• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan sumber daya yang tangguh. Menurut Undang-Undang Nomor 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan sumber daya yang tangguh. Menurut Undang-Undang Nomor 3"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional di bidang ekonomi dilaksanakan dalam rangka menciptakan struktur ekonomi yang kuat melalui pembangunan industri yang maju sebagai motor penggerak ekonomi yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan sumber daya yang tangguh. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.

Perkembangan industri di Indonesia saat ini meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan demi pemenuhan kebutuhan hidup manusia, akan tetapi industri juga ikut berperan terhadap pencemaran lingkungan apabila limbah hasil kegiatan di industri tidak dikelola dengan baik dan benar. Industri selalu diikuti masalah pencemaran lingkungan terutama yang berhubungan dengan proses kegiatan industri tersebut. Kegiatan industri pada mulanya dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, pada sisi lain dapat menimbulkan dampak yang justru merugikan kelangsungan hidup manusia (Wardana, 2008).

Secara garis besar, sampah berasal dari pencemaran yang disebabkan oleh industri dan sektor domestik yang menghasilkan limbah domestik (sampah domestik). Meningkatnya produksi sampah tahun 2017 belum dapat diimbangi dengan pengolahan yang baik. Sampah menjadi masalah tersendiri khususnya di

(2)

daerah perkotaan, jumlah produksi sampah yang dihasilkan dapat mencapai sekitar 1.311 ton per hari. Sampah tersebut berasal dari sampah rumah tangga dan industri. Sampah terbagi kedalam dua jenis, yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang dapat diurai oleh alam.

Sedangkan sampah anorganik merupakan sampah yang sulit terurai atau bahkan tidak dapat diuraikan oleh alam. Sampah anorganik sudah menjadi bagian dari masyarakat. Salah satu contohnya adalah Styrofoam. Styrofoam banyak digunakan oleh masyarakat sebagai pembungkus makanan. Styrofoam dapat menimbulkan pencemaran lingkungan karena dibuang begitu saja setelah digunakan (Wicaksono, 2011).

Polistirena foam dikenal luas dengan istilah styrofoam yang seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik karena sebenarnya styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical.

Styrofoam dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan, bukan untuk kemasan pangan. Kemasan polistirena foam dipilih karena mampu mempertahankan pangan yang panas/dingin, tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan pangan yang dikemas, serta ringan. Karena kelebihannya tersebut, kemasan polistirena foam digunakan untuk mengemas pangan siap saji, segar, maupun yang memerlukan proses lebih lanjut. Banyak restoran siap saji menyuguhkan hidangannya dengan menggunakan kemasan ini, begitu pula dengan produk-produk pangan seperti mi instan, bubur ayam, bakso, kopi, dan yoghurt (BPOM, 2008).

Pengelolaan persampahan di industri merupakan suatu sistem yang saling berinteraksi membentuk kesatuan dan untuk menciptakan suatu lingkungan yang baik, bersih dan sehat. Pengelolaan sampah meliputi pengumpulan sampai

(3)

dengan pemusnahan/pembuangannya. Pengelolaan sampah harus memperhatikan karakteristik dan kandungan yang terdapat didalam sampah tersebut. Sampah yang mengandung bahan organik dapat membusuk dengan adanya aktivitas mikroorganisme pengurai. Sampah yang mengandung bahan anorganik tidak dapat membusuk. Bila memungkinkan sampah jenis ini sebaiknya didaur ulang sehingga dapat bermanfaat kembali. Bila tidak memungkinkan, sampah jenis ini sebaiknya didaur ulang sehingga dapat bermanfaat kembali (Mulia, 2005).

Penanganan limbah padat memerlukan perhatian yang serius karena dapat menimbulkan ancaman pada saat penanganan hingga pemusnahannya.

Kurangnya perhatian dalam pengelolaan limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri adalah merupakan salah satu penyebab terjadinya pencemaran lingkungan, maka diperlukan suatu proses pengolahan limbah untuk mengurangi pencemaran lingkungan dari limbah industri. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan proses pengolahan unit tungku ruang pembakaran dengan dilengkapi media filter udara.

Pengolahan tersebut dapat mengurangi volume padatan sehingga tidak menimbulkan timbunan padatan (limbah) dengan dilengkapi penyaring udara (Prayitno dan Sukosrono, 2007).

PT BETON ELEMENINDO PERKASA merupakan industri yang bergerak pada bidang konstruksi. Berdasarkan hasil observasi, industri tersebut menghasilkan sampah organik dan anorganik yang masih belum dilakukan pengelolaan yang baik dan benar yaitu dengan membakar sampah di ruang terbuka tanpa dilakukan upaya pengendalian sehingga pembakaran sampah tersebut menghasilkan asap. Sampah domestik yang dihasilkan salah satunya

(4)

berasal dari pantry yaitu sisa makanan, plastik dan wadah makanan styrofoam.

Wadah makanan styroam yang dihasilkan dalam 1 hari yaitu sebanyak 70 wadah atau sekitar 0,056 kg.

Pengendalian sampah khususnya sampah styrofoam dapat dilakukan baik secara fisik, kimia, dan teknis. Pengendalian secara fisik yaitu styrofoam dimanfaatkan sebagai bahan dasar mainan anak maupun bahan kerajinan, sedangkan secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan minyak atsiri dari kulit jeruk untuk meluruhkan sampah styrofoam dan secara teknis dapat dilakukan dengan proses pembakaran. Hasil wawancara dengan pihak perusahaan dan observasi peneliti di lapangan yaitu sampah styrofoam masih belum dilakukan pengelolaan yang baik dan benar. Pengelolan yang dilakukan di industri dengan cara dibakar pada ruang terbuka.

Sampah styrofoam yang dibakar dapat menghasilkan gas-gas berbahaya seperti styrene, hydrochloroflourocarbon (HCFC), polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), carbon black serta karbon monoksida. Ketika styrofoam dibakar, karbon monoksida dilepaskan ke udara. Menurut Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA), karbon monoksida adalah gas tidak terdeteksi yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Paparan karbon monoksida dapat menyebabkan pingsan, pusing dan mual. Karbon monoksida merupakan salah satu bahan kimia yang paling berbahaya sebagai akibat dari pembakaran styrofoam (Davis, 2017).

Upaya pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan dengan menggunakan adsorben yaitu seperti karbon aktif dan zeolit. Zeolit masih banyak mengandung pengotor yang dapat mengurangi luas permukaan, jika digunakan langsung menjernihkan asap kemampuan zeolit menyerap uap air

(5)

lebih besar dibandingkan menyerap CO sehingga kapasitas adsorpsi berkurang.

Karbon aktif merupakan adsorben yang memiliki kemampuan menyerap CO yang paling tinggi karena memiliki luas permukaan yang lebih baik dibandingkan adsorben lainnya. (Yuliusman, 2013)

Berdasarkan penelitian Basuki dkk, karbon aktif dengan ketebalan 15 cm dapat menurunkan karbon monoksida dengan persentase penurunan sebesar 83,90%. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ardiani Dkk tentang Reduce The Concentration Of Carbon Monoxide From Mainstreams Cigarette Smoke By Using Coconut Sehll Activated Carbon Filter, penggunanaan karbon aktif dengan ukuran partikel 20 mesh, 30 mesh dan 40 mesh menunjukkan bahwa ukuran partikel yang efektif dari karbon aktif dalam karbon mesh adalah 30 mesh dengan persentase penurunan sebesar 70,83%.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti perbedaan ukuran partikel karbon aktif terhadap konsentrasi karbon monoksida (CO) dari hasil pembakaran sampah polistirena foam di PT BETON ELEMENINDO PERKASA. Media filter yang akan digunakan oleh penulis adalah karbon aktif dengan ukuran partikel 20 mesh dan 30 mesh. Peneliti tidak menggunakan ukuran partikel karbon aktif 40 mesh disebabkan dampak yang dihasilkan dari media filter pada ukuran partikel tersebut menimbulkan debu.

(6)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan ukuran partikel karbon aktif terhadap konsentrasi karbon monoksida (CO) dari hasil pembakaran sampah polistirena foam di PT BETON ELEMENINDO PERKASA?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan ukuran partikel karbon aktif terhadap konsentrasi karbon monoksida (CO) dari hasil pembakaran sampah polistirena foam di PT BETON ELEMENINDO PERKASA.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui perbedaan ukuran partikel karbon aktif terhadap konsentrasi karbon monoksida (CO) dari hasil pembakaran sampah polistirena foam.

b. Untuk mengetahui efektifitas ukuran partikel karbon aktif yaitu 20 mesh terhadap konsentrasi karbon monoksida (CO) dari hasil pembakaran sampah polistirena foam.

c. Untuk mengetahui efektifitas ukuran partikel karbon aktif yaitu 30 mesh terhadap konsentrasi karbon monoksida (CO) dari hasil pembakaran sampah polistirena foam.

d. Untuk menegetahui ukuran partikel karbon aktif yang efektif terhadap konsentrasi karbon monoksida (CO) dari hasil pembakaran sampah polistirena foam.

(7)

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah penyehatan udara, perbedaan media filter karbon aktif dengan ukuran partikel 20 mesh dan 30 mesh terhadap konsentrasi karbon monoksida (CO) dari hasil pembakaran sampah polistirena foam di PT BETON ELEMENINDO PERKASA. Sumber sampah polistirena foam yang digunakan berasal dari PT Beton Elemenindo Perkasa. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen dengan desain penelitian pos tes dengan kelompok kontrol

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sarana dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dan salah satu cara menambah wawasan dan pengetahuan.

1.5.2 Bagi Industri

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan gambaran tentang proses pengendalian hasil pembakaran sampah domestik khususnya polistirena foam yaitu dengan menggunakan media filter karbon aktif.

1.5.3 Bagi Institusi

Menambah kepustakaan pada pendidikan Diploma IV Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes RI Bandung tentang pengendalian karbon monoksida menggunakan media filter karbon aktif.

Referensi

Dokumen terkait

Ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada bidang Hukum Administrasi Negara pada umumnya, yaitu mengenai cara pengembangan di sektor pariwisata pada instansi pemerintah

Penulis membatasi ruang lingkup penelitian yang berjudul “Pengaruh Konsep Diri, Motivasi Berprestasi dan Supervisi Akademik Kepala Sekolah Terhadap

Sedangkan dalam Ordonansi Pengangkutan udara atau biasa dikenal OPU ( Luchvervoer Ordonantie Staatsblat staatsblat 1939 No. 100) dinyatakan bila pengangkut udara tersebut

Namun karena adanya keterbatasan data yang didapatkan dari perusahaan dan ruang lingkup bahasan penelitian yang diambil penulis adalah manajemen keuangan yang bersifat

Perangkat pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dinilai dapat memotivasi siswa untuk memahami makna materi yang dipelajarinya yaitu dengan

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan Peserta Mandiri dalam membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional di

DINAS PU BAPPEDA (Bidang Infrastruktur dan PerencanaanTata Ruang) PDAM Seksi Penyehatan Lingkungan DINKES Seksi Perumahan dan Permukiman Seksi Kebersihan Bidang Tata

“Museum Tani Jawa ini kita bangun sebagai ruang publik untuk masyarakat baik yang berasal dari dalam maupun luar desa wisata Candran, na itu salah satunya