• Tidak ada hasil yang ditemukan

NEEDS ASSESSMENT DALAM RANGKA PROGRAM PEMBERDAYAAN UMKM KULIT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NEEDS ASSESSMENT DALAM RANGKA PROGRAM PEMBERDAYAAN UMKM KULIT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

NEEDS ASSESSMENT DALAM RANGKA PROGRAM PEMBERDAYAAN UMKM KULIT DI DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA

Rofiatun Nafiah 1)

1)Staf Pengajar Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta Program Studi Desain dan Teknologi Produk Kulit

ABSTRACT

This research tends to give an overview on needs assessment done by government institutions in order to determine the empowerment programs for leather Small and Medium enterprises (Leather-SMEs) in Yogyakarta. This research uses interview, questionnaires, direct observations and documentation techniques to gain the data; and employs descriptive method to analyze the data.

Results of the research show that before designing the empowerment programs for leather SMEs, the institutions have not optimally done needs assessment, and even without any needs assessment at all. Furthermore, further research needs to be conducted in order to determine appropriate methods and steps in the implementation of needs assessment.

Keywords: needs assessment, empowerment programs, leather SMEs

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang needs assessment dalam rangka program pemberdayaan oleh institusi pemberi program bagi para UKM Kulit di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara, kuesioner, pengamatan langsung, dan teknik dokumentasi; sedangkan analisis data dilakukan dengan metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum menentukan program pemberdayaan, para institusi sudah melakukan needs assessment namun belum optimal, dan bahkan kadang pemberian program pemberdayaan tanpa adanya needs assessment sebelumnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan metode dan langkah-langkah yang tepat dalam pelaksanaan needs assessment

Kata kunci: needs assessment, program pemberdayaan, UKM Kulit

(2)

PENDAHULUAN

Menurut Rue dan Byars (2000: 190-1), pemberdayaan atau empowerment adalah bentuk desentralisasi yang mencakup pemberian kewenangan untuk membuat keputusan. Dalam hal ini, pihak yang diberi program pemberdayaan didorong untuk menjalankan tanggung jawabnya. Kegiatan pemberdayaan dapat berupa pemberian pendidikan maupun pelatihan/training yang dianggap penting dalam rangka mencapai pengembangan atau peningkatan.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UKM) melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing UKM.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), insitusi pemerintah yang secara berkala memberikan program pemberdayaan bagi UKM Kulit adalah Akademi Teknologi Kulit (ATK) Yogyakarta, Balai Besar Kerajinan Kulit Karet dan Plastik (BBKKP), serta Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Propinsi DIY. Program pemberdayaan yang diberikan oleh institusi tersebut, antara lain: pelatihan, baik teknis maupun manajerial; pendampingan; jasa layanan teknis; konsultasi; pameran; serta bantuan peralatan.

Program pemberdayaan untuk UKM Kulit diarahkan untuk mencapai tujuannya, seperti metode produksi yang lebih efektif, peningkatan kualitas produk, atau memperkecil ongkos produksi. Ini berarti bahwa institusi pemberi program pemberdayaan harus berkomitmen untuk mengarahkan sumber daya atau kapasitasnya hanya untuk kegiatan yang tepat dalam rangka mencapai tujuan.

Untuk menentukan program pemberdayaan apa saja yang tepat bagi UKM, perlu diadakan kegiatan needs assesment (penilaian kebutuhan) terlebih dahulu.

Needs assessment merupakan analisis sistematik terhadap kegiatan yang dibutuhkan oleh sebuah usaha untuk mencapai tujuannya (Rue dan Byars, 2000:

270). Langkah-langkah dalam kegiatan needs assessment, antara lain: menentukan tujuan proses assessment yang akan dilakukan (apakah tujuannya?),

(3)

mengidentifikasi data yang penting untuk pelaksanaan assessment, memilih sebuah metode untuk pengumpulan data (quesioner, wawancara, survey, dan lain- lain), mengumpulkan data, menganalisis dan melakukan verifikasi data, serta terakhir membuat laporan analisis.

Sebuah penilaian kebutuhan adalah suatu proses yang sistematis dalam rangka menentukan dan mencapai pemenuhan kebutuhan, atau "kesenjangan"

antara kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan. Perbedaan antara kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan diukur secara tepat untuk mengidentifikasi kebutuhan. Kebutuhan dapat berupa keinginan untuk meningkatkan kinerja saat ini atau untuk memperbaiki kekurangan (Rue dan Byars, 2000: 271).

Needs assessment adalah bagian dari proses perencanaan, sering digunakan untuk perbaikan pada individu, pendidikan/pelatihan, organisasi, atau masyarakat. Tindak lanjut dari needs assessmnet dapat digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk. Hal ini dapat menjadi alat yang efektif untuk memperjelas masalah dan mengidentifikasi langkah yang tepat atau solusi terhadap masalah yang dihadapi. Dengan mengidentifikasi masalah secara jelas, sumber daya yang terbatas dapat diarahkan mengembangkan dan menerapkan solusi yang layak dan tepat (Rue dan Byars, 2000: 272).

Needs assessment hanya efektif jika memiliki fokus dan memberikan bukti nyata yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan langkah perbaikan yang paling efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pada kenyataannya, UKM kulit di DIY sering menganggap bahwa program-program pemberdayaan yang diberikan oleh para institusi tidak efektif dan tidak tepat sasaran. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian dalam rangka mengetahui apa saja kegiatan needs assesment yang telah dilakukan oleh para institusi pemberi program pemberdayaan serta contoh-contoh program-program yang tidak efektif dan tidak tepat sasaran akibat dari implementasi needs assessment yang selama ini dilakukan oleh para institusi tersebut.

(4)

METODE PENELITIAN

Penelitian tentang needs assessment dalam rangka program pemberdayaan UMKM Kulit ini menggunakan metode survei, dengan metode pengumpulan dan analisa data sebagai berikut.

1. Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan purposive sampling (pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu). Sampel atau responden dalam penelitian ini adalah institusi pemberi program pemberdayaan dan UKM Kulit penerima program pemberdayaan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Institusi pemberi program pemberdayaan terdiri dari Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta; Balai Besar Karet, Kulit, dan Plastik Yogyakarta; serta Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Propinsi Yogyakarta. Responden yang berasal dari institusi tersebut adalah pembuat keputusan, kebijakan, dan penentu program pemberdayaan bagi UKM Kulit di Yogyakarta. Sedangkan responden dari UKM adalah perwakilan dari masing-masing sentra, yakni Sentra Bugisan, Sentra Manding, dan Sentra Pucung. UKM dari Sentra Gendeng tidak diambil karena memiliki produk yang hampir sama dengan Sentra Pucung.

Beberapa teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah wawancara, kuesioner, pengamatan langsung, dan dokumnetasi.

2. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk mengukur beberapa fenomena dengan cara membuat deskripsi atau membuat gambaran sistematik, faktual, dan akurat mengenai fakta, karakteristik, dan hubungan antar fenomena yang sedang diteliti.

HASIL PENELITIAN

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa suatu needs assessment atau penilaian kebutuhan sangat perlu dilakukan dalam rangka ketepatan pemberian program. Ketepatan tersebut dapat berupa sasaran, teknis pelaksanaan, peserta,

(5)

maupun target yang ingin dicapai. Dari survei yang dilakukan terhadap institusi pemberi program pemberdayaan serta UKM penerima program, deskripsi mengenai needs assessment dalam penelitian ini disajikan dalam dua bagian, yakni dari sisi pemberi dan penerima program.

1. Dari Institusi Pemberi Program Pemberdayaan

Institusi pemberi program, baik Akademi Teknologi Kulit, Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik, maupun Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Propinsi DIY, secara umum telah melakukan needs assessment sebelum memberikan program pemberdayaan. Meskipun ada yang secara eksplisit menyatakan belum sampai pada langkah needs assessment, akan tetapi, pada prinsipnya, institusi tersebut telah melakukan penilaian kebutuhan UKM terhadap program-program pemberdayaan.

Kegiatan needs assessment yang selama ini dilakukan oleh para institusi tersebut antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Melalui survei

Survei yang dilakukan oleh para institusi pemberi program pemberdayaan misalnya dengan kunjungan ke lapangan. Survei dilakukan baik dengan mengunjungi UKM di sentra-sentra secara langsung maupun melalui paguyuban. Paguyuban yang terdapat pada setiap sentra UKM Kulit di DIY berperan sebagai tempat organisasi atau wadah bagi UKM yang ada di sentra tersebut. Pengurus paguyuban dipilih oleh UKM yang ada di sentra melalui musyawarah, atau dapat pula merupakan tokoh masyarakat yang ditunjuk oleh pemerintah setempat.

Dengan survey yang dilakukan baik dengan mendatangi sentra- sentra secara langsung maupun melalui paguyuban yang ada di sentra, para institusi dapat memperoleh informasi mengenai kegiatan atau bantuan apa saja yang dapat mendukung pengembangan dan kemajuan UKM. Dari informasi yang didapat itulah, kemudian para institusi merencanakan pemberian program dan bantuan yang perlu diberikan

(6)

kepada UKM Kulit dan memasukkan rencana kegiatan tersebut ke dalam anggaran yang diajukan kepada pemerintah terkait.

Selain melalui survei dengan mendatangi UKM secara langsung maupun mendapatkan informasi dari paguyuban, untuk menilai kebutuhan UKM Kulit akan program-program pemberdayaan, para institusi juga menyebarkan kuesioner untuk mendapatkan umpan balik dari UKM Kulit mengenai program-program pemberdayaan yang mereka butuhkan. Kuesioner yang disebarkan kepada para UKM Kulit untuk diisi dan dikembalikan lagi kepada institusi, kemudian dijadikan dasar bagi insitusi untuk menentukan program apa saja yang dibutuhkan oleh para UKM.

b. Bekerja sama dengan asosiasi terkait

Selain dengan cara melakukan survei secara langsung di lapangan dan mendapatkan informasi dari paguyuban yang ada di sentra, para institusi juga bekerja sama dengan asosiasi terkait.

Misalnya untuk UKM kulit atau pengrajin kulit, institusi pemberi program pemberdayaan berusaha memperoleh informasi atau penilaian kebutuhan dari ASKRAKINDO (Asosiasi Kerajinan Kulit Indonesia).

c. Melakukan penawaran kepada pada UKM sebelum melakukan implementasi program.

Selain mendapat masukan tentang program pemberdayaan yang tepat bagi UKM Kulit melalui survei di lapangan dan informasi dari paguyuban dan asosiasi terkait, para institusi juga dapat mendesain program-program pemberdayaan bagi UKM berdasarkan kebutuhan institusi, misalnya dalam rangka penelitian terapan maupun pelaksanaan program pengabdian pada masyarakat. Dari program yang dicanangkan berdasarkan kebutuhan insitusi tersebut, pihak institusi kemudian memberikan penawaran kepada UKM Kulit yang ada di sentra-sentra. Setelah diberikan penawaran, UKM diharapkan dapat memberikan respons apakah mereka tertarik untuk mengikuti

(7)

program yang ditawarkan oleh institusi atau tidak. Pemberian respons didasarkan pada penilaian kebutuhan masing-masing UKM Kulit.

2. Dari UKM Kulit Penerima Program Pemberdayaan

Dari hasil wawancara dengan perwakilan UKM Kulit di masing- masing sentra, maka dapat dikatakan bahwa selama ini needs assessment oleh para institusi pemberi program pemberdayaan belum dilakukan secara maksimal, bahkan untuk pelaksanaan beberapa program, dapat dikatakan bahwa needs assessment sama sekali tidak dilakukan oleh para institusi.

Untuk pelaksanaan beberapa program; seperti seminar, pelatihan, dan wokshop misalnya, UKM Kulit tersebut biasanya langsung diundang untuk mengikutinya. Dengan kata lain, para UKM Kulit tidak ditanyai terlebih dahulu apa harapan mereka atas program yang akan diberikan tersebut, atau kebutuhan apa yang akan dipenuhi dengan diselenggarakannya program-program tersebut.

Salah satu dampak dengan tidak adanya needs assessment sebelum diberikannya suatu program pemberdayaan adalah program yang diberikan oleh institusi tidak sesuai dengan kebutuhan UKM Kulit. Hal ini membuat program pemberdayaan yang diberikan tidak efektif. Pelatihan, misalnya, kadang diberikan oleh institusi tanpa melihat kebutuhan UKM. Sehingga, UKM menganggap bahwa institusi hanya melaksanakan program untuk proyek dan dalam rangka menghabiskan anggaran pemerintah.

Selain dalam program pelatihan untuk UKM, terdapat contoh lain dari tidak maksimalnya atau bahkan tidak adanya pelaksanaan needs assessment, yakni dalam kegiatan pameran. Karena tidak adanya needs assessment terhadap program pameran, maka dalam kenyataannya terjadi beberapa hal sebagai berikut.

1. Pemerataan jatah pameran.

Dalam hal pemerataan, UKM menganggap bahwa institusi pemberi program tidak membuat distribusi kesempatan secara adil;

dalam artian, ada suatu UKM yang selalu mendapat jatah, dan ada UKM lain yang selalu tidak mendapat kesempatan. Institusi pemberi

(8)

fasilitas pameran telah memiliki standar tertentu dalam memilih UKM yang dianggap mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang layak untuk dipamerkan. Namun begitu, dengan tidak adanya kontak atau masukan dari para UKM, maka pengambilan keputusan dianggap sepihak dan tidak adil bagi semua UKM.

2. Satu UKM dengan banyak nama

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat satu UKM dengan banyak nama, sehingga, ketika institusi pemberi progam tidak mengetahui hal ini dan mereka hanya mengetahui bahwa peserta training atau peserta pameran telah diganti, misal untuk satu sentra, kesempatan tahun lalu telah diberikan untuk UKM ‘A‘, dan tahun ini jatah diberikan untuk UKM ‘B‘, dan tahun depan untuk UKM ‘C‘, maka institusi tersebut merasa telah memberikan pemerataan kesempatan bagi para UKM.

Di sisi lain, pada kenyataannya, pemilik UKM ‘A‘, pemilik UKM ‘B‘, dan pemilik UKM ‘C‘ pada dasarnya adalah sama, hanya saja yang satu atas namanya bapak, satu atas nama ibu, dan satu lagi atas nama anaknya. Sehingga, meskipun nama peserta telah berganti, tapi penerima program pemberdayaannya tetap sama; yakni hanya satu UKM saja. Dan salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah karena tidak adanya needs assessment, atau kalaupun ada, needs assessment yang dilaksanakan masih kurang maksimal.

3. Pameran untuk yang tidak membuat produk

Harapan para UKM adalah, hendaknya kesempatan mendapatkan program pemberdayaan dari institusi, khususnya kesempatan pameran, adalah UKM yang membuat sendiri produknya.

Apabila UKM tersebut diberi kesempatan mengikuti pameran, dia akan bisa mengetahui gambaran pasar produknya, serta menjadi sarana membuka wawasan terhadap kriteria produk yang laku untuk dijual. Namun pada kenyataannya, kesempatan pameran kadang diberikan untuk UKM yang hanya menjual produk, atau tidak

(9)

membuat sendiri produknya. Barangkali, bagi institusi pemberi program, hal ini tidak masalah, karena bila UKM penjual tersebut mampu menjualkan produk UKM-UKM lain, maka berarti juga, akan membantu meningkatkan produksi UKM-UKM lain yang dijualkan produknya. Akan tetapi, bagi UKM pembuat produk, kebijakan ini dianggap tidak tepat karena tidak langsung mendukung mereka, yakni harus melalui pihak ketiga. Selain itu, UKM pembuat produk merasa tidak memiliki kesempatan untuk mengamati pasarnya sendiri; serta menjadi tidak bisa melihat secara langsung bagaimana perkembangan desain dan teknologi dalam bidang perkulitan dan produk kulit.

3. Analisis

Secara umum, menurut pendapat UKM, apabila UKM ingin agar program pemberdayaan yang diberikan oleh instutusi sesuai dengan kebutuhannya, maka UKM tersebut harus membuat proposal. Proposal tersebut bisa berupa permohonan pelatihan, bantuan peralatan, maupun pendampingan. Dengan kata lain, UKM harus aktif dalam menyampaikan kebutuhannya kepada institusi pemberi program.

Jika hasil wawancara dengan institusi dan dengan UKM Kulit di Yogyakarta diperbandingkan, maka dapat dilakukan beberapa analisis sebagai berikut.

1. Secara sekilas, langkah-langkah dalam rangka needs assessment yang dilakukan oleh institusi untuk mendapatkan informasi mengenai program ataupun bantuan apa saja yang dibutuhkan oleh UKM Kulit sudah benar, yakni yang salah satunya dengan metode survei. Namun demikian, dari ketiga fakta tidak tepatnya pemberian bantuan dalam kegiatan pameran, maka terjadi ketidakefisienan program pelatihan untuk UKM Kulit, sehingga selama ini kegiatan needs assessment oleh institusi belum maksimal, bahkan belum dilaksanakan sama sekali, atau, kalaupun dilakukan, hanya untuk beberapa kegiatan saja, dan tidak untuk semua program pemberdayaan yang diberikan oleh institusi untuk UKM. Misalnya dalam satu tahun, satu institusi

(10)

merencanakan memberikan lima macam program pemberdayaan untuk UKM Kulit, namun institusi tersebut hanya melakukan needs asseement untuk dua macam kegiatan. Pihak institusi merasa sudah melakukan needs assessment, akan tetapi pihak UKM merasa bahwa kegiatan needs assessment belum dilakukan, karena memang pada kenyataanya masih terdapat tiga macam program yang diberikan tanpa adanya kegiatan needs assessment sebelumnya.

2. Salah satu tujuan dibentuknya paguyuban adalah untuk memfasilitasi atau memenuhi fungsi sebagai penghubung antara institusi pemberi program dengan UKM Kulit penerima program. Adanya kenyataan bahwa beberapa program pemberdayaan tidak efektif dan tidak tepat sasaran menunjukkan fungsi paguyuban yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Penilaian kebutuhan UKM Kulit melalui paguyuban, misalnya prioritas pemilihan peserta pelatihan atau pameran, hanya didasarkan pada pertimbangan: penilaian kebutuhan atau prioritas UKM yang memiliki kedekatan atau hubungan kekerabatan dengan pengurus paguyuban. Ketika pihak institusi sudah mempercayakan pemilihan peserta atau penilaian kebutuhan melalui paguyuban, maka hasil needs assessment yang seharusnya merupakan cetusan kebutuhan dari seluruh UKM Kulit menjadi hanya gambaran kebutuhan pemilik UKM Kulit yang dekat atau menjadi kerabat dari pengurus paguyuban.

3. Asosiasi juga merupakan wadah/organisasi untuk mendukung perkembangan UKM Kulit. Pada kenyataanya, asosiasi UKM Kulit di DI Yogyakarta, yakni ASKRAKINDO sudah tidak aktif sejak beberapa tahun terakhir. Ketika pihak institusi melakukan needs assessment melalui asosiasi itu, informasi tentang program pemberdayaan yang dibutuhkan oleh UKM Kulit tidak didapatkan karena asosiasi itu sudah tidak lagi aktif dan berfungsi.

4. Untuk program pemberdayaan yang sudah dianggarkan oleh institusi karena terkait kebutuhan institusi, misalnya terkait program penelitian

(11)

atau pengabdian kepada masyarakat, maka pihak UKM cenderung untuk langsung menerima. Ini dikarenakan pihak yang mengeluarkan dana adalah institusi, dan bukan UKM, sehingga mereka bukanlah pemegang keputusan dan bukanlah pihak yang mengeluarkan dana untuk pelaksanaan programnya. UKM merasa tidak kuasa untuk menolak, karena menurut mereka, jika mereka menolak untuk suatu program dari institusi, seteruskan mereka tidak akan lagi mendapatkan program pemberdayaan dari institusi, meskipun untuk format program pemberdayaan yang berbeda.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil wawancara yang dilakukan di lapangan dapat ditarik kesimpulan bahwa needs assessment untuk program-program pemberdayaan bagi UKM Kulit di DI Yogyakarta belum dilakukan secara maksimal oleh para institusi pemerintah pemberi program, dan bahkan untuk beberapa program pemberdayaan belum dilakukan. Hal ini menyebabkan beberapa program pemberdayaan tidak efektif dan sering tidak tepat sasaran. Untuk itu disarankan bahwa hendaknya institusi melakukan needs assessment secara tepat sebelum menentukan program pemberdayaan UKM agar program tersebut bisa membantu memberdayakan UKM Kulit secara maksimal dan tepat sasaran. Kepada pihak UKM Kulit disarankan untuk senantiasa aktif memberikan input atau informasi kepada pihak institusi mengenai program-program yang dibutuhkan untuk pengembangan UKM, agar institusi dapat memberikan program pemberdayaan secara tepat sesuai dengan kebutuhan UKM. Selain itu, perlu dilakukan suatu penelitian lebih lanjut untuk menentukan metode dan langkah-langkah yang tepat dalam pelaksanaan needs assessment.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Moeloeng, L. J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muhadjir, Neong. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.

Rue, Leslie W. dan Lloyd L. Byars. 2000. Management Skills and Application.

Edisi ke-9. McGraw-Hill, Inc.

Siegel, Sidney. 1985. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT.

Gramedia

Singarimbun, Masri and Sofian Effendi (Editor). 2008. Metode Penelitian Survey.

Cetakan ke-19. Jakarta: LP3ES.

Subagyo, P. J. 2004. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Surachmad, W. 1985. Pengantar Penelitian-penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Teknik. Bandung: Tarsito.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melakukan budidaya di luar musim dan membatasi produksi pada saat bertanam normal sesuai dengan permintaan pasar, diharapkan produksi dan harga bawang merah dipasar akan

Dilihat dari isinya peta dapat dikelompokkan menjadi peta umum, peta khusus dan chart (Basuki Sudiharjo, 1977). Kecamatan Mojolaban merupakan daerah yang masuk dalam wilayah

1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,

Ditinjau dari jarak antara kantor kelurahan dan kantor camat, kantor Kelurahan Padang Bulan Selayang I memiliki jarak terjauh dari kantor Kecamatan Medan Selayang yaitu sekitar 6

Jika imbalan tersebut kurang dari nilai wajar aset bersih entitas anak yang diakuisisi, selisih tersebut diakui sebagai keuntungan dari pembelian dengan diskon pada laporan laba

Cara yang efisien untuk memindahkan sampel dari jaring ke dalam botol yaitu pertama, melipat jaring yang berisi serangga secara langsung dan memasukkannya ke dalam “killing

Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas IX Semester 1 [BEST (Bimbingan Belajar EkaSmart)] Page 5 Benua Afrika sering disebut “Benua Hitam” karena mayoritas penduduknya mempunyai

Gambar 16, dapat diketahui bahwa pengaruh interaksi nutrisi dan media terhadap berat akar basah menunjukkan tidak berbeda nyata, berat akar basah pada nutrisi