• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Prototipe Energi Terbarukan Tenaga Surya Di Puskesmas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Prototipe Energi Terbarukan Tenaga Surya Di Puskesmas"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya Pedoman Prototipe Energi Terbarukan Tenaga Surya Di Puskesmas dapat tersusun.

Pedoman Prototipe Energi Terbarukan Tenaga Surya Di Puskesmas ini merupakan panduan bagi perencanaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dilaksanakan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Pemasangan PLTS tersebut PLTS dapat menjadi salah satu pilihan untuk memenuhi pasokan listrik di Puskesmas terutama bagi Puskesmas yang berada di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) atau wilayah tertinggal, terdepan dan terluar.

Pedoman ini menjelaskan tentang konsep desain, spesifikasi, perhitungan kebutuhan dana dan tahapan–tahapan yang perlu dilakukan dalam upaya pemeliharaan dan pengawasan terhadap PLTS puskesmas. Pembanguan PLTS pada bangunan puskesmas tersebut harus memperhatikan kondisi pasokan listrik yang sudah ada. Melalui pedoman ini, seluruh stakeholder terkait dapat memperoleh rujukan dalam proses perancangan, pemasangan dan pemeliharaan sistem PLTS yang akan dipasang di bangunan puskesmas.

Akhir kata saya sampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah mendukung penyusunan buku ini. Masukan dan saran dari semua pihak kami harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Terima Kasih

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Desember 2019 Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan,

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Sasaran ... 2

1.4. Ruang Lingkup ... 2

1.5. Batasan dan Pengertian ... 3

BAB II PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA ... 4

2.1. Definisi ... 4

2.2. Tujuan Penggunaan ... 5

2.3. Gambaran Umum ... 5

2.4. Prinsip kerja Energi Listrik Tenaga Surya ... 6

2.5. Komponen Utama PLTS ... 7

2.5.1. Rangkaian Modul Surya ... 8

2.5.2. Solar Charge Controller (SCC) ... 9

2.5.3. Inverter ... 9

2.5.4. Baterai ... 10

2.5.4.1. Depth of Discharge (DoD) ... 11

2.5.4.2. Jumlah Siklus Baterai ... 11

2.5.4.3. Efisiensi Baterai ... 11

2.5.4.4. Discharge dan Charge Rate ... 11

2.5.4.5. Temperatur Baterai ... 12

2.5.5. Kapasitas dan Spesifikasi Baterai Bank ... 12

BAB III KONSEP DESAIN PLTS PUSKESMAS ... 13

3.1. Jenis PLTS ... 13

(4)

3.1.2. Energi Listrik Tenaga Surya PLTS Hibrid ... 13

3.1.3. Energi Listrik Tenaga Surya PLTS On Grid ... 14

3.2. Jenis Puskesmas Menurut Bangunannya ... 15

3.3. Jenis Puskesmas Menurut Sumber Listriknya ... 19

BAB IV KONFIGURASI DAN SPESIFIKASI TEKNIS SISTEM PLTS/RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT (RKS) ... 21

4.1. Karakteristik Energi Tenaga Surya ... 21

4.2. Spesifikasi Teknis Energi Listrik Tenaga Surya Offgrid ... 24

4.2.1. Modul Surya (MS) ... 25

4.2.2. Rak Komponen Kompak (RKK) ... 26

4.2.3. Inverter (I6) ... 26

4.2.4. Solar Charge Controller (SCC) ... 28

4.2.5. Remote Monitoring System (RMS) ... 29

4.2.6. RKK Daya (Power) ... 29

4.2.6.1. Solar Charge Controller (SCC) ... 30

4.2.6.2. Inverter (I6) ... 30

4.2.6.3. Baterai Module (BM 2,4) ... 30

4.2.6.4. Modul Surya (MS) ... 31

4.2.7. RKK Energy (Energy) ... 31

4.2.7.1. Solar Charge Controller (SCC) ... 31

4.2.7.2. Baterai Module (BM 2,4) ... 31

4.2.7.3. Modul Surya (MS) ... 31

4.2.8. RKK Penyimpanan (Storage) ... 31

4.2.8.1. Baterai Module (BM 2,4) ... 31

4.2.9. Power Rack Paralel Box ... 31

4.2.10.Pengkabelan dan Grounding ... 32

4.2.11. Combiner Box ... 33

4.2.12. Panel Distribusi ... 34

4.2.13. Penyangga PV Array (PV Array Support) ... 35

4.2.13.1.Ground Mouted penyangga PV Array ... 35

4.2.13.2.Rooftop Mouted penyangga PV Array ... 37

4.2.14. Penangkal Petir ... 37

(5)

4.3. Spesifikasi Teknis Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) OnGrid 40

4.3.1. Modul Surya ... 41

4.3.2. Inverter Ongrid ... 41

4.3.3. Remote Monitoring System (RMS) ... 43

4.3.4. Pengkabelan dan Grounding ... 43

4.3.5. Combiner Box ... 44

4.3.6. Panel Distribusi ... 44

4.3.7. Penyangga PV Array (PV Array Support) ... 44

4.3.8. Penangkal Petir ... 44

4.3.9. Peralatan Kerja dan Peralatan Keselamatan Kerja ... 44

BAB V KONSEP PERHITUNGAN BEBAN ... 45

BAB VI PEMELIHARAAN, PEMANFAATAN DAN PENGAWASAN ... 49

6.1. Pemeliharaan PLTS ... 49

6.1.1. Modul Surya ... 49

6.1.2. Solar Charge Controller ... 50

6.1.3. Inverter ... 51

6.1.4. Baterai ... 51

6.1.5. Combiner Box ... 52

6.1.6. Panel Distribusi AC dan DC ... 53

6.2. Pemanfaatan dan Pengawasan PLTS ... 53

BAB VII PENUTUP ... 56

7.1. Kesimpulan ... 56

7.2. Saran ... 56

LAMPIRAN 1 ... 57

BILL OF QUANTITY PLTS OFFGRID, HYBRID DAN ONGRID ... 57

LAMPIRAN 2 ... 60

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Potensi energi terbarukan di Indonesia ... 6

Tabel 4.1. Matrik Spesifikasi Teknis Rak Komponen Kompak (RKK) ... 37

Tabel 4.2. Kapasitas Daya Konsumen PLN ... 39

Tabel 5.1. Tabel Konsep Desain Berdasarkan Kondisi Puskesmas ... 44

Tabel 5.2. Tabel Perhitungan Beban Listrik ... 45

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Prinsip Kerja Energi Listrik Tenaga Surya ... 7

Gambar 2.2. Jenis-Jenis Sel Surya... 9

Gambar 3.1. Blok Diagram Konfigurasi PLTS Off Grid ... 14

Gambar 3.2. Blok Diagram Konfigurasi PLTS Hibrid ... 15

Gambar 3.3. Blok Diagram Konfigurasi PLTS On Grid ... 15

Gambar 3.4. Model Prototipe Layout 1 Lantai 1 ... 16

Gambar 3.5. Model Prototipe Layout 1 Lantai 2 ... 16

Gambar 3.6. Model Prototipe Layout 2 Lantai 1 ... 17

Gambar 3.7. Model Prototipe Layout 2 Lantai 2 ... 17

Gambar 3.8. Model Prototipe Layout 3 Lantai 1 ... 18

Gambar 3.9. Model Prototipe Layout 3 Denah Atap ... 18

Gambar 3.10. Model Prototipe Layout 4 ... 19

Gambar 3.11. Modul Prototipe Layout 5 ... 19

Gambar 4.1. Skema Sel Surya ... 22

Gambar 4.2. Kurva Karakteristik Sel Surya ... 22

Gambar 4.3. Kurva Karakteristik Akibat Variasi Irradiance Matahari ... 26

Gambar 4.4. Kurva Karakteristik I-V dan P-V Terhadap Temperatur ... 26

Gambar 4.5. Gambar 3D PLTS Offgrid ... 27

Gambar 4.6. Gambar 3D PLTS Hibrid ... 27

(8)

DAFTAR SINGKATAN

AC = Alternating Current (Arus Bolak-balik)

Ah = Ampere hours

APAR = Alat Pemadam Api Ringan A-Si = Amorphous Silicon

BJT = Bipolar Junction Transistor

BM = Battery Module

BMS = Battery Management System CdTe = Cadmium Telluride

CIGs = Copper Indium Gallium Deselenide DC = Direct Current (Arus Searah) DoD = Depth of Discharge

DTPK = Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan ELCB = Earth Leak Circuit Breaker

GPRS = General Packet Radio Service

GW = GigaWatt

HPS = Harga Perkiraan Sendiri

I6 = Inverter 6 kW

IEC = International Electrotechnical Commission IGBT = Insulated-Gate Bipolar Transistor

IL = Current Load

IP = Index Protection

Isc = Short Circuit Current

ISO = International Organization for Standardization IUI = Ijin Usaha Industri

J-FET = Junction Field Effect Transistor

KAK = Kerangka Acuan Kerja

kVA = KiloVolAmpere

kWh = KiloWatthour

kWp = KiloWattpeak

LiFePO4 (LFP) = Lithium Fero Phosphate

(9)

MC4 = Multi Conecttor MCB = Mini Circuit Breaker

MOSFET = Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor MPPT = Maximum Power Point Tracking

MS = Modul Surya

MW = MegaWatt

N = tipe Negative

OHSAS = Occupational Health and Safety Assessment Series

P = tipe Positive

PCS = Power Conditioner System PCU = Power Conditioner Unit PLN = Perusahaan Listrik Negara PLTB = Pembangkit Listrik Tenaga Bayu PLTD = Pembangkit Listrik Tenaga Diesel PLTMH = Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro PLTS = Pembangkit Listrik Tenaga Surya Puskesmas = Pusat Kesehatan Masyarakat

PV = PhotoVoltaic

PWM = Pulse Width Modulation

QA = Quality Assurance

RKK = Rak Komponen Kompak

RKS = Rencana Kerja dan Syarat-syarat

RM = Rekening Minimum

RMS = Remote Monitoring System SCC = Solar Charger Controller SCR = Silicon Controlled Rectifier

SMK = Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja SNI = Standar Nasional Indonesia

SPLN = Standard PLN

SS = Stainless Stell

STP = Surat Tanpa Pendaftaran

TKDN = Tingkat Komponen Dalam Negeri

UV = Ultra Violet

(10)

Vac = Voltage Alternating Current (Tegangan Bolak-balik) Vdc = Voltage Direct Current (Tegangan Searah)

Vm = Voltage Maximum

Voc = Open Circuit Voltage

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu visi dari 5 visi Bapak Presiden RI adalah Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang salah satu fokusnya adalah peningkatan SDM berkualitas dan berdaya saing. Untuk mencapai visi tersebut dalam periode tahun 2020 sampai tahun 2024 Kementerian Kesehatan menetapkan arah kebijakan pembangunan kesehatan antara lain melalui penguatan system pelayanan kesehatan primer dengan melibatkan Fasyankes milik Pemerintah dan swasta. Sebagai upaya untuk mewujudkan penguatan system pelayanan kesehatan primer dilakukan pembenahan input pelayanan kesehatan diantaranya melalui pemenuhan sarana (bangunan), prasarana dan alat kesehatan.

Kondisi geografis Indonesia dimana fasilitas pelayanan kesehatan tidak bisa dengan mudah diakses, infrastruktur yang kurang memadai, kelangkaan sumber daya manusia serta kondisi sosio kultural masyarakat merupakan hal yang menjadi penghambat pemanfaatan pelayanan kesehatan. Berdasarkan data ASPAK sampai dengan akhir tahun 2019 prosentase puskesmas dengan prasarana sesuai standar masih rendah. Salah satunya adalah ketersediaan sumber daya listrik. Hal ini disebabkan oleh menyebabkan banyak puskesmas yang terletak di daerah pedesaan dan tempat terpencil dengan akses listrik PLN yang terbatas.

Sebagai upaya untuk menanggulangi keterbatasan pasokan listrik PLN untuk puskesmas daerah terpencil dan sangat terpencil maka dibutuhkan sebuah sumber listrik alternatif yang dapat membantu. Dari banyaknya potensi pembangkit listrik yang ada di Indonesia, salah satu potensi yang relatif besar adalah dari sumber energi surya. Potensi yang dimiliki Indonesia dari sumber energi surya adalah sebesar 4,8 kWh/m2/hari atau setara dengan 112.000 GW jika seluruh wilayah Indonesia dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). PLTS merupakan suatu sistem yang memanfaatkan sumber energi cahaya matahari diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan teknologi Photovoltaic. Sistem ini terdiri dari beberapa komponen yaitu PV (Photo Voltaic), Solar Charge Controler, Baterai dan Inverter.

Energi surya merupakan sumber energi terbarukan yang tersedia secara berlimpah di Indonesia. Salah satu cara memanfaatkan energi surya adalah dengan mengubahnya menjadi energi listrik menggunakan modul fotovoltaik atau modul surya yang disebut pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Dewasa ini pemanfaatan energi surya sebagai pembangkit tenaga listrik berkembang pesat, Pembangunan PLTS dapat mempercepat rasio kelistrikan dan mengurangi konsumsi bahan bakar minyak di daerah terpencil. Pada pedoman ini dibahas konfigurasi dasar PLTS, spesifikasi teknis peralatan utama seperti modul surya, inverter dan baterai serta pertimbangan dalam menentukan kapasitas PLTS.

(12)

Keunggulan utama Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah tidak bergantung pada lokasi dimana sumber energi berada. Berbeda halnya dengan geothermal dan air yang sangat bergantung pada lokasi dimana sumber energi tersebut berada sehingga listrik dari pembangkitan kedua sumber energi tersebut tidak bisa diterapkan secara sembarangan karena membutuhkan infrastruktur yang memadai untuk menjangkau daerah-daerah yang membutuhkan. PLTS di Indonesia pada umumnya mempunyai lama penyinaran matahari (iradiasi matahari) yang secara efektif sampai 5 jam dalam satu hari dan faktor cuaca.

PLTS dalam skala rumah tangga sendiri sudah banyak diterapkan, kerap kali disebut sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Instalasi PLTS pada rumah tangga bertujuan untuk memenuhi energi listrik pada rumah tangga. Dalam instalasinya dibutuhkan sebuah metode perancangan PLTS guna mendapatkan sistem yang dapat memenuhi kebutuhan energi listrik yang diinginkan. Metode perancangan yang digunakan pada PLTS diuji kehandalannya sehingga instalasi yang dihasilkan sesuai dengan rancangan dan kebutuhan sehingga dapat diterapkan dalam puskesmas.

Dari sekian banyak penerapan PLTS yang ada di Indonesia banyak instalasinya yang belum sesuai dengan kebutuhan dan keadaan tempat pemasangan. Hal tersebut menyebabkan energi listrik yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan. Selain masalah dalam perancangan dan instalasi, banyak instalasi PLTS yang kurang termanfaatkan dengan baik dikarenakan pengoperasian PLTS tidak dilakukan dengan baik dan benar. Untuk menjaga tetap berjalannya PLTS dan membuat umur penggunaan lebih lama perlu dilakukannya pemeliharaan. Mengingat pentingnya perancangan dan pemasangan, cara pengoperasian dan perawatan yang baik dan benar, maka dibutuhkan sebuah Panduan/Pedoman.

1.2. Tujuan

Modul Pembangkit Listrik Tenaga Surya ini bertujuan untuk menjadi salah satu rujukan, referensi teknis dalam pengadaan/pembelian Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Puskesmas.

1.3. Sasaran

Pedoman Prototipe Energi Terbarukan Tenaga Surya Di Puskesmas ditujukan bagi penyelenggara pelayanan kesehatan di Puskesmas

1.4. Ruang Lingkup

Instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada Puskesmas belum dapat memenuhi kebutuhan energi listrik pada puskesmas tersebut, sehingga dibutuhkan sebuah rancangan PLTS yang dapat memenuhi kebutuhan listrik untuk Puskesmas. Pada penerapan PLTS di Indonesia banyak instalasinya yang belum sesuai dengan kebutuhan dan keadaan tempat pemasangan. Hal tersebut menyebabkan energi yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan. Selain

(13)

masalah dalam perancangan dan instalasi, banyak instalasi PLTS yang kurang termanfaatkan dengan baik dikarenakan pengoperasian PLTS tidak dengan baik dan benar. Untuk menjaga tetap berjalannya PLTS dan membuat umur penggunaan lebih lama perlu dilakukannya pemeliharaan. Mengingat pentingnya perancangan dan pemasangan, cara pengoperasian dan perawatan yang baik dan benar, maka dibutuhkan sebuah Pedoman.

1.5. Batasan dan Pengertian

Pedoman Prototipe Energi Terbarukan Tenaga Surya Di Puskesmas ini akan mempermudah perancangan PLTS di Puskesmas. Pedoman ini juga dapat menjadi acuan bagi pegawai atau petugas puskesmas dalam mengoperasikan dan mememelihara PLTS. Pengoperasian dan pemeliharaan yang sesuai dapat memperpanjang umur dari instalasi PLTS untuk puskesmas.

(14)

BAB II

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA

2.1. Definisi

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah salah satu pembangkit listrik yang sangat sederhana dan mudah dipasang dirumah/puskesmas, sehingga PLTS merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan listrik yang sangat ramah lingkungan. Mengingat Indonesia merupakan daerah tropis, maka sangatlah baik jika PLTS dikembangkan dengan sungguh-sungguh. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan lebih diminati karena dapat digunakan untuk keperluan apa saja dan di mana saja misalnya bangunan besar, pabrik, perumahan dan lainnya. Selain persediaannya tanpa batas, tenaga surya nyaris tanpa dampak buruk terhadap lingkungan dibandingkan bahan bakar lainnya.

Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) mengubah energi elektromagnetik dari sinar matahari menjadi energi listrik. Pembangkit listrik berbasis energi terbarukan ini merupakan salah satu solusi yang direkomendasikan untuk listrik di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) di mana sinar mataharinya melimpah dan bahan bakar sulit didapat dan relatif mahal. Alasan utama menggunakan teknologi fotovoltaik ini adalah sebagai berikut:

• Sumber energi yang melimpah dan tanpa biaya

• Sumber energi tersedia di tempat dan tidak perlu diangkut

• Biaya pengoperasian dan pemeliharaan sistem PLTS yang relatif kecil • Tidak perlu pemeliharaan yang sering dan dapat dilakukan oleh operator

setempat yang terlatih

• Ramah lingkungan, tidak ada emisi gas dan limbah cair atau padat yang berbahaya

Sistem PLTS terdiri dari modul fotovoltaik, solar charge controller atau inverter jaringan, baterai, inverter baterai, dan beberapa komponen pendukung lainnya. Ada beberapa jenis sistem PLTS, baik untuk sistem yang tersambung ke jaringan listrik PLN (on-grid) maupun sistem PLTS yang berdiri sendiri atau tidak terhubung ke jaringan listrik PLN (off-grid). Meskipun sistem PLTS tersebar (PLTS, Pembangkit Listrik Tenaga Surya ) lebih umum digunakan karena relatif murah dan desainnya yang sederhana, saat ini PLTS terpusat dan PLTS hybrida (PLTS yang dikombinasikan dengan sumber energi lain seperti angin atau diesel) juga banyak diterapkan, yang bertujuan untuk mendapatkan daya dan penggunaan energi yang lebih tinggi serta mencapai keberlanjutan sistem yang lebih baik melalui kepemilikan secara kolektif (komunal). Sementara itu, rantai

(15)

pasokan suku cadang sistem PLTS yang lebih baik sangat diperlukan untuk menjamin keberlanjutan sistem ini di Indonesia terutama di daerah pedesaan. Sangat disadari, butuh waktu yang cukup lama untuk membangun penyedia layanan teknis dan suku cadang di daerah pedesaan. Meskipun demikian, dengan tetap konsisten menjaga kualitas sistem, kemungkinan rusaknya sistem akan berkurang dan umur pakai sistem akan lebih panjang.

2.2. Tujuan Penggunaan

Listrik merupakan kebutuhan pokok yang diperlukan saat ini, baik itu di perkotaan maupun di pedesaan. Dan dalam berbagai sektor bidang, listrik merupakan hal pendukung yang diperlukan adanya seperti pada bidang kesehatan. Di dalam dunia kesehatan, listrik diperlukan penggunaannya dalam menjalankan teknologi-teknologi kesehatan yang memerlukan adanya energi listrik. Dan karena sumber energi listrik utama saat ini merupakan energi fosil yang mana memiliki batas ketersediaan. Maka digunakanlah energi listrik yang beresumber dari sinar matahari, dimana sumber energi yang selalu tersedia, tidak akan pernah habis dan tidak menyebabkan krisis kelangkaan energi. Tenaga surya merupakan energi yang bersih dan ramah lingkungan, hal ini dikarenakan tenaga surya tidak memancarkan emisi karbon yang berbahaya yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.

2.3. Gambaran Umum

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber daya energi baik energi yang bersifat sumber tidak terbarukan maupun yang bersifat sumber terbarukan. Eksplorasi sumber daya energi lebih banyak difokuskan pada energi fosil yang bersifat tidak terbarukan sedangkan energi yang bersifat terbarukan relatif belum banyak dimanfaatkan. Kondisi ini menyebabkan ketersediaan energi fosil, khususnya minyak mentah semakin langka yang menyebabkan Indonesia harus lebih memfokuskan diri pada sumber daya yang tidak dapat habis.

Menipisnya sumber daya energi tidak terbarukan, maka dikembangkanlah penemuan energi yang bersumber dari energi terbarukan, seperti tenaga air, panas bumi, mikrohidro, biomassa, matahari dan angin. Sumber-sumber energi terbarukan pada umumnya tersedia di berbagai lokasi, sehingga cukup baik untuk dimanfaatkan pada daerah-daerah yang masih sulit terjangkau oleh pasokan energi konvensional. Energi terbarukan menjadi solusi dari menurunnya sumber daya tidak terbarukan dikarenakan relatif mudah didapat, dapat diperoleh dengan gratis, dan tidak menghasilkan limbah. Berikut ini adalah tabel potensi energi terbarukan di Indonesia :

(16)

Tabel 2.1 Potensi energi terbarukan di Indonesia

No. Energi Terbarukan

Potensi Kapasitas Pembangkit Yang Sudah Terpasang Nilai Satuan 1 Tenaga Air 75.67 GW 420.00 MW 2 Panas Bumi 27.00 GW 800.00 MW 3 Mini/Micro Hydro 458.75 MW 84.00 MW 4 Biomasa 49.81 GW 302.40 MW 5 Matahari 4.80 KWh/m2/hari 8.00 MW 6 Angin 9.29 GW 0.50 MW

(Sumber: Blue print pengelolaan energy nasional 2006-2025)

Pengembangan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan ini bukan berarti terbebas dari segala kendala. Kendala yang menghambat pengembangan energi terbarukan bagi produksi energi listrik seperti biaya investasi pembangunan yang tinggi yang menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal serta kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak menentu. Energi terbarukan dapat dimanfaatkan pada desa-desa di daerah yang tidak terjangkau jaringan dari PLN. Ketersedian energi terbarukan juga tidak kontinyu terhadap waktu sehingga perlu dilakukan penyimpanan energi atau kombinasi antara sumber-sumber energi tersebut.

2.4. Prinsip kerja Energi Listrik Tenaga Surya

(17)

Matahari muncul sebagai sumber dan pemasok utama energi yang akan mendukung hampir keseluruhan dari proses ini. Energi yang disalurkan matahari akan diserap dan diterima oleh panel surya (solar panel). Panel surya memiliki alat pembantu yaitu SCC (Solar Charge Controller) yang berfungsi sebagai pengatur banyaknya energi yang disimpan oleh panel surya. SCC akan membagikan energi tersebut secara merata kepada baterai-baterai yang ada sampai seluruh baterai terisi penuh. Baterai kemudian akan menyalurkan daya yang sudah dimilikinya menuju beban-beban, baik berupa beban 12Vdc atau pun beban 220Vac. Namun untuk beban 220Vac harus terlebih dahulu melalui proses perubahan arus dan tegangan dari baterai. Yaitu melalui DC/AC inverter yang akan merubah arus listrik sesuai dengan yang diinginkan yaitu 220Vac dan langsung menghubungkannya dengan alat-alat yang membutuhkan energi listrik. Setelah proses ini, maka alat-alat tersebut sudah bisa digunakan. Pada kondisi malam hari, panel surya tidak akan menampung energi dari matahari lagi. Energi yang didapatkan berasal dari baterai yang telah menampung energi matahari pada siang hari. Sistem kerja Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1.

2.5. Komponen Utama PLTS

Fotovoltaik adalah suatu alat yang dapat mengubah energi surya (foton) menjadi listrik arus searah. Kemudian listrik arus searah diubah menjadi arus bolak- balik sesuai dengan sistem tegangan dan frekuensi setempat. Suatu PLTS memiliki komponen utama yaitu: panel surya (fotovoltaik), inverter dan baterai.

PLTS tidak memiliki daya konstan (non capacity value generation system) karena kapasitas keluarannya tergantung pada tingkat radiasi matahari yang selalu berubah setiap waktu. PLTS dinilai dari seberapa banyak energi yang bisa dihasilkan, bukan seberapa besar dayanya, kecuali pada sistem yang memiliki storage system. Oleh sebab itu, kapasitas suatu PLTS ditentukan oleh besarnya konsumsi energi suatu beban dalam suatu periode, yaitu dengan menggunakan harga rata-rata suatu beban pada suatu lokasi dalam periodenya. Kapasitas komponen utama ditentukan sesuai tipe dan desain dari PLTS yang akan dibangun. Pada sistem PLTS, menghitung kapasitas masing-masing komponen atau disebut juga sizing, sangat penting karena jika kapasitas komponen terlalu kecil, maka sistem tidak dapat memenuhi kebutuhan energi yang diinginkan, tetapi jika kapasitasnya terlalu besar, maka biaya untuk PLTS akan sangat besar. Sistem PLTS memiliki komponen utama yaitu: modul surya, inverter/power conditioner unit (PCU), solar charge controller (SCC) dan storage system (Battery).

(18)

2.5.1. Rangkaian Modul Surya

Bagian terkecil dari fotovoltaik adalah sel surya yang pada dasarnya sebuah foto dioda yang besar dan dapat menghasilkan daya listrik. Fotovoltaik terdiri dari dua jenis bahan berbeda yang disambungkan melalui suatu bidang junction yang jika sinar jatuh pada permukaannya akan diubah menjadi listrik arus searah.

Untuk mendapatkan daya yang cukup besar diperlukan banyak sel surya. Biasanya sel-sel surya itu sudah disusun sehingga berbentuk panel, dan dinamakan modul surya.

Ada 2 (dua) jenis modul surya yang paling populer yaitu jenis crystalline silicon dan thin film. Jenis crystalline silicon terbuat dari bahan silikon dan thin film sebagian besar terbuat dari bahan kimia. Jenis crystalline terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu tipe monocrystalline (Gambar 2a) dan polycrystalline (Gambar 2b). Masing-masing jenis memiliki efisiensi berbeda yaitu monocrystalline 14-18%, polycrystalline 13 – 17%. Modul surya thin film terdiri dari beberapa jenis yang dinamai sesuai dengan bahan dasarnya, seperti A-Si:H, CdTe dan CIGs (Gambar 2c). Rata-rata efisiensi modul surya jenis thin film 6,5 – 8%. Sehingga, dengan kapasitas yang sama, masing-masing jenis modul memiliki luas permodul yang berbeda, hal ini berimplikasi pada penyediaan lahan yang berbeda. Kapasitas modul surya yang dinyatakan dalam Wp dan tersedia dalam beberapa ukuran. Untuk penggunaan pembangkit, ukuran modul yang lazim digunakan adalah 80 – 350 Wp permodul. Untuk mendapatkan tegangan yang lebih besar, modul disusun secara seri dan untuk mendapatkan arus yang besar, modul disusun secara paralel.

Gambar 2.2 Jenis-Jenis Sel Surya

Kebutuhan kapasitas (kWp) panel surya ditentukan oleh besar energi (kWh) yang dibutuhkan beban dalam satu periode dan tingkat radiasi matahari di lokasi. Beberapa faktor dapat mempengaruhi efisiensi panel seperti temperatur, koneksi kabel, inverter, baterai, dan lain-lain,

Untuk mendapatkan tegangan yang diinginkan, modul surya disusun secara berderet yang disebut string. Untuk mendapatkan daya/arus yang

(19)

diinginkan, string modul surya disusun secara paralel. Besarnya tegangan string disesuaikan dengan tegangan masukan inverter.

2.5.2. Solar Charge Controller (SCC)

Charge controller berfungsi memastikan agar baterai tidak mengalami kelebihan pelepasan muatan (over discharge) atau kelebihan pengisian muatan (over charge) yang dapat mengurangi umur baterai. Charge controller mampu menjaga tegangan dan arus keluar masuk baterai sesuai kondisi baterai.

Charge controller sering disebut dengan solar charge controller atau battery charge controller. Jika charge controller menghubungkan panel surya ke baterai atau peralatan lainnya seperti inverter maka disebut solar charge controller.

2.5.3. Inverter

Inverter adalah “jantung” dalam sistem suatu PLTS. Inverter berfungsi mengubah arus searah (DC) yang dihasilkan oleh panel surya menjadi arus bolak balik (AC). Tegangan DC dari panel surya cenderung tidak konstan sesuai dengan tingkat radiasi matahari. Tegangan masukan DC yang tidak konstan ini akan diubah oleh inverter menjadi tegangan AC yang konstan yang siap digunakan atau disambungkan pada sistem yang ada, misalnya jaringan PLN. Parameter tegangan dan arus pada keluaran inverter pada umumnya sudah disesuaikan dengan standar baku nasional/internasional.

Saat ini, seluruh inverter menggunakan komponen elektronika dibagian dalamnya. Teknologi terkini suatu inverter telah menggunakan IGBT (Insulated-Gate Bipolar Transistor) sebagai komponen utamanya menggantikan komponen lama BJT, MOSFET, J-FET, SCR dan lainnya. Karaktersitik IGBT adalah kombinasi keunggulan antara MOSFET dan BJT.

Pemilihan jenis inverter dalam merencanakan PLTS disesuaikan dengan desain PLTS yang akan dibuat. Jenis inverter untuk PLTS disesuaikan apakah PLTS On Grid atau Off Grid atau Hibrid. Inverter untuk sistem On Grid (On Grid Inverter) harus memiliki kemampuan melepaskan hubungan (islanding system) saat grid kehilangan tegangan. Inverter untuk sistem PLTS hibrid harus mampu mengubah arus dari kedua arah yaitu dari DC ke AC dan sebaliknya dari AC ke DC. Oleh karena itu inverter ini lebih populer disebut bi-directional inverter.

Kelengkapan suatu inverter belum memiliki standard, sehingga produk yang satu dengan lain tidak sepenuhnya kompatibel. Ada inverter yang

(20)

telah dilengkapi fungsi SCC dan atau BCC dan fungsi lainnya secara terintegrasi. Alat ini lazim disebut juga PCS (Power Conditioner System) atau Power Conditioner Unit (PCU). Dibutuhkannya SCC atau BCC tergantung dari kelengkapan inverter tersebut. Jika inverter telah dilengkapi dengan charge controller (SCC dan BCC) dibagian internalnya, maka charge controller eksternal sangat mungkin tidak diperlukan lagi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan inverter adalah: 1) Kapasitas/daya inverter

Daya inverter harus mampu melayani beban pada kondisi daya rata-rata, tipikal dan surja. Secara praktis, kapasitas inverter dihitung sebesar 1,3 x beban puncak.

2) Tegangan masukan inverter

Pada kondisi beban naik turun, tegangan keluaran panel surya dapat mencapai tegangan tanpa beban (Voc). Untuk menghindarkan kerusakan akibat kenaikan tegangan, tegangan masukan inverter dihitung = 1,1 – 1,15 Voc string PV.

3) Arus masukan inverter

Pada kondisi sinar matahari sangat terik, panel surya dapat menghasilkan arus seolah-olah pada kondisi tanpa beban (Isc). Untuk menghindarkan kerusakan akibat kenaikan tegangan, secara praktek kapasitas arus input inverter dihitung = 1,1 – 1,15 Isc string PV. 4) Inverter memiliki beberapa kualitas berdasarkan mutu daya

keluarannya. Ada yang sinus murni, modified square wave atau square wave. Pilihlah yang memiliki kualitas sinus murni agar mampu memberikan suplai bagi seluruh jenis beban.

5) Pilih inverter yang menggunakan sistem komutasi elektronik dengan Insulated-Gate Bipolar Transistor (IGBT).

6) Memiliki sistem pengaturan MPPT (Maximum Power Point Tracking) dengan metoda PWM (Pulse Width Modulation).

7) Mampu bekerja pada temperatur sampai dengan 45oC.

2.5.4. Baterai

Mengingat PLTS sangat tergantung pada kecukupan energi matahari yang diterima panel surya, maka diperlukan media penyimpan energi sementara bila sewaktu-waktu panel tidak mendapatkan cukup sinar matahari atau untuk penggunaan listrik malam hari. Baterai harus ada pada sistem PLTS terutama tipe Off Grid.

Beberapa teknologi baterai yang umum dikenal adalah lead acid, alkalin, Ni-Fe, Ni-Cad dan Li-ion. Masing-masing jenis baterai memiliki kelemahan dan kelebihan baik dari segi teknis maupun ekonomi (harga).

(21)

Baterai lead acid dinilai lebih unggul dari jenis lain jika mempertimbangkan kedua aspek tersebut. Baterai lead acid untuk sistem PLTS berbeda dengan baterai lead acid untuk operasi starting mesin-mesin seperti baterai mobil. Pada PLTS, baterai yang berfungsi untuk penyimpanan (storage) juga berbeda dari baterai untuk buffer atau stabilitas. Baterai untuk pemakaian PLTS lazim dikenal dan menggunakan deep cycle lead acid, artinya muatan baterai jenis ini dapat dikeluarkan (discharge) secara terus menerus secara maksimal mencapai kapasitas nominal. Baterai adalah komponen utama PLTS yang membutuhkan biaya investasi awal terbesar setelah panel surya dan inverter. Namun, pengoperasian dan pemeliharaan yang kurang tepat dapat menyebabkan umur baterai berkurang lebih cepat dari yang direncanakan, sehingga meningkatkan biaya operasi dan pemeliharaan. Atau dampak yang paling minimal adalah baterai tidak dapat dioperasikan sesuai kapasitasnya.

Kapasitas baterai yang diperlukan tergantung pada pola operasi PLTS. Besar kapasitas baterai juga harus mempertimbangkan seberapa banyak isi baterai akan dikeluarkan dalam sekali pengeluaran. Kapasitas baterai dinyatakan dalam Ah atau Ampere hours. Jika suatu PLTS menggunakan baterai dengan kapasitas 50 Ah dengan tegangan sekitar 48 Volt. Maka baterai tersebut memiliki kemampuan menyimpan muatan sekitar 50 Ah x 48 V atau = 2,4kWh.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jenis dan kapasitas baterai untuk suatu PLTS dan pengaruhnya pada umur baterai antara lain: DoD (Depth of Discharge), jumlah siklus, efisiensi baterai, discharge/charge rate dan temperatur.

2.5.4.1. Depth of Discharge (DoD)

DoD adalah jumlah energi yang digunakan dari baterai.

2.5.4.2. Jumlah Siklus Baterai

Siklus baterai merupakan satu kali urutan pengisian dan pemakaian.

2.5.4.3. Efisiensi Baterai

Efisiensi bolak-balik (round-trip efficiency) baterai harus dipertimbangkan ketika menetapkan kapasitas baterai, karena menimbulkan rugi-rugi di baterai secara signifikan.

2.5.4.4. Discharge dan Charge Rate

Untuk menjaga umur baterai perlu diperhatikan dalam pelepasan (discharge) energi maupun pengisian (charging) energi. Dalam penggunaan baterai hindari pemakaian

(22)

baterai hingga habis dan baterai tidak boleh diisi dengan arus yang terlalu tinggi.

2.5.4.5. Temperatur Baterai

Temperatur berpengaruh terhadap umur pakai dan kapasitas baterai. Semakin tinggi temperatur ruangan, maka semakin berkurang siklus umur pakainya.

2.5.5. Kapasitas dan Spesifikasi Baterai Bank

Pemilihan dan penetapan kapasitas serta spesifikasi baterai dalam pemasangan PLTS Off Grid dan Hibrid harus dilakukan dengan benar, agar kapasitas yang digunakan tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Kapasitas yang kurang dapat menyebabkan pelepasan energi yang terlalu dalam sehingga mengurangi umur pakainya serta energi yang tidak mencukupi di malam hari. Sedangkan kapasitas yang berlebihan mengakibatkan penggunaan baterai yang tidak efektif.

(23)

BAB III

KONSEP DESAIN PLTS PUSKESMAS

3.1. Jenis PLTS

Menurut jenis sambungan atau pemasangannya terhadap grid utama (PLN) maka PLTS dibagi menjadi tiga jenis. Yaitu PLTS Berdiri Sendiri (Offgrid), PLTS Terhubung (Ongrid) dan PLTS Hibrid (Beberapa pembangkit tergabung). Penjelasan masing-masing PLTS Tersebut sebagai berikut;

3.1.1. Energi Listrik Tenaga Surya PLTS Offgrid

Energi Listrik Tenaga Surya PLTS Off Grid merupakan sistem energi listrik tenaga surya yang tidak terhubung dengan sistem jaringan utility, dimana pada komponen kontrolnya terdapat baterai sebagai penyimpan energi yang dapat digunakan di malam hari.

Gambar 3.1. Blok Diagram Konfigurasi PLTS Off Grid

3.1.2. Energi Listrik Tenaga Surya PLTS Hibrid

PLTS Hibrid merupakan pembangkit listrik yang terdiri lebih dari 1 (satu) macam pembangkit, dimana menggabungkan beberapa sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sebagai sumber energy utama (primer) dan atau yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable) sebagai sumber energy cadangan (sekunder)

Modul Surya DC Combiner Solar Charge Controller Baterai Panel Distribusi DC Inverter Panel Distribusi AC Beban (Puskesmas)

(24)

Gambar 3.2. Blok Diagram Konfigurasi PLTS Hibrid

3.1.3. Energi Listrik Tenaga Surya PLTS On Grid

Energi Listrik Tenaga Surya PLTS On Grid merupakan sistem energi listrik tenaga surya yang terhubung dengan sistem jaringan utility, sehingga jika daya yang dihasilkan PLTS tidak dapat menutup kebutuhan beban yang diperlukan, maka sistem ini akan mengimpor daya dari sistem jaringan PLN yang tersambung. Atau jika daya yang dihasilkan dari sistem PLTS ini melebihi dari kebuutuhan beban yang diperlukan, maka daya yang tersisa dapat di ekspor ke sistem jaringan PLN

Gambar 3.3. Blok Diagram Konfigurasi PLTS On Grid (sumber : TUVRheinland)

Modul Surya DC Switch Inverter

AC Switch Beban

(Puskesmas)

Modul Surya DC Combiner Solar Charge Controller Baterai Panel Distribusi DC Inverter Panel Distribusi AC Beban (Puskesmas) Genset Diesel

(25)

3.2. Jenis Puskesmas Menurut Bangunannya

Menurut bangunannya Puskesmas di bedakan sebagai berikut : 1) Gambar model 1

(26)
(27)

3) Gambar model 3

(28)

4) Gambar model 4

(29)

Model bangunan ini erat kaitannya dengan perencanaan penempatan modul surya. Penempatan dapat di lakukan di atap bangunan apabila cukup, di parkir mobil, antara ruang kosong dan sebagainya.

Sebagai pedoman luasan atap atau area terpapar untuk modul surya adalah seluas minimal 40 m2 untuk 6,6 kWp. Ukuran modul surya

kapasitas 350 Wp adalah 2 x 1 meter.

3.3. Jenis Puskesmas Menurut Sumber Listriknya

Setiap Puskesmas memerlukan sumber energi listrik. Kebutuhan energi listrik tersebut non stop untuk menunjang operasional kegiatannya. Sebagian besar Puskesmas memperoleh energi listrik dari PLN yang bersumber dari aneka pembangkit PLN. Namun demikian, untuk meningkatkan keandalan pasokan setiap PUSKESMAS seyogyanya memiliki cadangan pembangkit listrik tatkala terjadi gangguan pasokan dari PLN. Umumnya pembangkit cadangan berupa genset. Beberapa PUSKESMAS menghidupkan gensetnya setiap hari karena pasokan PLN masih terbatas pada malam hari atau bahkan hanya enam jam sehari.

Konsep desain PLTS untuk Puskesmas ini ditentukan oleh ketersediaan listrik dari PLN. Ketersediaan listrik PLN Nonstop selama 24 jam tiap harinya dan terus menerus secara handal sangat diperlukan bagi Puskesmas.

Puskesmas di daerah terpencil yang tidak terlayani PLN ataupun layanan PLN masih sangat terbatas dan belum dapat memasok non stop maka perlu didukung listrik energi terbarukan khususnya dari PLTS.

Menurut kondisi pasokan listriknya maka Puskesmas dapat dibedakan secara sederhana menjadi ;

1) Kondisi 1 : PUSKESMAS Berlistrik PLN Nonstop Handal

2) Kondisi 2 : PUSKESMAS Berlistrik PLN Nonstop Kurang Handal 3) Kondisi 3 : PUSKESMAS Berlistrik PLN Malam Hari

4) Kondisi 4 : PUSKESMAS Tak Berlistrik PLN punya Genset 5) Kondisi 5 : PUSKESMAS Tak Berlistrik PLN tak berGenset 6) Kondisi 6 : PUSKESMAS Berlistrik Energi Terbarukan

Sebagai pedoman umum bagi pengelola puskesmas untuk menentukan kondisi kelistrikannya adalah sebagai berikut :

1) Kondisi 1 pada umumnya puskesmas yang berlokasi di Jawa, Bali, Madura, dan Ibukota Provinsi.

2) Kondisi 2 pada umumnya puskesmas yang berlokasi kota kota kecil atau ibu kota kabupaten di luar Jawa, Bali, Madura.

(30)

3) Kondisi 3 tersebar bervariasi pada puskesmas yang berlokasi pada pulau pulau kecil yang berpenduduk padat.

4) Kondisi 4 sampai dengan 6 pada umumnya puskesmas yang berlokasi di : daerah terpencil, terisolasi, di tengah hutan, di pegunungan, pulau-pulau kecil, tertinggal, terluar, terdepan dan sejenisnya.

(31)

BAB IV

KONFIGURASI DAN SPESIFIKASI TEKNIS SISTEM

PLTS/RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT (RKS)

4.1. Karakteristik Energi Tenaga Surya

Skema sel surya secara sederhana yang terhubung pada tegangan ditunjukkan pada Gambar 4.1. Sedangkan, arus dan kurva karakteristik sel surya ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.1. Skema Sel Surya

Prinsip kerja dari sistem pembangkitan energi terbarukan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah dengan mengubah energi dari sinar matahari yang diubah menjadi energi listrik oleh sel-sel surya pada panel surya dengan cara memisahkan energi yang diterima menjadi tipe positif (P) dan tipe negatif (N). Setelah diubah kemudian energi listrik disimpan pada baterai/aki dengan perintah Battery Charge Regulator (BCR) yang kemudian menyuplai beban (220Vac). Namun sebelum ke beban, teganan dan arus diubah terlebih dahulu oleh inverter dari sebelumnya tegangan dan arusnya (12Vdc) menjadi (220Vac).

(32)

Pada grafik di atas, menggambarkan keadaan sebuah sel surya beroperasi secara normal. Sel surya akan menghasilkan energi maksimum, jika nilai Vm dan Im juga maksimum. Sedangkan Isc adalah arus listrik maksimum pada nilai volt = nol; Isc berbanding langsung dengan tersedianya sinar matahari. Voc adalah volt maksimum pada nilai arus nol; Voc naik secara logaritma dengan peningkatan sinar matahari. Karakter ini yang memungkinkan sel surya untuk mengisi aki.

Terdapat dua parameter pembatas yang digunakan untuk mengarakteristik keluaran Photovoltaic (PV) yang dihasilkan dari irradiansi, temperatur operasional, dan luasan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. yaitu :

1) Short circuit current (ISC)

Arus maksimum pada tegangan nol, yaitu V = 0, ISC = IL dalam hal ini ISC

berbanding langsung terhadap cahaya matahari yang tersedia. 2) Open circuit voltage (VOC)

Tegangan maksimum pada saat arus nol, nilai VOC meningkat secara logaritmik terhadap peningkatan cahaya matahari. Bila sel surya tak berbeban, maka akan terjadi arus hubung singkat (Isc). Dengan mengatur beban sampai harga tertentu, maka akan didapatkan kurva karakteristik arus dan tegangan sel surya. Bila bebannya sangat besar, maka tidak ada arus yang melewatinya. Kondisi ini sama dengan memutus penghubung pada amperemeter dan hasil penunjukan voltmeter merupakan tegangan tanpa beban (Voc). Pada keadaan tanpa penyinaran kondisi sel surya seperti dioda penyearah dan bila mendapat penyearah akan mengalir arus yang berlawanan dengan arah arus pada dioda. Grafik karakteristik antara tegangan dan arus dari sel surya pada kondisi gelap dan penyinaran terlihat seperti Gambar 3.4.2. Dari gambar karakteristik sel surya yang disinari terdapat tiga titik beban (Voc), arus hubung singkat (Isc), dan titik daya maksimum yang merupakan perkalian antara arus dan tegangan yang menghasilkan daya maksimum.

Irradiance sangat mempengaruhi besar kecilnya arus yang dihasilkan. Terlihat bahwa irradiance sel surya berbanding lurus dengan arus yang dihasilkan. Artinya semakin berkurang irradiance yang mengenai sel surya maka semakin berkurang arus yang dihasilkan oleh sel surya.

(33)

Gambar 4.3. Kurva Karakteristik Akibat Variasi Irradiance Matahari Gambar 4.3. di atas menunjukkan bahwa arus short circuit mengalami penurunan ketika irradiance yang diterima oleh sel surya berkurang. Hal ini karena saat irradiance yang berkurang menyebabkan elektron-elektron yang terlepas semakin sedikit sehingga arus listrik yang dihasilkan menurun. Irradiance juga berpengaruh terhadap perubahan tegangan open circuit. Tegangan open circuit semakin berkurang ketika irradiance dikurangi, namun perubahan yang dihasilkan tidak signifikan atau perubahannya sangat kecil. Karena irradiance yang mengenai sel surya mempengaruhi keluaran dari sel surya maka daya yang dihasilkan pun terpengaruh. Daya merupakan perkalian antara arus dan tegangan, sehingga nilai daya yang dihasilkan sel surya akan menurun saat irradiance yang diterima menurun.

Gambar 4.4. Kurva Karakteristik I-V dan P-V Terhadap Temperatur (sumber : TUVRheinland)

Gambar 4.4. di atas menunjukkan bahwa temperatur lebih berpengaruh terhadap Voc dibandingkan terhadap Isc. Dan semakin tinggi temperatur pada PV Modul daya keluaran yang dihasilka semakin rendah.

(34)

4.2. Spesifikasi Teknis Energi Listrik Tenaga Surya Offgrid.

Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) offgrid yang dimaksud disini adalah memiliki fitur hybrid dengan pembangkit lainnya.

Gambar 4.5. Gambar 3D PLTS Offgrid

Gambar 4.6. Gambar 3D PLTS Hibrid

Adapun pembangkit lain yang dapat digabung dengan sistem PLTS yaitu PLTD, GridPLN, PLTMH, PLTB, dan pembangkit lainnya. Agar sistem PLTS terjamin maka pabrikan wajib memberikan garansi sistem minimal 3 (tiga) tahun. Adapun spesifikasi wajib komponen PLTS Off grid adalah :

(35)

4.2.1. Modul Surya (MS)

Spesifikasi Modul Surya (MS) adalah sebagai berikut. 1) Jenis modul adalah Mono/Polycrystalline Silicon.

2) Output Modul Surya (Peak Power Output) per unit minimum 350 Wp, karakteristik hasil tegangan tes Produsen harus terbaca pada modul (Manufacture, Serial Number, Peak Watt Rating, Peak Current, Peak Voltage, Open Circuit Voltage dan Short Circuit Current).

3) Efisiensi modul surya minimum 18%.

4) Koneksi antar modul surya menggunakan koneksi plug-in socket.

5) Keluaran array modul harus melalui Combiner Box sebelum masuk ke Inverter.

6) Menggunakan produk dalam negeri, yang dibuktikan dengan melampirkan salinan tanda sah capaian Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40% (empat puluh prosen) yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (Catatan: Apabila tanda sah TKDN masih dalam proses pencetakan tanda sah di Kementerian Perindustrian, maka calon penyedia wajib melampirkan bukti sedang dalam proses pencetakan tanda sah yang mencantumkan nilai prosentase hasil verifikasi TKDN)

7) Label data kinerja (performance) modul harus ditempelkan pada bagian belakang modul surya.

8) Stiker Buatan Indonesia, bulan dan tahun produksi serta stiker yang menunjukan bahwa modul surya milik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun Anggaran 20xx, stiker ikut dilaminasi didalam bagian modul tanpa depan bagian atas atau bawah.

9) Melampirkan PIB row material panel saat penagihan.

10) Melampirkan salinan sertifikat ISO 9001, ISO 14001, dan SMK 3 dari Produsen.

11) Melampirkan ijin usaha industri (IUI) dari produsen yang masih berlaku.

12) Melampirkan Sertifikat atau Hasil Tes Uji Produk (dapat berupa tes uji dari seri produk yang sama) yang masih berlaku dan dikeluarkan oleh Lembaga Uji Independen (bukan merupakan uji

(36)

QA dari pabrikan). Sertifikat atau hasil uji ini harus dapat menunjukkan nilai efisiensi hasil pengujian modul surya. Sertifikat atau hasil uji yang dikeluarkan oleh lembaga uji independen harus ditujukan kepada produsen.

13) Melampirkan surat dukungan dan garansi tertulis yang wajib ditandatangani oleh Direktur/Direktur Utama Produsen modul surya tentang jaminan minimal 20 tahun, untuk degradasi output maksimal 1% pertahun dan maksimal 20% pada akhir usia teknis.

4.2.2. Rak Komponen Kompak (RKK)

Adalah sebuah rak komponen yang berisi antara lain solar charge controller, inverter, battery penyimpan, battery manajemen system dan sistemm pengkabelan yang menghubungkan antar komponen tersebut. Rak komponen nini harus dirancang secara kompak, knock down, berdimensi standart modular internasional (rak 19 atau 29 U) dengan ketinggian menyesuaikan badan manusia secara ergonomis. Dimensi rak komponen standart yang dimaksud tebal 544 mm x lebar 700 cm x tinggi maksimal 1445 cm.

Tujuan penempatan komponen didalam rak adalah untuk memudahkan transportasi, mobilisasi, dan perakitan di lokasi. Lokasi puskesmas yang pada umumnya di daerah terpencil, sulit transportasi, minim infrastruktur dan sulit akses. Sehingga kontruksi dari rak komponen adalah sangat penting tunduk pada ketentuan ini.

Ada 3 jenis RKK menurut fungsinya. 1) RKK Daya (Power)

Adalah Rak komponen yang terdiri dari SCC, Inverter, Modular Battery, BMS, pengkabelan, Monitoring System

2) RKK Energi (Energy)

Adalah Rak komponen yang terdiri dari SCC, Modular Battery, BMS, pengkabelan.

3) RKK Penyimpanan (Storage)

Adalah Rak komoponen yang terdiri dari Modular Battery, BMS dan pengkabelan.

Jenis pertama dan kedua memerlukan pembangkit berupa rangkaian modul surya.

4.2.3. Inverter (I6)

(37)

1) Daya output total : Minimum 6 kVA (khusus untuk lokasi dengan kapasitas pembangkit di atas 6 kVA, daya output total disesuaikan dengan kapasitas oputput pembangkit. Jumlah inverter pada Bill of Material juga disesuaikan dengan kapasitas tersebut)

2) Daya Output total Minimum 6 kVA (khusus untuk lokasi dengan kapasitas pembangkit di atas 6 kVA, daya output total disesuaikan dengan kapasitas oputput pembangkit. Jumlah inverter pada Bill of Material juga disesuaikan dengan kapasitas tersebut)

3) Kapasitas Inverter : minimum 6 kVA

4) Type Inverter : Bidirectional inverter with galvanic isolation 5) Output Power : Dapat di paralel dengna multi master topology 6) Tegangan Output : 220-230 VAC, 50 Hz, satu fasa

7) Tegangan Input DC : Nominal input 48 VDC dan dapat digunakan dengan baterai jenis lithium ion

8) Gelombang Output : Sinus murni 9) Efisiensi : ≥ 96%

10) Total Harmonic Distortion (THD): ≤ 3% 11) Minimum protection index : IP 30

12) Inverter cabinet type : Rack mounting terpasang sama dengan rack RMS, Charge dan Battery module

13) Sistem proteksi : Over current, Over load, short circuits, over/under voltage, reverse polarity

14) Indikator (LCD Display) : Inverter voltage dan current, inverter frequency, battery voltage dan current, load current dan voltage 15) Inverter : Harus dapat bekerja secara paralel (Parallel

Operation/Stacking)

16) Management control : Dilengkapi dengan management control untuk mengatur energy yang masuk dan keluar dai inverter 17) Battery : Memiliki fitur battery temperature sensor dan battery

equalization untuk mencegah kerugian kapasitas baterai dan life-time baterai

18) Komunikasi : Dilengkapi dengan fitur data logger dan communication/ interface untuk komunikasi data dengan Remote Monitoring System

19) Pabrikan harus sudah memiliki Mutu : ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001. Melampirkan bukti surat penunjukan keagenan/distributor/principal dari pabrikan dan Surat Tanda Pendaftaran (STP)

20) Produk yang digunakan haru lolos tes uji produk (dapat berupa tes uji dari seri produk yang sama) yang masih berlaku dan

(38)

dikeluarkan oleh Lembaga Uji Independen (bukan merupakan uji QA dari pabrikan). Sertifikat atau hasil uji ini harus dapat menunjukkan nilai efisiensi hasil pengujian inverter. Sertifikat atau hasil uji yang di keluarkan oleh lembaga uji independent harus ditujukan kepada produsen, sesuai dengan standard IEC 17025:2005, IEC 61683 dan IEC 620109-1, IEC 620109-2 21) Produk yang digunakan harus mampu memberikan garansi

minimal 5 (lima) tahun (factory warranty terms), dari pabrikan pemberi Surat Dukungan.

22) Melampirkan Surat Layanan Perbaikan dari Pabrikan Pemegang Merk untuk distributor di Indonesia.

4.2.4. Solar Charge Controller (SCC)

Spesifikasi Solar Charge Controller (SCC) sebagai berikut : 1) Output Current : >20 Amp/MC4

2) Input Kapasitas : 6.6 kWp

3) Kontrol Sistem Algoritma :MPPT (Maximum Power Point Tracking)

4) Efisiensi : ≥98%

5) Product yang digunakan harus sertifikat mengenai hasil pengujian efisiensi IEC 17025:2005, IEC 61683, dan IEC 620109-1, IEC 620109-2

6) Tegangan Input : 64 – 116 VDC

7) Type Charger Cabiner Rack Mount 2u terpasang ditempat yang sama inverter dan battery module

8) Fitur : mimiliki fitur pengisian baterai yang cepat dan aman 9) Proteksi sistem : reverse polarity protection, High battery voltage

protection, Low battery voltage protection, Overload protection, PV ground fault system

10) Perlindungan SCC : memiliki perlindungan terhaap masuknya debu, serangga dan semprotan air kee dalam SCC, dengan minimum protection index IP 30

11) Pabrikan pembuat harus telah menerapkan sistem managemen mutu ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001

12) Apabila barang import pabrik harus memiliki keagenan/distributor/principal di Indonesia yang memiliki Surat Tanda Pendaftaran (STP).

(39)

13) Produk yang digunaka telah memiliki sertifikat atau hasil tes uji produk (dapat berupa tes uji dari seri produk yang sama) yang masih berlaku dan dikeluarkan oleh Lembaga Uji Independen (bukan merupakan uji QA dari pabrikan). Sertifikat atau hasil uji ini harus dapat menunjukkan nilai efisiensi hasil pengujian SCR. Sertifikat atau hasil uji yang dikeluarkan oleh lembaga uji independen harus ditujukan kepada produsen

14) Produk yang digunakan harus mampu memberikan garansi minimal 5 (lima) tahun (factory warranty terms), dari pabrikan pemberi Surat Dukungan.

15) Melampirkan Surat Layanan Perbaikan dari Pabrikan Pemegang Merk untuk distributor di Indonesia.

4.2.5. Remote Monitoring System (RMS)

Remote Monitoring System (RMS) adalah system perangkat keras dan perangkat lunak yang terintegrasi untuk memantau data kinerja dan peringatan. Data-data tersebut kemudian diinformasikan dan ditampilkan secara otomatis ke pihak terkait melalui jaringan radio/internet/gprs. Sistem pemantauan jarak jauh juga dilengkapi dengan monitor/layar di lokasi generator secara real time. Spesifikasi Pemantauan Jarak Jauh sebagai berikut:

1) RMS untuk menampilkan informasi dari inverter, solar charge

controller (scc), battery dan beban.

2) Memiliki standar antarmuka protokol komunikasi data industri minimum RS232 atau RS485 atau TCP IP yang secara fleksibel diintegrasikan ke dalam sistem pemantauan jarak jauh.

3) Menggunakan penyimpanan memori SD card, minimal berkapasitas 16 GB

4) Sistem pemantauan jarak jauh dapat diakses dari jarak jauh melalui jaringan yang terhubung ke internet (Modem GPRS/3G/LTE atau router) dalam sebuah antarmuka dan dilengkapi dengan paket data internet GSM selama 1 tahun jika tidak ada internet yang tersedia di lokasi. Menyediakan platform data pemantauan sebagai layanan setidaknya satu tahun.

4.2.6. RKK Daya (Power).

Terdiri dari Solar Charge Controller (SCC), Inverter dan Battery Module yang terhubung ke RKK Energi dan RKK Penyimpanan. Persyaratan spesifikasi teknis sebagai berikut.

(40)

4.2.6.1. Solar Charge Controller (SCC)

• Input Kapasitas : 6.6 kWp

• Spesifikasi teknis sebagaimana diatur dalam RKS ini pada bagian Solar Charge Controler SCC

4.2.6.2. Inverter (I6)

• Daya output total : minimum 6 kva (khusus untuk lokasi dengan kapasitas pembangkit di atas 6 kva, daya output total disesuaikan dengan kapasitas output pembangkit. Jumlah inverter pada Bill of Material juga disesuaikan dengan kapasitas tersebut).

• Kapasitas Inverter/unit : minimum 6 kva

• Spesifikasi teknis sebagaimana diatur dalam RKS ini pada bagian Inverter

4.2.6.3. Baterai Module (BM 2,4)

• Baterai Jenis : Lithium-Ion • Tegangan output : 48 Vdc.

• Total Kapasitas : > 2,4 kwh/modul • Discharge Current : 50 Amper • Operating temperature : -20 s.d +65 0C

• Type Battery dan Cell : LiFePO4 (LFP). Pouch type • Cycling ability : >3.000 cycle (10% - 90%)

SOC pada 250C

• Feature : Build in BMS (Battery Monitoring System) for cell protection dan MBMS (master BMS) for multiply

battery module

management

• Melampirkan PIB row material baterai saat penagihan. • Baterai yang digunakan minimal ber TKDN 25 %

• Garansi : 5 tahun

• Melampirkan salinan sertifikat ISO 9001, ISO 14001, dan SMK 3 dari Produsen.

(41)

4.2.6.4. Modul Surya (MS)

• Modul Surya dengan kapasitas total minimal 6,6 kwp • Spesifikasi teknis sebagaimana diatur dalam RKS ini

pada bagian modul surya.

4.2.7. RKK Energy (Energy).

Terdiri dari Solar Charge Controller (SCC) dan Battery Module yang terhubung ke Power Rack atau Storage Rack, harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut :

4.2.7.1. Solar Charge Controller (SCC)

• Input Kapasitas : 6.6 kWp

• Spesifikasi teknis sebagaimana diatur dalam RKS ini pada bagian Solar Charge Controler SCC

4.2.7.2. Baterai Module (BM 2,4)

• Baterai Jenis : Baterai Lithium-Ion

• Spesifikasi teknis sebagaimana diatur dalam RKS ini pada bagian Baterai Modul

4.2.7.3. Modul Surya (MS)

• Modul Surya dengan kapasitas total minimal 6,6 kwp • Spesifikasi teknis sebagaimana diatur dalam RKS ini

pada bagian modul surya.

4.2.8. RKK Penyimpanan (Storage).

Terdiri dari Solar Charge Controller (SCC) dan Battery Module yang terhubung ke RKK Daya (Power) dan/atau RKK Energy (Energy). Persyaratan spesifikasi teknis sebagai berikut.

4.2.8.1. Baterai Module (BM 2,4)

• Baterai Jenis : Baterai Lithium-Ion

• Spesifikasi teknis sebagaimana diatur dalam RKS ini pada bagian Baterai Modul

4.2.9. Power Rack Paralel Box

(42)

power rack

• Connecting port untuk area PLTS lainnya : 2 port, 12 kW/port

• Load Connecting : 1 port / 24 kW

4.2.10. Pengkabelan dan Grounding

Pengkabelan dan grounding minimal harus memenuhi standart sebagai berikut.

1) Kabel koneksi antar modul surya harus diletakan pada cable tray/trunk. Cable tray/trunk diletakkan di bawah PV array dan menempel pada penyangga PV array. (Melampirkan gambar cable tray).

2) Kabel daya dari combiner box ke Solar Charge menggunakan kabel NYFGbY/NYRGbY dengan diameter menyesuaikan besar arus (SPLN/SNI).

3) Kabel daya dari baterai ke inverter, tipe NYAF dengan diameter menyesuaikan arus pada baterai (SPLN/SNI). 4) Kabel power dari inverter ke panel distribusi, tipe NYY

dengan diameter menyesuaikan arus pada inverter (SPLN/SNI).

5) Setiap penyambungan kabel harus menggunakan terminal kabel dan konektor (bukan sambungan langsung) yang sesuai dan terisolasi dengan baik.

6) Material instalasi dan grounding peralatan harus disesuaikan dengan kapasitas pembangkit.

7) Sistem grounding dari penyangga PV array menggunakan penghantar tipe NYY yellow green 35mm2 (SPLN/SNI). Penampang harus tersambung baik secara elektris pada penyangga PV array (menggunakan sepatu kabel dan dibaut).

8) Resistansi grounding harus ≤ 5 ohm (SPLN). Untuk memperoleh resistansi yang terendah dapat digunakan beberapa batang (rod grounding) yang disatukan.

9) Grounding cable kelistrikan dari rumah pembangkit dan combiner box di satukan dan ditempatkan dalam bak grounding. Bak grounding terbuat dari pasangan batu yang dicor semen dan diaci serta dilengkapi dengan penutup yang

(43)

memiliki handle. Ukuran dan kedalaman bak dibuat sedemikian sehingga mudah bagi operator dalam melakukan perawatan

10) Interkoneksi dari masing-masing PV array dikelompokkan dan ditempatkan pada combiner box (marshalling kiosk) dengan insulation class IP65. Ukuran combiner box disesuaikan sedemikian sehingga operator dapat dengan mudah/leluasa melakukan pengecekan saat pemeliharaan. Combiner box ini juga harus terbuat dari metal tahan karat dengan ketebalan minimal 2 mm atau bahan polimer. Penempatan combiner box diusahakan aman dari guyuran hujan secara langsung.

11) Dalam instalasi pemasangan kabel harus memperhitungkan keamanan (safety) terhadap orang yang berada di area PLTS.

4.2.11. Combiner Box

Spesifikasi dan standarisasi combiner box sebagai berikut. 1) Design Panel harus sesuai dengan standard IEC 51439-1 dan

IEC 61439-2.

2) Box IP 65 terbuat dari bahan Polycarbonat yang tahan terhadap paparan UV jangka panjang. Design Box harus dapat mengantisipasi pengembunan di bagian dalam (dilengkapi Breather).

3) Kabel interkoneksi harus sesuai dengan standar aplikasi Photovoltaik (minimum rating 1000 VDC)

4) Semua koneksi pada terminal kabel harus memenuhi standard atau dengan menggunakan koneksi s y s t e m pegas untuk menjamin kualitas koneksi yang baik dan pasti

5) Untuk input dari kabel string menggunakan connector plug-in socket

6) Dilengkapi dengan pembatas arus yang modular, memiliki indicator fungsi dan tegangan kerja maksimum 1500 VDC (IEC 60269-6). Type Fuse gPV dengan kapasitas arus yang sesuai dengan daya keluaran. Back up fuse wajib disediakan (min 10% dari jumlah Fuse yang digunakan)

(44)

61643-1). Surge protection berbentuk modular, plugable dan memiliki fungsi kerja.

8) Dilengkapi dengan Isolator Switch dengan tegangan kerja 1000 VDC, untuk isolasi yang aman pada waktu perawatan. 9) Penyedia barang/jasa wajib melampirkan brosur combiner

box, fuse, isolator switch, surge protection dan peralatan proteksi lain yang ditawarkan.

4.2.12. Panel Distribusi

Panel distribusi dilengkapi dengan saklar utama/pemisah, pembatas arus mini circuit breaker (MCB), earth leak circuit breaker (ELCB), saklar terminal, busbar. Rangka bagian depan, atas, bawah dan bagian belakang tertutup rapat, sehinga petugas pelayanan akan terlindung dari bahaya sentuh bagian-bagian aktif. Panel distribusi dilengkapi dengan ventilasi pada bagian sisi, lubang ventilasi harus dilindungi, agar binatang atau benda-benda kecil serta air yang jatuh tidak mudah masuk kedalamnya. 1) Kapasitas daya minimum: menyesuaikan dengan daya

keluaran

2) Jumlah feeder minimun : menyesuaikan dengan daya keluaran 3) Tegangan : 220/230 VAC satu fasa

4) Monitoring :Tegangan, arus, frekuensi dan kWh Meter.

5) Sistem Proteksi : Dilengkapi dengan fuse dan circuit breaker, kapasitas menyesuaikan dengan arus.

6) Panel distribusi dilengkapi dengan sebuah timer dan kontaktor yang berfungsi untuk dapat memutus aliran beban pada waktu yang ditentukan.

7) Panel distribusi terbuat dari bahan metal yang tidak dapat terbakar, tahan lembab dan kokoh dengan ketebalan minimal 2 mm.

8) Penempatan harus aman dan mudah dimonitor oleh operator. 9) Melampirkan gambar panel distribusi dan kelengkapannya. 10) Pada bagian depan panel distribusi dilengkapi lampu indicator. 11) Pada bagian depan panel distribusi diberi stiker tanda

(45)

4.2.13. Penyangga PV Array (PV Array Support)

Penyangga PV Array terdiri dari 2 model, sesuai dengan penempatannya. Yaitu model ground mounted untuk diatas tanah dan rooftop untuk diatas atap bangunan. Berikut ini spesifikasi penyangga PV Array:

4.2.13.1. Ground Mouted penyangga PV Array

1) Pondasi terbuat beton dengan diameter besi 10 mm dan di aci. Pondasi memiliki luas penampang 35 x 35 cm dan tinggi minimal 60 cm. Pondasi memiliki kedalaman (tertanam) minimal 40 cm (sehingga ketinggian pondasi di atas permukaan tanah minimal 20 cm), dilengkapi dengan gambar teknis. 2) Tiang penyangga modul surya harus terbuat dari

metal yang kokoh dan kuat terbuat dari pipa dengan diameter 4 inch dengan ketebalan minimal 3 mm atau bentuk L dengan ukuran 10 x 10 cm dengan ketebalan minimal 4 mm yang di hot deep pada seluruh bagian permukaan, dilengkapi dengan gambar teknis.

3) Tiang penyangga modul free standing di atas pondasi, bagian bawah tiang penyangga harus memilik tapak (berbentuk bujur sangkar) yang materialnya sama dengan penyangga PV array dengan ketebalan minimal 8 mm dan memiliki ukuran 20 x 20 cm. Tapak ini dilubangi pada keempat sisinya untuk pasangan baut (angkur) yang ditanam ke pondasi dengan kedalaman minimal 30 cm, dilengkapi dengan gambar teknis. 4) Mounting modul surya menggunakan model rail dan

clip dengan bahan aluminium dengan tebal minimal 2,5 mm dan ukurannya disesuaikan dengan ukuran modul surya yang ditawarkan.

5) PV Support harus didesain dengan mempertimbangkan sudut kemiringan modul surya. Sudut kemiringan modul surya disesuaikan dengan kondisi masing-masing lokasi agar diperoleh energi penyinaran yang optimal. Rancangan kemiringan modul surya didapatkan dari hasil simulasi perangkat lunak. Perangkat lunak yang digunakan

(46)

berupa PV Syst. Selain menunjukkan kemiringan modul, hasil simulasi PV Syst juga harus menunjukkan karakteristik PV Array, system parameter dan perspektif PV Field. Parameter yang digunakan untuk simulasi harus sesuai dengan komponen/peralatan yang ditawarkan. Hasil simulasi wajib dilampirkan.

6) Modul surya yang disusun pada rail yang dilengkapi dengan mid clamp (antar modul) dan end clamp (pada ujung rail) yang berfungsi untuk menahan modul surya agar tidak bergeser. Mid clamp apabila memungkinkan, sebaiknya dapat dipasang dibagian bawah modul sedemikian sehingga susunan antar modul tidak ada celah. Tujuan tidak adanya celah antar modul adalah untuk melindungi combiner box dari guyuran air hujan. Penempatan mid clamp bersifat opsional. Apabila celah tidak dihilangkan, combiner box tetap harus dipasang ditempat yang terlindung dari guyuran air hujan. Alternatif lain menghilangkan celah antar modul adalah dengan menggunakan rail tanpa mid clamp (free mid clamp) sebagaimana ilustrasi gambar terlampir.

7) Ketinggian antara modul dan permukaan tanah pada titik terendah minimal 70 cm.

8) Jarak antar PV Array harus diatur/didesain sedemikian rupa sehingga tidak ada bayangan (shading) yang jatuh pada permukaan PV Array lainnya. Demikian pula dengan jarak antara rumah pembangkit dan PV Array.

9) Pada setiap array harus dipasang tanda bahaya terhadap sengatan listrik.

10) Array harus tersusun rapi pada beberapa baris yang simetris. Jarak antar masing-masing array harus cukup dapat dilewati secara leluasa oleh personil pada saat pemeliharaan.

11) Melampirkan gambar teknis (mekanik dan sipil) mounting system.

(47)

4.2.13.2. Rooftop Mouted penyangga PV Array

1) Penyangga PV array dirancang sesuai dengan luasan dan kondisi atap yang tersedia.

2) Penyedia wajib melakukan survey lokasi dan menyampaikan hasil analisis kekuatan struktur atap yang akan dipasang PV array kepada PPK BPR. 3) Mounting modul surya menggunakan model rail dan

clip dengan bahan aluminium dengan tebal minimal 2,5 mm dan ukurannya disesuaikan dengan ukuran modul surya.

4) Modul surya yang disusun pada rail yang dilengkapi dengan mid clamp (antar modul) dan end clamp (pada ujung rail) yang berfungsi untuk menahan modul surya agar tidak bergeser.

5) Sudut kemiringan modul surya disesuaikan dengan sudut kemiringan atap.

6) Semua mur baut yang dipergunakan berbahan Stainless Steel (SS).

7) Jarak antara permukaan atap dengan larik modul adalah 7,5 cm hingga 15 cm untuk atap miring dan minimal 15 cm untuk atap dak beton.

8) Pada setiap array harus dipasang tanda bahaya terhadap sengatan listrik.

9) Jarak maupun penempatan PV Array harus diatur/didesain sedemikian rupa sehingga tidak ada bayangan (shading) yang jatuh pada permukaan PV Array lainnya.

10) Melampirkan gambar teknik (mekanik dan sipil) mounting system.

11) Melampirkan layout susunan PV Array.

4.2.14. Penangkal Petir

Spesifikasi untuk penangkal petir sebagai berikut : 1) Menara (Tower): tree angle, guyed wire

Gambar

Gambar 2.1 Prinsip Kerja Energi Listrik Tenaga Surya
Gambar 3.1. Blok Diagram Konfigurasi PLTS Off Grid
Gambar 3.2. Blok Diagram Konfigurasi PLTS Hibrid
Gambar 4.2. Kurva Karakteristik Sel Surya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan listrik arus searah (DC) yang dipasang scara seri sehingga mendapatkan tegangan yang

Sedangkan sel surya adalah sebuah alat yang mengkonversikan energi foton (cahaya sebagai partikel) menjadi energi listrik. Agar mampu menjadi sumber tenaga listrik dengan daya

Grid-Tie Inverter(GTI) adalah jenis inverter yang digunakan untuk mengubah energi listrik DC yang berasal dari panel surya ataupun battery menjadi listrik AC yang

Berdasarkan perhitungan dari data energi yang dihasilkan PLTS listrik 80 kWp, rata-rata - rata Listrik energi yang dihasilkan 80 kWp tenaga surya di gedung

Melalui kegiatan seminar dan pelatihan “Penerapan Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Untuk Mendukung Terwujudnya Kemandirian Energi Listrik di

Pembangkit listrik tenaga surya adalah pembangkit listrik yang mengubah energi surya menjadi energi listrik.pembangkit listrik dapat dibagi menajadi dua cara, yaitu

Kegunaan baterai dalam sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sangat berguna untuk menyimpan arus/energi listrik yang dihasilkan dari solar cell/panel pada waktu siang

PLTS Off-Grid PLTS Off-Grid adalah sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terpusat Off-Grid merupakan sistem pembangkit listrik yang memanfaatkan radiasi matahari tanpa terhubung