• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI (Studi Kasus: Mahasiswa Akuntansi Universitas Kristen Petra Surabaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI (Studi Kasus: Mahasiswa Akuntansi Universitas Kristen Petra Surabaya)."

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Oleh : Deby Warda Ningtyas

0713010011/FE/EA

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR

(2)

i

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,

karunia serta bimbingannya, sehingga penulisan skripsi yang saya buat sebagai

salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana ekonomi, jurusan

Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur dengan judul: “Pengar uh Per ilaku Belajar dan Kecer dasan

Emosional ter hadap Str es Kuliah Mahasiswa Akuntansi (Studi Kasus

Mahasiswa Ak untansi Univer sitas Kr isten Petra Surabaya)”.

Tentunya dalam proses penulisan ini tidak terlepas dari bimbingan,

bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam hal ini secara

khusus peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

tinggi kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. H. Rahman Amrulloh Suwaidi, MS selaku Wakil Dekan 1

Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

(3)

ii

telah sabar memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan

mengarahkan penulis demi sempurnanya penyusunan penelitian ini.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan di lingkungan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, khususnya

segenap Dosen Jurusan Akuntansi yang telah membekali peneliti

pengetahuan-pengetahuan yang sangat berguna dan berharga.

7. Terima kasih kepada Kepala Program Studi Akuntansi Universitas Kristen

Petra Surabaya beserta seluruh staf yang telah membantu saya selama

penelitian berlangsung.

8. Secara khusus terima kasih sedalam-dalamnya kepada Bapak, Ibu, adek

tercinta dan keluarga besar Almarhum Muntari yang telah memberikan

banyak dorongan, semangat serta doa restu, baik secara moril maupun

materiil.

9. Buat maz Luqman Ali, terima kasih atas doa, kasih sayang, bantuan serta

semangatnya kepada penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini.

Makasih banyak ya maz.

10. Teman – teman seperjuangan riza “cilik“, maz rohmad, suryo, arvil, mbak

(4)

iii

12. Teman – teman HMAK yang sudah banyak memberikan wawasan dalam

organisasi, membantu dalam bidang akademik, banyak memberikan rasa

kekeluargaan yang begitu besar. MAKASIH DOLOR. HMAK SOLID !!!!

13. Serta semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga

terselesaikannya skripsi ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa usulan penelitian ini masih jauh

dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun

guna kesempurnaan usulan penelitian ini.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak demi

kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi khususnya. Amin.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Surabaya, April 2012

(5)

iv

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAKSI... xiii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Rumusan Masalah... 9

1.3. Tujuan Penelitian... 9

1.4. Manfaat Penelitian... 10

BAB II : TINJ AUAN PUSTAKA... 11

2.1. Penelitian Terdahulu... 11

2.2. Landasan Teori... 15

2.2.1. Akuntansi Keperilakuan... 15

2.2.1.1. Pengertian Akuntansi Keperilakuan... 16

2.2.1.2. Persamaan dan Perbedaan Ilmu Keperilakuan Dan Akuntansi Keperilakuan………. . 19

2.2.1.3. Tujuan dan Manfaat Akuntansi Keperilakuan… 20 2.2.1.4. Dimensi Akuntansi Keperilakuan... 21

(6)

v

2.2.2.2. Kebiasaan Belajar... 26

2.2.2.3. Teori Belajar... 28

2.2.2.4. Aspek Belajar... 32

2.2.3. Kecerdasan Emosional... 34

2.2.3.1. Pengertian Kecerdasan Emosional... 34

2.2.3.2. Komponen Kecerdasan Emosional... 36

2.2.4. Stres Kuliah... 39

2.2.4.1. Pengertian Stres... 39

2.2.4.2. Penyebab Stres... 40

2.2.4.3. Dampak Stres... 42

2.2.4.4. Mengelola Stres... 43

2.2.5. Pengaruh Perilaku Belajar terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi... 49

2.2.6. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi... 51

2.3. Kerangka Pemikiran... 53

2.4. Hipotesis... 53

BAB III : METODE PENELITIAN... 54

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 54

(7)

vi

3.2.2. Sampel... 58

3.3. Teknik Pengumpulan Data... 59

3.3.1. Jenis Data... 59

3.3.2. Sumber Data... 59

3.3.3. Teknik Pengumpulan Data... 59

3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis... 60

3.4.1. Uji Validitas... 60

3.4.2. Uji Reliabilitas... 61

3.4.3. Uji Normalitas... 61

3.4.4. Uji Asumsi Klasik………... 61

3.4.4.1. Autokorelasi…. ... 62

3.4.4.2. Multikolinieritas……… 62

3.4.4.3. Heteroskedastisitas... 63

3.4.5. Teknis Analisis… ... 63

3.4.6. Uji Hipotesis………... 64

3.4.6.1. Uji Spesifikasi Model F……… 64

3.4.6.2. Uji t………... 65

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 66

(8)

vii

4.1.2.1. Visi ……... 69

4.1.2.2. Misi ………... 69

4.1.3. Profil Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Kristen Petra Surabaya ………... 69

4.1.3.1. Mahasiswa S1 Program Studi Akuntansi

Universitas Kristen Petra Surabaya...71

4.1.3.2. Para Dosen dan Staf Program Studi Akuntansi

Bisnis ………... 71

4.1.3.3. Visi dan Misi Program Studi Akuntansi

Bisnis ………... 72

4.1.3.4. Para Dosen dan Staf Program Studi Akuntansi

Pajak ………... 73

4.1.3.3. Visi dan Misi Program Studi Akuntansi

Pajak …………..………... 74

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian... 75

4.2.1. Rekapitulasi Jawaban Variabel Perilaku Belajar (X1)… 75

4.2.2. Rekapitulasi Jawaban Variabel Kecerdasan Emosional

(X2)... 77

(9)

viii

4.3.1.2 Kecerdasan Emosional (X2)... 83

4.3.1.3 Stres Kuliah (Y)... 87

4.3.2. Uji Reliabilitas... 88

4.3.3. Uji Normalitas... 89

4.4. Uji Asumsi Klasik... 90

4.4.1. Multikolinieritas... 90

4.4.2. Heterokedastisitas... 91

4.5. Analisis Regresi Linier Berganda... 93

4.5.1.Persamaan Regresi... 93

4.5.2.Koefisien Determinasi... 94

4.5.3.Uji Hipotesis... 95

4.5.3.1.Uji Kesesuaian Model F... 95

4.5.3.2.Uji t ... 96

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian... 97

4.7. Konfirmasi Hasil Penelitian dengan Tujuan dan Manfaat Penelitian... 99

4.8. Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu... 100

4.9. Keterbatasan Penelitian... 103

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 104

(10)
(11)

x

Gambar 4.1. : Grafik Jumlah Mahasiswa dan Lulusan Universitas Kristen

(12)

xi

Tabel 4.1. : Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata - Rata Jawaban Responden

Variabel Perilaku Belajar………... 76

Tabel 4.2. : Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata - Rata Jawaban Responden Variabel Kecerdasan Emosional………... 78

Tabel 4.3. : Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata - Rata Jawaban Responden Variabel Stres Kuliah... 80

Tabel 4.4. : Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku Belajar (X1)…………... 82

Tabel 4.5. : Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional (X2)... 84

Tabel 4.6. : Hasil Uji Validitas Variabel Stres Kuliah (Y)... 87

Tabel 4.7. : Hasil Uji Reliabilitas... 89

Tabel 4.8. : Hasil Uji Normalitas... 90

Tabel 4.9. : Hasil Uji Multikolinieritas... 91

Tabel 4.10.: Hasil Uji Heterokedastisitas... 92

Tabel 4.11.: Hasil Estimasi Koefisien Regresi... 93

Tabel 4.12.: Pengaruh Variabel... 94

Tabel 4.13.: Hasil Uji F Variabl Bebas dengan Variabel Terikat... 95

Tabel 4.14.: Hasil Uji t Variabel Bebas dengan Variabel Terikat... 96

(13)

xii

Lampiran 2 : Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel Perilaku Belajar (X1)

Lampiran 3 : Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel Kecerdasan Emosional

(X2)

Lampiran 4 : Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel Stres Kuliah (Y).

Lampiran 5 : Uji Normalitas

Lampiran 6 : Uji Multikolinieritas dan Uji Heterokedastisitas

Lampiran 7 : Uji Analisis Regresi Linier Berganda

Lampiran 8 : Tabulasi Data Variabel Perilaku Belajar (X1)

Lampiran 9 : Tabulasi Data Variabel Kecerdasan Emosional (X2).

(14)

xiii Oleh

Deby War da Ningtyas

Abstr aksi

Perilaku belajar didefinisikan sebagai kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar yang jelek disebabkan oleh kurangnya kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi, sehingga mahasiswa tersebut merasa frustasi dalam menjalankan proses belajar. Proses belajar mengajar berkaitan dengan kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional ini mampu melatih kemampuan mahasiswa tersebut, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, memotivasi dirinya, tegar dalam menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan emosi berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman.

Penelitian ini dilakukan pada 75 mahasiswa akuntansi Universitas Kristen Petra Surabaya angkatan tahun 2008 dan 2009 dengan data primer berupa kuesioner. Alat analisis yang digunakan adalah regresi. Hasil analisis kemudian di analisis dengan uji asumsi klasik serta uji F dan uji t statistik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku belajar dan kecerdasan emosional tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stres kuliah responden. Variabel perilaku belajar mempunyai pengaruh negatif terhadap stres kuliah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,038. Pengaruh negatif ini menunjukkan pengaruh yang terbalik, artinya jika perilaku belajar meningkat mengakibatkan stres kuliah menurun, begitu pula sebaliknya. Sedangkan variabel kecerdasan emosional mempunyai pengaruh positif terhadap stres kuliah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,023. Pengaruh positif ini menunjukkan terjadinya perubahan yang searah dari variabel kecerdasan emosional terhadap variabel stres kuliah. Pernyataan ini tidak memiliki makna karena nilai signifikansi > 0,05, yang berarti pengaruh kecerdasan emosional terhadap stres kuliah tidak terbukti kebenarannya.

(15)

1

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia. Pendidikan yang memadai akan dapat membuat

manusia mempunyai kesempatan memperbaiki kehidupannya dan lebih

terbuka menerima berbagai inovasi, memperluas cakrawala dan

mempertajam berbagai fenomena.

Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu usaha yang

dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan taraf hidup ke arah yang

lebih sempurna. Pendidikan juga merupakan suatu kekuatan dinamis yang

sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik, mental, etika dan

seluruh aspek kehidupan manusia (Sriatun, 2010 : 1).

Suwardjono (1991) dalam Marita dkk. (2008) menyatakan bahwa

mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi dituntut tidak hanya

mempunyai keterampilan teknis juga memiliki daya dan kerangka pikir

serta sikap mental dan kepribadian tertentu sehingga mempunyai wawasan

luas dalam menghadapi masalah – masalah dalam dunia nyata

(16)

Survey Lembaga Independen tentang peringkat kualitas perguruan

tinggi di dunia menunjukkan bahwa hanya terdapat lima universitas di

Indonesia yang berada di peringkat 500 dunia yaitu UI, UGM, ITB, ITS,

dan UNDIP. Hal ini sangat memprihatinkan karena dibanding Malaysia

misalnya, di mana jumlah universitas Malaysia yang masuk 500 top

university jauh lebih banyak dibanding Indonesia. Fenomena di atas

menunjukkan bahwa kinerja universitas di Indonesia yang merupakan

salah satu lembaga yang berperan penting dalam mencetak sumber daya

manusia sangat tertinggal jauh dibanding negara Malaysia misalnya (Ilyas,

2007 : 2).

Perguruan tinggi merupakan jenjang terakhir pengelolaan manusia

dalam pendidikan formal. Dalam proses, terutama setelah pengolahan ini,

individu diharapkan harus sudah memiliki keterampilan dan pengetahuan

memadai sebagai bekal hidup dalam masyarakat, memiliki sikap positif

bagi pengembangan diri lebih lanjut dan sikap menghargai kepentingan

masyarakat dan negaranya. Tujuan perguruan tinggi yang mengandung

unsur – unsur tersebuit di atas, merupakan tugas yang cukup berat bagi

individu yang belajar di dalamnya. Hal lain yang kompleks adalah struktur

dan sistem perguruan tinggi serta pendekatan dan metode belajar

mengajar yang kompleks dan berbeda dibanding pendidikan sebelumnya

(17)

Ada dua tujuan yang terlibat dan saling menunjang dalam proses

belajar mengajar di perguruan tinggi (El – Qusdy, 2008 : 1):

1. Tujuan lembaga pendidikan dalam menyediakan sumber pengetahuan

dan pengalaman belajar (knowledge and learning experiences).

2. Tujuan individual mereka yang belajar (mahasiswa)

Belajar merupakan hak setiap orang, akan tetapi kegiatan belajar di

suatu perguruan tinggi merupakan suatu hak istimewa karena hanya orang

yang memenuhi syarat saja yang berhak belajar di perguruan tinggi

tersebut. Dengan pengakuan tersebut, harapan adalah bahwa seseorang

yang mengalami proses belajar secara formal akan mempunyai wawasan,

pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan perilaku tertentu sesuai

dengan apa yang ingin dituju oleh lembaga pendidikan (El – Qusdy, 2008:

1).

Akuntansi keperilakuan dalam hal ini sangat berperan penting

dalam hal dorongan untuk membiasakan belajar dengan baik khususnya

bagi mahasiswa akuntansi. Selain itu, akuntansi keperilakuan juga dapat

merancang sistem informasi untuk mempengaruhi motivasi, moral, dan

produktivitas mahasiswa akuntansi. Perilaku belajar mahasiswa akuntansi

dapat dilihat dari kebiasaan mahasiswa akuntansi dalam mengikuti dan

memantapkan pelajaran, kebiasaan membaca buku teks, kunjungan ke

(18)

Kualitas manusia berkaitan erat dengan kualitas pendidikan, yang

merupakan rangkaian dari pendidikan tingkat dasar, menengah, dan tinggi.

Pendidikan tinggi sebagai lembaga yang membekali peserta didik dengan

penekanan pada nalar dan pemahaman pengetahuan berdasarkan

keterkaitan antara teori dengan pengaplikasiaanya dalam dunia praktik,

berperan penting dalam menumbuhkan kemandirian peserta didik dalam

proses pembelajaran yang diikutinya. Seperangkat kecakapan khusus di

atas dikenal sebagai kecerdasan emosional menentukan seberapa baik

seseorang menggunakan keterampilan – keterampilan yang dimilikinya,

termasuk keterampilan intelektual. Paradigma lama mengganggap yang

ideal adalah adanya nalar yang bebas dari emosi, paradigma baru

menganggap adanya kesesuaian antara kepala dengan hati (Suryaningsum,

dkk. : 2004).

Banyak contoh disekitar kita membuktikan bahwa orang yang

memiliki kecerdasan otak saja, atau banyak memiliki gelar yang tinggi

belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Bahkan seringkali yang

berpendidikan formal lebih rendan ternyata banyak yang lebih berhasil.

Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal

(IQ) saja, padahal yang diperlukan sebenarnya adalah bagaimana

mengembangkan kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif,

optimisme, kemampuan beradaptasi, yang kini telah menjadi dasar

(19)

begitu menjanjikan, namun karirnya terhambat atau lebih buruk lagi,

tersingkir, akibat rendahnya kecerdasan emosional mereka (Melandy dan

Azizah, 2006 : 2).

Goleman (2003) menyatakan bahwa kemampuan akademik

bawaan, nilai rapor, dan prediksi kelulusan pendidikan tingkat tinggi tidak

memprediksi seberapa baik kinerja seseorang sudah bekerja atau seberapa

tinggi sukses yang dicapainya dalam hidup. Sebaliknya ia menyatakan

bahwa seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan

inisiatif mampu membedakan orang sukses dari mereka yang berprestasi

biasa – biasa saja, selain kecerdasan akal yang dapat mempengaruhi

keberhasilan orang dalam bekerja. Ia juga tidak memepertentangkan

kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, melainkan

memperlihatkan adanya kecerdasan yang bersifat emosional, ia berusaha

menemukan keseimbangan cerdas antara emosi dan akal. Kecerdasan

emosional menentukan seberapa baik seseorang menggunakan

keterampilan – keterampilan yang dimilikinya, termasuk keterampilan

intelektual. Paradigma lama menganggap yang ideal adanya nalar yang

bebas dari emosi, paradigma baru menganggap adanya kesesuaian antara

kepala dan hati (Melandy dan Azizah, 2006 : 2 – 3).

Proses belajar mengajar dalam berbagai aspeknya sangat berkaitan

dengan kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional ini

(20)

mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya,

kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan

mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana

hati yang reaktif, serta mampu berempati serta bekerja sama dengan orang

lain. Kemampuan – kemampuan ini mendukung seorang mahasiswa dalam

mencapai tujuan dan cita – citanya.

Sebagai mahasiswa, individu diharapkan mempunyai semangat

hidup tinggi, rasa optimis yang besar, dan motif berprestasi yang tinggi.

Dengan adanya motif berprestasi yang tinggi yang mempunyai sifat –

sifat, seperti selalu berusaha mencapai prestasi optimal, selalu memandang

masa depannya yang optimis, diharapkan mahasiswa dapat sukses dalam

menjalani kehidupan di perguruan tinggi, dan mempunyai prestasi yang

optimal. Namun demikian, kenyataan yang dihadapi mahasiswa tidak

seperti yang diharapkan. Berbagai masalah dialami mahasiswa dan tidak

sedikit mahasiswa yang mengalami gangguan mental. Cobaan yang

bertubi – tubi seperti ada satu mata kulian yang diulang beberapa kali

tetapi masih juga belum lulus dapat menyebabkan mahasiswa pesimis

terhadap masa depannya, keinginan untuk semakin surut, yang akhirnya

dapat memepengaruhi motif berprestasi, sehingga dapat menyebabkan

stres kuliah (Prabandari, 1989 : 19).

Selama menuntut ilmu di perguruan tinggi, mahasiswa terkadang

(21)

kurangnya kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan

tinggi yang akan sangat menentukan sikap dan pandangan belajar di

perguruan tinggi. Keadaan mahasiswa yang merasa bosan dan tertekan ini

dapat menyebabkan mahasiswa mengalami stress (Marita, dkk., 2008: 1).

Belum lama ini terdengar berita mengenai kasus bunuh diri yang

dilakukan mahasiswa Indonesia. Penyebab dari kasus bunuh diri tersebut

adalah bahwa mahasiswa tersebut mengalami stres kuliah.

Kasus ini dialami oleh David Hartanto Wijaya, mahasiswa tingkat

akhir asal Indonesia yang kuliah di Fakultas Teknik Elektro dan

Elektronika, Nanyang Technological University (NTU) Singapura. David

bunuh diri setelah menikam dosen pembimbingnya, Profesor Chan Kap

Lup (45), pada tanggal 2 Maret 2009. David mengalami stres karena

beasiswa yang diterimanya telah dicabut akhir bulan lalu. Padahal skripsi

yang dikerjakannya cukup sulit dan butuh waktu yang lama untuk

menyelesaikannya (http://www.detiknews.com).

Fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tingkat

akhir cenderung mengalami stres kuliah, bahkan sampai bunuh diri.

Mahasiswa tingkat lanjut yang diharapkan sudah beradaptasi dengan

kehidupan di perguruan tinggi, pada kenyataannya tidak demikian. Banyak

mahasiswa yang lari ke biro – biro konsultasi dengan berbagai masalah

(22)

Stres merupakan respon terhadap tekanan yang dirasakan

seseorang dalam berbagai situasi sehingga dapat menyebabkan gangguan

psikologis pada diri seseorang. Gangguan psikologis dapat disebabkan

oleh tekanan – tekanan atau beban yang berlebihan dapat pula terjadi

dalam lingkungan perkuliahan di suatu perguruan tinggi (Marita, dkk.,

2008).

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH

PERILAKU BELAJ AR DAN KECERDASAN EMOSIONAL

TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI (STUDI

KASUS PADA MAHASISWA AKUNTANSI UNIVERSITAS

KRISTEN PETRA SURABAYA)“ .

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah perilaku belajar berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa

akuntansi UK PETRA?

2. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap stres kuliah

(23)

1.3 TUJ UAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empirik adanya

pengaruh perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi

terhadap stres kuliah dan untuk mengetahui apakah kedua variabel

berpengaruh secara signifikan terhadap stres kuliah.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak – pihak yang

berkepentingan, antara lain:

a. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan yang

bermanfaat dalam mengenali mahasiswanya sesuai kematangan

mereka untuk menciptakan suasana kelas yang tidak menimbulkan

stres kuliah.

b. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mempelajari manfaat

kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa sehingga secara

tidak langsung mahasiswa akan belajar untuk mengelola kecerdasan

emosional dengan baik dan menggunakan perilaku belajar yang baik

(24)

c. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan

(25)

11

2.1 Penelitia n Ter dahulu

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki hubungan

dengan penelitian sekarang adalah sebagai berikut:

1. Arbadiati dan Kurniati (2007)

a. Judul

“Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kecenderungan

Problem Focused Coping Pada Sales”

b. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan

kecenderungan problem focused coping pada sales?

c. Hipotesis

Ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan

kecenderungan problem focused coping pada sales.

d. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan dengan arah positif antara kecerdasan emosi

dengan kecenderungan problem focused coping pada sales.

Semakin tinggi kecerdasan emosi, semakin tinggi pula

(26)

2. Marita, Sri Suryaningsum, dan Hening Naafi Shaalih (2008)

a. Judul

“Kajian Empiris atas Perilaku Belajar dan Kecerdasan Emosional

Dalam Mempengaruhi Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi”.

b. Rumusan Masalah

i. Apakah kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa

akuntansi berpengaruh secara signifikan terhadap stress kuliah?

ii. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan

terhadap stress kuliah?

iii. Apakah perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh

secara signifikan terhadap stress kuliah?

c. Hipotesis

i. Kecerdasan emosional dan perilaku belajar berpengaruh

terhadap stres kuliah.

ii. Kecerdasan emosional (kemampuan pengenalan diri,

pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial)

berpengaruh terhadap stres kuliah.

iii. Perilaku belajar mahasiswa akuntansi (kebiasaan mengikuti

pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke

perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian) berpengaruh

(27)

d. Kesimpulan

Persamaan regresi linear berganda menunjukkan bahwa

kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa jurusan

akuntansi, keduanya memeberikan pengaruh negative dan

signifikan terhadap stres kuliah responden. Hasil uji F variabel

kecerdasan emosional dan perilaku belajar, meninjukkan variabel

kecerdasan emosional dan perilaku belajar secara bersama – sama

berpengaruh positif terhadap stres kuliah. Hasil uji t variabel

kecerdasan emosional dan perilaku belajar, menunjukkan

kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa jurusan

akuntansi secara parsial berpengaruh negatif terhadap stres kuliah.

3. Widi Indra Setiaji ( 2011 )

a. Judul

“Pengaruh Perilaku Belajar dan Kecerdasan Emosional Terhadap

Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi (Studi Kasus: Mahasiswa

Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur)”

b. Rumusan Masalah

i. Apakah perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa

akuntansi berpengaruh terhadap stres kuliah?

ii. Apakah perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh

(28)

iii. Apakah kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi

berpengaruh terhadap stres kuliah?

c. Hipotesis

i. H1: Diduga bahwa perilaku belajar mahasiswa akuntansi

berpengaruh terhadap stres kuliah.

ii. H2: Diduga bahwa kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi

berpengaruh terhadap stres kuliah

d. Kesimpulan

Berdasarkan pengujian uji F pada analisis regresi linear

berganda, disimpulkan bahwa variabel perilaku belajar dan

kecerdasan emosional secara simultan berpengaruh signifikan

terhadap stres kuliah mahasiswa. Sedangkan berdasarkan uji t pada

analisis regresi linear berganda, disimpulkan bahwa perilaku

belajar dan kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap stress kuliah mahasiswa S1 Program Studi

Akuntansi Universitas Pembangunan “Veteran” Nasional Jawa

Timur.

Adapun persamaan pada penelitian yang dilakukan sekarang ini

dengan penelitian terdahulu adalah dari segi variabel yaitu perilaku

belajar, kecerdasan emosional dan stres kuliah, sedangkan perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah subyek dan obyeknya,

(29)

mahasiswa Stata satu (S1) progdi akuntansi Universitas Kristen Petra

Surabaya Angkatan tahun 2008 dan 2009 yang menempuh studi dan tidak

sedang cuti kuliah.

2.2 Landasan Teor i

2.2.1Akuntansi Keper ilakuan

Akuntansi keperilakuan sebenarnya merupakan bagian dari ilmu

akuntansi yang semakin berkembang dalam 25 tahun belakangan ini. Hal

ini ditandai dengan lahirnya sejumlah jurnal dan artikel yang berkenaan

dengan keperilakuan ( behavioral ), dan semakin menjamurnya buku –

buku teks berbahasa asing yang membahas tentang akuntansi

keperilakuan. Sal;ah satu jurnal paling populer yang mengangkat

permasalahan akuntansi keperilakuan adalah Behaviour Research in

Accounting yang diterbitkan oleh American Accounting Association. Di

Amerika Serikat sendiri, mata kuliah mengenai akuntansi keperilakuan

semakin banyak ditawarkan. Perkembangan ini juga didukung oleh

semakin bertumbuhnya riset – riset para mahasiswa akuntansi dan

pengajar mereka yang berfokus pada dimensi akuntansi keperilakuan.

Awal perkembangan riset akuntansi keperilakuan menekankan pada aspek

akuntansi manajemen, khususnya penganggaran ( budgeting ), namun

dominan dalam hal ini terus berkembang dan bergeser ke arah akuntansi

(30)

akuntansi keperilakuan telah berkembang, tinjauan literatur telah menjadi

spesialisasi dengan lebih memfokuskan diri pada atribut keperilakuan

spesifik seperti proses kognitif atau riset keperilakuan pada satu topik

khusus seperti audit sebagai tinjauan analitis (analytical review). ( Iksan

dan Ishak, 2005: 3 )

Perkembangan yang pesat dari akuntansi keperilakuan lebih

disebabkan karena akuntansi secara simultan dihadapkan dengan

ilmu-ilmu sosial secara menyeluruh. Mengenai bagaimana perilaku manusia

memengaruhi data akuntansi dan keputusan bisnis, serta bagaimana

akuntansi mempengaruhi keputusan bisnis dan perilaku manusia selalu

dicari jawabannya. Pada gilirannya, akuntansi keperilakuan diyakini dapat

menjadi suatu terobosan yang baik dalam pengukuran bisnis dan

informasi, yang memungkinkan para direktur eksekutif ( CEO ), direktur

keuangan ( CFO ), dan pembuat rencana strategis lainnya untuk

mengoptimalkan keputusan yang diambil, yang pada akhirnya dapat

meningkatkan kinerja perusahaan. ( Iksan dan Ishak, 2005: 4 )

2.2.1.1Penger tian Akuntansi Keper ilakuan

Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi

keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses

pengambilan keputusan bisnis. Tujuan informasi tersebut memberikan

petunjuk dalam memilih tindakan yang paling baik untuk mengalokasikan

(31)

pemilihan dan penetapan suatu keputusan bisnis juga melibatkan aspek –

aspek keperilakuan dari para pengambil keputusan. Dengan demikian,

akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta

kebutuhan organisasi akan informasi yang dapat dihasilkan oleh akuntansi.

Akhirnya menurut Khomsiyah dan Indriantoro ( 2000 ), akuntansi

bukanlah sesuatu yang statis, tetapi akan selalu berkembang sepanjang

waktu seiring dengan perkembangan lingkungan akuntansi, agar dapat

memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya. ( Iksan dan

Ishak, 2005: 1 )

Menurut Iksan dan Ishak ( 2005: 10 ) riset akuntansi keperilakuan

merupakan suatu bidang baru yang secara luas berhubungan dengan

perilaku individu, kelompok, dan organisasi bisnis, terutama yang

berhubungan dengan proses informasi akuntansi dan audit. Studi terhadap

perilaku akuntan dan perilaku dari nonakuntan telah banyak dipengaruhi

oleh fungsi akuntansi dan laporan. Riset akuntansi keperilakuan meliputi

masalah yang berhubungan dengan:

a. Pembuatan keputusan dan pertimbangan oleh akuntan dan auditor.

b. Pengaruh dari fungsi akuntansi, seperti partisipasi dalam penyusunan

anggaran, karakteristik sistem informasi, dan fungsi audit terhadap

perilaku, baik karyawan, manajer, investor, maupun wajib pajak.

c. Pengaruh hasil dari fungsi tersebut, seperti informasi akuntansi dan

(32)

Menurut Siegel dan Marconi ( 1989 ), istilah ilmu keperilakuan

adalah penemuan yang relatif baru. Konsep tersebut begitu luasnya

sehingga lebih baik lingkup dam isinya digambarkan dari awal. Ilmu

keperilakuan mencakup bidang riset manapun yang mempelajari, baik

melalui metode eksperimentasi maupun observasi, perilaku dari manusia

dalam lingkungan fisik maupun sosial. Tujuan dari ilmu keperilakuan

adalah untuk memahami, menjelaskan, dan memprediksikan, perilaku

manusia sampai pada generalisasi yang ditetepkan mengenai perilaku

manusia yang didukung oleh bukti empiris yang dikumpulkan secara

impersonal melalui produser yang terbuka untuk peninjauan maupun

replikasi dan dapat diversifikasi oleh ilmuwan lainnya yang tertarik.

Dengan demikian, ilmu keperilakuan mencerminkan observasi sistematis

atas perilaku manusia dengan tujuan untuk menginformasikan hipotesis

tertentu secara eksperimental melalui referensi terhadap perubahan

perilaku yang dapat diobservasi. ( Iksan dan Ishak, 2005: 25 )

Akuntansi keperilakuan percaya bahwa tujuan utama laporan

akuntansi adalah untuk memengaruhi perilaku dalam rangka memotivasi

tindakan yang diinginkan. Pengenalan hubungan timbal balik antara alat

akuntansi dan perilaku telah memunculkan modifikasi atas definisi

akuntansi konvensional. Definisi akuntansi terbaru dalam lingkaran

(33)

ekonomi untuk berbagai pengambilan keputusan serta hasil keprilakuan

lainnya. ( Iksan dan Ishak, 2005: 27 )

2.2.1.2Per samaan dan Per bedaan Ilmu Kepr ilakuan dan Akuntansi

Keper ilakuan

Ilmu keperilakuan mempunyai kaitan dengan penjelasan dan

prediksi keperilakuan manusia. Akuntansi keperilakuan menghubungkan

antara keperilakuan manusia dengan akuntansi. Para akuntan keperilakuan

juga merasa tertarik untuk melihat bagaimana keprilakuan dapat

memengaruhi perubahan perubahan atas cara akuntansi dilakasanakan dan

bagaimana prosedur laporan akuntansi dapat difunakan lebih efektif untuk

memebantu individu dan organisasi dalam mencapai tujuannya. ( Iksan

dan Ishak, 2005: 27 )

Sementara ilmu keperilakuan merupakan bagian dari ilmu sosial,

akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari ilmu akuntansi dan

pengetahuan keperilakuan. Oleh karena itu, ilmuawan keperilakuan terlibat

dalam riset terhadap aspek – aspek teori motivasi, kepuasan sosial,

maupun bentuk sikap. Sementara para akuntan keperilakuan menerapkan

unsur – unsur khusus dari riset atau teori tersebut untuk menghasilkan

hubungan dengan situasi akuntansi yang ada. ( Iksan dan Ishak, 2005:28 )

Akuntansi keperilakuan diterapkan dengan praktis menggunakan

riset ilmu keperilakuan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku

(34)

dari disiplin ilmu lainnya untuk meningkatkan kegunaannya. Suatu

pertanyaan yang beralasan adalah apakah seorang akunatan keperilakuan

dalam kenyataannya merupakan seorang ilmuwan keperilakuan terapan?

Adalah benar bahwa pekerjaan para akuntan keperilakuan dan ilmuwan

keperilakuan terapan saling tumpang – tindih dalam beberapa bidang.

Kedua kelompok tersebut menggunakan prinsip sosiologi dan psikologi

untuk menilai dan memecahkan permasalahan organisasi. Namun, terdapat

perbedaan penting antara kedua golongan tersebut dalam hubungannya

dengan sasaran hasil, fokus, pendidikan, keahlian, dan fungsi masing –

masing. Akuntansi adalah suatu profesi, dan adalah sangat diinginkan agar

para akuntan menjadi terlatih untuk memikirkan tindakan secara

professional. Pelatihan ini berbeda dari pengalaman yang dilihat oleh para

ilmuwan (Iksan dan Ishak, 2005: 28).

2.2.1.3Tujuan dan Manfaat Akuntansi Keper ilakuan

Akuntansi keperilakuan tidak sama dengan akuntansi tradisional

yang hanya melaporkan data keuangan. Akuntansi keperilakuan

menggunakan metodologi ilmu pengetahuan perilaku untuk melengkapi

gambaran informasi dengan mengukur dan melaporkan faktor manusia

yang mempengaruhi keputusan bisnis dan hasil mereka. Manfaat utama

dari akuntansi keperilakuan ini adalah menyediakan informasi bisnis yang

memungkinkan para direktur eksekutif, direktur keuangan, dan perencana

(35)

secara konvensional tidak dapat diukur tetapi sangat menentukan bisnis

mereka, sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan mereka (Iksan

dan Ishak, 2005: 4).

2.2.1.4Dimensi Ak untansi Kepr ilakuan

Akuntansi keperilakuan berada dibalik peran akuntansi tradisional

yang berarti mengumpulkan, mengukur, mencatat, dan melaporkan

informasi. Dengan demikian, dimensi akuntansi berkaitan dengan perilaku

manusia dan jika dengan desain, konstruksi, serta penggunaan suatu sistem

informasi yang efisien. Akuntansi keperilakuan, dengan

mempertimbangkan hubungan antara perilaku manusia dan sistem

akuntansi, mencerminkan dimensi sosial dan budaya manusia dalam suatu

organisasi (Iksan dan Ishak, 2005: 23).

Secara umum, akuntansi keperilakuan dapat dibagi menjadi tiga

bidang besar (Iksan dan Ishak, 2005: 24):

1. Pengaruh perilaku manusia berdasarkan desain, konstruksi, dan

penggunaan sistem akuntansi. Bidang ini berkaitan dengan sikap dan

filosofi manajemen yang mempengaruhi sifat dasar pengendalian

akuntansi yang berfungsi dalam organisasi.

2. Pengaruh sistem akuntansi terhadap perilaku manusia. Bidang ini

berkenaan dengan bagaimana sistem akuntansi mempengaruhi

motivasi, produktifitas, pengambilan keputusan, kepuasan kerja, serta

(36)

3. Metode untuk memprediksi dan strategi untuk mengubah perilaku

manusia. Bidang ini berhubungan dengan cara sistem akuntansi

digunakan sehingga mempengaruhi perilaku.

2.2.1.5Hubungan Akuntansi Keper ilakuan Dengan Str es Kuliah

Ilmu pengetahuan keperilakuan mempunyai kaitan dengan

penjelasan dan prediksi mengenai keperilakuan manusia. Akuntansi

keperilakuan menghubungkan antara keperilakuan manusia dan akuntansi.

Ilmu pengetahuan keperilakuan merupakan bagian dari ilmu sosial,

sedangkan akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari ilmu akuntansi

dan pengetahuan keperilakuan (Iksan dan Ishak, 2005: 40).

Psikologi, sosiologi dan psikologi sosial menjadi kontributor

pertama dari ilmu keperilakuan. Ketiganya melakukan pencarian untuk

menguraikan dan menjelaskan perilaku manusia, walaupun secara

keseluruhan mereka memiliki perspektif yang berbeda mengenai kondisi

manusia. Psikologi terutama merasa tertarik dengan bagaimana cara

seorang individu bertindak. Di pihak lain, sosiologi dan psikologi sosial,

memusatkan perhatian pada perilaku kelompok sosial. Penekanan

keduanya adalah pada interaksi antara orang – orang dan bukan pada

rangsangan fisik. Perilaku diterangkan dalam hubungannya dengan ilmu

sosial, pengaruh sosial, dan ilmu dinamika kelompok (Iksan dan Ishak,

(37)

Ada banyak faktor kompleks yang terkait dengan perilaku manusia.

Faktor – faktor ini dikelompokkan dalam tiga kategori utama, yaitu (Iksan

dan Ishak, 2005: 29):

1. Struktur Karakter

Mengacu pada ciri kepribadian, kebiasaan, dan perilaku individu.

Psikolog biasanya menghubungkan dengan studi karakter khusus

struktur.

2. Struktur Sosial

Menunjukkan beberapa huungan diantara orang – orang yang

mencakup ekonomi, politik, militer, dan kerangka kerja religious yang

menggambarkan perilaku yang bisa diterima.

3. Dinamika Kelompok

Dapat dipandang sebagai suatu sintesa atau kombinasi struktur

karakter dan struktur sosial, yang mengacu pada pengembangan

interaksi pola manusia, proses dari interaksi sosial, dan hasil yang

berhubungan dengan interaksi tersebut. Keterlibatan psikologi sosial

dalam studi ilmu dinamika kelompok sangatlah dirasakan.

2.2.2Per ilak u Belajar

2.2.2.1Penger tian Perilak u Belajar

Konsep atau penegrtian belajar sangat beragam dan tergantung dari

sisi pandang setiap orang yang mengamatinya. Belajar adalah perubahan

(38)

dari pengalaman tau latihan yang diperkuat.

(http://id.wikipedia.org/wiki/belajar)

Belajar merupakan salah satu konsep menarik dalam teori – teori

psikologi dan pendidikan, sehingga para ahli memberi bermacam – macam

pengertian mengenai belajar. Belajar merupakan kegiatan individual,

kegiatan yang dipilih secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan

individual tertentu (Suwardjono, 1991). Belajar adalah proses perubahan

perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan (Ali, 1992 dalam

Hanifah dan Syukriy) dan merupakan suatu proses usaha yang dilakukan

individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya (Slamet, 1991 dalam Hanifah dan Syukriy, 2001).

Ahmadi (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) lebih jauh menyatakan

bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam diri manusia, sehingga

apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka

tidaklah dapat dikatakan padanya telah berlangsung proses belajar (Marita,

dkk., 2008: 4). Sedangkan pengertian perilaku adalah sekumpulan perilaku

yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai,

etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.

(http://id.wikipedia.org/wiki/perilakumanusia).

Menurut Purwanto (2006: 84-85), beberapa elemen yang penting

(39)

a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana

perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik,

tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih

buruk.

b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau

pengalaman; dalam arti perubahan – perubahan yang disebabkan oleh

pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar;

seperti perubahan – perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.

c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap,

harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup

panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan

dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari

suatu periode yang mungkin berlangsung berhari – hari, berbulan –

bulan, ataupun bertahun – tahun. Ini berarti kita harus

mengesampingkan perubahan – perubahan tingkah laku yang

disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian

atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung sementara.

d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut

berbagai aspek kpribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan

dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan,

(40)

2.2.2.2Kebiasaan Belajar

Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang

menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah

laku dan atau kecakapan. Sampai dimanakah perubahan itu dapat tercapai

atau dengan kata lain berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung

kepada bermacam – macam faktor. Adapun faktor – faktor itu dapat

dibedakan menjadi dua golongan yaitu (Purwanto, 2006: 102):

• Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor

individual. Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain:

faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan

faktor pribadi.

• Faktor yang ada di luar individu yang disebut dengan faktor sosial.

Yang termasuk ke dalam faktor sosial antara lain faktor

keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat – alat

yang digunakan dalam belajar – mengajar, lingkungan dan kesempatan

yang tersedia, dan motivasi sosial.

Menurut Giyono (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001)

kebiasaan belajar dapat berlangsung melalui tiga cara yaitu memperoleh

reinforcement, Classical conditioning, belajar modern, apabila model ini

mendapat reinforcement terhadap tindakannya, maka akan menjadi

kebiasaan. Surachmad dalam Hanifah dan Syukriy (2001) mengemukakan

(41)

kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke

perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian (Marita, dkk, 2008: 4).

Dampak kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika

kebiasaan itu membiarkan mahasiswa dapat lolos tanpa gagal (Calhoun

dan Acocella, 1995). Gagne (1998) dalam Usman (2000) menjelaskan

bahwa hasil belajar dapat dihubungkan dengan terjadinya suatu perubahan,

kecakapan atau kejadian atau kepandaian seseorang dalam proses

pertumbuhan tahap demi tahap. Hasil belajar diwujudkan dalam lima

kemampuan yakni keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi

verbal, keterampilan motorik, dan sikap. Dalam hal ini terdapat tiga

dimensi belajar yaitu dimensi kognitif, dimensi afektif, dan dimensi

psikomotorik (Benyamin S. Bloom, 1956) dalam Usman (2000). Dimensi

kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berfikir

mengetahui dan memecahkan masalah. Selanjutnya dimensi ini dibagi

menjadi pengetahuan komprehensif, aplikatif, sintetis, analisis, dan

pengetahuan evaluatif. Dimensi afekstif adalah kemampuan yang

berhubungan dengan sikap, nilai, minat, apresiasi. Dimensi psikomotorik

adalah kemampuan yang berhubungan dengan motorik. Atas dasar itu

hakikatnya hasil belajar adalah memperoleh kemampuan kognitif (Marita,

(42)

2.2.2.3Teor i Belajar

Beberapa teori belajar yang terkenal antara lain (Purwanto, 2006:

89):

1. Teori Conditioning

Teori ini dibagi menjadi:

a. Teori Classical Conditioning (Pavlo dan Watson)

Menurut teori Conditioning belajar itu adalah suatu proses

perubahan yang terjadi karena adanya syarat – syarat (Conditions)

yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan

seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat – syarat

tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning

ialah adanya latihan – latihan yang kontinyu. Yang diutamakan

dalam teori ini ialah hal belajar yang terjadi secara otomatis.

Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku

manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yakni

hasil daripada latihan – latihan atau kebiasaan – kebiasaan

mereaksi terhadap syarat – syarat / perangsang – perangsang

tertentu yang dialaminya didalam kehidupannya.

b. Teori Conditioning dari Guthrie

Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu

secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan – deretan

(43)

ini merupakan reaksi/respon dari perangsang/stimulus sebelumnya,

dan kemudian unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian

menimbulkan response bagi unit tingkah laku yang berikutnya.

Demikianlah seterusnya sehingga merupakan deretan – deretan unit

tingkah laku yang terus – menerus. Jadi pada proses conditioning

ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unit – unit tingkah

laku satu sama lain yang berurutan.

Guthrie juga mengemukakan bagaimana cara/metode untuk

mengubah kebiasaan – kebiasaan yang kurang baik, berdasarkan

teori conditioning, yaitu:

v Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method). Manusia itu adalah suatu organism yang selalu mereaksi

kepada perangsang – perangsang tertentu. Jika suatu reaksi

terhadap perangsang - perangsang telah menjadi suatu

kebiasaan, maka cara untuk mengubahnya ialah dengan jalan

menghubungkan perangsang (Stimulus) dengan reaksi

(response) yang berlawanan dengan reaksi buruk yang hendak

dihilangkannya.

v Metode Membosankan (Exchaustion Method).

Hubungan antara asosiasi antara perangsang dan reaksi (S-R)

pada tingkah laku yang buruk itu dibiarkan saja sampai lama

(44)

v Metode Mengubah Lingkungan (Change of Environment Method).

Metode yang dilakukan dengan jalan memutuskan atau

memisahkan hubungan antara S dan R buruk yang akan

dihilangkannya. Yakni menghilangkan kebiasaan – kebiasaan

buruk yang disebabkan oleh suatu perangsang (S) dengan

mengubah perangsangnya itu sendiri.

c. Teori Operant Conditioning (Skinner)

Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan

tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan respon.

Hanya perbedaannya, Skinner membuat perincian lebih jauh.

Skinner membedakan adanya dua macam respon, yaitu:

Respondent respons (reflexive respons): respon yang

ditimbulkan oleh perangsang – perangsang tertentu.

Operant response (instrumental response): yaitu respon yang

timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang –

perangsang tertentu.

d. Teori Systematic Behavior (Hull)

Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu

kebutuhan atau “keadaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud,

(45)

sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan

kebutuhan itu.

Jadi prinsip yang utama adalah suatu kebutuhan atau motif

harus ada pada seseorang sebelum belajar itu terjadi; dan bahwa

apa yang dipelajari itu harus diamati oleh orang yang belajar

sebagai sesuatu yang dapat mengurangi kekuatan kebutuhannya

atau memuaskan kebutuhannya.

2. Teori Connectionism (Thorndike)

Proses belajar menurut Thorndike melalui proses:

a. Trial an error (mencoba – coba dan mengalami kegagalan), dan

b. Law or effect yang berarti bahwa segala tingkah laku yang

berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan

tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik –

baiknya.

Sedangkan segala tingkah laku yang berakibat tidak menyenagkan

akan dihilangkan dan dilupakannya.

3. Teori menurut Psikologi Gestalt

Belajar menurut Psikologi Gestalt dapat diterangkan sebagai berikut:

a. Dalam belajar, faktor pemahaman atau pengertian (insight)

merupakan faktor yang penting. Dengan belajar dapat memahami /

(46)

b. Dalam belajar, pribadi atau organism memegang peranan yang

paling sentral. Belajar tidak hanya dilakukan secara reaktif –

mekanistis belaka, tetapi dilakukan dengan sadar, bermotif, dan

bertujuan.

2.2.2.4Aspek Belajar

Apapun tujuan yang ingin dicapai melalui belajar di perguruan

tinggi, akhirnya tujuan tersebut harus dicapai dalam bentuk unit kegiatan

belajar – mengajar yang disebut kuliah. Beberapa aspek yang berkaitan

dengan kegiatan konkrit belajar yang akan mempengaruhi sikap dan

semangat mahasiswa dalam menjalani proses belajar, antara lain

(Suwardjono: 2004):

1 Makna kuliah

Dosen dan kuliah bukan merupakan sumber pengetahuan utama dan

oleh karena itu perlu diredifinisi pengertian kuliah sejak dini. Kuliah

merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa

dalam proses belajar mandiri.

2 Fungsi temu kelas

Sebagai medium penguatan pemahaman dan bukan sebagai sumber

pengetahuan. Untuk itu diharapkan mahasiswa menyiapkan diri

sebelumnya agar mahasiswa tersebut memiliki pengetahuan yang

(47)

3 Pengalaman belajar atau nilai

Pengendalian proses belajar lebih penting daripada hasil atau nilai

ujian. Kalau proses belajar dijalankan dengan baik, nilai merupakan

konsekuensi logis proses tersebut. Kalau proses belajar tidak

dikendalikan dengan baik, nilai tidak mencerminkan adanya perubahan

perilaku walaupun nilai tersebut menambah atribut seseorang.

4 Konsepsi tentang dosen

Dalam proses belajar mengajar yang efektif, dosen harus dipandang

sebagai manajer kelas dan merupakan narasumber proses belajar.

Sumber pengetahuan utama adalah buku, perpustakaan, artikel dalam

majalah, hasil penelitian, dan media cetak atau ausio visual lainnya.

Dalam teknologi pendidikan, dikatakan bahwa dosen bertindak sebagai

director, facilitator, motivator dan evaluator proses belajar.

5 Kemandirian dalam belajar

Kemandirian merupakan sikap yang terbentuk akibat rancangan proses

belajar yang cermat. Sikap/perilaku mandiri merupakan sikap yang

sengaja dibentuk dan bukan sesuatu yang datang dengan sendirinya.

Kemandirian belajar adalah hasil suatu proses dan pengalaman belajar

itu sendiri. Kalau proses belajar tidak member pengalaman bahwa

belajar merupakan suatu kegiatan individual maka perilaku mandiri

dalam belajar akan tetap merupakan impian. Kemadirian belajar harus

(48)

6 Konsep memiliki buku

Buku merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari belajar.

Buku merupakan sumber pengetahuan. Memiliki buku tidak sama

dengan memiliki kertas bergambar huruf dan garis. Buku hendaknya

diperlakukan sebagai teman atau kekasih sejati; buku harus diajak

berdialog. Kurangnya minat untuk memiliki buku mungkin timbul

karena anggapan bahwa dosen dan kuliah merupakan sumber

pengetahuan utama.

7 Kemampuan berbahasa

Kemampuan berbahasa merupakan dasar yang sangat penting untuk

dapat memahami pengetahuan yang kompleks dan konseptual. Karya

ilmiah dan tinggi tidak dapat begitu saja dipahami dengan

menggunakan bahasa ilmiah. Penguasaan bahasa yang memadai (baik

strusktur maupun kosakata)juga dapat membantu seseorang untuk

mengekspresi gagasan dan perasaan atau mendeskripsi masalah secara

cermat dan efektif.

2.2.3Kecerdasan Emosional

2.2.3.1Penger tian Kecer dasan Emosional

Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi

kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan

keterampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal dan

(49)

akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak hanya ini saja.

Pandangan baru yang berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain

di luar kecerdasan intelektual (IQ), sepertin bakat, ketajaman pengamatan

sosial, hubungan sosial, kematangan emosional, dan lain – lain yang harus

juga dikembangkan (Melandy dan Azizah, 2006: 5).

Temuan David Wechsler (1958) dalam Trisnawati dan

Suryaningsum (2003) mendefinisikan kecerdasan sebagai keseluruhan dan

kemampuan seseorang untuk bertindak bertujuan, untuk berpikir rasional,

dan untuk berhubungan dengan lingkungannya secara efektif. Temuan

Wechsler ini mengidentifikasikan, selain aspek kognisi, aspek non-kognisi

juga berpengaruh dalam mencapai keberhasilan hidup. Kematangan dan

kedewasaan menunjukkan kecerdasan dalam hal emosi. Mayer, dalam

Goleman (2000), menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional

berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman dari kanak – kanak

hingga dewasa, lebih penting lagi bahwa kecerdasan emosional dapat

dipelajari (Budhiyanto dan Nugroho: 2004).

Menurut Wibowo (2002) kecerdasan emosional adalah untuk

menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk

mengendalikan emosi, sehingga memberikan dampak yang positif

(Melandy dan Azizah, 2006: 5).

Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah

(50)

ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan

menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan

emosional tersebut seseorang menempatkan emosinya pada porsi yang

tepat, memilih kepuasan dan mengatur suasana hati. Sementara Cooper

dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah

kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya

dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh manusiawi

(Suryaningsum, dkk., 2004: 353).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan emosional merupakan kemampuan – kemampuan untuk

mengendalikan diri, mengelola emosi diri, kemampuan untuk mengatasi

masalah, dan kemampuan untuk memotivasi diri. Menurut Mu’tadin

(2002) terdapat tiga unsur penting kecerdasan emosional yang terdiri dari

kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial (menangani

suatu hubungan); dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah

tanggapan yang dikehendaki pada orang lain) (Melandy dan Azizah, 2006:

5).

2.2.3.2Komponen Kecer dasan Emosional

Goleman (2000) secara garis besar membagi dua kecerdasan

emosional yaitu kecakapan pribadi yang meliputi pengenalan diri,

pengendalian diri, motivasi, dan kecakapan sosial yang terdiri dari empati

(51)

dalam kecerdasan emosional dari model Salovely dan Mayer, yaitu:

pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan

(52)

Tabel 2.1. Kerangka Ker ja Kecakapan Emosi Kecaka pan Pr ibadi

Menentukan bagaimana kita mengolah diri sendiri.

Kecer dasan Sosial Menentukan bagaimana kita menangani suatu hubungan.

Kesadar an Dir i

Mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya dan intuisi. • Kesadaran emosi: mengenali

emosi diri sendiri dan efeknya. • Penilaian diri secara efektif:

mengetahui kekuatan dan batas – batas diri sendiri.

• Percaya diri: keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.

Kendali Dir i

Mengelola kondisi, implus, dan sumber daya diri sendiri. • Kontrol diri: mengelola emosi

dan desakan hati yang merusak. • Dapat dipercaya: memelihara

norma kejujuran dan integritas. • Berhati-hati: bertanggungjawab

atas kinerja pribadi.

• Adaptabilitas: keluwesan dalam menghadapi perubahan.

• Inovasi: mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi baru.

Empati

Kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang

lain.

• Memahami orang lain:

mengindra perasaan dan perspektif orang lain dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.

• Orientasi pelayanan:

mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan.

• Mengembangkan orang lain:

merasakan kebutuhan

perkembangan orang lain dan

berusaha menumbuhkan

kemampuan mereka.

• Mengatasi keseragaman:

menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam – macam orang.

• Kesadaran politik: mampu membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.

Keter a mpilan Sosial Kepintaran dalam mengguagah tanggapan yang dikehendaki pada

(53)

Motivasi

Kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan

peraihan sasaran

• Dorongan berprestasi: dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan. • Komitmen: menyesuaikan diri

dengan sasaran kelompok atau perusahaan.

• Inisiatif: kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan. • Optimisme: kegigihan dalam

memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.

• Pengaruh: memiliki taktik untuk melakukan persuasi.

• Komunikasi: mengirimkan pesan yang jelas dan menyakinkan. • Kepemimpinan: membangkitkat

inspirasi dan memandu kelompok orang lain.

• Katalasator perubahan: memulai dan mengelola perubahan. • Manajemen konflik: negoisasi

pemecahan silang pendapat. • Membangun ikatan:

menumbuhkan hubungan sebagai alat.

• Kolaborasi dan kooperasi: kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama.

• Kemampuan tim: menciptakan sinergi kelompok dalam

memperjuangkan tujuan bersama Sumber: Goleman (2000) dalam Melandy dan Azizah (2006: 7)

2.2.4Str es Kuliah

2.2.4.1Penger tian Str es

Pengertian umum mengenai konsep stres banyak digunakan untuk

menjelaskan tentang sikap atau tindakan yang dilakukannya apabila ia

menghadapi suatu tantangan dalam hidupnya dan dia gagal memperoleh

respon dalam menghadapi tantangan itu. Terjadinya proses stres didahului

oleh adanya sumber stres (stressor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan

(54)

ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi

seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan atau

kondisi seseorang dalam menghadapi lingkungan (Marita dkk., 2008).

Pengertian stres yang dikemukakan oleh Robbins (2006:793)

adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang,

kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa

yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak

pasti dan penting.

Berdasarkan pengertian – pengertian stres diatas, dapat

disimpulkan bahwa stres merupakan suatu respon atau tekanan yang

dirasakan oleh individu dari berbagai lingkungan terhadap situasi atau

tuntutan yang dirasakan oleh seseorang tersebut.

2.2.4.2Penyebab Str es

Penyebab stres (Stressors) itu bertumpuk – tumpuk fakta yang

cenderung diabaikan ketika penyebab stres ditinjau secara individual

adalah bahwa stres merupakan fenomena yang bertumpuk – tumpuk. Stres

itu senantiasa bertumpuk – tumpuk. Tiap penyebab stres yang baru dan

bertahan menambah ke tingkat stres individu. Penyebab stres tunggal

mungkin relatif tidak penting, tetapi jika ditambahkan ke tingkat stres

yang sudah tinggi, dapat ibarat sehelai jerami yang mematahkan punggung

(55)

individu, kita harus menjumlahkan stres kesempatan, stres kendala, stres

tuntutannya (Robbins, 2006: 798).

Perkuliahan pada dunia modern sekarang ini, bukan lagi hanya

sekedar datang kekampus, menghadiri kelas, ikut serta dalam ujian, dan

kemudian lulus. Tidak sesederhana itu, hal ini dapat kita analogikan

dengan proses evolusi yang membuat spesies – spesies makhluk hidup

semakin kompleks, demikian juga dunia perkuliahan dewasa ini. begitu

banyak aktivitas yang terlibat dalam kegiatan kuliah. Bergaul, having fun

dengan teman atau pacar, mengembangkan bakat dan minat melalui

kegiatan – kegiatan non-akademis, hingga bekerja untuk menambah uang

saku. Pola hidup yang kompleks ini sering kali menjadi beban tambahan

disamping tekanan dalam kuliah yang sudah begitu melelahkan. Masalah

diluar perkuliahan mau tak mau harus diakui turut mempengaruhi, baik

dari segi mood, konsentrasi, maupun prestasi akademik. Apalagi grafik

usia yang menunjukkan bahwa para mahasiswa umumnya berada dalam

tahap remaja (adolescence) hingga dewasa muda (early adulthood).

Seseorang pada rentan usia ini masih labil dalam hal kepribadiannya,

sehingga dalam menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat

kurang berpengalaman. Masalah – masalah tersebut, baik dalam hal

perkuliahan maupun di kehidupan di luar kampus, dapat menjadi distress

yang mengancam. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketika ada

(56)

salah mengerti respon ini, maka pertama – tama kita perlu memahami dulu

stressor – stressor apa saja yang mungkin muncul dalam kehidupan

mahasiswa (http://all-about-stress.com).

Menurut Hall dalam Suhartin (1999:37), penyebab stress antara

lain:

1 Keadaan atau rangsang yang menekan, seperti misalnya kematian

orang yang dicintai, tugas yang berat, keadaan jalan macet, kemarahan

bos, ditekan waktu dalam bekerja, problem yang sulit dipecahkan,

tujuan yang sulit dicapai, dan sebagainya.

2 Golongan kedua adalah timbulnya konflik. Yang dimaksud dengan

konflik dalam naskah ini adalah dua pilihan atau lebih, pilihan mana

sulit dilaksanakan karena pilihan yang merupakan pilihan yang

dilematis. Jadi, konflik tersebut merupakan konflik dalam diri sendiri.

3 Sebab yang ketiga adalah apa yang disebut dengan frustasi yaitu

keadaan tegang akibat dari tidak tercapainya tujuan. Sebagai contoh,

ingin lulus ujian tetapi tidak lulus, ingin naik pangkat atau jabatan

tetapi tidak dapat naik, melamar gadis ditolak oleh gadis, dan

sebagainya. Situasi semacam ini dapat menimbulkan apa yang disebut

frustasi, sebagai gilirannya mengakibatkan stres.

2.2.4.3Dampak Str es

Orang yang mengalami stres dapat mengalaminya hanya untuk

(57)

stres psikologik akan menampakkan diri dalam bentuk sakit fisik atau sakit

psikis antara lain kesehatan jiwa terganggu, orang dapat menjadi agresif,

dapat menjadi depresi, dapat menderita neurosis cemas, dapat menderita

gangguan psikomotorik, dan dapat tidak sehat badan atau menderita

penyakit fisik yaitu tekanan darah tinggi, sakit jantung, sesak nafas

(Asthma Bronkhial), radang usus, tukak lambung atau usus, sakit kepala

(Tension Headache), sakit eksim kulit (Neurodermatitis), Konstipasi,

Arthritis, Kanker, dll (http://pranaindonesia.wordpress.com).

Menurut para ahli psikologi pada dasarnya akibat atau pengaruh

terhadap seseorang yang mengalami bersifat subyektif atau relatif.

Maksudnya stres yang secara obyektif rendah, dapat dirasakan oleh

seseorang sebagai stres yang tinggi, misalnya tidak lulus ujian

komprehensif (mempertahankan tugas riset, membuat skripsi atau tesis),

sampai yang bersangkutan mengalami depresi. Padahal peristiwa tersebut

bagi orang lain tidak sampai menimbulkan depresi (rasa tertekan yang

sangat dalam), walaupun memang menimbulkan kekecewaan tetapi segera

hilang dan segera belajar lagi untuk ujian ulangan yang akan datang

(Suhartin, 1999: 35).

2.2.4.4Mengelola Str es

Stres telah menjadi mimpi buruk bagi banyak mahasiswa dari

tahun ke tahun, bahkan tidak jarang stres berkembang menjadi “mesin

(58)

sebenarnya dapat kita siasati. Memahami stres dan mengenali gangguan

stres yang seringkali muncul pada mahasiswa, akan membantu kita dalam

menemukan “jurus” yang

Gambar

Tabel 2.1. Kerangka Kerja Kecakapan Emosi Kecakapan Pribadi Kecerdasan Sosial
Gambar 2.1. Kerangka Pikir
Gambar 4.1 Grafik Jumlah Mahasiswa dan Lulusan Universitas Kristen Petra Surabaya
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata – Rata Jawaban Responden untuk Variabel Perilaku Belajar (X1)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

4.1 Menyusun teks interaksi transaksional lisan dan tulis pendek dan sederhana yang melibatkan tindakan memberi dan meminta informasi terkait jati diri, dengan

c) Memastikan papan putih, whiteboard marker, meja ketua pengawas, almari UPSR, jam dinding, kapur tulis disediakan dalam dewan/bilik UPSR.. TAKLIMAT UPSR DAN

perairan Rawapening, dengan langkah-langkah sebagai berikut. 2) Pengukuran suhu air dilakukan secara langsung dengan thermometer, sedangkan pengukuran kualitas air

Pulau Pramuka saat ini memiliki potensi sebagai tujuan wisata, selain sebagai ibu kota kabupaten, Pulau Pramuka memiliki banyak tempat kegiatan yang dapat dikembangkan

Tujuan penelitian adalah mendapatkan bukti empirik dan menemukan kejelasan fenomena, serta kesimpulan tentang Pengaruh Bauran Pemasaran Jasa, Kualitas Pelayanan

An.. Pada perhitungan rugr-rug minor atiran diperoleh harga sebesar 2,876 m yaitu dengan menjumlahkan rugr-rug kecil pada pipa I dengan pipa II. Dengan

Tujuannya adalah untuk merancang dan membuat mesin jahit otomatis berbasis mikrokontroler atmega 8535 serta merancang dan membuat mesin jahit yang bisa diatur