SKRIPSI
Diajukan Oleh : Deby Warda Ningtyas
0713010011/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
i
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
karunia serta bimbingannya, sehingga penulisan skripsi yang saya buat sebagai
salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana ekonomi, jurusan
Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur dengan judul: “Pengar uh Per ilaku Belajar dan Kecer dasan
Emosional ter hadap Str es Kuliah Mahasiswa Akuntansi (Studi Kasus
Mahasiswa Ak untansi Univer sitas Kr isten Petra Surabaya)”.
Tentunya dalam proses penulisan ini tidak terlepas dari bimbingan,
bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam hal ini secara
khusus peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
tinggi kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. H. Rahman Amrulloh Suwaidi, MS selaku Wakil Dekan 1
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
ii
telah sabar memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan
mengarahkan penulis demi sempurnanya penyusunan penelitian ini.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan di lingkungan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, khususnya
segenap Dosen Jurusan Akuntansi yang telah membekali peneliti
pengetahuan-pengetahuan yang sangat berguna dan berharga.
7. Terima kasih kepada Kepala Program Studi Akuntansi Universitas Kristen
Petra Surabaya beserta seluruh staf yang telah membantu saya selama
penelitian berlangsung.
8. Secara khusus terima kasih sedalam-dalamnya kepada Bapak, Ibu, adek
tercinta dan keluarga besar Almarhum Muntari yang telah memberikan
banyak dorongan, semangat serta doa restu, baik secara moril maupun
materiil.
9. Buat maz Luqman Ali, terima kasih atas doa, kasih sayang, bantuan serta
semangatnya kepada penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini.
Makasih banyak ya maz.
10. Teman – teman seperjuangan riza “cilik“, maz rohmad, suryo, arvil, mbak
iii
12. Teman – teman HMAK yang sudah banyak memberikan wawasan dalam
organisasi, membantu dalam bidang akademik, banyak memberikan rasa
kekeluargaan yang begitu besar. MAKASIH DOLOR. HMAK SOLID !!!!
13. Serta semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga
terselesaikannya skripsi ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa usulan penelitian ini masih jauh
dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
guna kesempurnaan usulan penelitian ini.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak demi
kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi khususnya. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Surabaya, April 2012
iv
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRAKSI... xiii
BAB I : PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Rumusan Masalah... 9
1.3. Tujuan Penelitian... 9
1.4. Manfaat Penelitian... 10
BAB II : TINJ AUAN PUSTAKA... 11
2.1. Penelitian Terdahulu... 11
2.2. Landasan Teori... 15
2.2.1. Akuntansi Keperilakuan... 15
2.2.1.1. Pengertian Akuntansi Keperilakuan... 16
2.2.1.2. Persamaan dan Perbedaan Ilmu Keperilakuan Dan Akuntansi Keperilakuan………. . 19
2.2.1.3. Tujuan dan Manfaat Akuntansi Keperilakuan… 20 2.2.1.4. Dimensi Akuntansi Keperilakuan... 21
v
2.2.2.2. Kebiasaan Belajar... 26
2.2.2.3. Teori Belajar... 28
2.2.2.4. Aspek Belajar... 32
2.2.3. Kecerdasan Emosional... 34
2.2.3.1. Pengertian Kecerdasan Emosional... 34
2.2.3.2. Komponen Kecerdasan Emosional... 36
2.2.4. Stres Kuliah... 39
2.2.4.1. Pengertian Stres... 39
2.2.4.2. Penyebab Stres... 40
2.2.4.3. Dampak Stres... 42
2.2.4.4. Mengelola Stres... 43
2.2.5. Pengaruh Perilaku Belajar terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi... 49
2.2.6. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi... 51
2.3. Kerangka Pemikiran... 53
2.4. Hipotesis... 53
BAB III : METODE PENELITIAN... 54
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 54
vi
3.2.2. Sampel... 58
3.3. Teknik Pengumpulan Data... 59
3.3.1. Jenis Data... 59
3.3.2. Sumber Data... 59
3.3.3. Teknik Pengumpulan Data... 59
3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis... 60
3.4.1. Uji Validitas... 60
3.4.2. Uji Reliabilitas... 61
3.4.3. Uji Normalitas... 61
3.4.4. Uji Asumsi Klasik………... 61
3.4.4.1. Autokorelasi…. ... 62
3.4.4.2. Multikolinieritas……… 62
3.4.4.3. Heteroskedastisitas... 63
3.4.5. Teknis Analisis… ... 63
3.4.6. Uji Hipotesis………... 64
3.4.6.1. Uji Spesifikasi Model F……… 64
3.4.6.2. Uji t………... 65
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 66
vii
4.1.2.1. Visi ……... 69
4.1.2.2. Misi ………... 69
4.1.3. Profil Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Kristen Petra Surabaya ………... 69
4.1.3.1. Mahasiswa S1 Program Studi Akuntansi
Universitas Kristen Petra Surabaya...71
4.1.3.2. Para Dosen dan Staf Program Studi Akuntansi
Bisnis ………... 71
4.1.3.3. Visi dan Misi Program Studi Akuntansi
Bisnis ………... 72
4.1.3.4. Para Dosen dan Staf Program Studi Akuntansi
Pajak ………... 73
4.1.3.3. Visi dan Misi Program Studi Akuntansi
Pajak …………..………... 74
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian... 75
4.2.1. Rekapitulasi Jawaban Variabel Perilaku Belajar (X1)… 75
4.2.2. Rekapitulasi Jawaban Variabel Kecerdasan Emosional
(X2)... 77
viii
4.3.1.2 Kecerdasan Emosional (X2)... 83
4.3.1.3 Stres Kuliah (Y)... 87
4.3.2. Uji Reliabilitas... 88
4.3.3. Uji Normalitas... 89
4.4. Uji Asumsi Klasik... 90
4.4.1. Multikolinieritas... 90
4.4.2. Heterokedastisitas... 91
4.5. Analisis Regresi Linier Berganda... 93
4.5.1.Persamaan Regresi... 93
4.5.2.Koefisien Determinasi... 94
4.5.3.Uji Hipotesis... 95
4.5.3.1.Uji Kesesuaian Model F... 95
4.5.3.2.Uji t ... 96
4.6 Pembahasan Hasil Penelitian... 97
4.7. Konfirmasi Hasil Penelitian dengan Tujuan dan Manfaat Penelitian... 99
4.8. Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu... 100
4.9. Keterbatasan Penelitian... 103
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 104
x
Gambar 4.1. : Grafik Jumlah Mahasiswa dan Lulusan Universitas Kristen
xi
Tabel 4.1. : Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata - Rata Jawaban Responden
Variabel Perilaku Belajar………... 76
Tabel 4.2. : Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata - Rata Jawaban Responden Variabel Kecerdasan Emosional………... 78
Tabel 4.3. : Distribusi Frekuensi dan Nilai Rata - Rata Jawaban Responden Variabel Stres Kuliah... 80
Tabel 4.4. : Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku Belajar (X1)…………... 82
Tabel 4.5. : Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional (X2)... 84
Tabel 4.6. : Hasil Uji Validitas Variabel Stres Kuliah (Y)... 87
Tabel 4.7. : Hasil Uji Reliabilitas... 89
Tabel 4.8. : Hasil Uji Normalitas... 90
Tabel 4.9. : Hasil Uji Multikolinieritas... 91
Tabel 4.10.: Hasil Uji Heterokedastisitas... 92
Tabel 4.11.: Hasil Estimasi Koefisien Regresi... 93
Tabel 4.12.: Pengaruh Variabel... 94
Tabel 4.13.: Hasil Uji F Variabl Bebas dengan Variabel Terikat... 95
Tabel 4.14.: Hasil Uji t Variabel Bebas dengan Variabel Terikat... 96
xii
Lampiran 2 : Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel Perilaku Belajar (X1)
Lampiran 3 : Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel Kecerdasan Emosional
(X2)
Lampiran 4 : Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel Stres Kuliah (Y).
Lampiran 5 : Uji Normalitas
Lampiran 6 : Uji Multikolinieritas dan Uji Heterokedastisitas
Lampiran 7 : Uji Analisis Regresi Linier Berganda
Lampiran 8 : Tabulasi Data Variabel Perilaku Belajar (X1)
Lampiran 9 : Tabulasi Data Variabel Kecerdasan Emosional (X2).
xiii Oleh
Deby War da Ningtyas
Abstr aksi
Perilaku belajar didefinisikan sebagai kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar yang jelek disebabkan oleh kurangnya kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi, sehingga mahasiswa tersebut merasa frustasi dalam menjalankan proses belajar. Proses belajar mengajar berkaitan dengan kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional ini mampu melatih kemampuan mahasiswa tersebut, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, memotivasi dirinya, tegar dalam menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan emosi berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman.
Penelitian ini dilakukan pada 75 mahasiswa akuntansi Universitas Kristen Petra Surabaya angkatan tahun 2008 dan 2009 dengan data primer berupa kuesioner. Alat analisis yang digunakan adalah regresi. Hasil analisis kemudian di analisis dengan uji asumsi klasik serta uji F dan uji t statistik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku belajar dan kecerdasan emosional tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stres kuliah responden. Variabel perilaku belajar mempunyai pengaruh negatif terhadap stres kuliah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,038. Pengaruh negatif ini menunjukkan pengaruh yang terbalik, artinya jika perilaku belajar meningkat mengakibatkan stres kuliah menurun, begitu pula sebaliknya. Sedangkan variabel kecerdasan emosional mempunyai pengaruh positif terhadap stres kuliah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,023. Pengaruh positif ini menunjukkan terjadinya perubahan yang searah dari variabel kecerdasan emosional terhadap variabel stres kuliah. Pernyataan ini tidak memiliki makna karena nilai signifikansi > 0,05, yang berarti pengaruh kecerdasan emosional terhadap stres kuliah tidak terbukti kebenarannya.
1
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia. Pendidikan yang memadai akan dapat membuat
manusia mempunyai kesempatan memperbaiki kehidupannya dan lebih
terbuka menerima berbagai inovasi, memperluas cakrawala dan
mempertajam berbagai fenomena.
Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu usaha yang
dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan taraf hidup ke arah yang
lebih sempurna. Pendidikan juga merupakan suatu kekuatan dinamis yang
sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik, mental, etika dan
seluruh aspek kehidupan manusia (Sriatun, 2010 : 1).
Suwardjono (1991) dalam Marita dkk. (2008) menyatakan bahwa
mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi dituntut tidak hanya
mempunyai keterampilan teknis juga memiliki daya dan kerangka pikir
serta sikap mental dan kepribadian tertentu sehingga mempunyai wawasan
luas dalam menghadapi masalah – masalah dalam dunia nyata
Survey Lembaga Independen tentang peringkat kualitas perguruan
tinggi di dunia menunjukkan bahwa hanya terdapat lima universitas di
Indonesia yang berada di peringkat 500 dunia yaitu UI, UGM, ITB, ITS,
dan UNDIP. Hal ini sangat memprihatinkan karena dibanding Malaysia
misalnya, di mana jumlah universitas Malaysia yang masuk 500 top
university jauh lebih banyak dibanding Indonesia. Fenomena di atas
menunjukkan bahwa kinerja universitas di Indonesia yang merupakan
salah satu lembaga yang berperan penting dalam mencetak sumber daya
manusia sangat tertinggal jauh dibanding negara Malaysia misalnya (Ilyas,
2007 : 2).
Perguruan tinggi merupakan jenjang terakhir pengelolaan manusia
dalam pendidikan formal. Dalam proses, terutama setelah pengolahan ini,
individu diharapkan harus sudah memiliki keterampilan dan pengetahuan
memadai sebagai bekal hidup dalam masyarakat, memiliki sikap positif
bagi pengembangan diri lebih lanjut dan sikap menghargai kepentingan
masyarakat dan negaranya. Tujuan perguruan tinggi yang mengandung
unsur – unsur tersebuit di atas, merupakan tugas yang cukup berat bagi
individu yang belajar di dalamnya. Hal lain yang kompleks adalah struktur
dan sistem perguruan tinggi serta pendekatan dan metode belajar
mengajar yang kompleks dan berbeda dibanding pendidikan sebelumnya
Ada dua tujuan yang terlibat dan saling menunjang dalam proses
belajar mengajar di perguruan tinggi (El – Qusdy, 2008 : 1):
1. Tujuan lembaga pendidikan dalam menyediakan sumber pengetahuan
dan pengalaman belajar (knowledge and learning experiences).
2. Tujuan individual mereka yang belajar (mahasiswa)
Belajar merupakan hak setiap orang, akan tetapi kegiatan belajar di
suatu perguruan tinggi merupakan suatu hak istimewa karena hanya orang
yang memenuhi syarat saja yang berhak belajar di perguruan tinggi
tersebut. Dengan pengakuan tersebut, harapan adalah bahwa seseorang
yang mengalami proses belajar secara formal akan mempunyai wawasan,
pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan perilaku tertentu sesuai
dengan apa yang ingin dituju oleh lembaga pendidikan (El – Qusdy, 2008:
1).
Akuntansi keperilakuan dalam hal ini sangat berperan penting
dalam hal dorongan untuk membiasakan belajar dengan baik khususnya
bagi mahasiswa akuntansi. Selain itu, akuntansi keperilakuan juga dapat
merancang sistem informasi untuk mempengaruhi motivasi, moral, dan
produktivitas mahasiswa akuntansi. Perilaku belajar mahasiswa akuntansi
dapat dilihat dari kebiasaan mahasiswa akuntansi dalam mengikuti dan
memantapkan pelajaran, kebiasaan membaca buku teks, kunjungan ke
Kualitas manusia berkaitan erat dengan kualitas pendidikan, yang
merupakan rangkaian dari pendidikan tingkat dasar, menengah, dan tinggi.
Pendidikan tinggi sebagai lembaga yang membekali peserta didik dengan
penekanan pada nalar dan pemahaman pengetahuan berdasarkan
keterkaitan antara teori dengan pengaplikasiaanya dalam dunia praktik,
berperan penting dalam menumbuhkan kemandirian peserta didik dalam
proses pembelajaran yang diikutinya. Seperangkat kecakapan khusus di
atas dikenal sebagai kecerdasan emosional menentukan seberapa baik
seseorang menggunakan keterampilan – keterampilan yang dimilikinya,
termasuk keterampilan intelektual. Paradigma lama mengganggap yang
ideal adalah adanya nalar yang bebas dari emosi, paradigma baru
menganggap adanya kesesuaian antara kepala dengan hati (Suryaningsum,
dkk. : 2004).
Banyak contoh disekitar kita membuktikan bahwa orang yang
memiliki kecerdasan otak saja, atau banyak memiliki gelar yang tinggi
belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Bahkan seringkali yang
berpendidikan formal lebih rendan ternyata banyak yang lebih berhasil.
Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal
(IQ) saja, padahal yang diperlukan sebenarnya adalah bagaimana
mengembangkan kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif,
optimisme, kemampuan beradaptasi, yang kini telah menjadi dasar
begitu menjanjikan, namun karirnya terhambat atau lebih buruk lagi,
tersingkir, akibat rendahnya kecerdasan emosional mereka (Melandy dan
Azizah, 2006 : 2).
Goleman (2003) menyatakan bahwa kemampuan akademik
bawaan, nilai rapor, dan prediksi kelulusan pendidikan tingkat tinggi tidak
memprediksi seberapa baik kinerja seseorang sudah bekerja atau seberapa
tinggi sukses yang dicapainya dalam hidup. Sebaliknya ia menyatakan
bahwa seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan
inisiatif mampu membedakan orang sukses dari mereka yang berprestasi
biasa – biasa saja, selain kecerdasan akal yang dapat mempengaruhi
keberhasilan orang dalam bekerja. Ia juga tidak memepertentangkan
kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, melainkan
memperlihatkan adanya kecerdasan yang bersifat emosional, ia berusaha
menemukan keseimbangan cerdas antara emosi dan akal. Kecerdasan
emosional menentukan seberapa baik seseorang menggunakan
keterampilan – keterampilan yang dimilikinya, termasuk keterampilan
intelektual. Paradigma lama menganggap yang ideal adanya nalar yang
bebas dari emosi, paradigma baru menganggap adanya kesesuaian antara
kepala dan hati (Melandy dan Azizah, 2006 : 2 – 3).
Proses belajar mengajar dalam berbagai aspeknya sangat berkaitan
dengan kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional ini
mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya,
kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan
mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana
hati yang reaktif, serta mampu berempati serta bekerja sama dengan orang
lain. Kemampuan – kemampuan ini mendukung seorang mahasiswa dalam
mencapai tujuan dan cita – citanya.
Sebagai mahasiswa, individu diharapkan mempunyai semangat
hidup tinggi, rasa optimis yang besar, dan motif berprestasi yang tinggi.
Dengan adanya motif berprestasi yang tinggi yang mempunyai sifat –
sifat, seperti selalu berusaha mencapai prestasi optimal, selalu memandang
masa depannya yang optimis, diharapkan mahasiswa dapat sukses dalam
menjalani kehidupan di perguruan tinggi, dan mempunyai prestasi yang
optimal. Namun demikian, kenyataan yang dihadapi mahasiswa tidak
seperti yang diharapkan. Berbagai masalah dialami mahasiswa dan tidak
sedikit mahasiswa yang mengalami gangguan mental. Cobaan yang
bertubi – tubi seperti ada satu mata kulian yang diulang beberapa kali
tetapi masih juga belum lulus dapat menyebabkan mahasiswa pesimis
terhadap masa depannya, keinginan untuk semakin surut, yang akhirnya
dapat memepengaruhi motif berprestasi, sehingga dapat menyebabkan
stres kuliah (Prabandari, 1989 : 19).
Selama menuntut ilmu di perguruan tinggi, mahasiswa terkadang
kurangnya kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan
tinggi yang akan sangat menentukan sikap dan pandangan belajar di
perguruan tinggi. Keadaan mahasiswa yang merasa bosan dan tertekan ini
dapat menyebabkan mahasiswa mengalami stress (Marita, dkk., 2008: 1).
Belum lama ini terdengar berita mengenai kasus bunuh diri yang
dilakukan mahasiswa Indonesia. Penyebab dari kasus bunuh diri tersebut
adalah bahwa mahasiswa tersebut mengalami stres kuliah.
Kasus ini dialami oleh David Hartanto Wijaya, mahasiswa tingkat
akhir asal Indonesia yang kuliah di Fakultas Teknik Elektro dan
Elektronika, Nanyang Technological University (NTU) Singapura. David
bunuh diri setelah menikam dosen pembimbingnya, Profesor Chan Kap
Lup (45), pada tanggal 2 Maret 2009. David mengalami stres karena
beasiswa yang diterimanya telah dicabut akhir bulan lalu. Padahal skripsi
yang dikerjakannya cukup sulit dan butuh waktu yang lama untuk
menyelesaikannya (http://www.detiknews.com).
Fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tingkat
akhir cenderung mengalami stres kuliah, bahkan sampai bunuh diri.
Mahasiswa tingkat lanjut yang diharapkan sudah beradaptasi dengan
kehidupan di perguruan tinggi, pada kenyataannya tidak demikian. Banyak
mahasiswa yang lari ke biro – biro konsultasi dengan berbagai masalah
Stres merupakan respon terhadap tekanan yang dirasakan
seseorang dalam berbagai situasi sehingga dapat menyebabkan gangguan
psikologis pada diri seseorang. Gangguan psikologis dapat disebabkan
oleh tekanan – tekanan atau beban yang berlebihan dapat pula terjadi
dalam lingkungan perkuliahan di suatu perguruan tinggi (Marita, dkk.,
2008).
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH
PERILAKU BELAJ AR DAN KECERDASAN EMOSIONAL
TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI (STUDI
KASUS PADA MAHASISWA AKUNTANSI UNIVERSITAS
KRISTEN PETRA SURABAYA)“ .
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah perilaku belajar berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa
akuntansi UK PETRA?
2. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap stres kuliah
1.3 TUJ UAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empirik adanya
pengaruh perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi
terhadap stres kuliah dan untuk mengetahui apakah kedua variabel
berpengaruh secara signifikan terhadap stres kuliah.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak – pihak yang
berkepentingan, antara lain:
a. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan yang
bermanfaat dalam mengenali mahasiswanya sesuai kematangan
mereka untuk menciptakan suasana kelas yang tidak menimbulkan
stres kuliah.
b. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mempelajari manfaat
kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa sehingga secara
tidak langsung mahasiswa akan belajar untuk mengelola kecerdasan
emosional dengan baik dan menggunakan perilaku belajar yang baik
c. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan
11
2.1 Penelitia n Ter dahulu
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki hubungan
dengan penelitian sekarang adalah sebagai berikut:
1. Arbadiati dan Kurniati (2007)
a. Judul
“Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kecenderungan
Problem Focused Coping Pada Sales”
b. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan
kecenderungan problem focused coping pada sales?
c. Hipotesis
Ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan
kecenderungan problem focused coping pada sales.
d. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan dengan arah positif antara kecerdasan emosi
dengan kecenderungan problem focused coping pada sales.
Semakin tinggi kecerdasan emosi, semakin tinggi pula
2. Marita, Sri Suryaningsum, dan Hening Naafi Shaalih (2008)
a. Judul
“Kajian Empiris atas Perilaku Belajar dan Kecerdasan Emosional
Dalam Mempengaruhi Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi”.
b. Rumusan Masalah
i. Apakah kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa
akuntansi berpengaruh secara signifikan terhadap stress kuliah?
ii. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan
terhadap stress kuliah?
iii. Apakah perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh
secara signifikan terhadap stress kuliah?
c. Hipotesis
i. Kecerdasan emosional dan perilaku belajar berpengaruh
terhadap stres kuliah.
ii. Kecerdasan emosional (kemampuan pengenalan diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial)
berpengaruh terhadap stres kuliah.
iii. Perilaku belajar mahasiswa akuntansi (kebiasaan mengikuti
pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke
perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian) berpengaruh
d. Kesimpulan
Persamaan regresi linear berganda menunjukkan bahwa
kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa jurusan
akuntansi, keduanya memeberikan pengaruh negative dan
signifikan terhadap stres kuliah responden. Hasil uji F variabel
kecerdasan emosional dan perilaku belajar, meninjukkan variabel
kecerdasan emosional dan perilaku belajar secara bersama – sama
berpengaruh positif terhadap stres kuliah. Hasil uji t variabel
kecerdasan emosional dan perilaku belajar, menunjukkan
kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa jurusan
akuntansi secara parsial berpengaruh negatif terhadap stres kuliah.
3. Widi Indra Setiaji ( 2011 )
a. Judul
“Pengaruh Perilaku Belajar dan Kecerdasan Emosional Terhadap
Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi (Studi Kasus: Mahasiswa
Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur)”
b. Rumusan Masalah
i. Apakah perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa
akuntansi berpengaruh terhadap stres kuliah?
ii. Apakah perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh
iii. Apakah kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi
berpengaruh terhadap stres kuliah?
c. Hipotesis
i. H1: Diduga bahwa perilaku belajar mahasiswa akuntansi
berpengaruh terhadap stres kuliah.
ii. H2: Diduga bahwa kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi
berpengaruh terhadap stres kuliah
d. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian uji F pada analisis regresi linear
berganda, disimpulkan bahwa variabel perilaku belajar dan
kecerdasan emosional secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap stres kuliah mahasiswa. Sedangkan berdasarkan uji t pada
analisis regresi linear berganda, disimpulkan bahwa perilaku
belajar dan kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap stress kuliah mahasiswa S1 Program Studi
Akuntansi Universitas Pembangunan “Veteran” Nasional Jawa
Timur.
Adapun persamaan pada penelitian yang dilakukan sekarang ini
dengan penelitian terdahulu adalah dari segi variabel yaitu perilaku
belajar, kecerdasan emosional dan stres kuliah, sedangkan perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah subyek dan obyeknya,
mahasiswa Stata satu (S1) progdi akuntansi Universitas Kristen Petra
Surabaya Angkatan tahun 2008 dan 2009 yang menempuh studi dan tidak
sedang cuti kuliah.
2.2 Landasan Teor i
2.2.1Akuntansi Keper ilakuan
Akuntansi keperilakuan sebenarnya merupakan bagian dari ilmu
akuntansi yang semakin berkembang dalam 25 tahun belakangan ini. Hal
ini ditandai dengan lahirnya sejumlah jurnal dan artikel yang berkenaan
dengan keperilakuan ( behavioral ), dan semakin menjamurnya buku –
buku teks berbahasa asing yang membahas tentang akuntansi
keperilakuan. Sal;ah satu jurnal paling populer yang mengangkat
permasalahan akuntansi keperilakuan adalah Behaviour Research in
Accounting yang diterbitkan oleh American Accounting Association. Di
Amerika Serikat sendiri, mata kuliah mengenai akuntansi keperilakuan
semakin banyak ditawarkan. Perkembangan ini juga didukung oleh
semakin bertumbuhnya riset – riset para mahasiswa akuntansi dan
pengajar mereka yang berfokus pada dimensi akuntansi keperilakuan.
Awal perkembangan riset akuntansi keperilakuan menekankan pada aspek
akuntansi manajemen, khususnya penganggaran ( budgeting ), namun
dominan dalam hal ini terus berkembang dan bergeser ke arah akuntansi
akuntansi keperilakuan telah berkembang, tinjauan literatur telah menjadi
spesialisasi dengan lebih memfokuskan diri pada atribut keperilakuan
spesifik seperti proses kognitif atau riset keperilakuan pada satu topik
khusus seperti audit sebagai tinjauan analitis (analytical review). ( Iksan
dan Ishak, 2005: 3 )
Perkembangan yang pesat dari akuntansi keperilakuan lebih
disebabkan karena akuntansi secara simultan dihadapkan dengan
ilmu-ilmu sosial secara menyeluruh. Mengenai bagaimana perilaku manusia
memengaruhi data akuntansi dan keputusan bisnis, serta bagaimana
akuntansi mempengaruhi keputusan bisnis dan perilaku manusia selalu
dicari jawabannya. Pada gilirannya, akuntansi keperilakuan diyakini dapat
menjadi suatu terobosan yang baik dalam pengukuran bisnis dan
informasi, yang memungkinkan para direktur eksekutif ( CEO ), direktur
keuangan ( CFO ), dan pembuat rencana strategis lainnya untuk
mengoptimalkan keputusan yang diambil, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kinerja perusahaan. ( Iksan dan Ishak, 2005: 4 )
2.2.1.1Penger tian Akuntansi Keper ilakuan
Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi
keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses
pengambilan keputusan bisnis. Tujuan informasi tersebut memberikan
petunjuk dalam memilih tindakan yang paling baik untuk mengalokasikan
pemilihan dan penetapan suatu keputusan bisnis juga melibatkan aspek –
aspek keperilakuan dari para pengambil keputusan. Dengan demikian,
akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta
kebutuhan organisasi akan informasi yang dapat dihasilkan oleh akuntansi.
Akhirnya menurut Khomsiyah dan Indriantoro ( 2000 ), akuntansi
bukanlah sesuatu yang statis, tetapi akan selalu berkembang sepanjang
waktu seiring dengan perkembangan lingkungan akuntansi, agar dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya. ( Iksan dan
Ishak, 2005: 1 )
Menurut Iksan dan Ishak ( 2005: 10 ) riset akuntansi keperilakuan
merupakan suatu bidang baru yang secara luas berhubungan dengan
perilaku individu, kelompok, dan organisasi bisnis, terutama yang
berhubungan dengan proses informasi akuntansi dan audit. Studi terhadap
perilaku akuntan dan perilaku dari nonakuntan telah banyak dipengaruhi
oleh fungsi akuntansi dan laporan. Riset akuntansi keperilakuan meliputi
masalah yang berhubungan dengan:
a. Pembuatan keputusan dan pertimbangan oleh akuntan dan auditor.
b. Pengaruh dari fungsi akuntansi, seperti partisipasi dalam penyusunan
anggaran, karakteristik sistem informasi, dan fungsi audit terhadap
perilaku, baik karyawan, manajer, investor, maupun wajib pajak.
c. Pengaruh hasil dari fungsi tersebut, seperti informasi akuntansi dan
Menurut Siegel dan Marconi ( 1989 ), istilah ilmu keperilakuan
adalah penemuan yang relatif baru. Konsep tersebut begitu luasnya
sehingga lebih baik lingkup dam isinya digambarkan dari awal. Ilmu
keperilakuan mencakup bidang riset manapun yang mempelajari, baik
melalui metode eksperimentasi maupun observasi, perilaku dari manusia
dalam lingkungan fisik maupun sosial. Tujuan dari ilmu keperilakuan
adalah untuk memahami, menjelaskan, dan memprediksikan, perilaku
manusia sampai pada generalisasi yang ditetepkan mengenai perilaku
manusia yang didukung oleh bukti empiris yang dikumpulkan secara
impersonal melalui produser yang terbuka untuk peninjauan maupun
replikasi dan dapat diversifikasi oleh ilmuwan lainnya yang tertarik.
Dengan demikian, ilmu keperilakuan mencerminkan observasi sistematis
atas perilaku manusia dengan tujuan untuk menginformasikan hipotesis
tertentu secara eksperimental melalui referensi terhadap perubahan
perilaku yang dapat diobservasi. ( Iksan dan Ishak, 2005: 25 )
Akuntansi keperilakuan percaya bahwa tujuan utama laporan
akuntansi adalah untuk memengaruhi perilaku dalam rangka memotivasi
tindakan yang diinginkan. Pengenalan hubungan timbal balik antara alat
akuntansi dan perilaku telah memunculkan modifikasi atas definisi
akuntansi konvensional. Definisi akuntansi terbaru dalam lingkaran
ekonomi untuk berbagai pengambilan keputusan serta hasil keprilakuan
lainnya. ( Iksan dan Ishak, 2005: 27 )
2.2.1.2Per samaan dan Per bedaan Ilmu Kepr ilakuan dan Akuntansi
Keper ilakuan
Ilmu keperilakuan mempunyai kaitan dengan penjelasan dan
prediksi keperilakuan manusia. Akuntansi keperilakuan menghubungkan
antara keperilakuan manusia dengan akuntansi. Para akuntan keperilakuan
juga merasa tertarik untuk melihat bagaimana keprilakuan dapat
memengaruhi perubahan perubahan atas cara akuntansi dilakasanakan dan
bagaimana prosedur laporan akuntansi dapat difunakan lebih efektif untuk
memebantu individu dan organisasi dalam mencapai tujuannya. ( Iksan
dan Ishak, 2005: 27 )
Sementara ilmu keperilakuan merupakan bagian dari ilmu sosial,
akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari ilmu akuntansi dan
pengetahuan keperilakuan. Oleh karena itu, ilmuawan keperilakuan terlibat
dalam riset terhadap aspek – aspek teori motivasi, kepuasan sosial,
maupun bentuk sikap. Sementara para akuntan keperilakuan menerapkan
unsur – unsur khusus dari riset atau teori tersebut untuk menghasilkan
hubungan dengan situasi akuntansi yang ada. ( Iksan dan Ishak, 2005:28 )
Akuntansi keperilakuan diterapkan dengan praktis menggunakan
riset ilmu keperilakuan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku
dari disiplin ilmu lainnya untuk meningkatkan kegunaannya. Suatu
pertanyaan yang beralasan adalah apakah seorang akunatan keperilakuan
dalam kenyataannya merupakan seorang ilmuwan keperilakuan terapan?
Adalah benar bahwa pekerjaan para akuntan keperilakuan dan ilmuwan
keperilakuan terapan saling tumpang – tindih dalam beberapa bidang.
Kedua kelompok tersebut menggunakan prinsip sosiologi dan psikologi
untuk menilai dan memecahkan permasalahan organisasi. Namun, terdapat
perbedaan penting antara kedua golongan tersebut dalam hubungannya
dengan sasaran hasil, fokus, pendidikan, keahlian, dan fungsi masing –
masing. Akuntansi adalah suatu profesi, dan adalah sangat diinginkan agar
para akuntan menjadi terlatih untuk memikirkan tindakan secara
professional. Pelatihan ini berbeda dari pengalaman yang dilihat oleh para
ilmuwan (Iksan dan Ishak, 2005: 28).
2.2.1.3Tujuan dan Manfaat Akuntansi Keper ilakuan
Akuntansi keperilakuan tidak sama dengan akuntansi tradisional
yang hanya melaporkan data keuangan. Akuntansi keperilakuan
menggunakan metodologi ilmu pengetahuan perilaku untuk melengkapi
gambaran informasi dengan mengukur dan melaporkan faktor manusia
yang mempengaruhi keputusan bisnis dan hasil mereka. Manfaat utama
dari akuntansi keperilakuan ini adalah menyediakan informasi bisnis yang
memungkinkan para direktur eksekutif, direktur keuangan, dan perencana
secara konvensional tidak dapat diukur tetapi sangat menentukan bisnis
mereka, sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan mereka (Iksan
dan Ishak, 2005: 4).
2.2.1.4Dimensi Ak untansi Kepr ilakuan
Akuntansi keperilakuan berada dibalik peran akuntansi tradisional
yang berarti mengumpulkan, mengukur, mencatat, dan melaporkan
informasi. Dengan demikian, dimensi akuntansi berkaitan dengan perilaku
manusia dan jika dengan desain, konstruksi, serta penggunaan suatu sistem
informasi yang efisien. Akuntansi keperilakuan, dengan
mempertimbangkan hubungan antara perilaku manusia dan sistem
akuntansi, mencerminkan dimensi sosial dan budaya manusia dalam suatu
organisasi (Iksan dan Ishak, 2005: 23).
Secara umum, akuntansi keperilakuan dapat dibagi menjadi tiga
bidang besar (Iksan dan Ishak, 2005: 24):
1. Pengaruh perilaku manusia berdasarkan desain, konstruksi, dan
penggunaan sistem akuntansi. Bidang ini berkaitan dengan sikap dan
filosofi manajemen yang mempengaruhi sifat dasar pengendalian
akuntansi yang berfungsi dalam organisasi.
2. Pengaruh sistem akuntansi terhadap perilaku manusia. Bidang ini
berkenaan dengan bagaimana sistem akuntansi mempengaruhi
motivasi, produktifitas, pengambilan keputusan, kepuasan kerja, serta
3. Metode untuk memprediksi dan strategi untuk mengubah perilaku
manusia. Bidang ini berhubungan dengan cara sistem akuntansi
digunakan sehingga mempengaruhi perilaku.
2.2.1.5Hubungan Akuntansi Keper ilakuan Dengan Str es Kuliah
Ilmu pengetahuan keperilakuan mempunyai kaitan dengan
penjelasan dan prediksi mengenai keperilakuan manusia. Akuntansi
keperilakuan menghubungkan antara keperilakuan manusia dan akuntansi.
Ilmu pengetahuan keperilakuan merupakan bagian dari ilmu sosial,
sedangkan akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari ilmu akuntansi
dan pengetahuan keperilakuan (Iksan dan Ishak, 2005: 40).
Psikologi, sosiologi dan psikologi sosial menjadi kontributor
pertama dari ilmu keperilakuan. Ketiganya melakukan pencarian untuk
menguraikan dan menjelaskan perilaku manusia, walaupun secara
keseluruhan mereka memiliki perspektif yang berbeda mengenai kondisi
manusia. Psikologi terutama merasa tertarik dengan bagaimana cara
seorang individu bertindak. Di pihak lain, sosiologi dan psikologi sosial,
memusatkan perhatian pada perilaku kelompok sosial. Penekanan
keduanya adalah pada interaksi antara orang – orang dan bukan pada
rangsangan fisik. Perilaku diterangkan dalam hubungannya dengan ilmu
sosial, pengaruh sosial, dan ilmu dinamika kelompok (Iksan dan Ishak,
Ada banyak faktor kompleks yang terkait dengan perilaku manusia.
Faktor – faktor ini dikelompokkan dalam tiga kategori utama, yaitu (Iksan
dan Ishak, 2005: 29):
1. Struktur Karakter
Mengacu pada ciri kepribadian, kebiasaan, dan perilaku individu.
Psikolog biasanya menghubungkan dengan studi karakter khusus
struktur.
2. Struktur Sosial
Menunjukkan beberapa huungan diantara orang – orang yang
mencakup ekonomi, politik, militer, dan kerangka kerja religious yang
menggambarkan perilaku yang bisa diterima.
3. Dinamika Kelompok
Dapat dipandang sebagai suatu sintesa atau kombinasi struktur
karakter dan struktur sosial, yang mengacu pada pengembangan
interaksi pola manusia, proses dari interaksi sosial, dan hasil yang
berhubungan dengan interaksi tersebut. Keterlibatan psikologi sosial
dalam studi ilmu dinamika kelompok sangatlah dirasakan.
2.2.2Per ilak u Belajar
2.2.2.1Penger tian Perilak u Belajar
Konsep atau penegrtian belajar sangat beragam dan tergantung dari
sisi pandang setiap orang yang mengamatinya. Belajar adalah perubahan
dari pengalaman tau latihan yang diperkuat.
(http://id.wikipedia.org/wiki/belajar)
Belajar merupakan salah satu konsep menarik dalam teori – teori
psikologi dan pendidikan, sehingga para ahli memberi bermacam – macam
pengertian mengenai belajar. Belajar merupakan kegiatan individual,
kegiatan yang dipilih secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan
individual tertentu (Suwardjono, 1991). Belajar adalah proses perubahan
perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan (Ali, 1992 dalam
Hanifah dan Syukriy) dan merupakan suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya (Slamet, 1991 dalam Hanifah dan Syukriy, 2001).
Ahmadi (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) lebih jauh menyatakan
bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam diri manusia, sehingga
apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka
tidaklah dapat dikatakan padanya telah berlangsung proses belajar (Marita,
dkk., 2008: 4). Sedangkan pengertian perilaku adalah sekumpulan perilaku
yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai,
etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.
(http://id.wikipedia.org/wiki/perilakumanusia).
Menurut Purwanto (2006: 84-85), beberapa elemen yang penting
a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana
perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik,
tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih
buruk.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman; dalam arti perubahan – perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar;
seperti perubahan – perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap,
harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup
panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan
dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari
suatu periode yang mungkin berlangsung berhari – hari, berbulan –
bulan, ataupun bertahun – tahun. Ini berarti kita harus
mengesampingkan perubahan – perubahan tingkah laku yang
disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian
atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung sementara.
d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kpribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan
dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan,
2.2.2.2Kebiasaan Belajar
Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah
laku dan atau kecakapan. Sampai dimanakah perubahan itu dapat tercapai
atau dengan kata lain berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung
kepada bermacam – macam faktor. Adapun faktor – faktor itu dapat
dibedakan menjadi dua golongan yaitu (Purwanto, 2006: 102):
• Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor
individual. Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain:
faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan
faktor pribadi.
• Faktor yang ada di luar individu yang disebut dengan faktor sosial.
Yang termasuk ke dalam faktor sosial antara lain faktor
keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat – alat
yang digunakan dalam belajar – mengajar, lingkungan dan kesempatan
yang tersedia, dan motivasi sosial.
Menurut Giyono (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001)
kebiasaan belajar dapat berlangsung melalui tiga cara yaitu memperoleh
reinforcement, Classical conditioning, belajar modern, apabila model ini
mendapat reinforcement terhadap tindakannya, maka akan menjadi
kebiasaan. Surachmad dalam Hanifah dan Syukriy (2001) mengemukakan
kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke
perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian (Marita, dkk, 2008: 4).
Dampak kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika
kebiasaan itu membiarkan mahasiswa dapat lolos tanpa gagal (Calhoun
dan Acocella, 1995). Gagne (1998) dalam Usman (2000) menjelaskan
bahwa hasil belajar dapat dihubungkan dengan terjadinya suatu perubahan,
kecakapan atau kejadian atau kepandaian seseorang dalam proses
pertumbuhan tahap demi tahap. Hasil belajar diwujudkan dalam lima
kemampuan yakni keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi
verbal, keterampilan motorik, dan sikap. Dalam hal ini terdapat tiga
dimensi belajar yaitu dimensi kognitif, dimensi afektif, dan dimensi
psikomotorik (Benyamin S. Bloom, 1956) dalam Usman (2000). Dimensi
kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berfikir
mengetahui dan memecahkan masalah. Selanjutnya dimensi ini dibagi
menjadi pengetahuan komprehensif, aplikatif, sintetis, analisis, dan
pengetahuan evaluatif. Dimensi afekstif adalah kemampuan yang
berhubungan dengan sikap, nilai, minat, apresiasi. Dimensi psikomotorik
adalah kemampuan yang berhubungan dengan motorik. Atas dasar itu
hakikatnya hasil belajar adalah memperoleh kemampuan kognitif (Marita,
2.2.2.3Teor i Belajar
Beberapa teori belajar yang terkenal antara lain (Purwanto, 2006:
89):
1. Teori Conditioning
Teori ini dibagi menjadi:
a. Teori Classical Conditioning (Pavlo dan Watson)
Menurut teori Conditioning belajar itu adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat – syarat (Conditions)
yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan
seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat – syarat
tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning
ialah adanya latihan – latihan yang kontinyu. Yang diutamakan
dalam teori ini ialah hal belajar yang terjadi secara otomatis.
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku
manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yakni
hasil daripada latihan – latihan atau kebiasaan – kebiasaan
mereaksi terhadap syarat – syarat / perangsang – perangsang
tertentu yang dialaminya didalam kehidupannya.
b. Teori Conditioning dari Guthrie
Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu
secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan – deretan
ini merupakan reaksi/respon dari perangsang/stimulus sebelumnya,
dan kemudian unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian
menimbulkan response bagi unit tingkah laku yang berikutnya.
Demikianlah seterusnya sehingga merupakan deretan – deretan unit
tingkah laku yang terus – menerus. Jadi pada proses conditioning
ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unit – unit tingkah
laku satu sama lain yang berurutan.
Guthrie juga mengemukakan bagaimana cara/metode untuk
mengubah kebiasaan – kebiasaan yang kurang baik, berdasarkan
teori conditioning, yaitu:
v Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method). Manusia itu adalah suatu organism yang selalu mereaksi
kepada perangsang – perangsang tertentu. Jika suatu reaksi
terhadap perangsang - perangsang telah menjadi suatu
kebiasaan, maka cara untuk mengubahnya ialah dengan jalan
menghubungkan perangsang (Stimulus) dengan reaksi
(response) yang berlawanan dengan reaksi buruk yang hendak
dihilangkannya.
v Metode Membosankan (Exchaustion Method).
Hubungan antara asosiasi antara perangsang dan reaksi (S-R)
pada tingkah laku yang buruk itu dibiarkan saja sampai lama
v Metode Mengubah Lingkungan (Change of Environment Method).
Metode yang dilakukan dengan jalan memutuskan atau
memisahkan hubungan antara S dan R buruk yang akan
dihilangkannya. Yakni menghilangkan kebiasaan – kebiasaan
buruk yang disebabkan oleh suatu perangsang (S) dengan
mengubah perangsangnya itu sendiri.
c. Teori Operant Conditioning (Skinner)
Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan
tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan respon.
Hanya perbedaannya, Skinner membuat perincian lebih jauh.
Skinner membedakan adanya dua macam respon, yaitu:
• Respondent respons (reflexive respons): respon yang
ditimbulkan oleh perangsang – perangsang tertentu.
• Operant response (instrumental response): yaitu respon yang
timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang –
perangsang tertentu.
d. Teori Systematic Behavior (Hull)
Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu
kebutuhan atau “keadaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud,
sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan
kebutuhan itu.
Jadi prinsip yang utama adalah suatu kebutuhan atau motif
harus ada pada seseorang sebelum belajar itu terjadi; dan bahwa
apa yang dipelajari itu harus diamati oleh orang yang belajar
sebagai sesuatu yang dapat mengurangi kekuatan kebutuhannya
atau memuaskan kebutuhannya.
2. Teori Connectionism (Thorndike)
Proses belajar menurut Thorndike melalui proses:
a. Trial an error (mencoba – coba dan mengalami kegagalan), dan
b. Law or effect yang berarti bahwa segala tingkah laku yang
berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan
tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik –
baiknya.
Sedangkan segala tingkah laku yang berakibat tidak menyenagkan
akan dihilangkan dan dilupakannya.
3. Teori menurut Psikologi Gestalt
Belajar menurut Psikologi Gestalt dapat diterangkan sebagai berikut:
a. Dalam belajar, faktor pemahaman atau pengertian (insight)
merupakan faktor yang penting. Dengan belajar dapat memahami /
b. Dalam belajar, pribadi atau organism memegang peranan yang
paling sentral. Belajar tidak hanya dilakukan secara reaktif –
mekanistis belaka, tetapi dilakukan dengan sadar, bermotif, dan
bertujuan.
2.2.2.4Aspek Belajar
Apapun tujuan yang ingin dicapai melalui belajar di perguruan
tinggi, akhirnya tujuan tersebut harus dicapai dalam bentuk unit kegiatan
belajar – mengajar yang disebut kuliah. Beberapa aspek yang berkaitan
dengan kegiatan konkrit belajar yang akan mempengaruhi sikap dan
semangat mahasiswa dalam menjalani proses belajar, antara lain
(Suwardjono: 2004):
1 Makna kuliah
Dosen dan kuliah bukan merupakan sumber pengetahuan utama dan
oleh karena itu perlu diredifinisi pengertian kuliah sejak dini. Kuliah
merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa
dalam proses belajar mandiri.
2 Fungsi temu kelas
Sebagai medium penguatan pemahaman dan bukan sebagai sumber
pengetahuan. Untuk itu diharapkan mahasiswa menyiapkan diri
sebelumnya agar mahasiswa tersebut memiliki pengetahuan yang
3 Pengalaman belajar atau nilai
Pengendalian proses belajar lebih penting daripada hasil atau nilai
ujian. Kalau proses belajar dijalankan dengan baik, nilai merupakan
konsekuensi logis proses tersebut. Kalau proses belajar tidak
dikendalikan dengan baik, nilai tidak mencerminkan adanya perubahan
perilaku walaupun nilai tersebut menambah atribut seseorang.
4 Konsepsi tentang dosen
Dalam proses belajar mengajar yang efektif, dosen harus dipandang
sebagai manajer kelas dan merupakan narasumber proses belajar.
Sumber pengetahuan utama adalah buku, perpustakaan, artikel dalam
majalah, hasil penelitian, dan media cetak atau ausio visual lainnya.
Dalam teknologi pendidikan, dikatakan bahwa dosen bertindak sebagai
director, facilitator, motivator dan evaluator proses belajar.
5 Kemandirian dalam belajar
Kemandirian merupakan sikap yang terbentuk akibat rancangan proses
belajar yang cermat. Sikap/perilaku mandiri merupakan sikap yang
sengaja dibentuk dan bukan sesuatu yang datang dengan sendirinya.
Kemandirian belajar adalah hasil suatu proses dan pengalaman belajar
itu sendiri. Kalau proses belajar tidak member pengalaman bahwa
belajar merupakan suatu kegiatan individual maka perilaku mandiri
dalam belajar akan tetap merupakan impian. Kemadirian belajar harus
6 Konsep memiliki buku
Buku merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari belajar.
Buku merupakan sumber pengetahuan. Memiliki buku tidak sama
dengan memiliki kertas bergambar huruf dan garis. Buku hendaknya
diperlakukan sebagai teman atau kekasih sejati; buku harus diajak
berdialog. Kurangnya minat untuk memiliki buku mungkin timbul
karena anggapan bahwa dosen dan kuliah merupakan sumber
pengetahuan utama.
7 Kemampuan berbahasa
Kemampuan berbahasa merupakan dasar yang sangat penting untuk
dapat memahami pengetahuan yang kompleks dan konseptual. Karya
ilmiah dan tinggi tidak dapat begitu saja dipahami dengan
menggunakan bahasa ilmiah. Penguasaan bahasa yang memadai (baik
strusktur maupun kosakata)juga dapat membantu seseorang untuk
mengekspresi gagasan dan perasaan atau mendeskripsi masalah secara
cermat dan efektif.
2.2.3Kecerdasan Emosional
2.2.3.1Penger tian Kecer dasan Emosional
Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan
keterampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal dan
akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak hanya ini saja.
Pandangan baru yang berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain
di luar kecerdasan intelektual (IQ), sepertin bakat, ketajaman pengamatan
sosial, hubungan sosial, kematangan emosional, dan lain – lain yang harus
juga dikembangkan (Melandy dan Azizah, 2006: 5).
Temuan David Wechsler (1958) dalam Trisnawati dan
Suryaningsum (2003) mendefinisikan kecerdasan sebagai keseluruhan dan
kemampuan seseorang untuk bertindak bertujuan, untuk berpikir rasional,
dan untuk berhubungan dengan lingkungannya secara efektif. Temuan
Wechsler ini mengidentifikasikan, selain aspek kognisi, aspek non-kognisi
juga berpengaruh dalam mencapai keberhasilan hidup. Kematangan dan
kedewasaan menunjukkan kecerdasan dalam hal emosi. Mayer, dalam
Goleman (2000), menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional
berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman dari kanak – kanak
hingga dewasa, lebih penting lagi bahwa kecerdasan emosional dapat
dipelajari (Budhiyanto dan Nugroho: 2004).
Menurut Wibowo (2002) kecerdasan emosional adalah untuk
menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk
mengendalikan emosi, sehingga memberikan dampak yang positif
(Melandy dan Azizah, 2006: 5).
Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah
ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan
emosional tersebut seseorang menempatkan emosinya pada porsi yang
tepat, memilih kepuasan dan mengatur suasana hati. Sementara Cooper
dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya
dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh manusiawi
(Suryaningsum, dkk., 2004: 353).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosional merupakan kemampuan – kemampuan untuk
mengendalikan diri, mengelola emosi diri, kemampuan untuk mengatasi
masalah, dan kemampuan untuk memotivasi diri. Menurut Mu’tadin
(2002) terdapat tiga unsur penting kecerdasan emosional yang terdiri dari
kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial (menangani
suatu hubungan); dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah
tanggapan yang dikehendaki pada orang lain) (Melandy dan Azizah, 2006:
5).
2.2.3.2Komponen Kecer dasan Emosional
Goleman (2000) secara garis besar membagi dua kecerdasan
emosional yaitu kecakapan pribadi yang meliputi pengenalan diri,
pengendalian diri, motivasi, dan kecakapan sosial yang terdiri dari empati
dalam kecerdasan emosional dari model Salovely dan Mayer, yaitu:
pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan
Tabel 2.1. Kerangka Ker ja Kecakapan Emosi Kecaka pan Pr ibadi
Menentukan bagaimana kita mengolah diri sendiri.
Kecer dasan Sosial Menentukan bagaimana kita menangani suatu hubungan.
Kesadar an Dir i
Mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya dan intuisi. • Kesadaran emosi: mengenali
emosi diri sendiri dan efeknya. • Penilaian diri secara efektif:
mengetahui kekuatan dan batas – batas diri sendiri.
• Percaya diri: keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.
Kendali Dir i
Mengelola kondisi, implus, dan sumber daya diri sendiri. • Kontrol diri: mengelola emosi
dan desakan hati yang merusak. • Dapat dipercaya: memelihara
norma kejujuran dan integritas. • Berhati-hati: bertanggungjawab
atas kinerja pribadi.
• Adaptabilitas: keluwesan dalam menghadapi perubahan.
• Inovasi: mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi baru.
Empati
Kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang
lain.
• Memahami orang lain:
mengindra perasaan dan perspektif orang lain dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
• Orientasi pelayanan:
mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan.
• Mengembangkan orang lain:
merasakan kebutuhan
perkembangan orang lain dan
berusaha menumbuhkan
kemampuan mereka.
• Mengatasi keseragaman:
menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam – macam orang.
• Kesadaran politik: mampu membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.
Keter a mpilan Sosial Kepintaran dalam mengguagah tanggapan yang dikehendaki pada
Motivasi
Kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan
peraihan sasaran
• Dorongan berprestasi: dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan. • Komitmen: menyesuaikan diri
dengan sasaran kelompok atau perusahaan.
• Inisiatif: kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan. • Optimisme: kegigihan dalam
memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.
• Pengaruh: memiliki taktik untuk melakukan persuasi.
• Komunikasi: mengirimkan pesan yang jelas dan menyakinkan. • Kepemimpinan: membangkitkat
inspirasi dan memandu kelompok orang lain.
• Katalasator perubahan: memulai dan mengelola perubahan. • Manajemen konflik: negoisasi
pemecahan silang pendapat. • Membangun ikatan:
menumbuhkan hubungan sebagai alat.
• Kolaborasi dan kooperasi: kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama.
• Kemampuan tim: menciptakan sinergi kelompok dalam
memperjuangkan tujuan bersama Sumber: Goleman (2000) dalam Melandy dan Azizah (2006: 7)
2.2.4Str es Kuliah
2.2.4.1Penger tian Str es
Pengertian umum mengenai konsep stres banyak digunakan untuk
menjelaskan tentang sikap atau tindakan yang dilakukannya apabila ia
menghadapi suatu tantangan dalam hidupnya dan dia gagal memperoleh
respon dalam menghadapi tantangan itu. Terjadinya proses stres didahului
oleh adanya sumber stres (stressor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi
seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan atau
kondisi seseorang dalam menghadapi lingkungan (Marita dkk., 2008).
Pengertian stres yang dikemukakan oleh Robbins (2006:793)
adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang,
kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa
yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak
pasti dan penting.
Berdasarkan pengertian – pengertian stres diatas, dapat
disimpulkan bahwa stres merupakan suatu respon atau tekanan yang
dirasakan oleh individu dari berbagai lingkungan terhadap situasi atau
tuntutan yang dirasakan oleh seseorang tersebut.
2.2.4.2Penyebab Str es
Penyebab stres (Stressors) itu bertumpuk – tumpuk fakta yang
cenderung diabaikan ketika penyebab stres ditinjau secara individual
adalah bahwa stres merupakan fenomena yang bertumpuk – tumpuk. Stres
itu senantiasa bertumpuk – tumpuk. Tiap penyebab stres yang baru dan
bertahan menambah ke tingkat stres individu. Penyebab stres tunggal
mungkin relatif tidak penting, tetapi jika ditambahkan ke tingkat stres
yang sudah tinggi, dapat ibarat sehelai jerami yang mematahkan punggung
individu, kita harus menjumlahkan stres kesempatan, stres kendala, stres
tuntutannya (Robbins, 2006: 798).
Perkuliahan pada dunia modern sekarang ini, bukan lagi hanya
sekedar datang kekampus, menghadiri kelas, ikut serta dalam ujian, dan
kemudian lulus. Tidak sesederhana itu, hal ini dapat kita analogikan
dengan proses evolusi yang membuat spesies – spesies makhluk hidup
semakin kompleks, demikian juga dunia perkuliahan dewasa ini. begitu
banyak aktivitas yang terlibat dalam kegiatan kuliah. Bergaul, having fun
dengan teman atau pacar, mengembangkan bakat dan minat melalui
kegiatan – kegiatan non-akademis, hingga bekerja untuk menambah uang
saku. Pola hidup yang kompleks ini sering kali menjadi beban tambahan
disamping tekanan dalam kuliah yang sudah begitu melelahkan. Masalah
diluar perkuliahan mau tak mau harus diakui turut mempengaruhi, baik
dari segi mood, konsentrasi, maupun prestasi akademik. Apalagi grafik
usia yang menunjukkan bahwa para mahasiswa umumnya berada dalam
tahap remaja (adolescence) hingga dewasa muda (early adulthood).
Seseorang pada rentan usia ini masih labil dalam hal kepribadiannya,
sehingga dalam menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat
kurang berpengalaman. Masalah – masalah tersebut, baik dalam hal
perkuliahan maupun di kehidupan di luar kampus, dapat menjadi distress
yang mengancam. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketika ada
salah mengerti respon ini, maka pertama – tama kita perlu memahami dulu
stressor – stressor apa saja yang mungkin muncul dalam kehidupan
mahasiswa (http://all-about-stress.com).
Menurut Hall dalam Suhartin (1999:37), penyebab stress antara
lain:
1 Keadaan atau rangsang yang menekan, seperti misalnya kematian
orang yang dicintai, tugas yang berat, keadaan jalan macet, kemarahan
bos, ditekan waktu dalam bekerja, problem yang sulit dipecahkan,
tujuan yang sulit dicapai, dan sebagainya.
2 Golongan kedua adalah timbulnya konflik. Yang dimaksud dengan
konflik dalam naskah ini adalah dua pilihan atau lebih, pilihan mana
sulit dilaksanakan karena pilihan yang merupakan pilihan yang
dilematis. Jadi, konflik tersebut merupakan konflik dalam diri sendiri.
3 Sebab yang ketiga adalah apa yang disebut dengan frustasi yaitu
keadaan tegang akibat dari tidak tercapainya tujuan. Sebagai contoh,
ingin lulus ujian tetapi tidak lulus, ingin naik pangkat atau jabatan
tetapi tidak dapat naik, melamar gadis ditolak oleh gadis, dan
sebagainya. Situasi semacam ini dapat menimbulkan apa yang disebut
frustasi, sebagai gilirannya mengakibatkan stres.
2.2.4.3Dampak Str es
Orang yang mengalami stres dapat mengalaminya hanya untuk
stres psikologik akan menampakkan diri dalam bentuk sakit fisik atau sakit
psikis antara lain kesehatan jiwa terganggu, orang dapat menjadi agresif,
dapat menjadi depresi, dapat menderita neurosis cemas, dapat menderita
gangguan psikomotorik, dan dapat tidak sehat badan atau menderita
penyakit fisik yaitu tekanan darah tinggi, sakit jantung, sesak nafas
(Asthma Bronkhial), radang usus, tukak lambung atau usus, sakit kepala
(Tension Headache), sakit eksim kulit (Neurodermatitis), Konstipasi,
Arthritis, Kanker, dll (http://pranaindonesia.wordpress.com).
Menurut para ahli psikologi pada dasarnya akibat atau pengaruh
terhadap seseorang yang mengalami bersifat subyektif atau relatif.
Maksudnya stres yang secara obyektif rendah, dapat dirasakan oleh
seseorang sebagai stres yang tinggi, misalnya tidak lulus ujian
komprehensif (mempertahankan tugas riset, membuat skripsi atau tesis),
sampai yang bersangkutan mengalami depresi. Padahal peristiwa tersebut
bagi orang lain tidak sampai menimbulkan depresi (rasa tertekan yang
sangat dalam), walaupun memang menimbulkan kekecewaan tetapi segera
hilang dan segera belajar lagi untuk ujian ulangan yang akan datang
(Suhartin, 1999: 35).
2.2.4.4Mengelola Str es
Stres telah menjadi mimpi buruk bagi banyak mahasiswa dari
tahun ke tahun, bahkan tidak jarang stres berkembang menjadi “mesin
sebenarnya dapat kita siasati. Memahami stres dan mengenali gangguan
stres yang seringkali muncul pada mahasiswa, akan membantu kita dalam
menemukan “jurus” yang