RANCANG BANGUN DAN ANALISA STRUKTURMESIN
PENGHANCURLIMBAH
STYROFOAM
PROYEK AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk me mperoleh gelar
Ahli Madya
Oleh:
MEI ANANG KURNIANTO NIM. I8109028
PROGRAM DIPLOMA TIGA TEKNIK MESIN PRODUKSI
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Limbah styrofoam banyak dijumpai dewasa ini. Hal ini disebabkan karena
kebutuhan akan styrofoam semakin meningkat. Styrofoam biasanya digunakan
untuk bungkus makan, pengganjal alat elektronik seperti televisi, kulkas AC dan
lain-lain. Penggunaan styrofoam memang sangat membantu dan sangat efisien.
Tetapi styrofoam merupakan salah satu jenis bahan yang sukar diurai oleh tanah
karena styrofoam merupakan bahan yang terbuat dari polystyrene yaitu plastik
yang berbahan dasar petrolium yang berasal dari zat styrene monomer. Diperlukan
waktu yang lama untuk mengurai bahan ini.
Berawal dari persoalan tersebut orang mencoba mendaur ulang styrofoam.
Salah satunya yaitu untuk komposisi pembuatan batu batako, yaitu dengan cara
mencampur styrofoam, semen dan pasir. Sehingga dapat menghemat pasir, semen
dan bisa menghasilkan batu batako yang ringan.
Dikarenakan pada saat mencampur komposisi tersebut diharuskan bentuk
styrofoam sudah harus hancur, maka diperlukan suatu mesin untuk
menghancurkan limbah styrofoam. Untuk itu dibuatlah mesin penghancur
styrofoam untuk mempermudah proses penghancuran styrofoam di UKM Cipta
Karya Manunggal Jl. Kerinci Dalam 6, No 16B, Sambirejo RT 03/09 Kadipiro
Solo.
Salah satu komponen mesin yang paling penting adalah rangka.
Diperlukan ketelitian dalam perhitungan agar rangka bisa menopang beban yang
ada serta tepat dalam pemilihan material rangka. Metode yang digunakan untuk
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam proyek akhir ini adalah merancang dan
membuat rangka alat penghancur styrofoam.
1.3. BATASAN MASALAH
Batasan masalah proyek ini yaitu tentang perhitungan konstruksi rangka,
sambungan baut, dan kekuatan las pada mesin penghancur limbah styrofoam.
1.4. TUJUAN DAN MANFAAT PROYEK AKHIR
a. Tujuan Proyek Akhir
· Untuk merancang dan membuat rangka alat penghancur sytrofoam yang
digunakan dalam pembuatan batu batako di UKM Cipta Karya
Manunggal.
b. Manfaat Proyek Akhir
· Teoritis
Memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai perancangan alat
serta menciptakan suatu unit rekayasa yang efektif dan efisien
dibandingkan alat sejenis yang telah ada.
· Praktis
Menerapkan ilmu yang sudah diperoleh selama kuliah denga n
mengaplikasikannya dalam suatu bentuk karya nyata dalam sebua h
ornament alat penghancur styrofoam dan melatih ketrampilan dalam
proses produksi yang meliputi bidang perancangan, pengelasan dan
BAB II DASAR TEORI
2.1. Styrofoam
Limbah styrofoam merupakan salah satu limbah yang sukar untuk
diuraikan. Dibutuhkan waktu setidaknya 1000 tahun oleh bumi untuk
menguraikan limbah styrofoam tersebut (Anam, 2009 : 8). Oleh karena itu banyak
orang yang mencoba untuk memanfaatkan limbah styrofoam dalam proses
pembuatan batu batako.
Gambar 2.1. Styrofoam
Sumber: http://balon-indonesia.blogspot.com/2011/08/styrofoam-dekorasi.html
2.2. Mesin Bor
Mesin bor adalah suatu jenis mesin perkakas yang gerakannya
memutarkan alat pemotong dengan arah pemakanan mata bor hanya pada
sumbu mesin tersebut. Sedangka n pengeboran adalah operasi me nghasilkan
lubang berbentuk bulat pada benda kerja dengan menggunakan pemotong
2.2.1. Mata potong bor
Mata poto ng terdiri dari dua bagian, yaitu bibir potong da n sisi
potong. Bibir potong mata bor terdapat dua buah yang terletak antara dua sisi
potong yang saling berhadapan. Kedua sisi potong ini diasah hingga membentuk
sudut yang bervariasi sesuai dengan bahan yang di bor.
Tabel 2.1. Sudut mata bor
Besar Sudut Bahan
500-800
1180
1400
Kuningan, Perunggu
Baja, Besi Tuang, Baja Lunak, Baja Tuang
Baja Keras
Sumber: http://doddi_y.staff.Gunadarma.ac.id/Mesin+Bor
2.2.2. Kecepatan pemotongan
Kecepata n poto ng ditentuka n dala m satua n pa njang ya ng dihitung
berdasarkan putaran mesin per menit. Atau secara defenitif dapat dikatakan bahwa
kecepatan potong adalah panjangnya gram yang terpotong per satuan waktu.
Setiap jenis loga m me mp unyai harga kecepatan potong tertentu dan
berbeda-beda. Dala m pengeboran putaran mesin perlu disesuaikan dengan
kecepatan potong logam.
Tabel 2.2. Harga kecepatan potong mata bor HSS
Bahan Kecepatan Potong (m/menit)
Besi Tuang Menengah
Berikut perhitungan kecepatan untuk proses pengeboran
V = . d . n... (2.1)
Dimana:
V = keliling bibir potong mata bor
d = Dia me ter ma ta bor
n = p utara n mata bor per me nit
2.2.3. Pe maka nan pengeboran
Pe ma ka na n a dala h jara k perpi nda ha n ma ta po to ng bor ke dala m
lubang/benda kerja dalam satu kali putaran mata bor. Besarnya pemakanan dalam
pengeboran dipilih berdasarkan jarak pergeseran mata bor dala m satu putaran,
sesuai dengan yang diinginkan. Pemakanan juga tergantung pada bahan yang
akan dibor, kualitas lubang yang dibuat, dan kekuatan mesin yang ditentukan
Tabel 2.3 Kecepatan potong dan kecepatan pemakanan pengeboran
Diameter Mata Bor (mm) Ø5 Ø10 Ø15 Ø20 Ø25
Kec. Pemakanan (mm/putaran) 0.1 0.18 0.25 0.28 0.31
Kec. Potong (mm/min) 15 18 22 26 29
Sumber : Scharcus dan Jutz, 1996.
2.3.Analisa Kekuatan Rangka
Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang pengaruh dari suatu beban
terhadap gaya-gaya dan juga beban yang mungkin ada pada bahan tersebut.
Dalam ilmu statika keberadaan gaya-gaya yang mempengaruhi sebuah sistem
menjadi suatu objek tinjauan utama. Menghitung kekuatan rangka dapat ditinjau
melalui gaya geser momen lentur yang muncul akibat beban yang diberikan pada
rangka menggunakan metode slope deflection yang menyebabkan
perpindahan-perpindahan (rotasi dan translasi) pada setiap titik hubung yang kaku. Metode
perubahan sudut ini sangat umum digunakan untuk menganalisa balok dan
kerangka kaku baik yang bersifat statis tak tentu maupun statis tertentu.
2.3.1. Metode Perubahan Sudut (Slope Deflection Method)
Metode perubahan sudut merupakan salah satu metode umum yang dapat
dipakai untuk menganalisa semua balok dan kerangka kaku baik yang bersifat
statis tak tentu ataupun statis tertentu, berdasarkan pengandaian bahwa semua
deformasi disebabkan hanya oleh pengaruh momen lentur.
Keistimewaan dari metode ini adalah perpindahan (rotasi dan translasi)
titik-titik hubung yang kaku diperlakukan sebagai besaran yang tak diketahui
nilainya, nilai-nilai mereka ditentukan lebih dahulu dari nilai momen di setiap
Gambar 2.2. Kerangka kaku
(Sumber : Wang, 1987 : 178)
Keterangan:
a. Kerangka kaku di atas bersifat statis tak tentu.
b. Portal dicegah beralih horisontal oleh tumpuan terjepit di A.
c. Portal di cegah beralih vertikal oleh tumpuan dasarr tejepit di D dan E.
d. Deformasi aksial pada anggota-anggotanya diabaikan, kelima titik
hubungnya harus tetap di lokasi mereka semula.
e. Rotasi titik hubung searah jarum jam θB dan θC dianggap bernilai positif
(Gambar 2.2a).
f. Diagram-diagram benda bebas semua anggota (Gambar 2.2b)
memperlihatkan bahwa di suatu ujung yang manapun pada setiap anggota,
bisa terdapat tiga gaya : gaya tarik atau tekan langsung, gaya geser ujung,
dan momen ujung. Delapan momen ujung yang bekerja di ujung-ujung
keempat anggota disebut sebagai M1 hingga M8. Momen-momen searah jarum jam yang bekerja di ujung-ujung anggota dianggap bernilai positif. (a) Kerangka kaku
(c) Diagaram benda bebas titik hubung
(hanya momen yang diperlihatkan)
g. Dua momen ujung yang bekerja pada setiap anggota dapat diekspresikan
sebagai fungsi dari kedua rotasi dan beban-beban pada ujung anggota yang
bersangkutan. Jadi momen-momen M1 hingga M8 dapat diekspresikan
sebagai fungsi dari kedua rotasi titik hubung yang tak diketahui θBdan θC.
h. Gambar 2.2c memperlihatkan diagram-diagram benda bebas titik hubung
B dan C. Aksi dari anggota terhadap titik hubung terdiri dari sebuah gaya
dalam arah sumbu anggota yang bersangkutan, dan sebuah momen yang
masing-masing merupakan lawan dari aksi titik hubung yang bersangkutan
terhadap anggota tersebut. Pada gambar 2.2c hanya momen yang
diperlihatkan. Momen-momen ini diperlihatkan dalam arah positif mereka,
yakni berlawanan arah jarum jam.
i. Agar seimbang, jumlah semua momen yang bekerja di setiap titik hubung
harus sama dengan nol. Jadi :
Syarat sambungan di B :
M2 + M3 + M5 = 0
Syarat sambungan di C :
M4 + M7 = 0
Syarat sambungan di B dan C diperlukan dan cukup untuk menentukan nilai rotasi titik hubung yang tak diketahui yaitu θBdan θC.
Dari keterangan (gambar 2.2) di atas sudah dapat diketahui bahwa beban yang diterima rangka menyebabkan perubahan sudut (θ) yang nilainya perlu dicari dan digunakan untuk menentukan nilai momen lentur pada setiap ujung anggota.
2.3.2. Penurunan Persamaan Perubahan Sudut
Persamaan-persamaan defleksi kemiringan momen ujung yang bekerja di
ujung-ujung sebuah batang dinyatakan dalam suku-suku rotasi ujung dan
pembebanan pada batang tersebut. Jadi untuk rentangan AB yang terlihat pada
(gambar 2.3a), MA dan MB dinyatakan dalam suku-suku rotasi ujung θA dan θB dan
pembebanan yang diberikan W1 dan W2 (momen ujung searah jarum jam
Gambar 2.3. Persamaan perubahan sudut kerangka kaku
(Sumber : Wang, 1987 : 180)
Dengan pembebanan yang diberikan pada batang itu maka diperlukan
momen ujung (mome n ujung terjepit) MOA dan MOB yang diperlukan untuk
mempertahankan kemiringan nol di A dan B (Gambar 2.3b). Momen-momen
ujung tambahan M’A dan M’B atau biasa disebut kondisi gaya titik hubung yang
tanpa beban-beban bekerja pada batang AB diperlukan untuk mempertahankan kemiringan θAdan θB. Jika θA1dan θB1 merupakan rotasi ujung yang disebabkan
oleh M’A dan θA2 dan θB2 oleh M’B (Gambar 2.3d), maka syarat-syarat bentuk yang
diperlukan menurut (Wang, 1987:180) :
MA = MOA + M’A . . . (2.2)
MA = MOA + M’A . . . . . . (2.3)
Momen-momen ujung MOA dan MOB ditentukan sebagai momen ujung terjepit
sedangkan momen-momen ujung M’
θB = - θB1+ θB2 =
Dengan menjawab persamaan (2.3 dan 2.4) untuk memperoleh M’A dan M’B,
M’A = + q qB
Subtitusikan persamaan (2.5 dan 2.6) ke dalam persamaan (2.1 dan 2.2) untuk
memperoleh MA dan MB,
Maka secara umum di dapat,
Persamaan (2.9) di atas adalah persamaan perubahan sudut untuk suatu
anggota yang mengalami perubahan sudut tanpa rotasi sumbu
anggota-anggotanya. Momen di sembarang ujung suatu anggota yang mengalami lenturan
sama dengan momen ujung terjepit akibat beban-beban yang bekerja pada anggota
tersebut ditambah 2EI/L kali jumlah dari dua kali kemiringan di ujung dekat dan
kemiringan di ujung jauh.
2.4. Pengelasan
Pengelasan adalah pembuatan sambungan permanen yang mana berasal
dari peleburan dari dua bagian yang digabungkan bersama, dengan atau tanpa
penggunaan penekanan dan pengisian material. Panas yang dibutuhkan untuk
meleburkan material berasal dari nyala api pada las asitelin atau las busur listrik.
Pada proses pengerjaan proyek akhir ini menggunakan las listrik untuk membuat
rangka dan spot welding untuk membuat cover.
Tipe-tipe sambungan las yang dipakai antara lain:
· Butt join, yaitu sambungan las dimana kedua benda kerja yang dilas berada
pada bidang yang sama. Gambar 2.4 menunjukan jenis-jenis sambungan butt
join.
Gambar 2.4. Jenis Butt join
(Sumber : Khurmi-Gupta, 2005 : 344)
· Lap join, yaitu sambungan las dimana kedua benda kerja yang dilas berada
Gambar 2.5. Lap join
(Sumber : Khurmi-Gupta, 2005 : 344)
· Edge join, yaitu sambungan las dimana kedua benda kerja yang dilas berada
pada bidang paralel, tetapi sambungan las dilakukan pada ujungnya. Gambar
2.6 menunjukan tipe edge join.
Gambar 2.6. Edge join
(Sumber : Khurmi-Gupta, 2005 : 344)
· T-join, yaitu sambungan las dimana kedua benda kerja yang dilas tegak lurus
satu sama lain. Gambar 2.7 menunjukan tipe T-join.
Gambar 2.7. T-join
(Sumber : Khurmi-Gupta, 2005 : 344)
· Corner join, yaitu sambungan las dimana kedua benda kerja yang dilas tegak
lurus satu sama lain, tetapi sambungan las dilakukan pada sudutnya. Gambar
Gambar 2.8. Corner join
(Sumber : Khurmi-Gupta, 2005 : 344)
Biasanya sebelum dilalukan pengelasan busur listrik benda kerja dibuat
kampuh atau alur las, gambar 2.9 menerangkan tentang macam-macam bentuk
alur las
Gambar 2.9. Bentuk alur las
Perhitungan dalam perencanaan las (Khurmi 1982: 310)
Panjang las minimum dalam proses pengelasan (l)
l =
... (2.11)
dimana :
l = panjang pengelasan (mm)
P = beban pada titik pengelasan (kg)
t = Tebal plat (mm)
2.5. Sambungan baut
Sa mbunga n baut adalah sa mbunga n yang menggunakan kontruksi ulir
untuk me ngi ka t d ua a ta u lebi h ko mp o ne n per mesi na n. Sa mb unga n ba ut
merupakan jenis dari sa mbunga n se mi permanent (dapat dibongkar pasang).
Sambungan baut terdiri dari 2 (dua) bagian, yakni Baut (Bolt), yakni yang
memiliki ulir di bagian luar dan Mur (Nut) , yakni yang memiliki ulir di bagian
dalam.
Ukuran dalam ulir biasanya disertakan dengan huruf (M) kemudian diikuti
dengan diamter dan kisaranya. Sebagai contoh M10 x 1,5 artinya ulir dengan
diameter luar 10 dan kisar jarak ulir = 1,5 mm. Perhitungan dalam perencanaan
sambungan ulir antara lain menentukan besarnya diameter.
Menghitung diamter dari gaya gesernya (Khurmi : 349)
F = x dc2x ... (2.12)
dimana :
dc = diameter baut (mm)
F = gaya yang bekerja (N)
= tegangan geser izin material ( N/mm2)
BAB III
PERENCANAAN DAN GAMBAR
3.1. Skema dan Prinsip Kerja Alat
Gambar 3.1. Mesin penghancur limbah styrofoam
Gambar 3.1 menjelaskan bagian-bagian dari mesin penghancur limbah
styrofoam. Prinsip kerja dari alat penghancur styrofoam adalah menggunakan
tenaga dari motor listrik 1 Hp. Daya dari motor ini ditransmisikan dengan pulley
dan sabuk. Putaran mesin direduksi dengan perbandingan pulley 1:2 dan
dihubungkan oleh sabuk dengan panjang 51 inchi. Pisau penghancur
Corong masuknya
styrofoam
Motor Listrik Laci tempat menampung hasil produksi
Material styrofoam dimasukkan melalui corong yang kemudian akan
dihancurkan oleh pisau yang didesain dari beberapa sikat kawat yang disusun
dengan bantuan poros bertingkat. Hasil dari styrofoam yang telah dihancurkan
akan turun ke bawah dan ditampung oleh laci yang telah disiapkan.
3.2. Diagram Alur Proses Perancangan Konstruksi
Proses perancangan konstruksi alat penghancur styrofoam ini seperti
terlihat pada diagram di bawah:
3.3. Analisa Rangka
Rangka mesin penghancur styrofoam ini terbuat dari baja ST 37 profil L
dengan ukuran 50 x 50 x 4. Informasi yang berkaitan dengan bahan tersebut
adalah sebagai berikut : (Gunawan : 1988 : 33).
a. Bahan ST 37 profil L 50 x 50 x 4
Tegangan ultimate (σu) = 370 N/mm2.
Momen inersia (I):
Ix = 14,4. 104 mm4
Iy = 3,74. 104 mm4
Ukuran penampang
Panjang (H) = 50 mm
Lebar (B) = 50 mm
Luas penampang (A) = 389200 mm2
Mencari gaya yang paling besar
· Gaya pada poros pisau penghancur
Torsi pisau = Torsi pulley
Fpisau . rpisau = Fpulley . rpulley
Fpisau . 76,2 mm = 128. 76,2 mm
Fpisau = 128 N
Gambar. 3.3. Gaya yang bekerja pada poros
· Kesetimbangan gaya luar
A = 0
Fpisau . 95 – RB . 190 + Fpulley . 260 = 0
128 . 95 - RB . 190 + 128. 260 = 0
45440 − RB . 190 = 0
RB = 239,16 N
Y = 0
RA + RB − Fpu lley− Fp isau = 0
RA + 239,16 –128– 128 = 0
RA = 16,84 N
· Gaya pada motor penggerak
Berasal dari berat motor listrik yang ditumpu oleh 4 baut.
F = 190/4 = 47,5 N
Jadi gaya yang dipakai acuan adalah gaya pada RB yaitu 239,16 karena
merupakan gaya yang paling besar.
3.3.1. Analisa Kekuatan Rangka Utama
Gambar di bawah ini menjelaskan tentang free body diagram dari rangka
mesin penghancur styrofoam.
(a). Kerangka kaku yang akan ditinjau (b). Kurva elastis
Gambar 3.4. FBD rangka mesin penghancur styrofoam
Setelah mengetahui FBD dari rangka mesin penghancur styrofoam,
kemudian memisahkan tiap batang untuk mengetahui momen ujung
terjepit seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.5.
(b). Diagram benda bebas momen ujung terjepit
Gambar 3.5. Kerangka kaku mesin penghancur styrofoam
a. Menentukan momen ujung terjepit pada tiap anggota.
· Momen ujung terjepit pada batang A-B
MO1 = 0 N.mm
· Momen ujung terjepit pada batang B-C
Momen ujung terjepit pada batang C-D
MO4 = 0 N.mm
b. Persamaan-persamaan perubahan sudut pada tiap anggota.
c. Syarat keseimbangan titik hubung menentukan nilai dari perubahan sudut titik hubung B dan C.
0,01615 EI θB + 0,005 EI θC = 12524,5 (1)
- 0,005 EI θB - 0,01615 EI θC = 12524,5 (2)
d. Mencari nilai θB dan θC :
- Mengubah persamaan (1) menjadi persamaan di bawah:
0,01615 EI θB + 0,005 EI θC = 12524,5
0,01615 EI θB = 12524,5 - 0,005 EI θC
EI θB = 775510,8359 - 0,309 EI θC (3)
Subtitusi persamaan 3 ke dalam persamaan 2:
-0,005 EI θB - 0,01615 EI θ C = 12524,5
e. Mencari nilai momen yang muncul pada tiap anggota.
Dengan memasukkan nilai EIθB dan EIθC kedalam persamaan
perubahan sudut diatas maka nilai momen dapat didapatkan sebagai
M1 = 6908,132 N.mm
M2 = - 6908,132 N.mm
M3 = 6908,132 N.mm
M4 = - 6908,132 N.mm
f. Momen maximum pada batang B-C.
4 . max
L P
M =
=
4 400 . 128
Mmax = 12800 N.mm g. Gambar diagaram yang dihasilkan:
· Diagram momen.
Penggambaran momen dilakukan pada sisi tekan, tanpa penunjukan
tanda positif dan negatif.
(a).`Diagram momen lentur (b). Kurva elastis
Gambar 3.6. Diagram momen lentur dan kurva elastis rangka utama
3.3.2. Analisa Kekuatan Bahan Profil Rangka Kekuatan bahan ditinjau dari tegangan tarik
Tegangan ultimate bahan (Baja ST 37):
σu =
4 370
N/mm2
= 92,5 N/mm2
Tegangan tarik yang terjadi pada batang B-C:
σ =
Tegangan ultimate rangka = 370 N/mm2.
Perhitungan berdasarkan tipe pengelasan seperti gambar di bawah ini.
Gambar 3.7. Bentuk pengelasan
Dari data hasil perhitungan diatas diambil beban terberat untuk
dilakukan perhitungan yaitu 239,16 N.
Data : b = 46 mm
l = 50 mm
P = 400,1N
safety factor = 4
=
= 92,5 kg/mm
2
Menghitung tebal / lebar pengelasan :
Ø Mencari x dan y pada titik G
Ø Resultan dari gaya geser maksimum
=
92,5 =
92,5 = = = 0,17
Maka s = 0,707 x t
= 0,707 x 0,17 = 0,12 mm
Jadi tebal pengelasannya sebesar 0,12 mm.
3.5. Perencanaan Sambungan Baut Dudukan motor penggerak
- Daya motor = 1 HP = 745,69 watt
- Putaran mesin maksimal = 1420 rpm
- Jari – jari / titik tengan motor = 70 mm
- Safety factor = 2
- = 370 N/mm2 , = 230 N/mm2
Perhitungan:
Ø Torsi ekuivalen
T =
=
= 205,51 Nm = 205510 Nmm
Ø Gaya yang bekerja
F =
=
= 2935,86 N
Ø Diameter
Dihitung dari tegangan tarik ijin materialnya.
F =
.
2935,86 =
.
2935,86 = 145,225
=
Dihitung dari tegangan geser ijin materialnya.
F =
.
2935,86=
.
2935,86 = 90,275
=
= = 5,7 à M7
Diameter lubang baut pada motor adalah M10. Pada rangka dibuat slot
BAB IV
PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembuatan rangka 4.1.1. Bahan Rangka
Profil L dengan ukuran 50 mm x 50 mm x 4 mm.
Gambar 4.1. Profil L
4.1.2. Langkah-langkahpembuatan
a. Memotong besi siku yang akan dirangkai menjadi rangka alat:
ü Memotongbesi sikuukuran 400mm sebanyak 6 buah, sebagai
panjang rangka.
ü Memotongbesi sikuukuran 280mm sebanyak 6 buah, sebagai
lebar rangka.
ü Memotongbesi sikuukuran 650mm sebanyak 4 buah, sebagai
kaki-kaki rangka.
b. Merangkai bagian-bagian rangka (menyeting, mengelas)
Gambar 4.2. RangkaMesinPenghancurStyrofoam
4.1.3. Proses pengelasan
a. Mengelasrangkasesuai dengan gambar denganmenghubungkan
kaki-kaki dengan panjangnya sebagai jarak sebanyak dua pasang.
Gambar 4.3. Tampak samping kanan dari rangka
b. Mengelasrangkadenganmenghubungkankedua pasang kaki yang
Gambar 4.4.Rangka tampak depan
c. Mengelasrangkasebagaidudukan motor dengan jarak dari atas ke
bawah 590 mm.
Gambar 4.5.Rangka dengan dudukan motor
d. Mengelas rangka sebagai dudukan slorokan wadah hasil
Gambar 4.6.Rangka dengan dudukan laci
4.2. Pembuatan laci Proses pembuatan
a. Memotong plat dengan ukuran 390mm
b. Pelatdengan390mm x 180mm sebagai alasnya. Membendig plat
ukuran 140 mm x 390 mm, kanankiri sesuai garis. Serta depan di
bending dengantinggi 150mm.
Gambar 4.7.Dimensi laci
c. Mengelastikbagiantekukansiku.
Gambar 4.8.Laci tampak depan
Gambar 4.9.Laci
4.3. Pembuatan corong
4.3.1. Material komponen, yaitu plat.
4.3.2. Langkah-langkah pembuatan
a. Corong
ü Memotong plat sesuai ukuran
ü Membendingsesuaigambar
Gambar 4.10.Corong
4.4. Pembuatan tutup kepala pisau Langkah-langkah pembuatan
a. Memotong plat dengan 450mm x 180mm
b. Membending yang ukuran 250mm x 180mm
c. Merivet ujung plat buat dilekatkan pada blok
d. Membending plat sesuai gambar
Gambar 4.11.Tutup kepala pisau tampak samping
4.5. Mengebor rangka
Langkah-langkah pengeboran
a. Mengebor dengan diameter bor 10mm sebanyak 4 lubang dengan
jarak persegi 200mm x 230mm untuk dudukan kepala pisau.
b. Mengebor dengan diameter bor 10mm sebanyak 4 lubang untuk
dudukan motor
Bagian yang
c. Mengebor rangka dengan diameter bor 10 mm dengan jarak 200
mm.
Gambar 4.12.Bagian rangka yang di bor
d. Mengebor rangka dengan diameter bor 11 mm dengan jarak 230
mm.
Gambar 4.13.Bagian rangka yang di bor tampak depan
4.6. Pembuatan cover
4.6.1. Langkah-langkah pembuatan
a. Memotong plat denganukuran 350mmx540mm sabanyak 2 buah.
b. Memotong plat denganukuran 230mmx532mm sebanyak 1 buah.
c. Memotong plat denganukuran 230mmx540mm sebanyak 1 buah.
4.6.2. Proses pembuatan
a. Memotong plat denganukuran 350mmx540mm
Bagian yang di bor
Gambar 4.14.Plat
b. Memotong plat denganukuran 230mmx365mm
Gambar 4.15.Plat ukuran 230mm x365 mm
c. Memotong plat denganukuran 230mmx540mm
4.7. Proses Pengecatan
Pengecatanmerupakansalahsatubagianpentingdalamsebuahperancanganmesin.
Pengecatanberfungsisebagaiestetikadanpelindungdarikorosi.
Langkahpengerjaandalam proses pengecatan :
1. Membersihkanseluruhpermukaanprofilrangkadenganamplasdan air
untukmenghilangkankorosi.
2. Pengamplasandilakukanbeberapa kali
sampaipermukaanprofilrangkaluardandalambenar-benarbersihdarikorosi.
3. Mendempulbekaslas-lasandanbagian-bagiandarirangka yang tidak rata,
kemudianmengamplashasildempulansampaihalusdan rata.
4. Melakukanpengecatandengan poxysebagai dasar cat.
5. Melakukan pengecatan warna biru untuk rangka dan putih untuk cover.
6. Setelah cat kering kemudian di clearagar cat tahan lama yang mengkilap.
7. Pengeringanhasil pengecatan.
4.8. PerhitunganWaktuPermesinan Pengeboran
Bahanmatabor yang digunakanadalah HSS untukpembubutan material
bajalunak.Pengeboranlubangrangka, denganjumlahlubangtiapsisirangkaadalah 8
lubang.Jumlah total pengeboranlubangpadatiangadalah 32 lubangdengan diameter
10 mm. Berikutdapatdilihatwaktu yang dibutuhkanuntukpengeboranlubangrangka.
Gambar 4.17. Mata borbahan HSS
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Setelah melakukan proyek akhir dapat diambil kesimpulansebagai
berikut:
1. Rangkaamankarenategangan pada batang tidak melebihi tegangan ultimate
bahan.
2. Profilrangka yang digunakanuntukkeamananmenerimabeban239,16N
adalahprofil L ukuran 50 x 50 x 4 mm.
3. Untukkeamanansambunganrangkadigunakanukuranbaut M10
dantebalpengelasan0,12 mm.
V.2 Saran
Adapun saran-saran yang
dapatdiberikansetelahmenyelesaikanproyekakhirini:
1. Untukmenghematwaktu, sebaiknyastyrofoam yang
akandiprosesdisiapkandanbesarvolumenyadisesuaikandengancorongmesin.
2. Alat pengahancur styrofoam ini membutuhkan perawatan secara berkala