Policy Brief
Quo Vadis Tata Kelola Perusahaan di Bank Pembangunan Daerah
SERI ANALISIS GOVERNANSI NO. 01/2020
Center for
Governance, Public Policy and Business
Studies EN
ID
PUSAT KAJIAN
Center for Governance
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
Kontributor:
Dra. Novita Ikasari, M.Comm., Ph.D Prof. Dr. Ferdinand Dehoutman Saragih, MA
Dr. Achmad Lutfi, M.Si
Ir. Bernardus Yuliarto Nugroho, MSM, Ph.D Ika Hartantiningsih S.Sos. M.A
Nidaan Khafian, S.Sos, M.A Dr. Umanto Eko Prasetyo, S.Sos, M.Si
Zuliansyah P.Z., S. Sos, M.Si
Penyunting dan Alih Bahasa:
Ditri Andita Anggariani, S.I.A, M.A
Desain dan Tata Letak:
Rijal Ramdhani, S.Sos
PUSAT KAJIAN
Center for Governance
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
Dra. Novita Ikasari, M.Comm., Ph.D
Novita Ikasari menyelesaikan S1 Ilmu Administrasi Niaga (Universitas Indonesia), Master of Commerce (The University of Sydney) serta Ph.D (Curtin University) dalam bidang keuangan. Dalam 10 tahun terakhir, tema kajian yang menjadi perhatian beliau mencakup bidang Keuangan Mikro, Kewirausahaan Sosial dan Inklusi Sosial dan Keuangan seperti diperlihatkan oleh publikasi ilmiah di bidang terkait. Novita Ikasari saat ini menjabat sebagai Ketua Pusat Kajian Governansi, Kebijakan
Publik dan Bisnis Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.
Kontributor
Dr. Achmad Lutfi, M.Si
Achmad Lutfi merupakan peraih gelar doktor Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada tahun 2017. Sebelumnya beliau memperoleh gelar Sarjana dan Magister di Fakultas Ilmu Administrasi UI. Dengan fokus studi pada Keuangan Negara dan Keuangan Daerah, beliau telah menghasilkan sejumlah publikasi ilmiah dan menjadi pembicara di sejumlah
seminar dan lokakarya baik nasional maupun internasional.
Nidaan Khafian, S.Sos, M.A
Nidaan Khafian menyelesaikan Studi Sarjana dan Magister di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, dan saat ini sedang menempuh pendidikan di Program Doktor Ilmu Administrasi, Ilmu Administasi Universitas Indonesia. Memiliki keahlian pada bidang studi kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan, dengan fokus utama kajian terkait dengan
collaborative governance, pembangunan berkelanjutan, manajemen bencana, serta pembangunan regional.
Ir. Bernardus Yuliarto Nugroho, MSM, Ph.D
Bernardus Yuliarto Nugroho menyelesaikan studi Teknik Industri di Institut Teknologi Bandung, Magister di Purdue University dan Program Doktoral di bidang Ekonomi dan Keuangan di Curtin University, Australia. Beliau memiliki fokus
area riset dan studi pada bidang Keuangan Korporasi, Tata Kelola Perusahaan serta Keuangan Internasional.
Prof. Dr. Ferdinand Dehoutman Saragih, MA
Ferdinand Dehoutman Saragih menyelesaikan studi sarjana Ilmu Administrasi Niaga di Universitas Indonesia, program magister manajemen dengan gelar Master of Arts in Management di Canterburry Business School, University of Kent dan program doktoral di bidang keuangan di Universitas Indonesia. Pada bulan November tahun 2007, beliau dikukuhkan sebagai Guru Besar tetap di bidang Ilmu Keuangan Internasional di Universitas Indonesia. Beliau aktif sebagai pengamat ekonomi dan keuangan, menulis berbagai buku serta artikel hasil riset keuangan, dan organisasi di jurnal ilmiah nasional
dan internasional, dan di surat kabar nasional.
Zuliansyah P.Z., S. Sos, M.Si
Zuliansyah saat ini sedang menempuh studi doktoral pada Albert-Ludwigs-Universität Freiburg setelah menyelesaikan studi program sarjana dan magister administrasi publik di Universitas Indonesia. Zuliansyah memiliki expertise yang luas dalam bidang kebijakan publik yang diperoleh melalui Pendidikan formal, pengalaman riset maupun praktis di bidang tersebut dengan kekhususan analisis institusional dan dinamika reformasi kebijakan. Hasil-hasil karya Zuliansyah mencakup berbagai publikasi dengan tema sistem meritokrasi, kebijakan publik yang inovatif dan kepemimpinan serta sistem manajemen kinerja dan rencana pengembangan nasional. Saat ini beliau menjabat sebagai Sekretaris Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Indonesia.
Dr. Umanto Eko Prasetyo, S.Sos, M.Si
Menempuh pendidikan pada jenjang sarjana hingga jenjang doktor di Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia. Beliau telah melakukan berbagai riset dan publikasi yang berfokus pada Tata Kelola Perusahaan Publik maupun Bisnis,
Keuangan Korporasi, Perbankan.
Ika Hartantiningsih S.Sos. M.A
Ika Sri Hartantiningsih menyelesaikan pendidikan Sarjana Sosial bidang Ilmu Politik dan Magister Ilmu Administrasi dengan konsentrasi Manajemen Sektor Publik dan Governance Studies dari Universitas Indonesia serta merupakan Certified Sustainability Reporting Specialist (CSRS). Beliau memiliki rekam jejak profesional lebih dari 10 (sepuluh) tahun di bidang corporate governance dan berpengalaman melakukan Good Corporate Governance Assessment di berbagai
perusahaan, baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahaan swasta.
Contributors
Dra. Novita Ikasari, M.Comm., Ph.D
Novita Ikasari has completed her Bachelor’s degree in Business Administration (Universitas Indonesia), Master of Commerce (The University of Sydney) and Doctor of Philosophy (Curtin University) in finance. In the last 10 years, her research interest extends to area within the fields of Microfinance, Social Entrepreneurship and Social Inclusion and Finance as shown by her scholarly publications in related fields. Novita Ikasari currently serves as Head of the Center for Governance, Public Policy and Business Studies at the Faculty of Administrative Sciences, Universitas Indonesia.
Dr. Achmad Lutfi, M.Si
Achmad Lutfi has obtained his doctorate degree in Public Administration from Universitas Gadjah Mada in 2017. Previ- ously, he completed his bachelor’s and master’s degree at the Faculty of Administrative Sciences, Universitas Indonesia.
With a focus on state and regional finance studies, Achmad Lutfi has published a number of scholarly publication and has been invited as a speaker at several seminars and workshops, both nationally and internationally.
Nidaan Khafian, S.Sos, M.A
Nidaan Khafian has completed her bachelor’s and master’s degree in Administrative Sciences at Universitas Indonesia, and is currently pursuing her doctorate degree in Administrative Sciences at Universitas Indonesia. Her expertise are Public Policy and Governance Studies, with specific interest in studies related to Collaborative Governance, Sustainable
Development, Disaster Management, and Regional Development.
Ir. Bernardus Yuliarto Nugroho, MSM, Ph.D
Bernardus Yuliarto Nugroho has completed his bachelor study in Industrial Engineering at Bandung Institute of Technology, his master’s degree at Purdue University, and obtained his doctorate degree in Economics and Finance at Curtin University, Australia. His research and study focus areas include Corporate Finance, Corporate Governance and International Finance.
Prof. Dr. Ferdinand Dehoutman Saragih, MA
Ferdinand Dehoutman Saragih has completed his undergraduate study in Business Administration at Universitas Indonesia. He then earned his Master of Arts in Management at Canterbury Business School, University of Kent and a doctoral degree in Finance at Universitas Indonesia. In November 2007, he was conferred a Professorship in the field of International Finance from Universitas Indonesia. He is a passionate economic and financial observer, has published various books and articles on finance and organisational issues in national and international scientific journals, as well
as in national newspapers.
Zuliansyah P.Z., S. Sos, M.Si
Zuliansyah is at present a PhD candidate of Albert-Ludwigs-Universität Freiburg, having before completed his bachelor’s and master’s degree in Public Administration at Universitas Indonesia. He has an extensive knowledge in public policy as a result of his long and nurtured academic and practical exposure in the area. Zuliansyah’s main strength is on institutional analysis and reform policy dynamics. His recent works include research on civil service’s merit system, innovative public policy and leadership, as well as formulation of regulations on performance management and national mid-term development plan. He
currently serves as Secretary of the Faculty of Administrative Sciences, Universitas Indonesia.
Dr. Umanto Eko Prasetyo, S.Sos, M.Si
Umanto Eko Prasetyo has completed his bachelor’s, master’s and doctorate degree in Administrative Sciences at Universitas Indonesia. He has conducted various research and publications focusing on Public and Corporate
Governance, Corporate Finance, and Banking Studies.
Ika Hartantiningsih S.Sos. M.A
Ika Sri Hartantiningsih has obtained her bachelor’s degree in political science and master's degree in Administrative Science with a major in Public Sector Management and Governance Studies at Universitas Indonesia. She is also a Certified Sustainability Reporting Specialist (CSRS). She has a professional track record of more than 10 (ten) years in the field of corporate governance and is experienced in conducting Good Corporate Governance Assessment for various
organisations, both State-Owned Enterprise (SOE) and private companies.
ank Pembangunan Daerah (BPD) merupakan entitas bisnis yang multifaset, baik dalam konteks struktur kepemilikan (pemerintah dan non-pemerintah) maupun fungsi yang dijalankan (intermediasi keuangan dan agen pembangunan sosial). BPD diharuskan untuk mematuhi berbagai kebijakan yang diimplementasikan oleh beberapa regulator, yang berdampak pada terjadinya dualisme otoritas dan inkonsistensi peraturan perundangan terkait tata kelola perusahaan BPD. Implikasi dari kondisi tersebut adalah hambatan yang melekat pada praktik Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance / GCG) di BPD. Salah satu contoh permasalahan terkait GCG di BPD adalah implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah. Implementasi peraturan tersebut berdampak pada kinerja BPD serta berisiko mengembalikan peran BPD sebagai "kasir” Pemda dan sema- kin menjauhkan BPD dari framework “Transformasi BPD” yang digagas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertujuan untuk membangun daya saing BPD. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Pusat Kajian Governansi, Kebijakan Publik dan Bisnis (Puska Gov), tata kelola perusahaan di BPD membutuhkan satu otoritas regulator yang jelas dalam memberikan payung hukum serta landasan peraturan yang komprehensif, yang sebaiknya menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ringkasan Eksekutif
Quo Vadis Corporate Governance in Regional Development Bank
Executive Summary
egional Development Bank (RDB) is a multifaceted business entity, both in terms of ownership structure (government and non-government) and purpose of business (financial intermediary and social development agent). RDBs have to comply to regulatory products stipulated by various authorities, resulted in authority dualism and regulatory inconsistency in corporate governance of RDBs. This implies an inherent constraint in RDBs’ good corporate governance (GCG) implementation. One of the GCG-related issue in RDB is the implementation of Government Regulation Number 54 of 2017 concerning Regional-Owned Enterprise. Implementation of the regulation will affect RDB’s performance and has a risk to shift the role of RDB as
“cashier” of the Regional Government and alienate RDB from “RDB Transformation”
framework initiated by the Financial Service Authority (OJK) that is expected to nourish RDB’s competitiveness. Based on the Center of Governance, Public Policy and Business Studies’ study, RDB’s corporate governance requires a single authority in charge of legal context and comprehensive regulatory framework, which should fall into the jurisdiction of the Financial Service Authority(OJK).
Pendahuluan
Pengelolaan Bank Pembangunan Daerah (BPD) patut mendapat sorotan.
Sebagai Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dengan kepemilikan saham mayoritas dikuasai oleh Pemerintah Daerah (Pemda), baik Pemprov, Pemkab maupun Pemkot, perkembangan kinerja BPD masih belum sesuai harapan. Berdasarkan data kinerja BPD dalam Gambar 1 dan 2, dapat dilihat bahwa BPD belum menjalankan fungsi intermediary secara optimal. Hal ini menjadi persoalan tersendiri khususnya di tengah inisiatif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong program Transformasi BPD yang diluncurkan tahun 2016 dengan bertujuan untuk meningkatkan kemam- puan bersaing dan kontribusi BPD terhadap perekonomian negara.
Berdasarkan tren kinerja tersebut , urgensi untuk mengkaji ulang Tata Kelola Perusa- haan BPD patut menjadi perhatian pihak terkait.
Beberapa rasio yang mencerminkan fungsi intermediary BPD, antara lain Loan to Deposit Ratio (LDR), Net Interest Margin (NIM) dan porsi kredit produktif, menunjuk- kan BPD masih belum mampu bersaing dengan bank umum. Di lain pihak, tren pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Aset BPD selama beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan. Kondisi ini merefleksikan peningkatan kontribusi BPD terhadap Penerimaan Asli Daerah (PAD) dan deviden untuk pemilik (owner) yang dalam hal ini adalah Pemda.
•Penurunan Net Interest Margin (NIM) sebesar 11.20%
•Proporsi kredit investasi (11.12%) rendah jika dibandingkan dengan kredit modal kerja (19.89%) dan kredit konsumsi (68.99%)
•Kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 78.08 %
•Kenaikan Aset sebesar 86.43%
•Kenaikan loan to deposit ratio (LDR) sebesar 12.13%
Gambar 1. Tren Kinerja BPD yang Mengalami Penurunan (Tahun 2012-2019).
Gambar 2. Tren Kinerja BPD yang Mengalami Kenaikan (Tahun 2012-2019)
Quo Vadis Corporate Governance in Regional Development Bank | 01
Introduction
The perilous governance of RDBs demands our immediate attention. As a Financial Service Institution (Lembaga Jasa Keuangan, LJK), with majority of the shares owner- ship is owned by the Regional Government (Pemerintah Daerah, Pemda) - either at Provincial, Regency or City level - the growth of RDB’s performance remains below expectation. Pictures 1 and 2 show the below optimum performance of RDBs in terms of fulfilling their intermediary function. This presents a critical issue within the “Transformation Program” framework that was launched by the Indonesian Financial Authority (Otoritas Jasa Keuangan, OJK) in 2016 with the end-goal to nurture RDBs’ competitiveness and capacity to contribute to national economy.
Given the trend in RDBs' performance, the Research Center started an initiative to review RDBs’ corporate governance practice.
Some ratios reflect RDBs' intermediary function performance are lagging behind commercial banks, such as the Loan to Deposit Ratio (LDR), Net Interest Margin (NIM) and proportion of productive loans. Interestingly, the RDB’s third-party funds (TPF) and assets growth trend over the same period have indicated a progressive trend. This suggests that there is an increase of RDBs’ contribution to Local Governance Revenue (Pendapatan Asli Daerah, PAD) and dividend for RDB shareholders, which majority is owned by the Pemda.
•Decrease of Net Interest Margin (NIM) – 11.20%
•Portion of Investment Loan (11.12%) is lower in comparison to Working Capital Loan (19.89%) and Consumption Loan (68.99%)
•Increase of Third-Party Fund – 78.08%
•Increase of Assets – 86.43%
•Increase of Loan to Deposit Ratio (LDR) – 12.13%
Picture 1. RDBs Decreasing Performance (Year 2012 to 2019)
Picture 2. RDBs Increasing Performance (Year 2012 to 2019)
BPD: Kemana harus menginduk ?
Tata Kelola Perusahaan merupakan serangkaian mekanisme, prinsip dan proses yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengawasi kegiatan operasional entitas perusahaan. Tata Kelola Perusahaan mencakup struktur dan mekanisme Organ Perusahaan dengan tugas dan tanggung jawab yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BPD: Kemana harus menginduk ?
BPD sendiri memiliki dualisme fungsi yang kontradiktif. Sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BPD mengemban fungsi representatif pemerintah dalam bentuk penyediaan barang dan jasa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tanggung jawab BPD untuk turut melaksanakan pelayanan publik merupakan pekerjaan yang non-profit. Namun, di sisi lain BPD juga merepresentasikan fungsi lembaga keuangan. Implikasinya, BPD dituntut untuk menghasilkan keuntungan dan mampu bersaing dengan bank umum dalam menjalankan operasionalnya. Dualisme fungsi ini berkorelasi dengan banyaknya organ regulator dan kerangka kebijakan yang mengikat BPD.
BPD bertanggung jawab pada 4 (empat) regulator dan 8 (delapan) kerangka kebijakan terkait praktik CG di Indonesia (Lihat Gambar 3 halaman 3). Melihat banyaknya regulator dan kerangka kebijakan yang menaungi BPD, dapat disimpulkan bahwa Tata Kelola Perusahaan BPD memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan BUMN dan BUMD. Kondisi tersebut berimplikasi pada pengelolaan BPD yang simpang siur, antara lain terkait kepemilikan (ownership) dan mekanisme nominasi dan suksesi posisi Direktur Utama (management). Permasalahan tersebut kerap kali berakar dari terjadinya tumpang tindih dan/atau kekosongan peraturan perundang-undanganan, baik instrumen peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) maupun OJK.
Quo Vadis Corporate Governance in Regional Development Bank | 02
RDBs: Which Path to Follow?
Corporate governance refers to series of mechanism, principles and process that are functioned to lead and oversee the operational activities in a corporate entity.
Corporate governance includes the structure and mechanism of corporate organs, along with the duty and responsibility that have been defined and set under the prevailing laws and regulations.
RDB: Which Path to Follow ?
RDBs portray their nature as development banks. As part of the State-Owned Enterprise (SOE) and Regional-Owned Enterprise (ROE), RDBs are mandated to provide goods and services that ultimately improve regional economy and living standard. In order to achieve this, RDBs are expected to participate in carrying out public services and projects with non-profit view or mid to long-term profit horizon.
As part of the ‘financial institution’ group along with other banks, RDBs are required to generate profits from their operations and be able to compete with commercial banks that ultimately improve national economy and banking sector.
This paradox is resulted in the numerous regulatory organs and policy frameworks in which RDBs have to oblige.
RDBs in Indonesia are accountable to 4 (four) regulatory organs and shall adhere to 8 (eight) policy frameworks related to corporate governance practices (see Picture 3 on page 3). The numerous regulators and regulations pose complexity of corporate governance for RDBs, which is significantly greater than that of other SOE and ROE. This generates chaos and obscurity in the management of RDBs, for example regarding ownership and the nomination and succession mechanism of the position of Chief Executive Officer (management issue). The root of these problems can be traced back to the overlapping and/or the lack of regulations, not only the regulations issued by the Ministry of Home Affairs, but also those by the OJK.
Regulator
ritoO
tas
Jasa
eu K an ang
em K
enterian Hukum dan
H AM
Pemerintah
D h aera
Kemente ria n
D
m ala ege N
ri
Kerangka Kebijakan
Legenda
UU P asa
r M
od
al &
U P U ero ers
an
Terbatas
UU P emd
a, P
d er P a iri end B an UM , D
& Penerapan GCG
UU BUMD POJK Tata Kelola
PO
JK Kepem
ilikan Saham Baru Umum
B PP D UM
U U B U
M N
BUMN
BUM D
BPD
Identifikasi Regulator &
Kerangka Kebijakan
EM K EN E T
IA R N B U M N
Gambar 3. Organ Regulator dan Regulasi BUMN/BUMD/BPD
Regulator
nacinalFi
Servic es
uth A orit
Th y
Me
inistry of LAW and
H
an R um hts ig
Regional
ov G men ern
t
The Min ist ry
o f
H
m o ffa e A
irs
Regulatory Framework
Legend
Law on
Cap & t keitaarlM
aw L n o L ite im
i d L
yitliab
Com pany
Law o n Reg
iona
l Govern
enm t Law on Regional-Owned Enterprises
La w o n
In d
o n
sia e
SOE
ROE
B RD
Quo Vadis Corporate Governance in Regional Development Bank | 03
Regulatory Organs and Policy Frameworks
h T M e
in is tr y o f
Picture 3. Regulatory Organs and SOE/ROE/RDB Regulatory Framework
at St O e-
n w
e d E n te rp ri se
Sta te -O w
n n e E d
ie tit s
ve Go men rn e t R
la gu i t o on n
io Reg na wn l-O En ed rp te se ri
OJKRegulatio
n on Goo
dCorporate Governance
OJK
Regulation on Ownership Reports
i Reg o l na e R u g atil s on
on rp te En ed wn -O al on egi of R
seri s
RegionalRegulations
on
Goo
d Corporate Go vernance
Berdasarkan ilustrasi sebelumnya dapat dilihat bahwa belum ada satu organ regulator yang secara khusus mengatur dan mengawasi tata kelola perusahaan di BPD secara komprehensif. Studi dan analisis Puska Gov menemukan dua fenomena yang bersumber dari tumpang tindihnya regulasi yang memayungi BPD:
Penjelasan lebih lanjut mengenai kedua kasus dan rekomendasi hasil studi Puska Gov dijelaskan pada halaman 5 sampai halaman 7.
(a) kekosongan posisi Direktur Utama di beberapa BPD yang diteliti berlangsung lama (lebih dari 6 bulan),
(b) adanya pergeseran peran BPD kembali menjadi "kasir Pemda".
Ketentuan batas usia calon anggota Direksi BUMD dalam PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD bentrok dengan prosedur nominasi dan suksesi Direksi BPD yang diatur dalam POJK No. 27/POJK.03/2016.
Implikasi:
Terdapat kekosongan jabatan lebih dari 6 bulan pada beberapa BPD yang diteliti oleh Puska Gov. Kekosongan pada struktur Direksi dapat menghambat proses pengambi- lan keputusan dan mencapai kuorum kesepakatan. Dengan kata lain, kekosongan jabatan yang berlarut-larut dapat menimbulkan konsekuensi negatif bagi tingkat kesehatan BPD.
OJK telah mengatur batas maksimum kepemilikan saham, di mana Daerah hanya dapat memiliki maksimal 30% saham BPD, namun PP BUMD mengamanatkan agar sedikitnya 51% dari saham BUMD (termasuk BPD) dikuasai oleh Pemda.
Implikasi:
Optimalisasi fungsi intermediary BPD akan semakin sulit diupayakan jika BPD terlalu disibukkan oleh berbagai urusan yang berkaitan dengan Pemda. Porsi kepemilikan saham daerah yang besar berpotensi menghambat pengelolaan BPD untuk meningkatkan kemampuan bersaing dengan bank-bank lain sebagaimana framework "Transformasi BPD"
yang tengah digaungkan oleh OJK.
Kasus 1
Kasus 2
Studi Kasus
Quo Vadis Corporate Governance in Regional Development Bank | 04
RDBs understandably do not have one specific regulatory organ that comprehensively regulates and oversees their corporate governance due to their state-owned status.
Based on The Research Center’s study, it was found that there were two phenomenon that stemmed from the confusion regarding regulations that oversee RDBs:
Further information on both cases and the Research Center’s recommendations can be found on page 5-7.
(a) the position for CEO in several RDBs studied in this research was vacant for a long period (more than 6 months),
(b) a shift in the role of the RDB back to "Local Government's cashier".
The legal framework that regulates the maximum age requirement for RDBs’ Board of Directors candidate are at odds with each other. In particular, the Government Regu- lation No. 54 of 2017 on ROE and POJK No. 27/POJK.03/2016 on the nomination and succession procedure present onerous working condition for RDBs.
Implication:
Quite a few RDBs (some are included in the Research Centre’s study) experience more than 6 months vacancy in senior management position. The vacant Board of Directors position impedes the decision-making process as well as poses issue related to a meeting quorum. In other words, the prolong vacant position may trigger negative consequences for the RDB’s banking soundness practice.
OJK has regulated maximum shares ownership for RDB, whereby the Regional Government is only allowed to own a maximum of 30% of RDB’s shares. However, Government Regulation on ROE mandates that at least 51% of the ROE’s shares (which include RDBs) shall be owned by the Regional Government.
Implication:
Optimization of the RDB’s intermediary function will be harder to realize if RDB is excessively preoccupied with regional government affairs. The significant shares ownership by the Regional Government has a potential to constraint RDB’s operations to increase competitiveness with other banks as expected in the “RDB Transformation”
framework initiated by OJK.
CASE 1
CASE 2
Case Studies
Kemendagri menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah untuk mengisi kekosongan peraturan semenjak UU No. 5 Tahun 1962 mengenai Perusahaan Daerah tidak berlaku lagi. Mempertimbangkan model bisnis yang berbeda antara BPD dengan BUMD lainnya, namun pengelolaan keduanya tidak dapat disamaratakan dalam PP No. 54 Tahun 2017.
Kriteria usia maksimum yang ditetapkan dalam PP No. 54 Tahun 2017 kontra produktif dengan prosedur nominasi dan suksesi Direksi BPD sebagaimana yang diatur dalam POJK No. 27/POJK.03/2016. PP No. 54 Tahun 2017 mematok usia 55 tahun sebagai batas atas usia calon Direksi. Di lain pihak, prosedur fit and proper test OJK sendiri cukup panjang dan memakan waktu. Apabila calon yang diajukan tidak disetujui oleh OJK, maka BPD harus menunggu 6 (enam) bulan lagi untuk melengkapi kekurangan persyaratan dan mengajukan kembali calon tersebut. Bukan tidak mungkin calon direksi BPD terlanjur tersandung batas usia ketika masih dalam proses fit and proper test OJK, mengingat kebanyakan yang mendaftar sebagai calon direksi BPD adalah pensiunan atau mereka yang sudah memasuki masa pensiun di Bank lainnya.
Inefektivitas dalam proses pengisian jabatan di BPD juga muncul akibat kekosongan peraturan. POJK ini mewajibkan semua calon petinggi BPD untuk mendapatkan persetujuan OJK sebelum efektif menjalankan tugas meskipun telah diangkat melalui RUPS. Namun, tidak ada poin ketentuan yang secara eksplisit mengatur mekanisme hubungan antara prosedur fit and proper test OJK dan prosedur pengangkatan melalui RUPS, sehingga, secara faktual terjadi kondisi di mana posisi Direktur Utama BPD yang telah ditetapkan melalui RUPS tidak memperoleh persetujuan OJK untuk proses selanjutnya sebagaimana yang terjadi di Bank DKI pada tahun 2018.
Selain itu, beberapa pasal dalam PP ini bertentangan dengan peraturan OJK yang juga mengatur BPD sebagaimana yang dijelaskan di bawah ini.
KASUS 1: (Lihat Boks Peraturan Perundangan pada halaman 9)
Deskripsi Kasus 1
Quo Vadis Corporate Governance in Regional Development Bank | 05
The Ministry of Home Affairs ratified Government Regulation (PP) No. 54 of 2017 regarding The Regional-Owned Enterprises to fill the regulatory gap since the Law No.
5 of 1962 regarding Regional Enterprises is no longer valid. Notwithstanding the goodwill, this Government Regulation has failed to take into account the different business model of RDBs in comparison to that of other ROEs.
In addition, several articles in this Government Regulation contradict OJK regulations which also regulate RDBs, as explained in two cases below.
Government Regulation No. 54 of 2017 specifies maximum age limit for RDBs' Directors, which is considered counterproductive with the nomination and succession procedures of the RDB’s Board of Directors stipulated in OJK Regulation (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, POJK) No. 27/POJK.03/2016. Government Regulation No. 54 of 2017 that sets the upper limit of age at 55 for the Director candidates. On the other hand, fit-and-proper test procedure by OJK requires time to process. If the proposed candidate is not approved by the OJK, then the RDB must wait another 6 months to complete the requirements and re-submit the same name or propose a new candidate.
Given that most RDBs' director candidates are retired bankers – in most cases from other state-owned commercial banks-, the long and rigorous fit-and-proper test process often leads to candidates exceeding the age limit while still being in the middle of the test procedure. Ineffectiveness of the process also stem from unclear regulations. The POJK requires all prospective RDBs Directors to obtain OJK‘s approval before performing their duties and functions even though they have been appointed through the General Meeting of Shareholders (GMS). So far the existing regulations only regulate the legality aspects of RDBs‘ Board of Directors nomination and succession process, without any stipulation regarding the sequence or mechanisms between OJK fit-and-proper test procedures and appointment by the GMS. As a case in point, the RDB's director for Bank DKI in 2018 who was inaugurated by the GMS was rejected when it was submitted to OJK for further process.
CASE 1: (See Box 1 on page 9)
Case 1 Description
Kontradiksi regulasi seputar BPD juga tercermin dari peraturan perundangan terkait kepemilikan saham BPD. Mengacu pada POJK No. 56/POJK.03/2016, Pemda hanya berhak memiliki hingga 30% dari modal BPD karena Pemda termasuk kategori “Badan Hukum Bukan Lembaga Keuangan” (Pasal 2). Namun, PP No. 54 Tahun 2017 berkata lain. Berdasarkan PP BUMD, sedikitnya 51% dari saham BPD harus dikuasai oleh Pemda dan berpotensi membawa BPD kepada peran “kasir daerah.” Potensi pergeseran peran BPD akan berujung pada tergerusnya pencapaian visi “Transformasi BPD.” Pertentangan peraturan perundangan ini menimbulkan pertanyaan akan kemana BPD harus berkiblat. Di satu sisi, BPD sebagai LJK harus tunduk pada peraturan OJK. Di sisi lain, sebagai salah satu bentuk BUMD, BPD juga terikat pada PP No. 54 Tahun 2017.
Sebagai LJK, model bisnis BPD bertumpu pada fungsi intermediary melalui pengelolaan dana masyarakat (public funds). OJK memiliki instrumen untuk mengawasi dan mengatur pengelolaan dana masyarakat oleh LJK sesuai prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik.
Dengan demikian, Tata Kelola BPD harus berkiblat ke Peraturan OJK.
KASUS 2: (Lihat Boks Peraturan Perundangan pada Halaman 10)
Deskripsi Kasus 2
Quo Vadis Corporate Governance in Regional Development Bank | 06
The contradictory nature of present regulations related to RDBs is also reflected in the regulations concerning RDBs’ ownership. Referring to POJK No. 56/POJK.03/2016 concerning the Pemda is only entitled to own up to 30% of RDB shares as per their status of 'non-financial institutions legal entities' (Article 2). However, Government Regulation No. 54 of 2017 that stipulates that 51% of RDB’ shares shall be owned and controlled by the Pemda. This raises a question on which pathway RDBs should take their operations. On the one hand, RDB as a financial service entity shall comply with OJK regulations. On the other hand, RDBs as one of ROEs, are also bound by Government Regulation No. 54 of 2017.
As a financial service institution, RDBs’ business model relies on their capacity to perform intermediary function using public funds. OJK provides instruments to oversee and regulate public funds management by financial service institutions within the principles of good corporate governance. Thus, RDBs corporate gover- nance shall comply with the OJK regulations.
CASE 2: (See Box 2 on page 10 )
Case 2 Description
Contoh kasus pertama terkait proses nominasi dan suksesi Direksi BPD berimbas pada kekosongan jabatan lebih dari 6 bulan pada beberapa BPD yang diteliti oleh Puska Gov. Meskipun kegiatan operasional perbankan tidak terkendala secara langsung oleh kekosongan posisi Direktur Utama, hal ini mempengaruhi penilaian Tata Kelola Perusahaan BPD. Pengukuran Tingkat Kesehatan Bank Umum merujuk pada Surat Edaran OJK No.14/SEOJK.03/2017 menyebutkan bahwa manajemen Sumber Daya Manusia yang tidak efektif dapat mengakibatkan potensi timbulnya gangguan atau kerugian operasional Bank. Kekosongan Direksi dapat menghambat proses pengambilan keputusan dan pencapaian kuota forum akibat jumlah pengambil keputusan yang pincang. Dengan kata lain, kekosongan jabatan yang berlarut-larut dalam proses nominasi dan suksesi Direktur BPD akibat sandungan aspek regulasi yang mengikat BPD dapat berimbas negatif terhadap tingkat kesehatan BPD.
Contoh kasus kedua berimplikasi pada kinerja BPD. Implementasi ketentuan PP No.
54 mengenai porsi kepemilikan sebesar 51% akan meningkatkan potensi intervensi Pemda . Kondisi tersebut akan berdampak pada potensi pergeseran peran BPD kembali menjadi "kasir Pemda" dan mempersulit optimalisasi fungsi intermediary BPD di mana BPD akan disibukkan dengan urusan-urusan Pemda. Porsi kepemilikan saham Pemda yang besar juga berpotensi membatasi ruang gerak BPD untuk meningkatkan kemampuan bersaing dengan bank lain sebagaimana visi "Transformasi BPD"
yang tengah digaungkan oleh OJK.
Implikasi Kasus
The first case relates to the nomination and succession process of the Board of Directors of the RDBs has led to a more than 6 months vacant position in the RDBs studied by the Research Center. Although the RDBs' banking operations are not directly constrained by the vacant position of their CEOs, this affects the performance and assessment of RDBs' corporate governance. OJK regulates criteria for Soundness and Risk-Based Rating for Commercial Banks. As per OJK’ Circular Letter No. 14/SEOJK.03/
2017, inadequate human resource management leads to potential disturbance of operational activities or to potential operational loss of the Bank. Vacant BOD position affects the decision-making process, including the misrepresentation and lack of quorum. Essentially, the elongated vacancy within BODs and the tedious process of nomination and succession of RDBs’ Director due to contradictory laws and regulations potentially entails ill consequences to bank soundness practice of RDBs.
The second case implicates RBDs performance. The likelihood of intervention from Pemda would increase if local government's ownership of 51% is realized (as per Government Regulation No. 54 of 2017). The escalated Pemda intervention in RDBs governance will presumably compromise and shift RDBs role back to "cashier for Pemda (local government)". Optimizing the RDBs intermediary function will be more challenging if RDBs are too preoccupied with regional government “affairs”. Large portion of regional share ownership may limit RDBs' effort to advance their ability to compete with other commercial banks as per OJK's "RDBs Transformation"
framework.
Quo Vadis Corporate Governance in Regional Development Bank | 07
Cases Implication
Pelimpahan kewenangan fungsi regulator BPD kepada OJK. Dengan demikian, regulator lain seperti Kementerian Dalam Negeri perlu melakukan konsultasi kepada OJK terkait penyusunan peraturan terkait tata kelola perusahaan untuk BUMD dimana BPD menjadi salah satu obyek yang diatur.
Alasan pemilihan OJK sebagai aktor regulator primer bagi BPD berdasarkan pentingnya fungsi intermediary BPD sebagai lembaga keuangan perbankan.
Terdapat urgensi untuk memformulasikan dan menetapkan landasan peraturan khusus mengenai tata kelola perusahaan yang baik untuk BPD yang disesuaikan dengan fungsi dan karakteristik BPD. Peraturan ini harus mengakomodasi semua aktor dan kepentingan yg berperan dalam tata kelola BPD, termasuk kepala daerah selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) dalam BPD.
REKOMENDASI PUSKA GOV
Rekomendasi PUSKA GOV
The authority to regulate RDBs to be fully delegated to OJK. Thus, other regulators such as the Ministry of Home Affairs should consult the OJK regarding regulations that might implicate RDBs’/ROEs‘ corporate governance. The reason for designating OJK as the primary regulator for RDBs is based on the importance of the RDBs' intermediary function as part of the banking industry. OJK is mandated to perform monitoring function of the industry and is equipped with proper assessment tools.
There is an urgency to formulate an additional good corporate governance criteria or index for RDBs that captures their specific features and business model. The criteria should accommodate all actors and interests that play a role in RDBs' governance, including that of the head of local government as they are also serving as representative of the Controlling Shareholders in RDBs.
Quo Vadis Corporate Governance in Regional Development Bank | 08
REKOMENDASI PUSKA GOV
The Research Center’s RecommendationBoks 1
Peraturan Perundangan terkait Suksesi dan Nominasi Direksi Badan Usaha Milik Daerah
Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 Pasal 57
Menyatakan bahwa “Untuk dapat diangkat sebagai anggota Direksi, yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut:”
h) berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun pada saat mendaftar pertama kali.
Pasal 58
ayat (1) : Proses pemilihan anggota Direksi dilakukan melalui seleksi.
ayat (2) : Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi tahapan uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh tim atau lembaga profesional.
ayat (3) : Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Peraturan OJK No. 27/POJK.03/2016 Pasal 17
ayat (1) : LJK harus terlebih dahulu melakukan penilaian sendiri (self-assesment) terha- dap calon Pihak Utama selain calon PSP dan calon Pengendali Perusahaan Perasuransi- an sebelum diajukan kepada OJK, terkait dengan:
a. pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c; dan b. pemenuhan persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
ayat (2) : Hasil self-assessment sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada OJK pada saat pengajuan permohonan.
Pasal 18
ayat (1) : Dalam rangka penilaian administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, OJK dapat melakukan klarifikasi kepada calon Pihak Utama.
Pasal 21
ayat (1) : OJK menetapkan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan sebagai berikut:
a. disetujui; atau b. tidak disetujui.
ayat (2) : Jangka waktu penetapan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah seluruh dokumen permohonan diterima secara lengkap.
Box 1
Laws and Regulations Concerning Succession and Nomination of Directors of Regional-Owned Enterprises
Government Regulation No. 54 of 2017 Article 57
states "To be appointed as a member of the Board of Directors, the person concerned must fulfill the following conditions":
h) be at minimum of 35 (thirty-five) years of age and maximum of 55 (fifty-five) years of age at the time of initial registration .
Article 58
paragraph (1) : The process of selecting members of the Board of Directors is carried out through selection.
paragraph (2) : The selection as referred to in paragraph (1) shall at least cover the stage of fit and proper test conducted by a team or professional institution.
paragraph (3) : Further provisions regarding selection as referred to in paragraph (1) and paragraph (2) are regulated in a Ministerial Regulation.
OJK Regulation No. 27 / POJK.03 / 2016 Article 17
paragraph (1) : Financial Services Institutions must first conduct a self-assessment of prospective Main Parties other than prospective Controlling Shareholder and prospec- tive Controlling Insurance Companies before being submitted to OJK, related to:
a. fulfillment of the requirements referred to in Article 4 letter c; and b. fulfillment of requirements in accordance with legal provisions.
paragraph (2) : The results of the self-assessment as referred to in paragraph (1) are sub- mitted to the OJK at the time of filing the application.
Article 18
paragraph (1) : In doing the administrative appraisal as referred to in Article 16, OJK may request clarification to the candidates for the Main Party.
Article 21
paragraph (1) : Financial Service Authority determines the results of the fit and proper test as follows:
a. approved; or b. not approved.
paragraph (2) : The time period for determining the results of the fit and proper test as referred to in paragraph (1) shall be no later than 30 (thirty) working days after all com- plete application documents have been received.
Quo Vadis Corporate Governance in Regional Development Bank | 09
KASUS 2
Peraturan Perundangan terkait Kepemilikan pada Badan Usaha Milik Daerah
Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017
Menyatakan “Perusahaan perseroan Daerah merupakan BUMD yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh 1 (satu) Daerah”.
Peraturan OJK No. 56/POJK.03/2016 Pasal 2
Menyatakan bahwa batas maksimum kepemilikan saham pada bank bagi setiap kategori pemegang saham ditetapkan sebagai berikut:
40% dari modal bank untuk badan hukum lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank;
30% dari modal bank untuk badan hukum bukan lembaga keuangan; dan 20% dari modal bank untuk perorangan.
Pemerintah Daerah yang telah memiliki saham BPD dapat menyesuaikan dengan batas maksimum kepemilikan saham.
Boks 2
KASUS 2
Laws and Regulations Concerning the Ownership of State Owned Enter- prise
Government Regulation No. 54 of 2017
states "Regionally owned companies are ROEs in the form of limited liability com- panies whose capital is divided into shares which are wholly or at least 51% (fifty one percent) of shares owned by 1 (one) Region".
OJK Regulation No. 56 / POJK.03 / 2016 Article 2
states that the maximum limit of share ownership in banks for each category of shareholders is set as follows:
40% of bank capital for legal entities, bank financial institutions and non-bank financial institutions;
30% for non-financial institutions legal entities; and 20% for individuals.
Local governments that already own RDB shares can adjust to the maximum limit of share ownership.
Box 2
Quo Vadis Corporate Governance in Regional Development Bank | 10
Center for Governance,
Public Policy and Business Studies M Building 1st Floor
Faculty of Administrative Science Universitas Indonesia
(021) 78849087
[email protected] Http://puskagov.fia.ui.ac.id
