• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muhammad Auliya 1. Kata Kunci: Persepsi, Sikap, Pengelolaan Sampah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Muhammad Auliya 1. Kata Kunci: Persepsi, Sikap, Pengelolaan Sampah."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

© Copyright 2021

PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT KELURAHAN

SUNGAI DAMA TERHADAP PERATURAN DAERAH

(PERDA) KOTA SAMARINDA NOMOR 02 TAHUN

2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

DAN PELAKSANAANNYA

Muhammad Auliya1

Abstrak

Penelitian dimaksudkan untuk menganalisis dan mendeskripsikan serta bagaimana persepsi dan sikap masyarakat Kelurahan Sungai Dama terhadap larangan membuang sampah pada siang hari yang tertuang di dalam Perda No.2 Tahun 2011 Kota Samarinda, bahwasanya Perda ini telah lama diterbitkan, dan dipasang di setiap TPS melalui media spanduk dan papan himbauan, namun hingga saat penelitian ini dilakukan masih ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan fokus penelitian yaitu (1) pengetahuan masyarakat terhadap pelaksanaan Perda, (2) pendapat dan penilaian masyarakat terhadap Perda, serta (3) Sikap masyarakat terhadap pelaksanaan Perda No.2 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah (4) Harapan masyarakat terhadap Perda dan pelaksanaannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih banyak masyarakat kelurahan sungai dama yang tidak mengetahui dan memahami keberadaan perda tersebut.Sebagian besar masyarakat yang diwawancarai kurang setuju dengan adanya perda tersebut, khususnya larangan membuang sampah pada siang hari, mereka beranggapan waktu yang ditetapkan terlalu singkat yaknipada pukul 06:00-18.00 WITA. Mereka biasa membuang sampah pada pukul 08.00 pagi saat hendak berangkat bekerja dan pada pukul 17.00 sore ketika hendak pulang ke rumah atau telah selesai bekerja. Faktor yang membuat masih sering terjadinya pelanggaran perda, selain ketidak tahuan masyarakat terhadap keberadaan perda tersebut juga karena meniru anggota masyarakat lain yang membuang sampah pada siang hari.

Kata Kunci: Persepsi, Sikap, Pengelolaan Sampah. Pendahuluan

Kota Samarinda sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Timur, selayaknya dapat menjadi contoh bagi kota/kabupaten lain di Provinsi Kalimantan Timur, termasuk di dalam pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah dilaksanakan agar tercipta kota yang bersih, rapi, serta indah dipandang.

Untuk mewujudkan hal tersebut Pemerintah Kota Samarinda telah melakukan beberapa upaya. Salah satunya adalah dengan menerbitkan Larangan membuang sampah pada siang hari, yang dimuat dalam Peraturan Daerah No.02

1 Mahasiswa Program S1 Sosiatri-Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

(2)

Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah Kota Samarinda, Pasal 38 ayat 8 yang berbunyi: “Setiap orang atau pemilik/penghuni bangunan dilarang membuang sampah di TPS pada jam 06.00 — 18.00 Wita”.

Sedangkan bagi masyarakat yang melanggar Menurut Pasal 47 ayat 1, Perda No.02 Tahun 2011 Kota Samarinda, dapat dikenakan sanksi sebagai berikut:

Pasal 47

1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Meskipun Peraturan Daerah tersebut telah diterbitkan sejak tahun 2011, namun di lapangan masih ditemukan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan ketentuan yang tertera di dalam Perda tersebut. Salah satu contoh sikap warga Kota Samarinda yang kurang sesuai dengan Perda No.02 Tahun 2011 adalah sebagai berikut.

Menurut Perda Kota Samarinda No.02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan sampah, warga Kota Samarinda dilarang membuang sampah pada siang hari, karena menimbulkan bau tidak sedap dan menganggu estetika kota. Sesuai dengan Pasal 38 ayat 8 yang berbunyi: “Setiap orang atau pemilik/penghuni bangunan dilarang membuang sampah di TPS pada jam 06.00 — 18.00 Wita.”

Hal tersebut menunjukan terdapatnya kesenjangan antara cita-cita yang diharapkan dengan kenyataan di lapangan, yang kemudian menarik perhatian bagi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Persepsi dan Sikap Masyarakat Kelurahan Sungaidama terhadap Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah dan Pelaksanaannya ”. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah: “Bagaimanakah persepsi dan sikap masyarakat Kelurahan Sungai Dama terhadap Peraturan Daerah (Perda) No.02 Tahun 2011 tentang pengelolaan sampah dan pelaksanaannya?”

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui persepsi dan sikap masyarakat Kelurahan Sungai Dama terhadap Peraturan Daerah (Perda) No.2 Tahun 2011 tentang pengelolaan sampah dan pelaksanaannya.

Kerangka Dasar Teori

Pengertian Persepsi

“Persepsi adalah suatu pandangan, pendapat dan penilaian responden dalam menafsirkan, mengartikan, pengetahuan tentang sesuatu yang dihasilkan melalui

(3)

67 proses menginterprestasikan informasi yang diterima dan kemudian mengelompokkan kedalam ruang lingkup pengetahuan yang kita punya sehingga hasil pengamatan tersebut bisa mempunyai makna dan dapat dimengerti”. (Arifin, 2011).

Thoha (1988) di dalam Harihanto (2001) mendefinisikan “persepsi sebagai proses kognitif yang bisa terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya yang dapat diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan maupun penciuman”.

Setiap orang mempunyai persepsi mengenai apa yang dilihat, dipikirkan, dan dirasakan. Hal tersebut sekaligus berarti bahwa persepsi menentukan apa yang akan diperbuat seseorang untuk memenuhi berbagai kepentingan baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan masyarakat tempat berinteraksi. Persepsi inilah yang membedakan seseorang dengan yang lain.

Untuk lebih memahami persepsi, ada beberapa definisi mengenai persepsi menurut para ahli, yaitu Menurut Brian Fellow (di dalam Dedi Mulyana 2008:180) “persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi, apa yang ingin dilihat oleh seorang yang belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya”. Keinginan itulah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat/mengalami hal yang sama memberikan interprestasi yang berbeda tentang apa yang dilihat/dialaminya.

Proses Terjadinya Persepsi

“Proses terjadinya persepsi dimulai dari adanya objek yang menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera. Stimulus yang diterima alat indera diteruskan oleh saraf sensoris ke otak. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang dirasa. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk”. (Walgito, 2010).

Pengertian Sikap

Walgito (2010) mengartikan “sikap adalah organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang sering terjadi, disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yng tertentu sesuai dengan pilihannya”.

Menurut Azwar (2003) “ada dua kerangka pemikiran para ahli psikologi sosial dalam mendefinisikan sikap”:

1. Kerangka pemikiran tradisional, dibagi atas tiga yaitu;

a. Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Thurstone, Likert dan Osgood).

(4)

b. Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons (Chave, Bogardus, Lapierre, Mead dan Allport).

c. Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek (Secord dan Backman).

Masyarakat

“Masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku kebebasaan-kebebasan manusia”. (MacIver dan Page,1961:5). Selanjutnya Soekanto (1990: 95) menambahkan pengertian yang dimaksud dengan masyarakat adalah: “suatu kelompok sebagai bagian yang didasarkan pada perasaan yang sama, sepenanggungan dan saling memerlukan, serta bertempat tinggal disekitar wilayah tempat kediaman tertentu”.

Sedangkan beberapa ahli lainnya mendefinisikan masyarakat sebagai berikut:

1. Menurut Shadily (1993:47) “masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia, yang debgan atau sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain”.

2. “Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”. (Ralp Linton,1936:91)

3. “Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan”. (Selo Soemardjan, 1968)

Pengertian Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang (Notoatmodjo, 2007:187). Para ahli kesehatan masyarakat Amerika (dalam Notoatmodjo, 2007:188) membuat batasan, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sampah memiliki banyak pengertian dalam batasan ilmu pengetahuan. Namun pada prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.

(5)

69 Sampah merupakan permasalahan sosial yang erat hubungannya dengan perilaku masyarakat. Dalam pengelolaannya selain perlu didukung dengan fasilitas teknologi, ternyata suatu hal yang terpenting dalam masalah ini adalah kesadaran dan kepedulian masyarakat mengenai persampahan itu sendiri, sehingga sudah selayaknya apabila tanggung jawab kebersihan kota itu dipikul bersama oleh Pemerintah Daerah dan seluruh warga masyarakat.

Gunawan (2007:1) memberikan pengertian sebagai berikut, “sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia yang begitu kompleks”. Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi terhadap barang atau material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu, pengelolaan sampah tidak bisa terlepas dari pengelolaan gaya hidup masyarakat.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sampah adalah kotoran-kotoran yang berasal dari berbagai aktivitas lingkungan masyarakat, baik dari masyarakat pemukiman, perdagangan maupun industri dan lain sebagainya, yang bersifat organik dan anorganik. Artinya sisa kotoran tidak terpakai yang telah dibuang ditempat pembuangan sementara (TPS), namun akibat kesadaran masyarakat setempat dalam membuang sampah semaunya dan pelaksanaan pengangkutan sampah yang lambat oleh petugas DKP, sehingga sampah tampak bertumpuk dan berserakan dipinggir jalan, yang dapat mengganggu kebersihan lingkungan dan kesehatan lingkungan.

Pengelolaan Sampah

Pengelolaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007: 534), adalah proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain. Sehingga apabila kita cermati dari penjelasan tersebut maka pengelolaan dapat didefinisikan sebagai proses, cara, perbuatan mengendalikan, mengatur, menyelenggarakan, mengurus dan menjalankan sesuatu.

Notoatmodjo (2007:191), mengemukakan bahwa “pengelolaan sampah adalah meliputi pengumpulan, pengangkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengelolaan sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup”.

Menurut Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 02 Tahun 2011 mendefinisikan “pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah”. Pelaksanaan Peraturan Daerah

Peraturan Daerah ditetapkan oleh Pemerintahan Daerah untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintahan

(6)

daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang mempunyai maksud bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke desa.

Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa “otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan; sedangkan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat 9 adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu”.

Daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah “kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Hasil dari penelitian ini hanya mendeskripsikan atau mengkonstruksikan wawancara-wawancara mendalam terhadap subjek penelitian sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai persepsi dan sikap masyarakat terhadap Larangan dan Sanksi di dalam Perda No.2 Tahun 2011 tentang pengelolan sampah dan pelaksanaannya di Kota Samarinda.

Hasil Penelitian

Pengetahuan dan Pemahaman Masyarakat Terhadap Perda No.02 Tahun 2011 dan Pelaksanaanya di Kota Samarinda

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan, masyarakat Kelurahan Sungaidama, 66% informan yang diwawancarai telah mengetahui keberadaan Perda No.02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah di Kota Samarinda, khususnya larangan mebuang sampah pada siang hari atau pukul 06.00-18.00 WITA. Mereka mengetahui Perda tersebut dari papan himbauan dan spanduk yang dipasang di sekitar TPS, sedangkan (34%) yang lain mengetahui keberadaaan Perda tersebut dari sosialisasi yang dilaksanakan di Kelurahan.

Dari 9 orang informan yang diwawancarai hanya sebagian kecil (44%) informan yang mengetahui, dan memahami maksud dan tujuan pembuatan perda

(7)

71 tersebut, sedangkan informan yang lain (56%) tidak mengetahui alasan dan tujuan Perda tersebut dibuat.

Mengenai kegiatan sosialisasi hanya 22% informan yang mengetahui kegiatan tersebut, yang mana 22% orang informan tersebut merupakan Ketua RT di Kelurahan Sungaidama. Sedangkan 78% informan yang lain tidak mengetahui adanya kegiatan sosialisasi perda tersebut, padahal diantaranya terdapat 1 orang Ketua RT. Hal tersebut menunjukan bahwa informasi mengenai adanya sosialisa perda tersebut masih sangatlah minim baik di masyarakat maupun di kalangan pejabat setempat sekalipun yaitu Ketua RT Kelurahan Sungaidama.

Mengenai adanya operasi yustisi, seluruh (100%) informan yang diwawancarai tidak mengetahui ataupun tidak pernah melihat secara langsung adanya operasi yustisi yang berfokus pada penegakkan Perda No.02 Tahun 2011 Kota Samarinda, yang mereka ketahui operasi yustisi yang ada lebih berfokus pada penertiban PKL dan tempat-tempat yang diduga menjadi kegiatan praktik asusila.

Penilaian Masyarakat Terhadap Larangan dan Sanksi dalam Perda No.02 Tahun 2011 Kota Samarinda dan Pelaksanaanya

Sebagian besar (56%) informan tidak setuju dengan adanya larangan membuang sampah pada siang hari dengan alasan. bahwa waktu yang ditetapkan terlalu singkat dan pada malam hari mereka mengunakan waktu tersebut untuk beristirahat setelah seharian berkegiatan pada siang hari.

Sedangkan (44%) informan yang lain, setuju dengan adanya peraturan tersebut, mereka beranggapan bahwa sampah yang dibiarkan menumpuk di TPS di luar waktu yang telah ditetapkan hanya akan menganggu pengendara yang lewat karena menghasilkan aroma yang kurang sedap dan menganggu estetika kota.

Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Langvelt (1996) di dalam Harihanto (2001) bahwa “persepsi beruhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu stimulus yang dapat berakibat terhadap motivasi, kemauan dan perasaan terhadap stimulus tersebut”. Stimulus bisa berupa benda, isyarat, informasi, maupun situasi dan kondisi tertentu.

Dalam konteks penelitian ini stimulus yang dimaksud adalah sampah yang menumpukpada siang hari dan aroma tidak sedap yang dihasilkan, yang akhirnya akan merangsang informan untuk menimbulkan persepsi terhadap keberadaan Perda tersebut.

Mengenai sanksi, sebagian besar (67%) informan tidak setuju dengan besaran denda yang ditetapkan yaitu pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Mereka beranggapan bahwa nominal sanksi yang ditetapkan terlalu besar dan tidak diinfomasikan secara rinci besaran sanksi untuk setiap jenis dan tingkat pelanggarannya. Sedangkan sebagian (33%) informan yang lain setuju dengan

(8)

nominal sanksi tersebut agar menjadi efek jera bagi yang melanggar perda tersebut.

Sikap Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Perda No.02 Tahun 2011 Kota Samarinda

Berdasarkan hasil penelitian, angka kepatuhan masyarakat terhadap Perda masih sangat rendah, 56% masyarakat kelurahan sungai dama yang diwawancarai mengaku masih sering membuang sampah pada siang hari.

Hal ini dapat terjadi karena masyarakat yang membuang sampah pada siang hari tidak mendapatkan sanksi atau hukuman, sesuai dengan yang dikatakan oleh B.F Skinner di dalam Teori Pengondisian Operan, bahwa suatu perilaku sangat dipengaruhi oleh konsekuensi yang mengiringinya, apabila perilaku tersebut mendapatkan konsekuensi positif yang menyenangkan maka perilaku tersebut akan menguat, namun sebaliknya apabila perliaku tersebut mendapatkan kosenkuensi negatif atau hukuman maka perilaku tersebut akan melemah.Dalam konteks penelitian ini yang membuat perilaku membuang sampah pada siang hari masih sering ditemukan adalah karena masyarakat tersebut tidak mendapatakan konsekuensi negatif atau hukuman dan sanksi dari Pemerintah.

Secara umum penyebab informan melakukan pelangaran mereka sering melihat anggota masyarakat lain melakukan pelanggaran yang sama namun tidak mendapatkan sanksi, bahkan salah seorang informan sering melihat aparatur sipil negara sering melakukan jenis pelanggaran yang sama, yaitu membuang sampah diluar waktu yang telah ditetapkan.

Hal tersebut sesuai dengan Teori Interaksionisme Simbolik yang dikemukakan oleh Herbert Blumer Teori Interaksi Simbolik merupakan teori yang memiliki asumsi bahwa manusia membentuk makna melalui proses komunikasi. Menurut Herbert Blumer (1937), terdapat tiga asumsi dari teori ini:

1. Manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka.

2. Makna diciptakan dalam interaksi antar individu dalam masyarakat.

3. Makna dimodifikasi melalui interpretasi oleh setiap individu dalam keterlibatannya dengan simbol-simbol yang dihadapinya.

Makna-makna ini tidak datang dengan sendirinya, melainkan dihadirkan dan kemudian disepakati dan dijadikan simbol. Dalam penelitian ini yang menjadi simbol adalah individu atau anggota masyarakata yang membuang sampah diluar waktu yang telah ditetapkan, yang nantinya akan melahirkan sebuah konstruksi sosial yang baru yang akan mempengaruhi tindakan anggota masyarakat yang lain. Dalam Teori Interaksi Simbolik, tidak ada aksi yang tidak diberi reaksi. Hal itu dapat dilihat, ketika adanya individu yang melanggar Perda tersebut dan tidak mendapatkan sanksi, membuat masyarakat lain yang melihat menjadi ikut-ikutan

(9)

73 untuk melakukan hal yang yang sama. Aksi tersebut memberikan reaksi masyarakat untuk memberi makna baru terhadap keberadaan Perda tersebut.

Hal tersebut juga sesuai dengan Teori Belajar Sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Teori ini menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbal balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan pengaruh lingkungan.. Bandura menyatakan bahwa diri seorang manusia pada dasarnya adalah suatu sitem. Sebagai suatu sistem bermakna bahwa berbagai perilaku pada diri seseorang dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan orang tersebut, secara bersama sama saling bertindak sebagai penentu atau penyebab yang satu terhadap yang lain.

Dalam konteks penelitian ini, adanya individu yang melanggar apabila dibiarkan begitu saja tanpa adanya sanksi, akan membuat anggota masyarakat lain yang tinggal di lingkungan tersebut, satu persatu meniru perilaku tersbut sehingga akan menghasilkan sebuah sistem atau konstruksi sosial yang baru.

Sedangkan satu orang (16,66%) informan yang lain berpendapat bahwa alasan informan melanggar perda meskipun informan sudah mengetahui keberadaan perda tersebut adalah dikarenakan letak TPS yang jauh dari tempat tinggal informan. Kondisi tempat tinggal informan yang berbukit dan curam agak menyulitkan informan kalau harus membuang sampah pada malam hari, kondisi itulah yang akhirnya membuat informan dan beberapa warga yang lain lebih memilih untuk membuang sampah pada siang hari atau memilih untuk membakar sampah mereka. Informan juga berkeyakinan bahwa lebih baik membuang sampah tidak pada waktunya dibandingkan tidak pada tempatnya, dan sampah yang diangkut dari TPS ke TPA pada akhirnya akan dibakar juga.

Hal tersebut sesuai dengan Teori interaksionisme simbolik yang menganalisis masyarakat berdasarkan makna subjektif yang diciptakan individu sebagai basis perilaku dan tindakan sosialnya. Individu diasumsikan bertindak lebih berdasarkan apa yang diyakininya, bukan berdasar pada apa yang secara objektif benar.

Dalam konteks penelitian ini adalah perilaku masyarakat yang membakar sampah. Mereka membakar sampah bukan karena tidak mengetahui adanya fakta objektif yaitu larangan membakar sampah dan bahaya yang ditimbulkan, mereka bertindak berdasarkan apa yang mereka yakini, mereka membakar sampah karena mereka yakin sampah yang dibawa ke TPA pada akhirnya akan dibakar juga.

Dalam konteks penelitian terdahulu yang digunakan dalam pijakan penyusunan penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Teddy Rezki Pratama mengenai Implementasi Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kelurahan Sidodadi Kecamatan Samarinda Ulu, dan penelitian yang dilakukan oleh La Uje mengenai Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah di Kota Samarinda, memiliki hasil penemuan yang berbeda dengan penelitian ini.

(10)

Temuan dalam penelitian tedahulu antara lain: Hal-hal yang menyebabkan belum optimal dalam pengelolaan sampah di Kota Samarinda antara lain berkenaan dengan keberadaan TPS yang kurang sesuai lokasinya, armada pengangkut sampah kurang memadai, tidak diaturnya kewenangan untuk pengawasan/pemantauan bagi Camat dan Lurah, kurang dikembangkannya kerjasama dengan pelaku usaha dalam mendukung pengelolaan sampah.

Sedangkan perbedaan hasil penemuan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu hal yang menyebabkan masyarakat masih melanggar meskipun sudah mengetahui adanya Perda tersebut karena merasa perda tersebut tidak berfungsi dengan baik atau tidak memberikan efek jera bagi anggota masyarakat yang melanggar, sehingga mereka tidak merasa terikat kewajiban untuk mengikuti peraturan yang ada.

Harapan Masyarakat Terhadap Perda No.02 Tahun 2011 dan Pelaksanaannya di Kota Samarinda

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar (55%) informan berharap adanya tinjauan ulang terhadap larangan untuk membuang sampah pada siang hari, menurut mereka waktu yang ditetapkan terlalu singkat dan cukup merepotkan mereka ketika ingin membuang sampah di TPS, (34%) informan yang lain berharap adanya perincian yang dicantumkan di dalam perda untuk setiap jenis dan tingkatan pelanggarannya, sedangkan (11%) sisanya berharap nilai-nilai baik yang ada di dalam perda tetap dapat dipertahankan.

Mengenai pelaksanaan sosialisasi (55%) informan berharap sosilalisasi dapat dilakukan secara tidak langsung melalui surat kabar maupun papan himbauan ataupun melalui sosial media seperti Facebook, Youtube, dan Instagram, sehingga masyarakat yang terhalang pekerjaan masih bisa mendapatkan sosialisasi. Sedangkan (45%) sisanya berharap bisa mendapatkan sosialisasi secara langsung oleh tenaga ahli melalui instansi terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup.

Sedangkan untuk Pelaksanaan Operasi Yustisi, (67%) informan yang diwawancarai berharap agar kegiatan tersebut rutin digelar, dikarenakan masyarakat masih banyak yang masyarakat yang tidak mengetahui adanya kegiatan tersebut, (33%) informan sisanya berharap agar kegiatan tersebut dapat dipublikasikan baik melalui surat kabar atau pun media sosial, dengan alasan yang tidak jauh berbeda yakni agar masyarakat dapat mengetui adanya kegiatan tersebut.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Pengetahuan dan Pemahaman Masyarakat terhadap Perda dan Pelaksanaanya 7 dari 9 orang informan yang diwawancarai telah mengetahui keberadan tersebut, 3 orang Ketua RT mengetahui perda melalui sosialisasi di Kelurahan,

(11)

75 4 orang anggota masyarakat yang lain mengetahui perda tersebut melalui papan himbauan dan spanduk yang dipasang di sekitar TPS.Mengenai adanya operasi yustisi hanya 4 dari 9 orang informan yang mengetahui kegiatan tersebut, namun operasi yustisi yang diketahui berfokus pada penertiban PKL dan razia temat yang diduga menggelar praktik asusila.

2. Penilaian Masyarakat terhadap Perda dan Pelaksanaanya

Sebagian besar (60%) informan kurang setuju dengan adanya larangan membuang sampah pada siang hari dengan beragam alasan, yang pertama mereka beranggapan waktu yang ditetapkan kurang pas, dikarenakan mereka menggunakan waktu istirahat mereka pada malam hari, yang kedua mereka beranggapan bahwa sampah diproduksi setiap saat dan pembatasan waktu membuang sampah hanya membuat volume sampah semakin menumpuk. Sedangkan sebagian (40%) informan yang lain setuju dengan adanya peraturan tersebut, mereka beranggapan sampah yang menumpuk pada siang hari menggangu pengendara yang lewat karena menghasilkan bau yang tidak sedap.

3. Sikap Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Perda

Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap Perda masih sangat rendah, diketahui 6 dari 9 orang informan mengaku masih sering melanggar perda tersebut. Dari 6 orang yang melanggar tersebut sebagian besar (67%) informan telah mengetahui keberdaan perda tersebut, dan hanya sebagian kecil saja (33%) informan yang tidak mengetahui keberadaan perda tersebut.

Perbedaan hasil penemuan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu hal yang menyebabkan masyarakat masih melanggar meskipun sudah mengetahui adanya Perda tersebut karena merasa perda tersebut tidak berfungsi dengan baik atau tidak memberikan efek jera bagi anggota masyarakat yang melanggar, sehingga mereka tidak merasa terikat kewajiban untuk mengikuti peraturan yang ada

4. Harapan Masyarakat Terhadap Perda dan Pelaksanaannya

Mengenai isi dari Perda NO.02 Tahun 2011 Kota Samarinda, (55%) informan yang diwawancarai berharap adanya peninjauan ulang terhadap larangan membuang sampah pada siang hari, (34%) yang lain berharap adanya rincian informasi nominal sanksi untuk setiap tingkatan pelanggarannya, sedangkan (11%) sisanya berharap nilai-nilai baik yang ada di dalam perda tetap dapat dipertahankan dan dijalankan dengan baik.

Di dalam pelaksanaan sosialisasi (55%) informan berharap kegiatan tersebut bisa dilakukan melalui surat kabar, papan himbauan, dan sosial media, sedangkan (45%) sisanya berharap mendapatkan sosialisasi secara langsung oleh tenaga ahli dari instansi terkait sepeti Dinas Lingkungan Hidup.

(12)

Untuk Pelaksanaan operasi yustisi, (67%) informan berharap pemerintah dapat lbih tegas dan rutin untuk menggelar kegiatan tersebut, sedangkan (33%) sisanya berharapkegiatan tersebut dapat dipublikasikan dengan baik.

Saran

Saran untuk masyarakat:

1. Dapat menjadi contoh yang baik bagi masyarakat lain, dengan cara turut berpartisipasi menegakkan Perda dan tidak melanggarnya.

2. Melaporkan kepada pejabat yang berwenang seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Satpol PP, apabila ditemukan masyarakat yang melanggar untuk diberikan sanksi.

3. Membentuk tempat penampungan sampah sementara di sekitar lokasi tempat tinggal, agar sampah yang ada bisa dikumpulkan sebelum dibuang ke TPS di malam hari atau waktu yang telah ditentukan di dalam perda tersebut.

Saran untuk pemerintah:

1. Menyediakan sarana yang dapat menunjang penegakan perda tersebut seperti: penambahan TPS/TPST, penyediaan gerobak sampah per RT, peremajaan alat sosialisasi, dsb. Masyarakat yang merasa haknya sebagai warga telah terpenuhi, akan lebih mudah untuk diajak bekerjasama dalam memenuhi kewajibannya kepada Pemerintah, salah satunya dengan mematuhi Peraturan Daerah yang telah dibuat. Karena salah satu faktor belum terlaksanakannya Peraturan Daerah No.02 Tahun 2011 Kota Samarinda dengan baik adalah bukan karena ketidaktahuan masyarakat, melainkan minimnya fasilitas umum yang menunjang Perda tersebut.

2. Perlunya sosialisasi yang dapat membangun kesadaran masyarakat. Sosialisasi akan dianggap berhasil ketika masyarakat mampu berperilaku sesuai dengan aturan norma yang berlaku. Sosialisasi yang baik bukan sekedar mengenalkan ke masyarakat sebuah peraturan yang baru, namun juga dapat menginternalisasikan nilai-nilai yang ada dalam peraturan tersebut ke dalam masyarakat. Sehingga masyarakat dapat mengetahui alasan dan tujuan peraturan tersebut dibuat, karena penegakan hukum akan susah dilaksanakan jika sosialisasi ke masyarakat belum berjalan dengan baik.

3. Menyediakan tenaga pendamping di setiap RT saat melakukan sosialisasi secara langsung ke masyarakat. Faktor lain yang menyebabkan sosialisasi belum terlaksana dengan baik adalah terbatasnya tenaga, waktu, dan pengetahuan Ketua RT dalam mensosialisasikan perda tersebut. Sehingga dirasa perlu pendampingan tenaga ahli yang menguasai permasalahan pengelolaan sampah, untuk hadir mensosialisasikan perda tersebut ke dalam masyarakat.

(13)

77 4. Memasang kamera pengawas di sekitar TPS yang tersedia. Lemahnya pengekan perda karena minimnya pengawasan terhadap pelanggaran perda tersebut. Dengan adanya kamera pengawas yang dipasang di sekitar TPS, diharapkan dapat meminimalisir angka pelanggaran perda tersebut, selain itu pemasangan kamera pengawas juga dapat menghemat tenaga SDM saat menggelar operasi yustisi.

5. Menjadikan isu lingkungan menjadi prioritas utama. Akan susah bagi masyarakat menyadari pentingnya menjaga kelesetarian lingkungkan apabila pemerintahnya sendiri belum tanggap menyikapi isu-isu lingkungan. Padahal rusaknya suatu ekosistem pada satu generasi, belum tentu dapat dikembalikan seperti semula, meski sudah 7 masa generasi berikutnya. Pemerintah memiliki peran penting dalam menggerakkan masyarakat agar tanggap terhadap isu lingkungan. Salah satu contoh masih kurang tanggapnya pemerintah dalam menyikapi isu lungkangan adalah masih jarangnya operasi yusitisi yang dilakukan terkait isu tersebut.

6. Melakukan peninjaun kembali terhadap aturan-aturan yang kurang sesuai dengan kondisi dan situasi di masyarakat. Perlu adanya evaluasi dan monitoring setiap tahunnya, pada aspek-aspek dalam Perda yang dianggap kurang berjalan dengan baik. Dengan begitu tingkat keberhasilan sebuah perda bisa terukur dengan baik.

Daftar Pustaka

Arifin, Zainal. 2011. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Azwar, Saifudin. 2003. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Gugun Gunawan. 2007.Mengolah Sampah Jadi Uang. Jakarta: Transmedia Pustaka.

Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat terhadap Air Sungai (Kasus di DAS Kaligarang, Jawa Tengah).Thesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Haslinda.2019.Classical Conditioning. Medan. Universitas Dharmawangsa Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Notoatmodjo, Soekidjo.2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rieneka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo.2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikolog Umum. Yogyakarta: C.V Andi. Offset

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Widodo (2009:13), Pada model pembelajaran word square ini, “para siswa dipandang sebagai objek dan subjek pendidikan yang mempunyai potensi untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja pengolahan limbah cair tapioka metode ABR guna peningkatan efisiensi pengolahan limbah cair tapioka yang sudah ada dengan

Berdasarkan wawancara penulis dengan pendidik Fikih MAN 2 Mukomuko Ibuk Gusnawati dengan pertanyaan, didalam diskusi kelompok apakah ibuk sudah memberikan bantuan

Keyword dari konsep ini adalah Apealling Harmony of Kudus dipilih sebagai kunci dalam konsep karena mengandung arti sebagai wahana lokasi wisata dari sebuah keselarasan yang

Maharaja Sri Jayasakti adalah seseorang yang mempunyai kedudukan sebagai raja pada masa pemerintahan kerajaan Bali Kuno yang berkisar dari tahun 1055 M sampai tahun 1072

Menurut Komnas Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan ketulian atau PGPKT, salah satu populasi resiko tinggi untuk terjadinya ketulian akibat bising adalah siswa

Dari hasil analisis, ditemukan bentuk-bentuk dan jenis-jenis campur kode pada rubrik olahraga “Spirit” surat kabar Suara Merdeka edisi 13 April-15 Mei 2015 Adapun hasil

Analisis kurva indiferen adalah suatu lompatan besar dalam teori permintaan konsumen. Asumsi teori ini lebih longgar daripada asumsi yang digunakan dalam pendekatan