan juga alkaloid karpain. Karpain memiliki efek menenangkan pada jantung, bronki maupun otot-otot. Namun, jika diinjeksikan dalam dosis berlebihan, dapat menyebabkan serangan jantung. Jika memungkinkan, yang terbaik adalah menggunakan biji pepaya segar, tetapi biji pepaya dapat dikeringkan dan ditempatkan dalam wadah kedap udara di tempat yang sejuk selama dua – tiga tahun. Jika dibutuhkan biji pepaya dapat dihaluskan atau dijadikan sebagai obat-obatan (Nuraini, 2011).

(26)

9 Gambar 2.3. Biji Pepaya (Pangesti dkk., 2012)

Biji pepaya mengandung senyawa bioaktif seperti senyawa tokoferol, karpain, triterpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, tanin. Biji pepaya juga mengandung enzim seperti enzim proteolitik, enzim papain dan kimopapain (Martiasih dkk., 2012). Total kandungan senyawa bioaktif dalam biji pepaya adalah tanin sebesar 7758,84 ppm atau 7,75 mg/g, jumlah flavonoid sebesar 55,6 mg/g QE (Purwangihdyah dkk., 2015).

Flavonoid merupakan senyawa yang menghambat pertumbuhan mikroba dan memiliki sifat sebagai antivirus, antibakteri, antifungi dan anti-inflamasi.

Senyawa flavonoid memiliki mekanisme dengan merusak fungsi tubuh mikroba seperti jamur, virus dan bakteri. Flavonoid memiliki kemampuan untuk melarutkan dan mengikat protein diluar sel dan protein didalam sel dapat menyebabkan permeabelitas dinding sel, sehingga dapat mengalami gangguan pada dinding sel yang menyebabkan pecahnya dinding sel karena tekanan sitoplasma tidak dapat tertahan (Setiadi, 2004).

Tanin merupakan senyawa fenolik. Senyawa ini akan berinteraksi dengan protein yang terdapat pada dinding sel jamur untuk mendenaturasi protein pada dinding sel jamur. Rusaknya dinding sel akan mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel. Saponin akan memecah lapisan lemak pada dinding sel, dimana dinding sel akan mengalami gangguan permeabelitas, sehingga merusak proses difusi zat-zat yang dibutuhkan oleh jamur, dan akhirnya sel membengkak dan lisis (Arudhina, 2014).

Menurut Sihombing (2017) hasil uji fitokimia oleh peneliti sebelumnya menyatakan bahwa kandungan senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid merupakan komponen utama biji pepaya. Triterpenoid bersifat toksik sehingga ketika senyawa aktif terserap oleh jamur patogen dapat menimbulkan kerusakan

(27)

10 pada organel-organel sel, menghambat kerja enzim di dalam sel, dan pada akhirnya akan terjadi penghambatan pertumbuhan jamur patogen.

Skrining fitokimia ekstrak biji dapat dilihat pada Tabel di bawah, bahwa ekstrak biji pepaya mengandung flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid.

Tabel 2.1 Hasil Fitokimia Biji Pepaya

Golongan Senyawa Hasil

Flavonoid +

Saponin +

Tanin +

Triterpenoid +

Keterangan:

(+)= terdeteksi

Sumber: Sihombing dkk. (2018)

2.2.3. Potensi Biji Pepaya sebagai Pestisida Nabati

Menurut Ergina (2014), Senyawa bioaktif atau biasa disebut metabolit sekunder merupakan bahan organik sekunder yang dihasilkan melalui reaksi sekunder dari bahan organik primer (karbohidrat, lemak, protein) dan berfungsi untuk mempertahankan diri atau untuk mempertahankan eksistensinya di lingkungan tempatnya berada. Tumbuhan pada dasarnya mengandung banyak senyawa yang merupakan hasil metabolit sekunder yang digunakan tumbuhan sebagai alat pertahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Biji pepaya mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, karbohidrat, senyawa fenol total, dan karetonoid (Delphin et al., 2014). Senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan sebagai insektisida tanaman untuk mengendalikan hama, sehingga dapat membantu masyarakat maupun petani menggunakan sumber daya di sekitarnya untuk mengendalikan penyakit tanaman dan serangga hama secara ramah lingkungan (Kardinan, 2002).

Biji pepaya matang memiliki kandungan karpain yang merupakan senyawa alkaloid bercincin laktonat dengan tujuh kelompok rantai metilen, sedangkan biji pepaya muda memiliki kandungan alkaloid dan tanin, kendati demikian biji pepaya matang memiliki efek toksisitas yang lebih tinggi dibanding biji pepaya muda (Alfarabi, 2017). Warna biji pepaya matang berbeda dengan warna biji pepaya muda, hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan

(28)

11 kandungan senyawa pada biji tersebut. Habitat, nutrisi, dan spesies dari suatu tumbuhan dapat mempengaruhi kandungan serta aktivitas dari senyawa aktif pada tumbuhan tersebut (Lambers et al., 2008). Selain itu, umur dari tumbuhan dapat mempengaruhi komposisi, konsentrasi, dan aktivitas dari senyawa aktif yang terkandung pada tumbuhan tersebut. Senyawa aktif pada tumbuhan yang berumur muda memiliki konsentrasi yang lebih rendah daripada tumbuhan yang berumur tua sehingga bila diuji bioaktivitas, aktivitas senyawa aktif terdeteksi rendah atau tidak terdeteksi (Alfarabi et al., 2015).

Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pada tumbuhan berumur muda, proses metabolisme lebih mengarah kepada biosintesis metabolit primer yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tersebut. Sedangkan senyawa aktif tumbuhan yang banyak memiliki khasiat pada bidang kesehatan pada umumnya merupakan golongan senyawa metabolit sekunder yang dibiosintesis ketika umur tumbuhan sudah dewasa dan memiliki fungsi utama sebagai senyawa pertahanan bagi tumbuhan tersebut (Hans dan Heldt, 2005).

Menurut Maryanti dkk. (2014), biji pepaya memiliki enzim proteolitik dan bahan bioaktif seperti saponin, tanin, flavonoid, dan triterpenoid, yang memiliki sifat antijamur dengan merusak integritas dinding sel jamur. Triterpenoid bersifat toksik sehingga ketika senyawa aktif terserap oleh jamur patogen dapat menimbulkan kerusakan pada organel-organel sel, menghambat kerja enzim didalam sel dan pada akhirnya akan terjadi penghambatan pertumbuhan jamur patogen.

Menurut Lenny (2006) bahwa metabolit sekunder mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama dan penyakit untuk tumbuhan itu sendiri ataupun lingkungannya.

Kemampuan metabolit sekunder tumbuhan dalam menghambat pertumbuhan mikroba memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan senyawa kimia sintetis. Kemampuan metabolit sekunder tumbuhan untuk menghambat pertumbuhan jamur patogen disebut antifungi.

Menurut Pelczar and Chan (1988), terdapat beberapa tipe penghambatan pertumbuhan mikroba oleh zat antimikroba, antara lain:

(29)

12 a. Merusak struktur dan fungsi dinding sel mikrobia, susunan yang ada pada dinding sel dapat dirusak dengan cara merintangi pembentukan/perubahan dinding sel setelah terbentuk.

b. Mengubah permeabilitas dinding sel mikrobia sehingga menimbulkan kematian sel.

c. Menyebabkan denaturasi protein mikrobia.

d. Menghambat fungsi dan kerja enzim mikrobia sehingga menyebabkangangguan metabolisme sel.

e. Menghambat sintesis asam nukleat/protein sel mikrobia sehingga dapat mengakibatkan kerusakan total sel.

Biji pepaya dapat dijadikan sebagai pestisida nabati karena berasal dari bahan alami. Pada saat diaplikasikan pestisida nabati akan dapat mengendalikan hama dan penyakit secara spesifik dan kemudian dengan cepat akan terurai oleh lingkungan sehingga tidak ada residu pada tanaman dan aman untuk dikonsumsi.

Oleh karena itu, penggunaan biji pepaya merupakan alternatif dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen.

2.3. Ekstraksi Senyawa Metabolit Sekunder

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Agoes, 2009).

Pelarut merupakan suatu benda cair atau gas yang mampu melarutkan benda padat, cair atau gas yang menghasilkan sebuah larutan. Perbedaan jenis pelarut yang digunakan memberikan hasil yang berbeda karena adanya perbedaan senyawa metabolit sekunder yang dapat dilarutkan oleh jenis pelarut tertentu sehingga berpengaruh terhadap daya hambat dari ekstrak (Damayanti dan Fitriana, 2012). Mayoritas metabolit sekunder bersifat semi polar sehingga larut dalam pelarut organik. Macam - macam pelarut yang biasa digunakan dalam ekstraksi yaitu:

(30)

13 a. Akuades

Merupakan pelarut yang paling mudah didapat dan murah. Pelarut ini bersifat netral dan tidak berbahaya. Lebih baik untuk digunakan kerena aquades atau air yang telah disuling memiliki kadar mineral sangat minim. Kelemahannya hanya pada proses evaporasi (penguapan) yang lebih lama karena titik didihnya lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut lainnya (Prawitasari dan Yuniwati, 2019).

b. Etanol

Sering digunakan sebagai pelarut dalam praktikum karena mempunyai kelarutan yang relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya. Kelemahannya harganya mahal, pengerjaanya lama dan penyarian kurang sempurna. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan (Guenter, 1987).

c. Metanol

Pelarut metanol merupakan pelarut yang bersifat universal yang mampu mengikat semua komponen kimia yang terdapat pada tumbuhan bahan alam, baik yang bersifat non polar, semi polar, dan polar. Metanol merupakan cairan penyari yang mudah masuk kedalam sel melewati dinding sel bahan, sehingga metabolit skunder yang terdapat dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut dan senyawa akan terekstraksi sempurna (Lenny, 2006).

d. Aseton

Aseton merupakan pelarut semi-polar yang dapat menarik senyawa polar dan semi-polar (Verdiana dkk., 2018). Salah satu ciri dari pelarut aseton adalah mudah menguap (volatile). Ciri lain dari pelarut aseton yaitu mudah terbakar serta tidak berwarna (bening). Senyawa ini juga memiliki bau seperti daun mint dan memiliki rasa pedas. Sifat kepolaran yang dimiliki oleh aseton menyebabkan aseton dapat digunakan sebagai pelarut senyawa polar dan non polar (Dartagnan, 2020).

(31)

14 III. MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April – Juli 2022 di Laboratorium Patologi, Entomologi, Mikrobiologi dan Ilmu Tanah (PEMTA), Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, yang terletak di Jalan H.R Soebrantas No. 155 Km. 15, Kelurahan Tuah Madani, Kecamatan Tuah Madani, Kota Pekanbaru.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan analitik, Cawan Petri 9 cm, Jarum Ose, alumunium foil, Lampu Bunsen, kertas label, laminar air flow (LAF), gelas ukur, gelas beaker, cork borer, blender, inkubator, erlenmeyer, pipet volumetrik, hot plate with magnetic stirrer, kain kasa, presto, kamera, alat tulis, tisu gulung, nampan, plastik wrapping, tabung suntik, dan membran filter 0,2 µm.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu simplisia biji pepaya, isolat F. oxysporum, media potato dextrose agar (PDA), kloramfenikol 250 mg, akuades, spiritus, dan alkohol 70%.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri dari 6 perlakuan dan 5 ulangan. Dengan demikian unit percobaan yang dilibatkan sebanyak 30 unit percobaan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah perbedaan konsentrasi ekstrak biji pepaya yaitu T0 = 0%, T1 = 1,34%, T2 = 2,68%, T3 = 4,02%, T4 = 5,36%, T5 = 6,7%.

Parameter pengamatan meliputi karakteristik makroskopis koloni, laju pertumbuhan, luas koloni dan daya hambatan. Data karakteristik koloni disajikan secara deskriptif sedangkan data lainnya dilakukan analisis anova. Jika terdapat perbedaan perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

(32)

15 3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya

Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode Puspitaningtyas (2012) yang dimodifikasi. Biji pepaya diambil dari pedagang buah di Rimba Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau. Kriteria inklusi yaitu biji pepaya yang sudah masak dan berwarna hitam. Biji pepaya ditimbang sebanyak 200 g selanjutnya dicuci dengan akuades dan dikeringanginkan selama 15 menit. Blender hingga halus selanjutnya ditambahkan akuades dengan perbandingan 2:1 biji pepaya dan akuades sehingga diperoleh ekstrak kasar dengan konsentrasi 67%. Setelah itu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer steril dan ditutup dengan aluminium foil, kemudian difermentasi pada suhu ruang selama 24 jam. Saring menggunakan kain kasa steril, selanjutnya ekstrak disterilisasi menggunakan membran filter 0,2 µm.

3.4.2. Pembuatan Medium PDA

Media PDA ditimbang sebanyak 22,76 g dengan menggunakan timbangan analitik, PDA ditambahkan akuades 569 ml, kemudian didihkan dan dihomogenkan media di atas hot plate with magnetic stirrer dengan suhu 75oC selama 10 menit.

3.4.3. Sterilisasi Alat dan Bahan

Semua alat dan bahan yang tahan panas disterilisasi dengan menggunakan presto pada suhu 121°C selama 15 menit. Alat yang tidak tahan panas disterilisasikan dengan alkohol 70%, sedangkan ekstrak biji pepaya disterilisasi dengan menggunakan membran filter 0,2 µm kemudian ditampung pada gelas beaker secara aseptis.

3.4.4. Uji Toksisitas Ekstrak terhadap F. oxysporum

Pengujian penghambatan secara in vitro ekstrak biji pepaya terhadap F.

oxysporum dilakukan berdasarkan metode peracunan makanan (food poisoned technique). Metode ini dengan merujuk kepada Chaelani (2011), metode peracunan makanan ini dilakukan dengan cara meracuni pertumbuhan F.

oxysporum melalui media tumbuh PDA yang dicampur dengan ekstrak biji pepaya. Aplikasi dengan menuangkan medium PDA cair yang telah mengandung

(33)

16 ekstrak biji pepaya dengan berbagai kosentrasi yang telah ditentukan dalam Cawan Petri dengan volume akhir 20 ml dan didiamkan sampai media padat dan dingin. Biakan murni jamur F. oxysporum dipotong dengan menggunakan cork borer berdiameter 0,9 cm, untuk selanjutnya diinokulasikan di tengah-tengah medium PDA yang telah diberi bahan perlakuan. Masing-masing perlakuan kemudian diinkubasi dalam suhu kamar untuk selanjutnya dilakukan pengamatan.

3.5. Parameter Pengamatan

3.5.2. Karakteristik Makroskopis Koloni

Pengamatan makroskopis terhadap isolat Fusarium oxysporum dilakukan pada umur 7 HSI. Karakter yang diamati meliputi bentuk, penyebaran dan arah pertumbuhan koloni sebelum dan setelah diberi perlakuan (Arneti dkk., 2020).

3.5.3. Laju Pertumbuhan (cm/hari)

Pengamatan laju pertumbuhan koloni dilakukan setiap hari sampai Cawan Petri tanpa perlakuan dipenuhi oleh jamur. Pengukuran diukur menggunakan rumus yang merujuk pada Hidayat (2019) sebagai berikut :

= Keterangan:

µ = Laju Pertumbuhan (cm/hari) X = Pertambahan Diameter (cm) T = Waktu Pengamatan (hari) 3.5.4. Luas Koloni

Luas koloni jamur dihitung dengan menggunakan rumus Mahartha dkk.

(2013), sebagai berikut:

Keterangan:

A = Luas koloni F. oxysporum

r = Jari-jari (½ diameter) koloni F. oxysporum = 3,14

(34)

17 3.5.5. Daya Hambatan

Pengamatan daya hambat dilakukan dengan cara mengukur diameter pertumbuhan koloni dari F. oxysporum menggunakan penggaris. Pengukuran Pengamatan daya hambat dilakukan setelah cawan petri kontrol dipenuhi oleh jamur. Penghitungan daya hambat pertumbuhan koloni F. oxysporum menggunakan rumus yang merujuk kepada Susanti dkk. (2017) sebagai berikut:

Keterangan:

P = Persentase Penghambatan (%) a = Diameter Koloni Kontrol (cm) b = Diameter Koloni Perlakuan (cm)

Ekstrak kasar dinyatakan berpotensi sebagai fungisida jika pada konsentrasi ≤5% dapat memiliki daya hambatan ≥60% (Saifudin, 2014).

3.6. Analisis Data

Data karakteristik koloni dianalisis secara deskriptif, sedangkan data lainnya dianalisis melalui analisis sidik ragam. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji anova, jika terdapat perbedaan perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Analisis dilakukan dengan bantuan software SAS versi 9.

(35)

25 V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Hasil ekstrak pelarut akuades biji pepaya kurang potensial dalam menghambat pertumbuhan F. oxysporum.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang pemanfaatan ekstrak pelarut akuades dari tumbuhan lainnya untuk menghambat pertumbuhan F. oxysporum secara in vitro.

(36)

26 DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. 2009. Teknologi Bahan Alam (Aerial Farmasi Industri-2) ed.revisi.

ITB. 318 hal.

Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology 5th Ed. Oxford (GB) : Elsevier Academic Pr.

294-350 p.

Alfarabi, M dan A. Fauziayuningtias. 2017. Analisis Nilai Toksisitas Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Natural Science: Journal of Science and Technology, 6(2): 2338–

950153.

Arneti, Y. Liswarni dan R. Edriwilya. 2020. Efektivitas Ekstrak Daun Pepaya secara In Vitro terhadap Colletotrichum gloesporioides Penyebab Penyakit Antranoksa Pada Tanaman Cabai. Jurnal Proteksi Tanaman, 4(1): 1-10.

Arudhina, E. 2014. Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Alamanda (Allamanda cathartica L.) sebagai Antijamur terhadap Candida albicans dan Pityrosporum Ovale secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.

Baayen, R.P., K. O’Donnell., P.J. Bonants., E. Cigelnik., L.P. Kroon., E.J.

Roebroeck, and C. Waalwijk. 2000. Gene Genealogies and AFLP Analyses in the Fusarium oxysporum Complex Identify Monophyletic and Nonmonophyletic Formae Speciales Causing Wilt and Rot Disease. The American Phytopathological Society, 90: 891-900.

Chaelani, S.R. 2011. Metode Penelitian Penyakit Tumbuhan. Universitas Brawijaya Press. Malang. 89 hal.

Crysta, C.D., Yulianty, W.A. Setiawan dan M.L. Lande. 2020. Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Pepaya terhadap Jamur Colletroticum acutatum J.H. Simmonds pada Buah Cabai (Capsicum annuum L.). Jurnal Medika Malahayati, 4(3):

188-193.

Damayanti, A., dan E.A. Fitriana. 2012. Pemungutan Minyak Atsiri Mawar (Rose Oil) dengan Metode Maserasi. Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 1(2): 1-8.

Dartagnan, C.N.H. 2020. Ekstraksi, Pengolahan, dan Manfaat Fukosantin di Undaria pinnatifida. Skripsi. Unika Soegijapranata. Semarang.

Delphin, D.V., R. Haripriya., S. Subi., D. Jothi, and P.T. Vasan. 2014.

Phytochemical Screening of Various Ethanolic Seed Extracts. Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3(7): 1041-1048.

Djaenudin, D., H. Marwan., , H. Subagjo, dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. 36 hal.

(37)

27 Djunaedy, A. 2008. Aplikasi Fungisida Sistemik dan Pemanfaatan Mikoriza dalam Rangka Pengendalian Patogen Tular Tanah pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.). Embryo, 5(2): 149-157.

Ergina, S. Nuryanti, dan I.D. Pursitasari. 2014. Uji Kualitatif Senyawa Metabolit Sekunder pada Daun Palado (Agave Angustifolia) yang Diekstraksi dengan Pelarut Air dan Etanol. Jurnal Akademika Kimia, 3(3): 165–172.

Fatichah, N.F.Y. 2011. Potensi Bakteri Endofit sebagai Penghasil Enzim Kitinase, Protease dan Selulase secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Febjislami, S., K. Suketi dan R. Yunianti. 2018. Karakterisasi Morfologi Bunga, Buah, dan Kualitas Buah Tiga Genotipe Pepaya Hibrida. Buletin Agrohorti, 6(1): 112-119.

Fitriani, S., Raharjo dan G. Trimulyono. 2013. Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Kedondong (Spondias pinnata) dalam Menghambat Pertumbuhan Aspergillus flavus. Lentera Bio, 2(2): 125-129.

Guenter, E., 1987. Minyak Atsiri, jilid 1. UI Press. Jakarta. 507 hal.

Hamzah, A. 2014. 9 Jurus Sukses Bertanam Pepaya California. Agro Media Pustaka. Jakarta. 135 hal.

Hans and W. Heldt. 2005. Plant Biochemistry 3th ed. Elsevier Academic Press.

San Diego. 647 p.

Hidayat, D. 2019. Efektivitas Asap Cair dalam Penghambat Pertumbuhan Corynespora cassicola Penyebab Penyakit Gugur Daun pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. ARG) Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian dan Peternakan. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.

Pekanbaru.

Huda, M. 2010. Pengendalian Layu Fusarium pada Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L.) secara Kultur Teknis dan Hayati. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Juliantara, K. 2010. Pemanfaatan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya) sebagai Pestisida Alami yang Ramah Lingkungan. www.kompasiana.com. Diakses pada tanggal 05 September 2022.

Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya.

Jakarta. 80 hal.

Lambers, H., F.S. Chapin, and T.L. Pons. 2008. Mineral nutrition. In: Plant physiological ecology, 2nd ed. Springer. New York. 623 p.

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida dan Alkaloida (Makalah).

Fakultas Matematika dan Ilmu Alam. Universitas Sumatera Utara.

(38)

28 Lutfiyanti, R., W.F. Ma’ruf dan E.N. Dewi. 2012. Aktivitas Antijamur Senyawa Bioaktif Ekstrak Gelidium latifolium terhadap Candida albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 1(1): 26 – 33.

Mahartha, K.A., K. Khalimi dan G.N.A.S. Wirya. 2013. Uji Efektivitas Rhizobakteri sebagai Agen Antagonis terhadap Fusarium oxysporum f. sp.

capsici Penyebab Layu Fusarium pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.). E-Jurnal Agroteknologi Tropika, 2(3): 145-154.

Martiasih, M., B.B.R. Sidharta dan P.K. Atmodjo. 2012. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Pepaya terhadap Escherichia coli dan Streptococcus pyogenes. Jurnal Ilmiah. Mahasiswa Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.

Maryanti E., Febriyani E, dan Lestari E. 2014. Studi Efektivitas Antijamur Nanopartikel ZnO/ZnS terhadap Pertumbuhan Jamur Pityrosporumovale

Penyebab Ketombe. Gradien. Tersedia di:

https://ejournal.unib.ac.id/index. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2021.

Nasution, D.L. dan R. Rustam. 2020. Uji Beberapa Konsentrasi Ekstrak Kulit Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) untuk Mengendalikan Ulat Daun Bawang (Spodoptera exigua hubner). Jurnal Agrotek, 4(2): 79-89.

Nugraheni, E. S. 2010. Karakterisasi Biologi Isolat-Isolat Fusarium sp pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L .) Asal Boyolali. Skripsi.

Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Nuraini, D.N. 2011. Aneka Manfaat Biji-Bijian. Gava Media. Yogyakarta. 280 hal.

Okoye, E.I. 2011. Preliminary Phytochemical Analysis and Antimicrobial Activity of seeds of Carica papaya. Journal of Basic Physical Research, 2 (1): 66-69.

Pangesti, T., I.N. Fitriani, F. Ekaputra dan A. Hermawan. 2012. Sweet Papaya Seed Candy Antibacterial Escherichia Coli Candy With Papaya Seed (Carica Papaya L.). Jurnal Penelitian Mahasiswa UNY, 8(2): 156-163.

Pelczar, M.J. and Chan, E.S. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2 Alih Bahasa oleh Ratna Siri Hadioetomo. UI-Press. Jakarta. 997 hal.

Perveen, K., and H.A. Alwathnani. 2012. Biological Control of Fusarium Wilt of Tomato by Antagonist Fungi and Cyanobacteria. African Journal of Biotechnology, 11(5): 1100-1105.

Phillips, D. and H. Golzar. 2008. Strawberry Root and Crown Rot Disease Survey 2005 and 2006 Seasons. Bulletins Department of Agriculture and Food, 4747: 72-83.

Prawitasari, H., dan M. Yuniwati. 2019. Pembuatan Serbuk Pewarna Alami Tekstil dari Ekstrak Daun Jati Muda (Tectona Grandis Linn. F.) Metode

(39)

29 Foam-Mat Drying dengan Pelarut Etanol. Jurnal Inovasi Proses, 4(1): 29- 35.

Priyowidodo, T. 2017. Panduan Teknis Budidaya Pepaya. https://alamtani.com/.

Diakses pada tanggal 30 Oktober 2021.

Purwaningdyah, Y.G., T.D. Widyaningsih dan N. Wijayanti. 2015. Efektivitas Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Antidiare pada Mencit yang diinduksi Salmonella typhimurim. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(4): 1283-1293.

Puspitaningtyas, D.R. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Biji Buah Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Bakteri pada Plak Gigi secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Ramadhani, N. 2014. Uji Toksisitas LC50 Terhadap Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya Linn) pada Ikan Nila (Oreochromis niloticuss).

Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Saifudin, A. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep, dan Teknik Pemurnian. Deepublish. Yogyakarta. 113 hal.

Saragih, S.D. 2009. Jenis-jenis Fungi pada Beberapa Tingkat Kematangan Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan.

Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 754 hal.

Setiadi dan Parmin. 2004. Jeruk Asam. Penebar Swadaya. Jakarta. 12 hal.

Siagian, F.E., Sabono, D.C., dan Alfarabi, M. 2021. Aktivitas Antijamur Ekstrak Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Varietas Bangkok. Majalah Kedokteran UKI, 36(1): 14–18.

Sihombing, M.A. dan I. Saraswati. 2018. Uji Efektivitas Antijamur Ekstrak Biji Pepaya (Carica Papaya L.) terhadap Pertumbuhan Malassezia Furfur secara In vitro. Diponegoro Medical Journal (Jurnal Kedokteran Diponegoro), 7(2): 724–732.

Soesanto, L. 2013. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. PT Raja Grofindo Persada. Jakarta. 135 hal.

Suada, I. K. 2011. Aktivitas Enzim Ekstraseluler dan Kandungan Protein. J. HPT Tropika, 11(2): 157–165.

Sujiprihati, S. dan K. Suketi. 2009. Budidaya Pepaya Unggul. Penebar Swadaya.

Depok. 90 hal.

Suprapti, M.L. 2005. Aneka olahan pepaya mentah dan mengkal. Kanisius.

Yogyakarta. 118 hal.

(40)

30 Susanti, S., R. Kusmiadi, dan S.N. Aini. 2017. Uji Efikasi Ekstrak Daun Mengkudu, Kemangi dan Jambu Biji dalam Menghambat Pertumbuhan Cendawan Colletotrichum gloeosporioides pada Buah Pepaya. Jurnal Agrosaintek, 1(1): 16-22.

Sutejo, A. M., dan Priyatmojo, A. 2008. Identifikasi Morfologi Beberapa Spesies Jamur Fusarium. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 14(1): 7–13.

Suyanti, Setyadjit dan A.B. Arif. 2012. Produk Diversifikasi Olahan Untuk Meningkatkan Nilai Tambah dan Mendukung Pengembangan Buah Pepaya (Carica papaya L) di Indonesia. Bulletin Teknologi Pascapanen Pertanian, 8(2): 62-70.

Syam, M.F. 2014. Insidensi Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Tomat (Lychopersicum esculentum Mill) di Kecamatan Longowan Barat. Skripsi.

Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Ugwuanyi, J.O. and J.A.N. Obeta. 1997. Some Pectinolytic and Cellulolytic Enzyme Activities of Fungi Causing Rots of Cocoyams. J. Sci. Food Agric. 73: 432-436.

Umboh, S.D., dan Rampe, H.L. 2019. Penggunaan Fungisida Nabati dalam Pembudidayaan Tanaman Pertanian. Jurnal Pengabdian Multidisiplin, 1(2): 36-46.

Wahyudi, 2011. Panen Cabai Sepanjang Tahun. Agromedia Pustaka. Jakarta. 180 hal.

Yunasfi. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit yang Disebabkan oleh Jamur. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

(41)

31 Lampiran 1. Alur Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Alat dan Bahan

Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya

Sterilisasi Alat dan Bahan

Uji Toksisitas Ekstrak Biji Pepaya terhadap F. oxysporum

Parameter Pengamatan 1. Karateristik Makroskopis Koloni 2. Laju Pertumbuhan F. oxysporum 3. Luas Koloni

4. Daya Hambatan F. oxysporum

Pembuatan Medium PDA

Analisis Data

(42)

32 Lampiran 2. Bagan Percobaan Penelitian

Keterangan:

Perlakuan = T0, T1, T2, T3, T4, T5 Ulangan = U1, U2, U3, U4, U5

T0 = 0 % (0 ml ekstrak biji pepaya pepaya + 20 ml PDA) T1 = 1,34 % (0,4 ml ekstrak biji pepaya + 19,6 ml PDA) T2 = 2,68 % (0,8 ml ekstrak biji pepaya + 19,2 ml PDA) T3 = 4,02 % (1,2 ml ekstrak biji pepaya + 18,6 ml PDA) T4 = 5,36 % (1,6 ml ekstrak biji pepaya + 18,4 ml PDA) T5 = 6,7 % (2 ml ekstrak biji pepaya + 18 ml PDA)

T5 (U3)

T4 (U2)

T1 (U1)

T3 (U5)

T3 (U4)

T1 (U2)

T2 (U5)

T4 (U4)

T4 (U5)

T3 (U2)

T2 (U1)

T5 (U5)

T1 (U3)

T0 (U5)

T3 (U3)

T2 (U3)

T2 (U2)

T1 (U4)

T4 (U3)

T0 (U4)

T2 (U4)

T4 (U1)

T1 (U5)

T0 (U2)

T5 (U1)

T3 (U1)

T0 (U1)

T0 (U3)

T5 (U2)

T5 (U4)

(43)

33 Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Koloni F. oxysporum

Laju Pertumbuhan (cm) B

Ulangan T0 T1 T2 T3 T4 T5

1 0,64 0,61 0,5 0,45 0,38 0,06

2 0,64 0,61 0,51 0,42 0,4 0,22

3 0,64 0,64 0,48 0,44 0,38 0,26

4 0,64 0,61 0,51 0,46 0,38 0,28

5 0,64 0,61 0,48 0,43 0,36 0,23

Jumlah 3,21 3,07 2,49 2,20 1,91 1,04

Rata-rata 0,642 0,614 0,498 0,441 0,382 0,208 Tabel Analisis Sidik Ragam Laju Pertumbuhan F. oxysporum

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

(db)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah

(KT)

F- Hitung

F-Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 5 0,640524 0,128105 98,52** 2,62 3,90

Galat 24 0,031204 0.0013

Total 29 0,671728

Keterangan : TN : Tidak nyata

* : Berbeda nyata

** : Sangat berbeda nyata

(44)

34 Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Luas Koloni F. oxysporum

Luas Koloni (cm2) B

Ulangan T0 T1 T2 T3 T4 T5

1 63,59 56,72 38,46 31,16 22,89 0,64

2 63,59 56,72 40,69 27,32 24,62 7,54

3 63,59 63,59 36,29 30,17 22,05 10,17

4 63,59 56,72 40,69 32,15 22,89 11,33

5 63,59 56,72 35,24 29,21 20,42 8,04

Jumlah 317,92 290,45 191,39 150,02 112,87 37,72 Rata-rata 63,585 58,09 38,278 30,004 22,573 7,545 Tabel Analisis Sidik Ragam Luas Koloni F. oxysporum

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

(db)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah

(KT)

F-Hitung F-Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 5 11386,02 2277,205 352,71** 2,62 3,90

Galat 24 154,9512 6,456301

Total 29 11540,98

Keterangan : TN : Tidak nyata

* : Berbeda nyata

** : Sangat berbeda nyata

(45)

35 Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Daya Hambat Koloni F. oxysporum

Diameter hari ke-14

Ulangan T0 T1 T2 T3 T4 T5

1 9 8,5 7 6,3 5,4 0,9

2 9 8,5 7,2 5,9 5,6 3,1

3 9 9 6,8 6,2 5,3 3,6

4 9 8,5 7,2 6,4 5,4 3,8

5 9 8,5 6,7 6,1 5,1 3,2

Jumlah 45 43 34,9 30,9 26,8 14,6

Rata-rata 9 8,6 6,98 6,18 5,36 2,92

Daya Hambat (%) B

Ulangan T0 T1 T2 T3 T4 T5

1 0 5,55 22,22 30 40 90

2 0 5,55 20 34,44 37,78 65,55

3 0 0 24,44 31,11 41,11 60

4 0 5,55 20 28,89 40 57,78

5 0 5,55 25,55 32,22 43,33 64,44

Jumlah 0 22,2 112,22 156,66 202,22 337,77

Rata-rata 0 4,444 22,444 31,333 40,444 67,555 Tabel Analisis Sidik Ragam Daya Hambat F. oxysporum

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

(db)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah

(KT)

F-Hitung F-Tabel 0,05 0,01 Perlakuan 5 15499,09 3099,819 98,52** 2,62 3,90

Galat 24 755,0617 31,46091

Total 29 16254,16

Keterangan : TN : Tidak nyata

* : Berbeda nyata

** : Sangat berbeda nyata

(46)

36 Lampiran 6. Hasil Uji Lanjut DMRT Laju Pertumbuhan Koloni F. oxysporum

The SAS System 13:17 Sunday, September 12, 2022 1 The ANOVA Procedure

Class Level Information Class Levels Values

perlakuan 6 T0 T1 T2 T3 T4 T5 ulangan 5 1 2 3 4 5

Number of observations 30

The SAS System 13:17 Sunday, September 12, 2022 2 The ANOVA Procedure

Dependent Variable: DB Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 9 0.64592517 0.07176946 55.63 <.0001 Error 20 0.02580272 0.00129014

Corrected Total 29 0.67172789

R-Square Coeff Var Root MSE DB Mean 0.961588 7.728358 0.035918 0.464762

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 5 0.64052381 0.12810476 99.30 <.0001 ulangan 4 0.00540136 0.00135034 1.05 0.4082

The SAS System 13:17 Sunday, September 12, 2022 3 The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for DB

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square 0.00129

Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range .04739 .04974 .05124 .05228 .05305

(47)

37

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan A 0.64286 5 T0 A

A 0.61429 5 T1 B 0.49857 5 T2 C 0.44143 5 T3 D 0.38286 5 T4 E 0.20857 5 T5

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Adapun maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat bagi mahasiswa guna memeroleh gelar sarjana sastra pada Program Studi Sastra Indonesia

Koleksi yang masuk kategori rujukan primer ini membahas isu KDRT dari berbagai pendekatan; pendekatan Islam (Farha, th. Isu marital rape juga sudah pernah

Padahal dengan tertundanya jadwal pemeliharaan rutin akan mengakibatkan bertumpuknya kualitas kerusakan ( multiplier effect ) yang akhirnya membutuhkan biaya

4.9.2 Menyusun teks information report lisan dan tulis, sangat pendek dan sederhana, terkait topik yang tercakup dalam mata pelajaran lain di Kelas IX, dengan

Tuori &amp; Kotkas 2008 s. Tuori ja Kotkas katsovat, että oikeuskäytännössä on omaksuttu lähtökohta, jonka mukaan yleisen järjestämisvelvollisuuden edellyttämä

Berdasarkan hasil pengukuran, pengujian dalam penelitian yang telah dilakukan, performa layanan internet pada SUKAnet WiFi di fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan

‘No chance,’ Krans shouted, his big body taut with defiance, while Erak shook his head and stared back at the Sontaran.. Styr activated a switch with a jab of his

Yang membedakan tipe bercerita berpasangan dengan lainnya adalah dalam tipe ini guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa