• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pemberian beta karoten terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak pada mencit putih jantan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pemberian beta karoten terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak pada mencit putih jantan."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan daya antiinflamasi natrium diklofenak akibat pemberian beta-karoten serta mengetahui besarnya pengaruh pemberian beta-karoten tersebut.

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan penelitian acak lengkap pola searah. Metode uji yang digunakan adalah metode induksi udema pada telapak kaki belakang menggunakan karagenin 1% sebagai senyawa penginduksi. Digunakan hewan uji mencit jantan galur Swiss berumur 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram. Hewan uji dibagi VIII kelompok, masing-masing terdiri atas 5 ekor hewan uji. Kelompok I–IV, berturut-turut adalah kelompok kontrol negatif karagenin 1%, kontrol negatif aquades, kontrol negatif minyak kelapa, dan kontrol positif natrium diklofenak. Kelompok V–VIII adalah kelompok perlakuan dengan pemberian beta karoten per-oral pada 4 peringkat dosis: 0,6523; 0,9225; 1,3046; 1,8450 mg/kgBB, dilanjutkan dengan pemberian per-oral natrium diklofenak 4,48 mg/kgBB. Data berupa data bobot udema kaki mencit, yang digunakan untuk menghitung persentase daya antiinflamasi. Data ini dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dan uji Scheffe.

Daya antiinflamasi kelompok perlakuan (V-VIII) berturut-turut sebagai berikut: -14,262%; 12,593%; 4,058%; dan -0,696%. Daya antiinflamasi natrium diklofenak sebesar 36,132%. Disimpulkan bahwa pemberian beta-karoten sebelum natrium diklofenak menurunkan daya antiinflamasi natrium diklofenak.

(2)

ABSTRACT

This research aims to recognize the anti-inflammatory effect of sodium-diclofenac if given with beta carotene and also the scale of the antiinflammatory effect.

This research was experimentally close to the pure experimental research by one way complete random design. The experiment methods which used was oedema inductional method to the left underside of the experiment animals foot-sole with 1% carrageenan. The experiment animals were mice of Swiss strain, in the age of 2-3 months and their weight were 20-30 grams. The experiment animals were divided into 8 groups, each group consist of 5 experiment animals. Group I until grooup IV were 1 % carrageenan negative control, aquadest negative control, coconut oil negative control, and sodium-diclofenac positive control. Group V until VIII were the group which is given treatment, which beta-carotene in four dose level: 0,6523; 0,9225; 1,3046; 1,8450 mg/kgBB, was orally given 15 minutes before the 4,48 mg/kg BB sodium-diclofenac. Data obtained were data of weight of mice paw used to calculate the percentage of antiinflammatory effect. The data were analized statistically using Kolmogorov-Smirnov and then one way Anova and the Scheffe test.

The percentage of antiinflammatory effect of the treatment of beta-carotene at 15 minutes before sodium-diclofenacwas given are -14,262%; 12,593%; 4,058%; and -0,696%, whereas the antiinflammatory effect of sodium diclofenac positive control is 36,132%. The result of the research shows that the antiinflammatory effect of sodium-diclofenac was decreased by beta-carotene.

(3)

PENGARUH PEMBERIAN BETA-KAROTEN

TERHADAP DAYA ANTIINFLAMASI NATRIUM DIKLOFENAK PADA MENCIT PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Miliandani Widyastuti

NIM : 028114021

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

PENGARUH PEMBERIAN BETA-KAROTEN

TERHADAP DAYA ANTIINFLAMASI NATRIUM DIKLOFENAK

PADA MENCIT PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Miliandani Widyastuti NIM : 028114021

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(5)
(6)
(7)

H ALAMAN P ERS EMB AH AN

Ijinkan aku untuk tidak berdoa agar dilindungi dari marabahaya,

melainkan agar tidak takut untuk menghadapinya. Ijinkan aku untuk tidak memohon: agar

disembuhkan dari kepedihan,

melainkan agar hatiku mampu mengatasinya. Biarkan aku tidak mencari sekutu di medan tempur kehidupan,

tapi hanya mengandalkan kekuatanku sendiri. Biarkan aku tidak memohon dalam ketakutan yang gelisah untuk diselamatkan,

tapi berharap memiliki kesabaran untuk memenangkan kebebasanku.

Pastikan bahwa aku tidak akan menjadi pengecut, yang menerima belas kasihMu dalam kesuksesanku; dan biarlah aku merasakan genggaman erat

tanganMu dalam kegagalanku.

By Rabindranath Tagore

Kupersembahkan karya ini untuk:

Papa dan Mama Mama Wi

Ana dan Almamaterku

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan melimpahkan kasih karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH PEMBERIAN BETA KAROTEN TERHADAP DAYA ANTIINFLAMASI NATRIUM DIKLOFENAK PADA MENCIT PUTIH JANTAN, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini tidak bisa lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing dan dosen penguji. Terima kasih atas segala bimbingan, masukan, waktu, kesabaran dan perhatiannya yang besar selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes., selaku dosen penguji atas segala masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji atas segala masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Mas Heru, Mas Parjiman, dan Mas Kayat atas bantuannya.

6. Keluargaku tercinta, Ana dan Mama, atas doa dan motivasi yang membuatku bertahan sampai sampai saat ini.

(9)

7. Mama Wi, Tante Han, dan semua keluarga yang telah membantu kelancaran studiku, atas dukungan moril, spiritual, dan materi selama masa studiku. 8. Sahabat-sahabatku terkasih, Cecil dan Ika, makasih atas doa dan dukungan,

serta canda dan kejahilan-kejahilan kalian.

9. Teman-teman kos-ku, terutama Memey, Nanduth, Inonk, Jinuth, dan Ngek-Ngek, yang dengan penuh keikhlasan turut membantu penyelesaian skripsiku, terimakasih atas pinjaman komputer dan laptopnya. Jasamu besar di surga. 10.Teman-teman yang sudah memberi perhatian, semangat, dan motivasi agar

aku terus maju: Alin/Uyuth, Shinta; Supri, Yudha, Kobo Hendra (ayo berjuang terus!); Mitha, Ntrie, Tuk-Tuk/Archy, Imeth; Tito, Jacky, Anel (sukses juga buat kalian).

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Semoga Tuhan melimpahkan berkat dan rahmatNya atas segala kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi orang banyak.

Yogyakarta, 30 April 2007

Penulis

(10)
(11)

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan daya antiinflamasi natrium diklofenak akibat pemberian beta-karoten serta mengetahui besarnya pengaruh pemberian beta-karoten tersebut.

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan penelitian acak lengkap pola searah. Metode uji yang digunakan adalah metode induksi udema pada telapak kaki belakang menggunakan karagenin 1% sebagai senyawa penginduksi. Digunakan hewan uji mencit jantan galur Swiss berumur 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram. Hewan uji dibagi VIII kelompok, masing-masing terdiri atas 5 ekor hewan uji. Kelompok I–IV, berturut-turut adalah kelompok kontrol negatif karagenin 1%, kontrol negatif aquades, kontrol negatif minyak kelapa, dan kontrol positif natrium diklofenak. Kelompok V–VIII adalah kelompok perlakuan dengan pemberian beta karoten per-oral pada 4 peringkat dosis: 0,6523; 0,9225; 1,3046; 1,8450 mg/kgBB, dilanjutkan dengan pemberian per-oral natrium diklofenak 4,48 mg/kgBB. Data berupa data bobot udema kaki mencit, yang digunakan untuk menghitung persentase daya antiinflamasi. Data ini dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dan uji Scheffe.

Daya antiinflamasi kelompok perlakuan (V-VIII) berturut-turut sebagai berikut: -14,262%; 12,593%; 4,058%; dan -0,696%. Daya antiinflamasi natrium diklofenak sebesar 36,132%. Disimpulkan bahwa pemberian beta-karoten sebelum natrium diklofenak menurunkan daya antiinflamasi natrium diklofenak.

(12)

ABSTRACT

This research aims to recognize the anti-inflammatory effect of sodium-diclofenac if given with beta carotene and also the scale of the antiinflammatory effect.

This research was experimentally close to the pure experimental research by one way complete random design. The experiment methods which used was oedema inductional method to the left underside of the experiment animals foot-sole with 1% carrageenan. The experiment animals were mice of Swiss strain, in the age of 2-3 months and their weight were 20-30 grams. The experiment animals were divided into 8 groups, each group consist of 5 experiment animals. Group I until grooup IV were 1 % carrageenan negative control, aquadest negative control, coconut oil negative control, and sodium-diclofenac positive control. Group V until VIII were the group which is given treatment, which beta-carotene in four dose level: 0,6523; 0,9225; 1,3046; 1,8450 mg/kgBB, was orally given 15 minutes before the 4,48 mg/kg BB sodium-diclofenac. Data obtained were data of weight of mice paw used to calculate the percentage of antiinflammatory effect. The data were analized statistically using Kolmogorov-Smirnov and then one way Anova and the Scheffe test.

The percentage of antiinflammatory effect of the treatment of beta-carotene at 15 minutes before sodium-diclofenacwas given are -14,262%; 12,593%; 4,058%; and -0,696%, whereas the antiinflammatory effect of sodium diclofenac positive control is 36,132%. The result of the research shows that the antiinflammatory effect of sodium-diclofenac was decreased by beta-carotene.

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 3

B. Tujuan Penelitian ... 4

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

A. Beta-karoten ... 5

B. Inflamasi ... 7

(14)

1. Definisi ... 7

2. Mekanisme ... 8

3. Gejala ... 9

C. Obat Antiinflamasi ... 11

D. Natrium Diklofenak ... 13

E. Interaksi Obat ... 13

1. Interaksi Farmasetis ... 14

2. Interaksi Farmakokinetika ... 14

3. Interaksi Farmakodinamika ... 14

F. Metode Uji Daya Antiinflamasi ... 16

1. Uji Eritema ... 17

2. Induksi Udema Telapak Kaki Belakang ... 17

3. Tes Granuloma ... 18

4. Induksi Arthritis ... 18

G. Landasan Teori ... ……….………….... 18

H. Hipotesis ... 20

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 21

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 21

C. Subyek dan Bahan Penelitian ... 22

1. Subyek Penelitian ... 22

2. Bahan Penelitian ... 22

D. Alat Penelitian ... 23

(15)

E. Tata Cara Penelitian ... 23

1. Penyiapan Hewan Uji ... 23

2. Penetapan Dosis Karagenin ... 23

3. Pembuatan Suspensi Karagenin 1% ... 24

4. Penetapan Dosis Natrium Diklofenak ... 24

5. Pembuatan Larutan Natrium Diklofenak ... 25

6. Penetapan Dosis Beta-karoten ... 25

7. Orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% subplantar ... 25

8. Orientasi dosis efektif natrium diklofenak ... 26

9. Orientasi waktu pemberian natrium diklofenak ... 26

10.Orientasi pemberian beta karoten terhadap natrium diklofenak ... 27

11.Perlakuan hewan uji ... 27

12.Perhitungan daya anti inflamasi ... 28

F. Analisis Hasil ... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Uji Pendahuluan ... 29

1. Orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% subplantar ... 29

2. Orientasi dosis efektif natrium diklofenak ... 31

3. Orientasi waktu pemberian natrium diklofenak ... 33

(16)

4. Orientasi pemberian beta karoten terhadap natrium

diklofenak ... 35

B. Uji Daya Antiinflamasi ... 37

C. Konversi dosis beta karoten sebagai antiinflamasi dari mencit ke manusia ... 45

D. Perbandingan hasil penelitian dengan penelitian lain ... 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 52

BIOGRAFI PENULIS ... 71

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil uji Scheffe orientasi waktu pemotongan kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% suplantar ... 30 Tabel II. Hasil uji Scheffe orientasi dosis efektif natrium

diklofenak... 32 Tabel III. Hasil uji Scheffe orientasi waktu pemberian natrium

diklofenak pada dosis efektifnya ... 34 Tabel 1V. Hasil uji Scheffe orientasi waktu pemberian beta karoten

terhadap natrium diklofenak ... 36 Tabel V. Data bobot udema kaki mencit dan persentase daya

antiinflamasi kelompok perlakuan beserta kontrol ... 39 Tabel VI. Rangkuman hasil anava satu arah, dengan taraf

kepercayaan 95%, persentase daya antiinflamasi kelompok perlakuan beserta kontrol ... 40 Tabel VII. Rangkuman hasil uji Scheffe mengenai % daya

antiinflamasi kelompok perlakuan disertai kontrol ... 40 Tabel VIII. Perbandingan data % efek anti inflamasi beta karoten

dengan data % daya antiinflamasi beta karoten sebagai praperlakuan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB... 46

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur beta karoten ... 5 Gambar 2. Mekanisme kemungkinan penangkapan radikal bebas oleh

beta karoten ... 6 Gambar 3. Diagram mediator-mediator inflamasi yang berasal dari

fosfolipida beserta aksinya, serta titik tangkap kerja obat antiinflamasi ... 9 Gambar 4. Patogenesis dan tanda suatu peradangan ... 11 Gambar 5. Struktur natrium diklofenak ... 13 Gambar 6. Rangkuman penggolongan antaraksi obat berdasarkan

perubahan efek ... 16 Gambar 7. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah injeksi

karagenin 1% subplantar pada selang waktu tertentu ... 31 Gambar 8. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah pemberian

natrium diklofenak dalam tiga peringkat dosis ... 32 Gambar 9. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah pemberian

natrium diklofenak dengan dosis efektif pada selang waktu tertentu ... 34 Gambar 10. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah pemberian

beta karoten pada selang waktu tertentu sebelum natrium diklofenak ... 35 Gambar 11. Grafik mean bobot udema kaki mencit pada kelompok

perlakuan disertai kontrol ... 38

(19)

Gambar 12. Grafik % daya antiinflamasi kelompok perlakuan disertai kontrol ... 39 Gambar 13. Grafik % daya antiinflamasi kelompok perlakuan setelah

dikurangi kontrol minyak kelapa ... 42

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Label beta karoten ... 52

Lampiran 2. Sertifikat analisis natrium diklofenak ... 53

Lampiran 3. Foto minyak kelapa ... 54

Lampiran 4. Foto larutan beta karoten dalam minyak kelapa ... 54

Lampiran 5. Data bobot udema kaki kaki mencit dan % daya antiinflamasi hasil uji daya antiinflamasi pada kelompok kontrol dan perlakuan ... 55

Lampiran 6. Tabel persentase daya antiinflamasi dan potensi relatif kelompok perlakuan dan kontrol ... 57

Lampiran 7. Contoh perhitungan persentase daya antiinflamasi dan potensi relatif ... 58

Lampiran 8. Skema kerja uji efek antiinflamasi ... 59

Lampiran 9. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemotongan kaki setelah injeksi suplantar karagenin 1% ... 60

Lampiran 10. Hasil analisis statistik data orientasi dosis efektif natrium diklofenak ... 62

Lampiran 11. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemberian natrium diklofenak ... 64

Lampiran 12. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemberian beta karoten terhadap natrium diklofenak ... 66

Lampiran 13. Hasil analisis statistik data % daya antiinflamasi kelompok perlakuan dan kontrolnya ... 68

(21)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon yang menyolok pada jaringan-jaringan hidup di sekitar sel-sel atau jaringan tubuh yang cedera atau mati. Inflamasi atau peradangan cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak diinginkan. Padahal sebenarnya merupakan suatu keadaan yang membantu netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price and Wilson, 1995).

Inflamasi atau peradangan saat ini telah menjadi masalah utama penanganan sakit di masyarakat. Jika proses inflamasi lepas dari keseimbangan, bukan hanya sel normal dan agen pencedera yang dibuang, tetapi jaringan yang sehat juga mengalami kerusakan sehingga inflamasi menjadi berat. Karena dipandang merugikan, maka diperlukan obat untuk mengendalikan inflamasi. Pengobatan inflamasi bertujuan untuk melawan dan mengendalikan rasa nyeri dan peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Ada banyak macam obat yang dapat digunakan untuk mengobati inflamasi, salah satu di antaranya adalah obat antiinflamasi non-steroid (OAINS). Namun berdasarkan beberapa survei, penggunaan AINS seringkali menimbulkan beberapa keluhan, terutama yang berkaitan dengan saluran pencernaan, seperti nyeri lambung, mual, muntah, diare, atau bahkan perdarahan pada saluran

(22)

pencernaan (Parfitt, 1999). Diklofenak merupakan derivat fenilasetat dan termasuk OAINS yang terkuat daya anti radangnya (Katzung, 2001).

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan inflamasi telah banyak dilakukan, terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan alam sebagai obat antiinflamasi. Contohnya adalah penelitian Widarsih (2003) tentang daya antiinflamasi perasan umbi wortel (Daucus carota, L) pada mencit jantan, yang menyimpulkan bahwa perasan umbi wortel pada dosis 2,5; 5; 10 dan 20 ml/kg BB memberikan daya antiinflamasi berturut-turut 31,19%; 51,50%; 45,68%; dan 37,80%. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Rasmandani (2004), yaitu mengenai daya antiinflamasi sari umbi wortel (Daucus carota, L) pada mencit jantan (kajian terhadap lama masa pemberian), di mana diketahui bahwa pemberian sari umbi wortel dari hari ke-1 sampai hari ke-4 menunjukkan penurunan berat rata-rata udema kaki mencit dibandingkan hari sebelumnya. Kedua penelitian tersebut membuktikan bahwa wortel memang berkhasiat sebagai antiinflamasi, dan diduga senyawa di dalam wortel yang bertanggung jawab terhadap khasiat antiinflamasinya adalah beta karoten. Salah satu penelitian terbaru mengenai inflamasi dilakukan oleh Utami (2006), yang menyatakan bahwa beta karoten terbukti memiliki efek antiinflamasi.

(23)

1. Permasalahan

a. Apakah pemberian beta karoten dapat meningkatkan daya antiinflamasi natrium diklofenak?

b. Seberapa besarkah pengaruhnya terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh pemberian beta karoten terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak pada mencit putih jantan ini belum pernah dilakukan di Universitas Sanata Dharma. Walaupun demikian, penelitian ini tetap dilakukan dengan mengacu pada penelitian sebelumnya. Berikut adalah penelitian yang dijadikan acuan dalam penelitian ini.

a. Daya antiinflamasi perasan umbi wortel (Daucus carota, L) pada mencit jantan oleh Widarsih (2003).

b. Daya anti inflamasi sari umbi wortel (Daucus carota, L) pada mencit jantan (kajian terhadap lama masa pemberian) oleh Rasmandani (2004). c. Pengaruh kombinasi jus wortel (Daucus carota, L) dan apel hijau (Pyrus

malus, L) terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak pada mencit

jantan oleh Lestari (2005).

(24)

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengembangan penelitian mengenai penggunaan bahan-bahan alam yang mengandung senyawa beta karoten yang dikombinasi dengan obat antiinflamasi modern.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat digunakan untuk melengkapi informasi mengenai pengaruh pemberian beta karoten terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. mengetahui ada/tidaknya perubahan daya antiinflamasi natrium diklofenak akibat pemberian beta karoten.

(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Beta Karoten

Gambar 1. Struktur kimia all-transβ-karoten (Anonim, 1989).

Vitamin A adalah nama umum bagi zat-zat retinoida yang memiliki khasiat biologis dari retinol. Zat ini terdapat dalam zat-zat pangan hewani terutama sebagai ester, seperti susu dan produknya, kuning telur, hati, dan dengan kadar tinggi dalam minyak ikan. Kebutuhan sehari-hari akan vitamin A sebagian dipenuhi oleh karotenoida (provitamin A), yakni kompleks dari 2 molekul retinol yang dalam usus diuraikan menjadi vitamin aktif. Provitamin A terdapat dalam banyak sayuran hijau tua, berbagai jenis kol, dan sebagai pigmen kuning jingga dari banyak buah dan sayur, antara lain wortel dan tomat, lemak susu dan kuning telur (Tjay dan Rahardja, 2002).

Beta karoten merupakan salah satu dari 600 karotenoid yang ada di alam. Beta karoten mempunyai dua peran, yaitu sebagai prekursor vitamin A dan antioksidan. Beta karoten yang terdapat pada wortel, pepaya, sayur mayur yang berwarna kemerahan dan minyak kelapa sawit berpotensi sebagai antioksidan (Anonim, 2003). Beta karoten berkhasiat antioksidan spesifik untuk menetralkan oksigen singlet reaktif dan mencegah pembentukan radikal peroxyl akibat

(26)

peroksidasi lipida. Beta karoten adalah provitamin A terpenting yang diperoleh dari algae laut Dunaliella salina yang membentuknya dalam jumlah besar (Tjay dan Rahardja, 2002).

Beta karoten mampu menangkap oksigen reaktif dan radikal peroksil (Paiva dan Russel, 1999) lalu menetralkannya, menghambat oksidasi asam arakhidonat menjadi endoperoksida dan menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase (Lieber and Leo, 1999). Apabila oksidasi asam arakidonat dapat dihambat maka tidak terbentuk oksigen reaktif yang dapat menyebabkan inflamasi sehingga proses inflamasi dapat dihambat. Penurunan aktivitas enzim lipoksigenase menyebabkan tidak terbentuknya leukotrien yang dapat mengaktivasi leukosit yang memacu terjadinya peradangan.

Mekanisme kemungkinan penangkapan radikal bebas oleh beta karoten dapat dilihat pada gambar 2.

CH3

(27)

Dari strukturnya terlihat bahwa beta karoten mampu menangkap radikal bebas melalui ikatan rangkap konjugasi yang dimilikinya (Hamilton dkk, 1997 cit Wijoyo, 2001). Beta karoten pada atom C15 menyumbangkan satu elektronnya kepada radikal bebas oksigen sehingga radikal bebas tersebut menjadi lebih stabil dan tidak reaktif. Beta karoten akan menjadi sebuah radikal bebas baru karena kehilangan satu elektronnya, akan tetapi karena struktur konjugasinya yang panjang maka ikatan rangkap pada beta karoten akan selalu beresonansi sehingga beta karoten menjadi suatu radikal bebas yang stabil. Karena beta karoten menyumbangkan satu elektronnya pada radikal bebas maka radikal bebas tersebut tidak dapat menangkap makromolekul lain dalam sel tubuh sehingga kerusakan jaringan dan inflamasi dapat dihambat.

B. Inflamasi

1. Definisi

Inflamasi merupakan respon biologik dari reaksi-reaksi kimia secara berurutan dan bertugas melindungi tubuh dari infeksi dan memperbaiki jaringan yang rusak akibat jejas (Wilmana, 1995). Penyebab inflamasi dapat ditimbulkan oleh rangsangan fisik, kimiawi, biologis (infeksi akibat mikroorganisme/parasit), dan kombinasi ketiga agen tersebut (Mutschler, 1991).

(28)

Akibat dari respon imun bagi tuan rumah mungkin menguntungkan, seperti bilamana ia menyebabkan organisme penyerang di-fagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya, akibat tersebut juga dapat bersifat merusak bila menjurus pada inflamasi kronis tanpa penguraian dari proses yang mendasarinya. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respons akut (Katzung, 2001).

2. Mekanisme

(29)

PGE2

Gambar 3. Diagram mediator-mediator inflamasi yang berasal dari fosfolipida beserta aksinya, serta titik tangkap kerja obat anti-inflamasi (Rang, Dale, Ritter

and Moore, 2003)

HETE = hydroxyeicosatetraenoic acid HPETE = hydroperoxyeicosatetraenoic acid PAF = platelet-activating factor

NSAIDs = Non-Steroidal Anti-inflammatory Drugs

(thrombotic;

(30)

3. Gejala

Gejala proses inflamasi akut yang sudah dikenal, meliputi: rubor, kalor, dolor, tumor, dan function laesa (Wilmana, 1995). Kemerahan (rubor), biasanya

(31)

noksius

Kerusakan sel

Pembebasan bahan mediator

Emigrasi leukosit

Proliferasi sel

eksudasi Perangsangan

reseptor nyeri Gangguan

sirkulasi lokal

kemerahan panas Pembeng

kakan

Gangguan fungsi

nyeri

Gambar 4. Patogenesis dan tanda suatu peradangan (Mutschler, 1991).

C. Obat Antiinflamasi

Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai 2 tujuan utama: pertama, meringankan rasa nyeri, yang seringkali merupakan gejala awal yang terlihat dan keluhan utama yang terus-menerus dari pasien; dan kedua, memperlambat atau (dalam teori) membatasi proses perusakan jaringan. Pengurangan inflamasi dengan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) seringkali berakibat rasa nyeri mereda selama periode yang bermakna (Katzung, 2001).

(32)

indomethacine dan diklofenac telah dilaporkan mengurangi sintesis prostaglandin

dan leukotrien (Katzung, 2001).

Obat antiinflamasi secara umum dibagi dalam 2 golongan, yaitu golongan steroid dan golongan non steroid (AINS). Golongan steroid bekerja dengan menghambat asam arakidonat dari fosfolipida oleh enzim fosfolipase, sehingga pembentukan prostaglandin dan leukotrien tidak terjadi. Obat antiinflamasi golongan nonsteroid menghambat sintesis prostaglandin, di mana kedua jenis siklooksigenase (COX) dihambat. AINS ideal hendaknya menghambat COX-2 (berperan dalam peradangan) dan tidak COX-1 (berperan dalam perlindungan mukosa lambung), lagipula menghambat lipoksigenase untuk pembentukan leukotrien (Tjay dan Rahardja, 2002).

(33)

D. Natrium Diklofenak

O

HO

C

Cl Cl

H N

Gambar 5. Struktur natrium diklofenak

Natrium diklofenak adalah golongan obat nonsteroid dengan aktivitas analgesik, antiinflamasi dan antipiretik. Aktivitas natrium diklofenak yaitu menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Indikasi dari obat ini untuk pengobatan akut dan kronik gejala-gejala rheumatoid arthritis, osteoarthritis. Kontra indikasi obat ini untuk penderita yang hipersensitifitas terhadap diklofenak atau penderita asma, urtikaria atau alergi pada pemberian aspirin atau NSAID lainnya, serta penderita tukak lambung (Wilmana, 1995). Dosis oral natrium diklofenak adalah 75-150 mg/hari dalam 2-3 dosis, sebaiknya setelah makan. Dosis maksimal tiap hari untuk setiap cara pemberian adalah 150 mg (Anonim, 2000).

E. Interaksi Obat

(34)

diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya optimalisasi. Secara ringkas, dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai terjadinya efek samping/toksik dari obat, dan tidak tercapainya efek terapeutik yang diinginkan (Suryawati, 1995).

Terdapat beberapa mekanisme bagaimana interaksi obat terjadi. Menurut Suryawati (1995), berdasarkan mekanismenya, interaksi dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yakni interaksi farmasetik, interaksi farmakokinetik, dan interaksi farmakodinamik.

1. Interaksi farmasetik

Interaksi ini merupakan interaksi fisiko-kimiawi antar obat sehingga mengubah efek farmakologiknya. Yang sering terjadi misalnya reaksi antara obat-obat yang dicampur dalam cairan secara bersamaan, misalnya dalam infus atau suntikan (Suryawati,1995).

2. Interaksi farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi atau mengubah absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi obat kedua (Suryawati,1995).

3. Interaksi farmakodinamik

(35)

maka pada interaksi farmakodinamik terjadi perubahan efek obat objek karena pengaruh obat lain pada tempat kerja obat (Suryawati, 1995).

Ketika obat-obat dengan efek farmakologis yang serupa diberikan secara bersamaan, biasanya tampak suatu respons aditif atau sinergis. Kedua obat tidak atau dapat bekerja pada reseptor yang sama untuk menimbulkan efek. Sebaliknya, obat-obat dengan efek farmakologis berlawanan dapat menurunkan respons dari satu atau kedua obat tersebut. Interaksi farmakodinamik obat relatif umum dalam praktek klinis, tetapi efek-efek yang tidak diinginkan biasanya dapat diminimalisasi jika interaksi diantisipasi dan upaya penanggulangannya tepat (Katzung, 2001).

Selain itu, terdapat pula beberapa istilah yang dapat dipakai untuk menjelaskan efek obat. Yakni: homoergi (sepasang obat menimbulkan efek yang benar-benar sama), heteroergi (sepasang obat hanya salah satu yang menimbulkan efek tertentu), homodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja yang sama), dan heterodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme yang berbeda) (Fingl and Woodbury, 1970; Martin, 1971 cit Donatus, 1995).

(36)

Obat A dan B (< penambahan sederhana) • Penambahan sederhana

(= penambahan sederhana) • Penambahan supra

(> penambahan sederhana)

Antagonisme

Sinergisme MEKANISME ?

Gambar 6. Rangkuman penggolongan antaraksi obat berdasarkan perubahan efek (Donatus, 1995)

F. Metode Uji Daya Antiinflamasi

(37)

akut dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu dengan induksi udema kaki tikus, pembentukan eritrema (respon kemerahan) dan pembentukan eksudasi inflamasi, sedangkan inflamasi kronis dibuat dengan pembentukan granuloma dan induksi arthritis (Gryglewski, 1977).

Beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur daya antiinflamasi adalah sebagai berikut ini:

1. Uji eritrema

Eritrema (kemerahan) merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi. Timbulnya eritrema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti xylem, minyak kroton, vesikan, histamin dan bradikinin (Gryglewski, 1977). Eritrema ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode ini adalah eritrema dapat dihambat oleh obat yang kerjanya tidak menghambat sintesa prostaglandin (Turner, 1965).

2. Induksi udema telapak kaki belakang

(38)

teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika penyuntikan karagenin secara subplantar tersebut tidak menjamin pembentukan volume udema yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok tikus yang cukup besar (Gryglewski, 1977).

3. Tes granuloma

Hewan uji berupa tikus putih betina galur wistar diinjeksi bagian punggung secara subkutan dengan 10-25 ml udara, kemudian 0,50 ml minyak kapas sebagai senyawa yang sama. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara dihampakan. Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot, selanjutnya diukur volume cairannya. Model percobaan ini lebih sensitif untuk uji obat anti inflamasi steroid daripada nonsteroid (Turner, 1965).

4. Induksi arthritis

Uji ini dilakukan dengan injeksi subkutan ataupun intrakutan disuspensi Mycobacterium butyricum dalam minyak mineral. Respon inflamasi lokal

ditunjukkan dengan terbentuknya udema yang diikuti dengan timbulnya penyakit sistemik imun yang memberikan gejala pembengkakan tungkai dan lengan, hiperpireksia lokal dan munculnya benjolan pada telinga dan ekor (Gryglewski, 1977).

G. Landasan Teori

(39)

jaringan yang rusak dan migrasi sel (Mycek, 2001). Reaksi inflamasi yang diinduksi karagenin mempunyai dua fase: fase awal dan akhir. Fase awal berakhir setelah 60 menit dan dihubungkan dengan pelepasan histamin, serotonin, dan bradikinin. Fase akhir terjadi antara 60 menit setelah injeksi dan berakhir setelah tiga jam. Fase ini dihubungkan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil (Suleyman, 2004).

Natrium diklofenak, sebagai OAINS, memiliki mekanisme menghambat kerja enzim siklooksigenase, juga mengurangi bioavailabilitas asam arakidonat (Katzung, 2001), maka dengan demikian ia mempunyai kemampuan untuk meringankan gejala inflamasi. Fakta mengungkapkan bahwa dengan mencegah perubahan bentuk asam arakidonat melalui siklooksigenase, AINS menyebabkan lebih banyak substrat untuk dimetabolisme melalui jalur lipoksigenase sehingga terjadi peningkatan pembentukan leukotrien (Katzung, 2001). Sedangkan beta karoten terbukti memiliki efek antiinflamasi (Utami, 2006) terkait dengan aktivitasnya sebagai antioksidan. Beta karoten akan menghambat oksidasi asam arakidonat sehingga tidak terbentuk oksigen reaktif yang memicu terjadinya peradangan dan menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase (Lieber and Leo, 1999) sehingga tidak menghasilkan leukotrien yang dapat mengaktivasi lekosit untuk memacu terjadinya peradangan, dan proses inflamasi dapat dihambat.

(40)

(Katzung, 2001). Baik natrium diklofenak maupun beta karoten sama-sama memiliki efek antiinflamasi. Dengan adanya kesamaan efek farmakologis dari kedua senyawa ini, diharapkan dapat terjadi respon yang aditif atau sinergis apabila keduanya diberikan secara bersamaan.

H. Hipotesis

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan penelitian

Penelitian tentang pengaruh pemberian beta karoten terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak pada mencit putih jantan merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

a. Variabel bebas : dosis beta karoten.

b. Variabel tergantung : persentase daya anti inflamasi.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

i. Galur mencit, yaitu galur Swiss.

ii. Jenis kelamin, mencit yang digunakan adalah mencit jantan. iii. Umur mencit, yang digunakan adalah mencit berumur 2-3 bulan. iv. Berat badan mencit, yaitu 20-30 gram.

b. Variabel pengacau tak terkendali

ƒ Kondisi patologis hewan uji.

(42)

3. Definisi operasional

a. Dosis beta karoten

Dosis beta karoten yaitu sejumlah (mg) beta karoten tiap satu satuan kg berat badan subyek uji.

b. Persentase daya anti inflamasi

Persentase daya antiinflamasi adalah besarnya (%) daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan yang dapat diamati dengan menghitung bobot udema yang ditimbulkan oleh senyawa penginduksi udem (karagenin 1%).

C. Subyek dan Bahan penelitian

1. Subyek penelitian

Subyek uji yang digunakan berupa mencit jantan galur Swiss, umur 2-3 bulan dengan berat badan berkisar antara 20-30 gram diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Bahan penelitian

Penelitian ini menggunakan bahan-bahan sebagai berikut ini. a) Beta karoten (Sigma Chemical Co).

b) Natrium diklofenak (Wenzhou Pharmaceutical Factory) merek BP98 yang diperoleh dari PT. Fahrenheit, Tangerang

(43)

d) NaCl Fisiologis yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi, Fakultas Faramasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

e) Minyak kelapa sebagai pelarut beta karoten, diperoleh dari pasar tradisional.

f) Aquades diperoleh dari Laboratorium Farmakalogi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Alat penelitian

Alat yang digunakan untuk uji daya antiinflamasi terdiri dari: alat-alat gelas (gelas beker, pipet tetes, pengaduk kaca, labu takar, labu ukur); neraca analitik merek Metler Toledo tipe AB 204, Germany; spuit injeksi subplantar (0,1-1,0) merek Terumo; spuit oral (0,1-1,0); gunting bedah.

E. Tatacara Penelitian

1. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan, galur Swiss, usia 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram. Sebelum digunakan, mencit dipuasakan 24 jam dan tetap diberi minum. Kelompok orientasi terdiri dari 3 ekor hewan uji dan kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor hewan uji.

2. Penetapan dosis karagenin

(44)

Dosis karagenin =

3. Pembuatan suspensi karagenin

Timbang 100 mg karagenin, kemudian larutkan dalam 10 ml larutan NaCl fisiologis (0,9%) sehingga diperoleh konsentrasi suspensi 1%. Agar bisa digunakan kembali, suspensi karagenin disimpan dalam freezer pada suhu – 15oC.

4. Penetapan dosis natrium diklofenak

(45)

Dosis III

5. Pembuatan larutan natrium diklofenak

Serbuk natrium diklofenak ditimbang seksama 9 mg lalu dilarutkan dalam aquades hingga volume 50 ml sehingga diperoleh konsentrasi larutan natrium diklofenak sebesar 0,18 mg/ml.

6. Penetapan dosis beta karoten

Dosis tertinggi beta karoten yang digunakan mengacu pada penelitian Wijoyo (2001), di mana pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa dosis sari wortel 22,5ml/kg BB setara dengan 1,845 mg/kg BB beta karoten. Berdasarkan dosis tersebut, ditetapkan 4 peringkat dosis yaitu 0,6523; 0,9225; 1,3046 dan 1,845 mg/kg BB.

7. Orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% subplantar

(46)

torsocrural kemudian ditimbang. Waktu pemotongan kaki ditentukan pada saat kaki mengalami peningkatan udem yang berarti.

8. Orientasi dosis efektif natrium diklofenak

Hewan uji dibagi dalam 3 kelompok, tiap kelompok 3 ekor diberi perlakuan Na-diklofenak per oral dengan dosis yang berbeda-beda. Kelompok I dengan dosis 3,36 mg/kg BB. Kelompok II dengan dosis 4,48 mg/kg BB, dan kelompok III dengan dosis 5,6 mg/kg BB. Kemudian kaki kiri bagian belakang diinjeksi 0,05 ml suspensi karagenin 1% subplantar, sedangkan kaki kanan hanya disuntik dengan injeksi secara subplantar tanpa suspensi karagenin 1%. Beberapa lama kemudian mencit dikorbankan, kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural kemudian ditimbang. Dosis efektif natrium diklofenak didapat dari penurunan udem yang berarti.

9. Orientasi waktu pemberian natrium diklofenak

(47)

10.Orientasi pemberian beta karoten terhadap natrium diklofenak

Hewan uji dibagi dalam 4 kelompok dengan jumlah 3 ekor setiap kelompoknya. Tiap kelompok diberi beta karoten dengan interval waktu 15, 30, 45, dan 60 menit sebelum diberi natrium diklofenak. Setelah diinjeksi natrium diklofenak dengan dosis efektif, tiap kelompok mencit disuntik subplantar 0,05 ml karagenin 1% pada telapak kaki kiri dengan telapak kaki kanan sebagai kontrol. Setelah itu kedua kaki dipotong pada sendi torsocrucal lalu ditimbang. Waktu pemberian larutan natrium diklofenak yang digunakan adalah pada saat udema kaki mencit mengalami penurunan yang berarti.

11.Perlakuan hewan uji

Mencit yang dibutuhkan 40 ekor. Sebelum digunakan mencit dipuasakan 24 jam, tetapi tetap diberi minum. Kelompok perlakuan terdiri dari 8 kelompok, masing-masing menggunakan 5 ekor hewan uji. Kelompok I merupakan kelompok kontrol negatif karagenin. Kelompok II adalah kelompok kontrol pelarut aquades. Kelompok III adalah kelompok kontrol minyak kelapa, sebagai pelarut beta karoten. Kelompok IV adalah kelompok kontrol natrium diklofenak dengan dosis sesuai orientasi. Kelompok V, VI, VII, VIII sebagai kelompok perlakuan dengan pemberian natrium diklofenak dengan selang waktu sesuai orientasi. Kemudian diinjeksi 0,05 ml suspensi karagenin 1% dan dikurbankan kedua kaki belakang dipotong pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang.

12. Perhitungan daya antiinflamasi

(48)

Langford et al (1972), untuk menghitung persen (%) respon antiinflamasi digunakan rumus sebagai berikut :

% respon antiinflamasi =

⎥⎦

U : harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat

kaki normal (kaki kanan)

D : harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata

berat kaki normal (kaki kanan)

Untuk mengetahui potensi relatif efek antiinflamasi beta karoten terhadap natrium diklofenak sebagai kontrol positif digunakan rumus:

Potensi relatif efek antiinflamasi = ×100%

⎥⎦

DAp = % efek antiinflamasi kelompok perlakuan

DAd = % efek antiinflamasi larutan natrium diklofenak

F. Analisis Hasil

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi orientasi

waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% subplantar, orientasi dosis

efektif natrium diklofenak, orientasi waktu pemberian natrium diklofenak, dan

orientasi waktu pemberian beta karoten terhadap natrium diklofenak. Uji-uji

pendahuluan tersebut dilakukan untuk memvalidasi metode uji efek antiinflamasi

yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Orientasi waktu pemotongan kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% subplantar

Orientasi ini dilakukan untuk menentukan waktu pemotongan kaki yang

tepat setelah dilakukan injeksi larutan karagenin 1% secara subplantar, yaitu pada

saat udema yang dihasilkan maksimal. Rentang waktu yang digunakan adalah 1, 2, 3,

dan 4 jam setelah injeksi karagenin 1% subplantar. Dari orientasi ini diperoleh data

bobot udema kaki mencit yang kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas distribusi data. Data terdistribusi

normal jika probabilitasnya >0,05, sedangkan jika probabilitasnya <0,05 maka data

terdistribusi tidak normal. Jika data terdistribusi normal, dapat dilanjutkan dengan uji

Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui ada atau tidaknya

perbedaan di antara setiap kelompok. Jika probabilitas yang diperoleh <0,05 berarti

(50)

ada perbedaan antar kelompok dan analisis data dapat dilanjutkan ke uji Scheffe

untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak secara statistik. Jika

probabilitas yang diperoleh >0,05 berarti tidak ada perbedaan antar kelompok. Hasil

orientasi waktu pemotongan kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% subplantar

dapat dilihat pada gambar 2 dan tabel I.

Tabel I. Hasil uji Scheffe orientasi waktu pemotongan kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% suplantar

Kelompok

Waktu Pemotongan

Kaki

Bobot udema rata-rata (g) (X±SE)

b = berbeda bermakna (p<0,05) tb = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Pada gambar 6 terlihat bahwa bobot udema kaki mencit maksimal dicapai

pada waktu 4 jam setelah injeksi karagenin 1% subplantar. Hasil analisis dengan uji

Scheffe juga menunjukkan bahwa mean bobot udema kaki mencit pada jam ke-4

mempunyai perbedaan yang bermakna dengan mean bobot udema kaki mencit pada

jam ke-1, 2, dan 3. Dengan demikian, diasumsikan bahwa efek karagenin 1% sebagai

(51)

0

Waktu Pemotongan Kaki (jam)

M

Gambar 7. Grafik mean bobot udema kaki mencit

setelah injeksi karagenin 1% subplantar pada selang waktu tertentu

2. Orientasi dosis efektif natrium diklofenak

Tujuan orientasi dosis efektif natrium diklofenak ini untuk menetapkan

dosis natrium diklofenak yang paling efektif dalam menurunkan udema pada kaki

mencit. Dosis natrium diklofenak yang digunakan, yaitu 4,48 mg/kg BB, 3,36 mg/kg

BB dan 5,6 mg/kg BB. Pemilihan peringkat dosis ini didasarkan pada penelitian

sebelumnya oleh Ibrahim dkk cit. Maryanto (1997). Menurut penelitian tersebut,

dosis efektif natrium diklofenak untuk tikus dengan BB 250 g adalah 40 mg/kg BB.

Dari hasil perhitungan didapat dosis natrium diklofenak untuk mencit dengan BB

20g adalah 4,48 mg/kg BB. Untuk mengetahui apakah pada dosis tersebut efektif

juga bila digunakan pada mencit maka dilakukan orientasi dengan menambah dua

dosis lainnya (3,36 dan 5,6 mg/kg BB).

Hasil orientasi dosis efektif natrium diklofenak ini berupa data mean bobot

(52)

ditimbulkan oleh dosis natrium diklofenak 3,36 mg/kg BB, sedangkan mean udema

terkecil ditimbulkan oleh dosis 4,48 mg/kg BB.

0

Dosis Natrium Diklofenak (mg/kg BB)

Gambar 8. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah pemberian natrium diklofenak dalam tiga peringkat dosis

Data hasil orientasi ini dianalisis dengan statistik menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan dengan uji Anava satu arah dan uji Scheffe.

Tabel II. Hasil uji Scheffe orientasi dosis efektif natrium diklofenak

Kelompok Dosis Natrium Diklofenak

Bobot udema rata-rata (g)

(X±SE)

Dosis

Pembanding Probabilitas

I 3,36 mg/kg BB 0,0769 ± 0,0026 4,48 mg/kg BB

(53)

Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara mean bobot udema kaki

mencit yang diberi natrium diklofenak dosis 4,48 mg/kg BB dengan dosis 3,36

mg/kg BB dan antara dosis 5,6 mg/kg BB dengan dosis 3,36 mg/kg BB, sedangkan

antara dosis 4,48 mg/kg BB dan 5,6 mg/kg BB tidak ada perbedaan yang bermakna

secara statistik. Dosis 4,48 mg/kg BB ditetapkan sebagai dosis efektif dalam

percobaan ini karena efek penurunan udema yang dihasilkan oleh natrium diklofenak

pada dosis ini paling besar walaupun secara statistik perbedaannya tidak bermakna

dengan dosis 5,6 mg/kg BB.

3. Orientasi waktu pemberian natrium diklofenak

Selanjutnya dilakukan orientasi waktu pemberian natrium diklofenak untuk

menentukan kapan waktu pemberian natrium diklofenak yang paling efektif dalam

menurunkan udema yang ditimbulkan oleh injeksi subplantar kargenin 1%. Rentang

waktu yang digunakan adalah 15, 30, 45, dan 60 menit sebelum injeksi karagenin

1%. Dosis natrium diklofenak yang digunakan dalam orientasi ini adalah dosis

efektif natrium diklofenak hasil orientasi sebelumnya, yaitu 4,48 mg/kg BB.

Hasil orientasi waktu pemberian natrium diklofenak berupa data mean bobot

udema kaki mencit, dapat dilihat pada gambar 8. Data mean bobot udema ini

kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov,

dilanjutkan dengan uji Anava satu arah dan uji Scheffe. Hasil analisis dapat dilihat

pada tabel 3. Hasil statistik tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang

bermakna (p<0,05) antara waktu 15 dan 45 menit, antara 15 dan 60 menit, antara 30

dan 45 menit, serta antara 30 dan 60 menit. Sedangkan antara waktu 15 dan 30 menit

(54)

Mean bobot udema paling kecil diperlihatkan pada waktu 60 menit, tetapi tetap

dipilih waktu 45 menit sebagai waktu efektif pemberian natrium diklofenak dengan

alasan penghematan waktu.

0

Waktu Pem berian Natrium Diklofenak (m enit)

M

Gambar 9. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif pada selang waktu tertentu

Tabel III. Hasil uji Scheffe orientasi waktu pemberian natrium diklofenak pada dosis efektifnya

Kelompok Waktu Pemberian

(55)

4. Orientasi waktu pemberian beta karoten terhadap natrium diklofenak

Orientasi ini bertujuan untuk menentukan kapan sebaiknya pemberian beta

karoten dilakukan sebelum pemberian natrium diklofenak. Dalam penelitian ini, beta

karoten diberikan dengan selang waktu pemberian 15, 30, 45, dan 60 menit sebelum

pemberian natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB. Waktu pemberian yang optimal

ditentukan pada saat bobot udema kaki mencit mencapai minimum. Hasilnya dapat

dilihat pada gambar 9.

0

Gambar 10. Grafik mean bobot udema kaki mencit setelah pemberian beta karoten pada selang waktu tertentu terhadap natrium diklofenak

Pada gambar 9 dapat dilihat bahwa bobot udema kaki mencit tercapai pada

menit ke-15. Data mean bobot udema yang didapat dianalisis secara statistik

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan dengan uji Anava satu arah dan

uji Scheffe. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel IV. Hasil statistik tersebut

menujukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara waktu

pemberian beta karoten 15 menit sebelum natrium diklofenak dengan waktu

pemberian beta karoten 30 menit dan 45 menit sebelum natrium diklofenak.

Sedangkan antara selang waktu pemberian beta karoten 15 menit dan 60 menit

(56)

menunjukkan bahwa efek penurunan bobot udema kaki mencit akibat pemberian beta

karoten 15 menit dan 60 menit sebelum natrium diklofenak adalah sama. Namun,

tetap dipilih waktu pemberian beta karoten 15 menit sebelum natrium diklofenak

dengan alasan penghematan waktu dan bobot udema kaki mencit yang terukur adalah

paling kecil.

Tabel IV. Hasil uji Scheffe orientasi waktu pemberian beta karoten terhadap natrium diklofenak

Kelompok Waktu Pemberian

(57)

B. Uji Daya Antiinflamasi

Uji daya antiinflamasi ini bertujuan untuk mengamati ada atau tidaknya

pengaruh pemberian beta karoten beberapa saat sebelum pemberian natrium

diklofenak terhadap daya antiinflamasi natrium diklofenak sebagai kontrol positif,

sekaligus menentukan besarnya pengaruh tersebut. Daya antiinflamasi yang

dimaksud adalah kemampuan untuk mengurangi udema pada kaki hewan uji akibat

injeksi karagenin 1% subplantar. Metode uji yang digunakan pada penelitian ini

adalah metode induksi udema pada telapak kaki belakang mencit oleh karagenin

yang telah dimodifikasi (Langford dkk, 1972). Alasan menggunakan metode ini

karena merupakan metode yang sederhana dari segi perlakuan, pengamatan,

pengukuran, dan pengolahan data serta murah dari segi peralatan dan bahan yang

digunakan. Sebagai zat penginduksi udema, digunakan karagenin karena udema yang

dihasilkan reproduksibel dan tidak merusak jaringan. Karagenin juga merupakan

salah satu iritan penginduksi udema yang paling banyak digunakan untuk

memprediksi efektifitas potensial obat-obat antiinflamasi karena proses induksi

udema yang ditimbulkannya bergantung pada reaksi siklooksigenase, melalui 2 fase,

yaitu fase awal dan akhir. Fase awal terjadi sekitar 60 menit setelah induksi

karagenin, di mana terjadi pelepasan histamin, serotonin dan bradikinin. Fase akhir

berlangsung selama 60 menit setelah injeksi sampai kurang lebih 3 jam. Fase ini

berhubungan dengan pelepasan radikal bebas neutrofil seperti hidrogen peroksida,

superoksida, radikal hidroksil serta prostaglandin (Suleyman dkk., 2004).

Dalam uji daya antiinflamasi ini digunakan 4 kelompok kontrol. Kontrol

(58)

karagenin ini dilakukan untuk melihat seberapa besar bobot udema yang dapat

ditimbulkan oleh zat penginduksi udema ini tanpa perlakuan apapun. Kontrol kedua

adalah kontrol negatif aquades, yang digunakan untuk melihat apakah aquades

sebagai pelarut natrium diklofenak juga dapat memberikan efek antiinflamasi.

Kontrol ketiga adalah kontrol minyak kelapa, untuk melihat apakah minyak kelapa

sebagai pelarut beta karoten ikut mempengaruhi efek antiinflamasi pada kelompok

perlakuan. Kelompok perlakuan dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan

peringkat dosis beta karoten, yaitu 0,6523; 0,9225; 1,3046 dan 1,845 mg/kg BB,

yang dikombinasikan dengan natrium dikofenak dosis 4,48 mg/kg BB. Berdasarkan

uji pendahuluan, pemberian beta karoten dilakukan 15 menit sebelum pemberian

natrium diklofenak.

Hasil uji daya antiinflamasi ini berupa data bobot udema kaki mencit.

Berikut ini adalah data mean bobot udema kaki mencit hasil uji daya antiinflamasi

pada kelompok kontrol dan perlakuan.

0

(59)

0

Gambar 12. Grafik % daya antiinflamasi kelompok perlakuan disertai kontrol

Keterangan gambar 10 dan gambar 11:

1 = kelompok kontrol (-) karagenin 1% 2 = kelompok kontrol (-) aquadest 3 = kelompok kontrol (-) minyak kelapa 4 = kelompok kontrol (+) natrium diklofenak

5 = kelompok perlakuan beta karoten 0,6523 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

6 = kelompok perlakuan beta karoten 0,9225 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

7 = kelompok perlakuan beta karoten 1,3046 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

8 = kelompok perlakuan beta karoten 1,8450 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

Tabel V. Data mean bobot udema dan persentase daya antiinflamasi kelompok perlakuan beserta kontrol

Kelompok perlakuan disertai kelompok kontrol

Kontrol minyak kelapa 0,0649 ± 0,0019 24,791

Kontrol natrium diklofenak 0,0551 ± 0,0022 36,132

Beta karoten 0,6523 mg/kg BB *) 0,0772 ± 0,0042 10,529

Beta karoten 0,9225 mg/kg BB *) 0,0540 ± 0,0039 37,384

Beta karoten 1,3046 mg/kg BB *) 0,0614 ± 0,0051 28,850

Beta karoten 1,8450 mg/kg BB *) 0,0655 ± 0,0026 24,096

(60)

Tabel VI. Rangkuman hasil anava satu arah, dengan taraf kepercayaan 95%, persentase daya antiinflamasi kelompok perlakuan beserta kontrol

Keterangan Df F Probabilitas (P)

Daya antiinflamasi antar kelompok

perlakuan beserta kontrol 7 9,559 0,000

Tabel VII. Rangkuman hasil uji Scheffe mengenai % daya antiinflamasi kelompok perlakuan disertai kontrol

% Daya Antiinflamasi terhadap Kelompok Pembanding Kelompok

Keterangan gambar dan tabel:

1 = kelompok kontrol (-) karagenin 1% 2 = kelompok kontrol (-) aquadest 3 = kelompok kontrol (-) minyak kelapa 4 = kelompok kontrol (+) natrium diklofenak

5 = kelompok perlakuan beta karoten 0,6523 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

6 = kelompok perlakuan beta karoten 0,9225 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

7 = kelompok perlakuan beta karoten 1,3046 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

8 = kelompok perlakuan beta karoten 1,8450 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

b = berbeda bermakna (p<0,05) tb = berbeda tidak bermakna (p>0,05) DA = daya antiinflamasi

Pada gambar 10, mean bobot udema kaki mencit yang terjadi pada kontrol

negatif karagenin 1% dan kontrol negatif aquades terlihat tidak berbeda jauh. Selain

itu, berdasarkan hasil uji Sceffe mengenai % daya antiinflamasi (tabel VIII), kontrol

(61)

karagenin 1%. Dapat diasumsikan bahwa aquades sebagai pelarut natrium diklofenak

tidak memiliki efek antiinflamasi.

Berbeda dengan kontrol aquades, kelompok kontrol minyak kelapa

meperlihatkan persentase daya antiinflamasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan

kelompok kontrol negatif lainnya, seperti terlihat pada gambar 11 dan tabel VI.

Walaupun pada hasil uji Scheffe (tabel VIII) kontrol minyak kelapa berbeda secara

tidak bermakna dengan kontrol karagenin, namun dapat diasumsikan bahwa minyak

kelapa sebagai pelarut beta karoten juga memiliki efek antiinflamasi dan turut

menyumbang efek penurunan bobot udema pada kelompok perlakuan. Oleh karena

itu, persentase daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan dikurangi persentase

daya antiinflamasi minyak kelapa untuk mendapatkan persentase daya antiinflamasi

kelompok perlakuan yang sesungguhnya. Persentase daya antiinflamasi kelompok

perlakuan sebelum dikurangi % daya antiinflamasi minyak kelapa adalah 10,529%;

37,384%; 28,850%; dan 24,096%. Setelah dikurangi dengan % daya antiinflamasi

minyak kelapa, % daya antiinflamasinya menjadi -14,262%; 12,593%; 4,058%; dan

(62)

-15

Gambar 13. Grafik % daya antiinflamasi kelompok perlakuan setelah dikurangi kontrol minyak kelapa

Keterangan:

1 = kelompok perlakuan beta karoten 0,6523 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

2 = kelompok perlakuan beta karoten 0,9225 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

3 = kelompok perlakuan beta karoten 1,3046 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

4 = kelompok perlakuan beta karoten 1,8450 mg/kg BB dengan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

Beta karoten dapat mengurangi inflamasi dengan cara menangkap radikal

bebas yang muncul selama proses inflamasi berlangsung, yaitu pada proses oksidasi

asam arakhidonat menjadi endoperoksidnya (Lieber dan Leo, 1999). Pada penelitian

yang dilakukan oleh Utami (2006), beta karoten murni terbukti mampu menurunkan

bobot udema kaki mencit yang terinduksi karagenin 1%. Berdasarkan hasil tersebut,

disimpulkan bahwa beta karoten memiliki efek antiinflamasi dengan % daya

antiinflamasi pada dosis optimumnya (0,9225 mg/kg BB) sebesar 40,94%. Natrium

diklofenak, sebagai antiinflamasi nonsteroid, menghambat proses inflamasi dengan

(63)

terhambat (Wilmana, 1995). Daya antiinflamasi natrium diklofenak yang didapat

pada penelitian ini sebesar 36, 132%.

Baik beta karoten maupun natrium diklofenak, bila diberikan sebagai obat

tunggal, sama-sama memiliki efek mengurangi inflamasi. Bila keduanya digunakan

secara bersamaan dalam kombinasi sebagai antiinflamasi, interaksi yang diharapkan

terjadi di antara keduanya adalah efek penambahan (adisi) sederhana, di mana efek

dari penggunaan dua obat sama dengan efek obat pertama ditambah efek obat kedua.

Contoh perhitungan untuk penambahan sederhana:

% DA kontrol positif natrium diklofenak = 36,132 %

% DA beta karoten 0,9225 mg/kg BB = 40,94 % + (Utami, 2006)

77,072 %

Namun, berdasarkan hasil uji daya antiinflamasi dalam penelitian ini, persentase

daya antiinflamasi beta karoten 0,9225 mg/kg BB yang dikombinasikan dengan

natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB adalah 12,593 %. Jumlah ini lebih kecil dari efek

penambahan sederhana di atas. Efek penambahan ini disebut efek penambahan infra.

Disimpulkan bahwa interaksi yang terjadi akibat pemberian kedua obat ini

secara bersamaan dalam kombinasi adalah homoergi-heterodinami yang bersifat

antagonisme dengan luaran efek penambahan infra. Homoergi, karena efek

masing-masing obat (baik beta karoten maupun natrium diklofenak) memiliki efek yang

sama, yaitu mengurangi inflamasi. Heterodinami, karena efeknya dalam mengurangi

inflamasi melalui mekanisme yang berbeda. Natrium diklofenak mengurangi

inflamasi dengan menghambat kerja siklooksigenase (Tjay dan Rahardja, 2002),

(64)

terbentuk pada proses inflamasi sehingga proses oksidasi asam arakidonat menjadi

endoperoksidnya terhambat (Paiva dan Russel, 1999; Lieber dan Leo, 1999).

Dalam penelitian ini, didapatkan % daya antiinflamasi kelompok perlakuan

(pemberian beta karoten 15 menit sebelum natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB) lebih

rendah daripada % daya antiinflamasi kontrol positifnya (natrium diklofenak). Bila

dibandingkan dengan penelitian Utami (2006) mengenai efek antiinflamasi beta

karoten, % daya antiinflamasi pada penggunaan beta karoten sebagai praperlakuan

natrium diklofenak juga lebih kecil daripada % efek antiinflamasi yang didapat dari

pemberian beta karoten murni.

Diduga ada beberapa kemungkinan interaksi yang terjadi akibat penggunaan

kedua jenis obat ini (beta karoten dan natrium diklofenak). Kemungkinan pertama

adalah terjadinya interaksi farmakodinamik, di mana terjadi perubahan efek obat

objek (natrium diklofenak) akibat adanya obat lain (beta karoten), telah dibahas di

atas. Kemungkinan kedua adalah terjadinya interaksi farmakokinetik, di mana

interaksi dapat terjadi sepanjang proses absorpsi, distribusi, metabolisme, maupun

ekskresi, mengingat bahwa selang waktu pemberian antar kedua senyawa cukup

singkat. Berdasarkan hasil orientasi, pemberian beta karoten dilakukan 15 menit

sebelum pemberian natrium diklofenak. Kemungkinan ketiga adalah terjadinya

interaksi farmasetik, terkait dengan penggunaan minyak kelapa sebagai pelarut beta

karoten. Kemungkinan interaksi ini terjadi pada saluran pencernaan, dengan

pertimbangan bahwa larutan beta karoten belum terabsorpsi sempurna pada saat

larutan natrium diklofenak dimasukkan ke dalam saluran pencernaan. Minyak kelapa

(65)

memiliki rantai karbon 12, dan termasuk asam lemak rantai menengah alias medium

chain fatty acid (MFCA). Efek antiinflamasi minyak kelapa ini diduga berasal dari

kandungan antioksidan alaminya, yaitu antara lain vitamin E, yang juga memiliki

sifat sebagai antioksidan. Namun kemungkinan terjadinya interaksi farmakokinetik

dan farmasetik tidak dapat dibuktikan dalam penelitian ini.

Persentase daya antiinflamasi kelompok perlakuan di atas (tabel 9)

dibandingkan dengan % daya antiinflamasi natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB

sehingga didapatkan potensi relatif daya antiinflamasi kelompok perlakuan terhadap

natrium diklofenak sebagai kontrol positif. Dengan demikian, potensi relatif daya

antiinflamasi natrium diklofenak adalah 100%. Hasil perbandingan tersebut dapat

dilihat pada lampiran 6.

C. Konversi Dosis Beta Karoten sebagai Antiinflamasi dari Mencit ke Manusia

Konversi ini bertujuan untuk mengetahui dosis beta karoten yang dapat

digunakan oleh manusia sebagai anti inflamasi. Dalam penelitian ini, dosis beta

karoten yang menunjukkan daya antiinflamasi yang optimal adalah pada dosis

0,9225 mg/kg BB. Konversi dosis dari mencit 20 g ke manusia 70 kg adalah sebagai

berikut:

Faktor konversi dosis dari mencit 20 g ke manusia 70 kg = 387,9 (Laurence &

Bacarach, 1964 cit Anonim, 2005).

Dosis pada manusia 70 kg = dosis beta karoten pada mencit × ×

1000 20

faktor konversi

= 0,9225 mg/kg BB × ×

1000 20

(66)

= 7,16 mg

≈ 7,2 mg

Jadi, dosis beta karoten sebagai antiinflamasi pada manusia 70 kg adalah 7,2 mg.

D. Perbandingan Hasil Penelitian dengan Penelitian lain

Penelitian ini dibandingkan dengan penelitian Utami (2006) mengenai efek

antiinflamasi beta karoten pada mencit putih jantan.

Tabel VIII. Perbandingan data % efek anti inflamasi beta karoten dengan data % daya antiinflamasi beta karoten sebagai praperlakuan

natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB Dosis beta karoten

(mg/kg BB) yang digunakan dalam

penelitian

Beta karoten *) (% EA)

Beta karoten sebagai praperlakuan natrium diklofenak

(% DA)

0,6523 3,24 -14,262

0,9225 40,94 12,593 1,3046 25,08 4,058 1,8450 29,28 -0,696

Keterangan: EA = efek antiinflamasi

DA = daya antiinflamasi *) hasil penelitian Utami (2006)

Persentase efek antiinflamasi beta-karoten hasil penelitian Utami relatif lebih

tinggi dibandingkan persentase daya antiinflamasi beta karoten (dalam 4 peringkat

dosis) sebagai praperlakuan natrium diklofenak 4,48 mg/kg BB. Perbandingan data

tersebut dapat dilihat dalam tabel VIII di atas. Berdasarkan hasil ini, terlihat bahwa

terjadi penurunan persentase daya antiinflamasi pada saat beta karoten digunakan

sebagai praperlakuan natrium diklofenak 4,48 mg/kg dibandingkan pada saat beta

(67)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. penggunaan beta karoten yang dikombinasikan dengan natrium diklofenak

4,48 mg/kg BB menurunkan daya antiinflamasi natrium diklofenak.

2. persentase daya antiinflamasi yang ditimbulkan oleh beta karoten 0,6523;

0,9225; 1,3046; dan 1,8450 mg/kg BB yang dikombinasikan dengan natrium

diklofenak 4,48 mg/kg BB berturut-turut sebesar -14,262 %; 12,593 %; 4,058

%; dan -0,696 %.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk melanjutkan

penelitian mengenai:

1. pengaruh pemberian beta karoten terhadap daya antiinflamasi natrium

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1989, The Merck Index: An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and

Biologicals, 8th edition, p1278, Merck and Co. Inc., USA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen

Kesehatan Indonesia, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta

Anonim, 2003, Beta Karoten, Nusaindah.tripod.com, diakses pada 11

Oktober 2003

Anonim, 2005, Petunjuk Praktikum Farmakologi, 7, Laboratorium

Faarmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta

Donatus, I.A., 2005, Antaraksi Farmakokinetika, 9-10, Bagian Farmakologi

dan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Gryglewski, R.J., 1977, Some Experimental Models for the study of Infammation and Anti-Inflammatory Drugs, in I. L. Bonta, J.

Thomson, and K. Brune, Inflammation: Mechanism and

Their Impact on Therapy, p 19-21, Birkhauser Verlag Basel, Rotterdam

Katzung, B.G, 2001, Basic and Clinical Pharmakology, 8th edition,

diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi, Fakultas

Kedokteran, Universitas Airlangga ), Farmakologi Dasar dan

Klinik, 449-462, 637, Penerbit Salemba Medika, Jakarta

Langford, F.D., Holmes, P.A., and Emele, J.F., 1972, Objective Method for

Evaluation of Analgesic/Anti-Inflammatory Activity, Journal

of Pharmaceutical Science, 61 (1), 75-88

Lestari, N.L.W., 2005, Pengaruh Kombinasi Jus Wortel (Daucus carota, L) dan Apel Hijau (Pyrus malus, L) terhadap Daya Antiinflamasi Natrium Diklofenak pada Mencit Jantan,

Gambar

Tabel I. Hasil uji Scheffe orientasi waktu pemotongan kaki mencit
Gambar 13.   Grafik % daya antiinflamasi  kelompok perlakuan setelah
Tabel persentase daya antiinflamasi dan potensi relatif
Gambar 1. Struktur kimia all-trans β-karoten (Anonim, 1989).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya aplikasi ini proses monitoring dan evaluasi dapat terpenuhi karena terdapat fungsi dashboard pada aplikasi yang dapat menampilkan presensate pelanggaran

Kerusakan dan terganggunya ekosistem mangrove disepanjang pesisir Sumatera Barat akan menyebabkan terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan dan biota lainnya dan

Pengelolaan air tanah di Jawa Barat mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang telah diimplementasikan dalam Peraturan Daerah Nomor 5

17 Tahun 2000, bahwa: “kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepailitan demi kepentingan umum.” kedua, Pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa: “kejaksaan dapat mengajukan

Modul File memungkinkan pengajar untuk memasukkan materi ajar dalam bentuk file dokumen seperti word, power point, atau pdf.. File tersebut diunduh oleh siswa dan dibaca

Kawasan permukiman per- kotaan adalah kawasan yang diguna- kan untuk kegiatan permukiman dengan kegiatan utama non pertanian dan pada umumnya ditunjang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami mahasiswa dalam memahami materi integral lipat dua pada koordinat polar mata kuliah

Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih afektif dan efisien.