1
IDENTIFIKASI FORMALDEHID DALAM PERALATAN MINUM MELAMIN
YANG MENDAPAT PERLAKUAN PEMANASAN DENGAN BERBAGAI MACAM SUHU
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH ARIFIN SHOLEH
NIM.06.002
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
“PUTRA INDONESIA” MALANG
AGUSTUS 2010
IDENTIFIKASI FORMALDEHID DALAM PERALATAN MINUM MELAMIN
YANG MENDAPAT PERLAKUAN PEMANASAN DENGAN BERBAGAI MACAM SUHU
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan kepada
Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang
Untuk memenuhi salah satu persyaratan Dalam menyelesaikan program DIII Bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH ARIFIN SHOLEH
NIM.06.002
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
“PUTRA INDONESIA” MALANG
AGUSTUS 2010
Karya tulis ilmiah Oleh Arifin Sholeh
Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan
Pembimbing
Erna Susanti, S.Si, Apt
LEMBAR PERSEMBAHAN
“Dengarkanlah suara hatimu karena disanalah kamu akan mendapatkan ketenangan jiwa”
Alhamdulillah, akhirnya 19 Agustus pukul 10.00 wib perjuangan panjang ku ini menemukan titik terangnya, Ucapan syukur akan kebesaran Allah Swt yang telah
memberikan kesempatan pada diriku tuk menjalani dan merasakan semua ini.
Terima kasih Tuhan, terima kasih atas pembelajaran yang diberikan pada hambaMu ini, dan ampunilah hambamu ini yang “terkadang harus memilih jalan
yang salah untuk menemukan suatu kebenaran”
Jalan panjang dan berliku, penuh halangan dan rintangan yang mengiringi penulisan KTI ini telah membuatku bertambah yakin akan kebesaranNya,..
“Sabar dan ikhlas”, dua kata yang makin aku pahami maknanya, gampang mengucapkan tapi susah diamalkan.
Hasil karya ini kupersembahkan
Untuk kedua orang tuaku yang penuh kasih sayang serta do’a dan dukungannya
Untuk adikku yang telah memotivasiku
Untuk teman-teman mahasiswa angkatan 2006 dan 2007
Untuk semuanya yang tak sempat disebutkan namanya satu persatu terimakasih
sedalam-dalamnya.
ABSTRAK
Sholeh, Arifin. 2010. Identifikasi Formaldehid dalam Peralatan Minum Melamin yang Mendapat Perlakuan Pemanasan dengan Berbagai Macam Suhu.
Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi Dan Makanan Putra Indonesia Malang, Pembimbing Erna Susanti, S.Si.,Apt.
Kata Kunci : Identifikasi, Formaldehid, Depolimerisasi Melamin, Peralatan Minum dari Melamin, Pemanasan.
Peralatan minum yang terbuat dari melamin mempunyai dampak buruk bagi kesehatan apabila salah dalam penggunaannya. Penggunaan yang salah dapat berupa paparan panas oleh minuman, gesekan dan tergerusnya permukaan melamin yang dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi melamin hingga senyawa formaldehid terlepas dan bersifat racun. Apabila formaldehid masuk dalam tubuh manusia akan berdampak buruk bagi kesehatan. Dari dampak tersebut maka diperlukan identifikasi terdapat atau tidak terdapatnya formaldehid dalam peralatan minum melamin yang mendapat perlakuan pemanasan. Perlakuan ini didasarkan pada kebiasaan masyarakat yang seringkali menggunakan peralatan minum dari melamin untuk minuman panas.
Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi peralatan minum yang terbuat dari melamin yang dijual di Pasar Warujayeng Nganjuk. Ditentukan dari jenis peralatan minum yang terbuat dari melamin yaitu gelas melamin dengan karekteristik tertentu yaitu warna agak kusam, tidak terdapat label food grade atau petunjuk aman penggunaan, terdapat tulisan ‘MELAMINE WARE’ yang tercetak dibagian bawah gelas dan biasanya dijual dengan harga relatif murah.
Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah kegiatan mengidentifikasi formaldehid hasi depolimerisasi melamin dalam peralatan minum yang dijual di Pasar Warujayeng Nganjuk yang mendapat perlakuan pemanasan dengan menggunakan metode reaksi warna. Adapun proses identifikasi yang dilakukan yaitu gelas melamin diberi perlakuan pemanasan berupa air panas dengan suhu yang telah ditentukan. Setelah 15 menit, air didestilasi sampai diperoleh destilat.
Kemudian destilat ditambah dengan pereaksi tertentu, lalu diamati perubahan yang terjadi dengan blanko sebagai pembanding.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gelas yang terbuat dari melamin yang diberi perlakuan pemanasan berupa air panas dan digunakan secara berulang-ulang dengan suhu perlakuan semakin besar akan mengakibatkan formaldehid dari melamin akan terlepas.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disarankan
kepada masyarakat yang menggunakan peralatan minum yang terbuat dari
melamin agar lebih berhati-hati dengan tidak menggunakan peralatan minum
tersebut dalam kondisi panas karena akan memicu terlepasnya formaldehid dari
melamin.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuni-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul ”Identifikasi Formaldehid Dalam Peralatan Minum Melamin Yang Mendapat Perlakuan Pemanasan Dengan Berbagai Macam Suhu” ini dengan repat waktu.
Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program D III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan “Putra Indonesia” Malang.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Sentot Joko Rahardjo, S.Si., selaku direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan “Putra Indonesia” Malang.
2. Ibu Erna susanti, S.Si, Apt., selaku dosen pebimbing.
3. Bapak Hendik K.D, S.Si dan Bapak Fransisco, S.Si. Apt., selaku dosen penguji.
4. Bapak dan Ibu dosen Akademi Analis dan Makanan serta semua staf.
5. Kedua orang tua, kakak, dan adikku yang memberikan doa serta
motivasi.
6. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung maupun tak langsung yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan.
Semoga karya tulis ini dapat berguna dan bermanfaat.
Malang,Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1
1.2 Rumusan Masalah……… 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Kegunaan Penelitian ... 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6
1.6 Daftar Istilah ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Melamin ... 8
2.2. Tinjauan Tentang Formaldehid ... 10
2.3. Kerangka Penelitian... 19
2.4. Hipotesis Penelitian ... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian ... 20
3.2. Populasi dan Samapel Penelitian... 21
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21
3.4. Definisi Operasional Variabel ... 22
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Identifikasi Formaldehid dalam Sampel ... 28
4.2. . Larutan uji ... 29
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pengulangan Suhu Perlakuan I dan II ... 36
5.2. Pengulangan Suhu Perlakuan III ... 37
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan ... 39
6.2. Saran ... 39
DAFTAR RUJUKAN ... 40
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Formaldehid Dalam Sampel ... 28
Tabel 4.2 Hasil Larutan Uji ... 30
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Melamin ... 8
Gambar 2.2 Struktur Formaldehid ... 10
Gambar 4.1 Identifikasi formaldehid dalam sampel (Gelas Melamin) ... 29
Gambar 4.2 Pengulangan suhu perlakuan II destilat sampel suhu 40, 60, 80, dan 100
0C ditambah pereaksi Asam Kromatropat ... 31
Gambar 4.3 Pengulangan suhu perlakuan II destilat sampel suhu 40, 60, 80, dan 100
0C ditambah pereaksi Schiff ... 32
Gambar 4.4 Pengulangan suhu perlakuan II destilat sampel suhu 40, 60, 80, dan 100
0C ditambah pereaksi KMNO
4... 32
Gambar 4.5 Pengulangan suhu perlakuan III destilat sampel suhu 40, 60, 80, dan 100
0C ditambah pereaksi Asam Kromatropat ... 33
Gambar 4.6 Pengulangan suhu perlakuan III destilat sampel suhu 40, 60, 80, dan 100
0C ditambah pereaksi Schiff ... 34
Gambar 4.7 Pengulangan suhu perlakuan III destilat sampel suhu 40, 60, 80, dan 100
0C ditambah pereaksi KMNO
4... 35
Gambar 1 Sampel gelas melamin ... 41
Gambar 2 Proses destilasi ... 41
Gambar 3 Reaksi Formaldehid dengan Asam Kromatropat ... 42
Gambar 4 Reaksi Formaldehid dengan Shiff ... 42
Gambar 3 Reaksi Formaldehid dengan KMNO
4... 42
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara global, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas hidup manusia. Pada kenyataannya, gaya hidup masyarakat industri ditandai dengan pemakaian produk berbasis kimia. Hal itu merupakan tantangan yang besar terhadap bahan kimia bagi lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
Salah satu industri yang memanfaatkan bahan kimia dalam proses produksinya adalah industri peralatan rumah tangga yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai wadah makanan dan minuman seperti piring , gelas, mangkok, sendok dan peralatan makan lainnya
Peralatan makan dan minum banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang terbuat dari berbagai jenis bahan. Salah satunya adalah melamin. Produk pecah belah melamin begitu banyaknya sehingga barang ini tak hanya bisa dibeli ditoko tertentu, tetapi juga di pasar tradisional sampai dipedagang kaki lima
Peralatan minum yang terbuat dari melamin disatu sisi menawarkan
banyak kelebihan. Selain desain warna yang beragam dan menarik, fungsinya juga
lebih unggul dibanding peralatan minum lain yang terbuat dari keramik, logam
atau kaca. Melamin lebih ringan, kuat dan tidak mudah pecah. Harga peralatan
melamin pun relatif labih murah dibanding yang terbuat dari keramik misalnya (HARJONO,2006).
Namun dibalik kelebihannya, sebagian orang tidak menyadari bahwa melamin berpotensi membahayakan kesehatan manusia karena melamin menghasilkan monomer beracun yang disebut formaldehid. Senyawa yang tahan panas ini dipilih karena dianggap sangat cocok digunakan sebagai wadah makanan panas (Imam,2007).
Beberapa zat dapat berpindah dari wadah makanan ke makanan yang ada didalamnya. Kebanyakan zat kimia yang dapat berpindah dari bahan pengemas yang terbuat dari bahan polimer. Polimer sendiri biasanya bersifat inert (komposisi aman), tetapi komponen-komponennya monomer yang terdapat dalam jumlah tertentu, sisa reaktan, zat antara, bahan bantu pengolahan, pelarut, dan zat tambahan plastic, serta reaksi sampingan dan degradasi kimia dapat berpindah ke dalam makanan yang bersentuhan dengannya (Lu.C1995).
Beberapa waktu lalu Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) melansir hasil penelitian mengenai kandungan formalin dalam wadah-wadah melamin.
Penelitian yang dilakukan bulan September 2004 lalu itu membuahkan hasil yang mengejutkan. Peralatan makan dari melamin yang kini amat mudah ditemui di pasaran, banyak yang mengandung formalin dalam konsentrasi tinggi (http//villany.blogsome.com/)
Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Dewa yang mengidentifikasi
formaldehid dalam peralatan makan rumah tangga yang sampelnya diambil
dipasar besar kota Malang. Diketahui bahwa melamin mengalami depolimerisasi
menjadi formaldehid setelah dimasuki air panas pada suhu 100
0C dalam waktu pemaparan selama 15 menit.
Melamin pertama kali disintesis oleh Liebig pada tahun 1834. Pada produksi awal, kalsium sianamida diubah menjadi disiandiamida, kemudian dipanaskan di atas titik leburnya untuk menghasilkan melamin. Namun, pada zaman sekarang, kebanyakan pabrik industri menggunakan urea untuk menghasilkan melamin melalui reaksi berikut:
6 (NH
2)
2CO → C
3H
6N
6+ 6 NH
3+ 3 CO
2Pertama-tama, urea terurai menjadi asam sianat pada reaksi endomik: (NH
2)
2CO
→ HCNO + NH
3. Kemudian asam sianat berpolimerisasi membentuk melamina dan karbon dioksida: 6 HCNO → C
3H
6N
6+ 3 CO
2. Reaksi kedua adalah
eksotermik, namun keseluruhan proses reaksi bersifat endotermik.
( http//suryadh.wordpres.com/ )
Formaldehid dalam senyawa melamin dapat muncul kembali karena ada
proses depolimerisasi. Akibat proses ini, formaldehid terlepas menjadi monomer
yang bersifat racun. Pemicunya bisa berupa paparan panas, sinar ultraviolet,
gesekan dan tergerusnya permukaan melamin hingga formaldehid terlepas. Meski
tahan direntang suhu 120
0C, tapi karena menyerap panas, melamin tak tahan
terpapar panas terlalu tinggi, apalagi terpapar dalam jangka waktu lama dan
biasanya perangkat melamin sering digunakan untuk membuat minuman teh,
kopi, atau makanan berkuah panas. Bila piring atau gelas tersebut terkena
makanan atau minuman panas maka bahan formaldehid yang terdapat dalam gelas akan larut (Anonimous,2005).
Pengguna yang mengonsumsi makanan atau minuman panas yang sudah terkontaminasi formaldehid secara terus menerus, lambat laun akan mengakibatkan kerusakan hati, ginjal dan jantung, dan jangka panjang dapat berpeluang terkena penyakit kanker (Imam,2007)
Begitu buruknya akibat yang ditimbulkan formaldehid bagi kesehatan manusia maka timbul niat penulis untuk mengidentifikasi formaldehid dalam peralatan minum melamin yang beredar dipasar Warujayeng Nganjuk. Adapun suhu air yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu 40,60,80, dan 100
0C, alasan peneliti mangambil suhu tersebut karena berdasarkan kebiasaan masyarakat yang sering menggunakan peralatan minum melamin dalam kondisi hangat sampai panas, dan berdasarkan DepKes,2000 menyatakan bahwa penyajian makanan basah (kuah, sop, gulai) disajikan pada suhu diatas 60
0C dan untuk air mendidih pada suhu 100
0C. Air yang dimasukkan dalam gelas melamin dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali, alasan peneliti melakukan pengulangan sebanyak 3 kali karena berdasarkan kebiasaan masyarakat yang menggunakan peralatan minum melamin secara berulang-ulang.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pernyataan Penelitian
Formalin dapat ditemukan di peralatan minum yang mendapat perlakuan
pemanasan karena terjadi depolimerisasi melamin sehingga perlu diadakan
identifikasi terhadap formalin dalam peralatan minum dengan perlakuan pemanasan pada suhu 40, 60, 80, dan 100°C dengan waktu perlakuan 15 menit.
1.2.2 Adapun pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut
Apakah terdapat formaldehid hasil depolimerisasi melamin dalam peralatan minum yang beredar dipasar Warujayeng Nganjuk dengan menggunakan metode kualitatif reaksi warna dengan perlakuan pemanasan pada suhu 40, 60, 80, dan 100°C dengan waktu perlakuan 15 menit.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi ada tidaknya formaldehid hasil depolimerisasi melamin dalam peralatan minum yang mendapat perlakuan pemanasan dalam berbagai macam suhu.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan antara perbedaan suhu pemanasan dengan
ada tidaknya formalin yang dilepas sebagai hasil depolimerisasi melamin.
1.3.2.2 Untuk meningkatkan kewaspadaan tentang bahaya pemakaian alat minum dari melamin.
1.4 Kegunaan penelitian
1.4.1 Bagi peneliti berguna untuk mendapat informasi tentang prosedur analisis formaldehid, bahaya dari uraian melamin dari peralatan minum.
1.4.2 Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bahaya peralatan minum yang terbuat dari melamin .
1.4.3 Memberikan solusi cara aman menggunakan peralatan minum yang terbuat dari melamin.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah identifikasi formaldehid hasil
depolimerisasi melamin dalam peralatan minum yang di jual di pasar Warujayeng
Nganjuk yang mendapat perlakuan pemanasan. Perlakuan pemanasan dilakukan
dengan pemberian air pada suhu 40,60,80, dan 100
0C selama 15 menit. Proses
identifikasi ini manggunakan reaksi warna.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah karena keterbatasan biaya dan waktu penelitian, peneliti membatasi jumlah sampel dari gelas melamin yang dijual di pasar Warujayeng Nganjuk.
1.6 Definisi istilah
1.6.1 Identifikasi adalah suatu cara yang digunakan untuk menentukan zat dalam suatu senyawa atau campuran.
1.6.2 Melamin adalah persenyawaan (polimerisasi) kimia antara monomer formaldehid dan monomer fenol.
1.6.3 Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk, didalam formalin terkandung 37% formaldehid dalam air.
1.6.4 Polimerisasi adalah reaksi pembentukan rantai polimer organik yang panjang dan berulang.
1.6.5 Peralatan minum adalah gelas yang terbuat dari melamin.
1.6.6 Perlakuan pemanasan adalah pemanasan dengan menambahkan air panas
pada sampel gelas melamin dengan rentang suhu 40-100°C dalam waktu
perlakuan 15 menit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Melamin
2.1.1 Definisi Melamin
Melamin adalah senyawa basa organik dengan rumus kimia C
3H
6N
6dan memiliki nama IUPAC 1,3,5-triazina-2,4,6-triamina. Ia hanya sedikit larut dalam air. Melamin adalah trimer dari sianamida, dan seperti sianamida, melamin mengandung 66% nitrogen (berdasarkan massa). Melamin merupakan metabolit dari siromazina, sejenis pestisida. Melamin terbentuk dalam tubuh mamalia yang mengkonsumsi siromazina. Dilaporkan juga siromazina diubah menjadi melamin pada tanaman. ( http//suryadh.wordpres.com/ )
Formaldehid dalam senyawa melamin dapat muncul kembali karena depolimerisasi. Akibat proses ini, formaldehid terlepas menjadi monomer yang bersifat racun. Pemicunya bisa berupa paparan panas, sinar ultraviolet, gesekan, dan tergerusnya permukaan melamin hingga partikel formaldehid terlepas.
Melamin pertama kali disintesis oleh Liebig pada tahun 1834. Pada
produksi awal, kalsium sianamida diubah menjadi disiandiamida, kemudian
dipanaskan di atas titik leburnya untuk menghasilkan melamin. Namun, pada
zaman sekarang, kebanyakan pabrik industri menggunakan urea untuk
menghasilkan melamin melalui reaksi berikut:
6 (NH
2)
2CO → C
3H
6N
6+ 6 NH
3+ 3 CO
2Pertama-tama, urea terurai menjadi asam sianat pada reaksi endomik: (NH
2)
2CO
→ HCNO + NH
3. Kemudian asam sianat berpolimerisasi membentuk melamina dan karbon dioksida: 6 HCNO → C
3H
6N
6+ 3 CO
2. Reaksi kedua adalah
eksotermik, namun keseluruhan proses reaksi bersifat endotermik.
( http// suryadh.wordpres.com/ )
Gambar 2.1 Struktur Melamin
Nama Sistematis 1,3,5-Triazina-2,4,6-triamina
Nama lain
Sianurotriamida Sianurotriamina Sianuramida Rumus molekul C
3H
6N
6Penampilan Putih padat
Titik leleh 350 °C, 623 K, 662 °F
Titik didih -
Kelarutan dalam air 3,1 g/l (20 °C)
2.2 Formaldehida
2.2.1 Definisi Formaldehida
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan
kandungan 30-40 persen. Di pasaran, formalin bisa ditemukan dalam bentuk yang
sudah diencerkan, dengan kandungan formaldehid 10-40 persen. Formalin sudah
sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. formaldehid memiliki
banyak fungsi, diantaranya sebagai pengawet, serta anti bakteri.Formaldehid juga
dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan polimer, dimana salah
satu hasilnya adalah menimbulkan warna produk menjadi lebih "muncul". Itu
sebabnya formaldehid dipakai di industri plastik. Formalin merupakan larutan
komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid. Bahan ini biasanya
digunakan sebagai antiseptic, germisida, dan pengawet. Formalin mempunyai
banyak nama kimia diantaranya adalah : Formol, Methylene aldehyde, Paraforin,
Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform,
Superlysoform, Formic aldehyde, Formalith, Tetraoxymethylene, Methyl oxide,
Karsan, Trioxane, Oxymethylene dan Methylene glycol. Di pasaran, formalin bisa
ditemukan dalam bentuk yang sudah diencerkan, dengan kandungan formaldehid
10-40 persen.
Gambar 2.2 Struktur Formaldehida
Nama Sistematis Metanal
Nama lain formol, metil aldehida,
oksida metilena
Rumus molekul CH
2O
Penampilan gas tak berwarna
Titik leleh
-117 °C (156 K) Titik didih
-19,3 °C (253,9 K) Kelarutan dalam air > 100 g/100 ml (20 °C) Bentuk molekul trigonal planar
Bahaya utama beracun, mudah terbakar
Titik nyala -53 °C
2.2.2 Penggunaan Formaldehida
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di
sektor industri sebenarnya formalin sangat banyak manfaatnya. Formaldehid
memiliki banyak manfaat, seperti anti bakteri atau pembunuh kuman sehingga
dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat
dan berbagai serangga lain. Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk
pengeras lapisan gelatin dan kertas. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea,
bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak.. Di bidang industri kayu sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis. Dalam konsentrasi yag sangat kecil (<1 persen) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet.
Di industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang biasa hidup di sisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan efektif dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti fluke dan kulit berlendir.
Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas amannya sangat rendah, sehinggga terkadang ikan yang diobati malah mati akibat formalin daripada akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan specimen ikan untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Di dunia kedokteran formalin digunakan untuk pengawetan mayat manusia untuk dipakai dalam pendidikan mahasiswa kedokteran. Untuk pengawetan biasanya digunakan formalin dengan konsentrasi 10%. ( wordpress.com )
Besarnya manfaat di bidang industri ini ternyata disalahgunakan untuk
penggunaan pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan
dalam industri rumahan, karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh
Depkes dan Balai POM setempat. Bahan makanan yang diawetkan dengan
formalin biasanya adalah mi basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa makanan
lainnya. Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat
menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air,
sebagai bahan pengawet biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen. Bila
tidak diberi bahan pengawet makanan seperti tahu atau mi basah seringkali tidak bisa tahan dalam lebih dari 12 jam.
Formaldehid juga dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan polimer, dimana salah satu hasilnya adalah menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Sehingga formalin dipakai di industri plastik. bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca. Formalin juga banyak dipakai di produk rumah tangga seperti piring, gelas dan mangkuk yang berasal dari plastik atau melamin.
Bila piring atau gelas tersebut terkena makanan atau minutan panas maka bahan formalin yang terdapat dalam gelas akan larut.
Barang-barang tersebut bila digunakan dalam keadaan dingin sebenarnya tidak berbahaya. Tetapi sangat berbahaya bila wadah-wadah ini dipakai untuk menaruh bahan makanan panas seperti membuat minuman teh, kopi, atau makanan berkuah panas.
2.2.3 Bahaya Penggunaan Formaldehida
Formalin masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan, yaitu mulut dan pernapasan. Sebetulnya, sehari-hari kita menghirup formalin dari lingkungan sekitar. Polusi yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik, mengandung formalin yang mau tidak mau kita hirup, kemudian masuk ke dalam tubuh. Asap rokok atau air hujan yang jatuh ke bumi pun sebetulnya juga mengandung formalin.
Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan.
Akibat yang ditimbulkan dapat berupa : luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran
pernafasan, reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia. Jika kandungan dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan kerusakan pada organ tubuh. Formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker. Formalin termasuk ke dalam karsinogenik yang sudah pasti menyebabkan kanker.
Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang ke
luar bersama cairan tubuh. Sehingga formalin sulit dideteksi keberadaannya di
dalam darah. Imunitas tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya formalin
di dalam tubuh. Jika imunitas tubuh rendah atau mekanisme pertahanan tubuh
rendah, sangat mungkin formalin dengan kadar rendah pun bisa berdampak buruk
terhadap kesehatan. Usia anak khususnya bayi dan balita adalah salah satu yang
rentan untuk mengalami gangguan ini. Secara mekanik integritas mukosa
(permukaan) usus dan peristaltik (gerakan usus) merupakan pelindung masuknya
zat asing masuk ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim
pencernaan menyebabkan denaturasi zat berbahaya tersebut. Secara imunologik
sIgA (sekretori Imunoglobulin A) pada permukaan mukosa dan limfosit pada
lamina propia dapat menangkal zat asing masuk ke dalam tubuh. Pada usia anak,
usus imatur (belum sempurna) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah
dan gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam
tubuh sulit untuk dikeluarkan. Hal ini juga akan lebih mengganggu pada penderita
gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada penderita Autism, penderita
alergi dan sebagainya.
Akibat jangka pendek yang terjadi biasanya bila terpapar formalin dalam jumlah yang banyak, Tanda dan gejala akut atau jangka pendek yang dapat terjadi adalah bersin, radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada, yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual, diare dan muntah. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
Bila terhirup formalin mengakibatkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk- batuk. Kerusakan jaringan sistem saluran pernafasan bisa mengganggu paru-paru berupa pneumonia (radang paru) atau edema paru ( pembengkakan paru).
Bila terkena kulit dapat menimbulkan perubahan warna, kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar. Apabila terkena mata dapat menimbulkan iritasi mata sehingga mata memerah, rasanya sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Bila merupakan bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata.
Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan , sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal.
Meskipun dalam jumlah kecil, dalam jangka panjang formalin juga bisa
mengakibatkan banyak gangguan organ tubuh. Apabila terhirup dalam jangka
lama maka akan menimbulkan sakit kepala, gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru. Gangguan otak mengakibatkan efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, gangguan emosi, keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi, daya ingat berkurang dan gangguan perilaku lainnya. Dalam jangka panjang dapat terjadi gangguan haid dan kemandulan pada perempuan. Kanker pada hidung, ronggga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak juga bisa terjadi.
Apabila terkena kulit, kulit terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit, dan terjadi radang kulit yang menimbulkan gelembung. Jika terkena mata, bahaya yang paling menonjol adalah terjadinya radang selaput mata. Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada.
2.2.4 Identifikasi Formaldehid
Adanya kandungan formalin dapat ditentukan dengan beberapa metode
yaitu, metode Pemeriksaan hasil uraian formaldehida (Reaksi Asam
Kromatropat), pemerikasaan aldehida (Reaksi Schiff), serta adanya tes warna
menggunakan kalium permanganat (KMNO
4).
2.2.4.1 Reaksi Asam Kromatropat
Asam kromatropat P : Asam 1,8-dihidroksinaftaleina-3,6- disulfonat;C
10H
8O
8S
2.2H
2O; BM 365,32; murni pereaksi.(Indonesia, 1995 : 1133)
Pemeriksaan hasil urai formaldehida dilakukan dengan menambahkan 10 mg zat kedalam 2 ml asam sulfat pekat yang mengandung 2-3 mg natrium kromotropat, kemudian dipanaskan beberapa menit dengan hati-hati. Terbentuk warna biru sampai ungu. (Auterhoff/kovar, 1987:30)
2.2.4.2 Reaksi Schiff
Pereaksi Schiff merupakan sebuah zat warna Fuchsin yang berubah warna jika sulfur oksida dilewatkan kedalamnya. Jika terdapat sedikit aldehid, warnanya akan berubah mejadi merah keungu-unguan yang terang. Akan tetapi, pereaksi ini harus digunakan dalam keadaan dingin, karena keton bisa bereaksi dengan pereaksi ini sangat lambat menghasilkan warna yang sama. Jika dipanaskan, maka reaksi dengan keton akan lebih cepat, sehingga berpotensi memberikan hasil yang membingungkan.(http://www.chem-is-try.org/)
Zat dilarutkan atau disuspensikan dalam air, kemudian diasamkan dengan 3N HCL sampai pH kurang dari 3, lalu ditambahkan pereaksi Schiff yang tak berwarna dengan volume sama banyak. Setelah beberapa waktu terbentuk warna merah sampai ungu. Reaksi blanko terhadap pereaksi perlu dilakukan.
(Auterhoff/kovar, 1987:30)
2.2.4.3. Reaksi KMNO
4Tabung reaksi berisi 10 ml sampel dibubuhi 1 tetes larutan KMNO
40,1 N.
Larutan sampel yang putih akan menjadi pink (merah jambu).
Lama waktu hilangnya warna pink (warna merah jambu) dari tetesan larutan Kalium permanganat kedalam tabung reaksi berisi sampel air hasil polimerisasi melamin menjadi indikator kemungkinan kandungan formalin didalam air hasil polimerisasi melamin tersebut. Jika 1 jam tidak ada perubahan warna (warna pink stabil) berarti sampel tidak mengandung formalin. Jika warna pink larutan kalium permanganat tersebut segera pudar/ hilang menjadi tak berwarna, berarti ada kemungkinan dalam sample air hasil polimerisasi melamin terkandung formalin yang bersifat bereaksi menghilangkan warna (mereduksi) kalium permanganat. (http://Herdyah.wordpress.com/)
2.3 Kerangka Teori
Peralatan minum yang terbuat dari melamin yang merupakan persenyawaan (polimerisasi) kimia antara monomer formaldehid dan monomer fenol dapat menyebabkan bahaya bagi kesehatan jika digunakan tidak sebagaimana mestinya. Di dalam penggunaan peralatan minum melamin, paparan panas dan sinar ultraviolet sangat berpotensi memicu terjadinya peristiwa depolimerisasi, akibatnya partikel-partikel formaldehid muncul sebagai monomer dan berbahaya bagi kesehatan. Dampak buruk formaldehid bagi kesehatan yaitu dapat mengakibatkan kerusakan fungsi hati, ginjal, syaraf dan organ lainnya.
Formaldehid dalam peralatan minum melamin dapat terlepas, jika medapat
perlakukan pemanasan. Penggunaan peralatan makan terbuat dari melamin oleh
masyarakat sering digunakan untuk makanan dan minuman panas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi melamin.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hepotesis dalam penelitian ini adalah terdapat formaldehid hasil perurain
melamin dalam peralatan minum yang mendapat perlakuan pemanasan dalam
berbagai macam suhu.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Untuk mengetahui adanya kandungan formaldehid dalam gelas melamin yang terdapat di pasar Warujayeng Nganjuk yang mendapat perlakuan pemanasan dengan menggunakan metode eksperimen atau percobaan.
Dalam metode eksperimen atau percobaan ini, dilakukan pemberian sampel air dengan pemanasan pada suhu 40, 60, 80, dan 100°C. Dimasukkan dalam gelas melamin selama 15 menit. Dari setiap perlakuan yang diberikan dilakukan pengulangan suhu perlakuan sebanyak 3 kali.
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir.
3.1.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan dalam penelitian ini adalah penentuan sampel, persiapan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, serta penyusunan prosedur kerja.
3.1.2 Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah kegiatan mengidentifikasi
formaldehid hasi depolimerisasi melamin dalam peralatan minum yang dijual di
pasar Warujayeng Nganjuk yang mendapat perlakuan pemanasan pada suhu 40,
60, 80 dan 100°C dengan menggunakan metode reaksi warna.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah peralatan minum dari melamin yang dijual dipasar Warujayeng Nganjuk
Sampel dalam penelitian ini diambil dari peralatan minum yang terbuat dari melamin yaitu gelas melamin dengan karekteristik tertentu yaitu warna agak kusam, tidak terdapat label food grade atau petunjuk aman penggunaan, terdapat tulisan ‘MELAMINE WARE’ yang tercetak dibagian bawah gelas dan biasanya dijual dengan harga relatif murah. Cara pengambilan sampel ini dilakukan dengan melakukan survei dari beberapa toko yang menjual peralatan yang terbuat dari melamin, kemudian diambil sampel sebanyak empat buah dengan karekteristik seperti disebutkan diatas.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisa Makanan dan Minuman Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.
3.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu pada awal penyusunan
penelitian sampai berakhirnya penelitian yaitu Februari-Juni 2010.
3.4 Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini menggunakan dua variable yaitu variabel terikat dan variable bebas. Variable terikat dalam penelitian ini adalah identifikasi formaldehid, sedangkan untuk variable bebasnya adalah peralatan minum dari melamin dan suhu perlakuan.
Tabel 3.1 Variable Terikat dan Bebas
No Varible Definisi operasional variable
Hasil ukur
1 Hasil identifikasi formaldehid
Suatu parameter yang menunjukkan ada tidaknya formaldehid dlm suatu sampel.
Hasil positif jika : 1. Penambahan asam kromatropat Terbentuk wana biru sampai ungu.
2. Penambahan reaksi schiff terbentuk wana merah sampai ungu
3. Penambahan KMNO
4Warna ungu pudar.
2 Peralatan min um dan suhu perlakuan
Gelas yang terbuat dari melamin
Gelas yang berciri-ciri sebagai berikut :
1. Warna kusam
2. Tidak terdapat label food Grade
3. Terdapat tulisan
‘MELAMINE WARE’ yang
terletak dibagian bawah
Gelas
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian untuk mengidentifikasi formaldehid dalam peralatan minum melamin yang mendapat perlakuan pemanasan pada suhu 40, 60, 80 dan 100°C adalah sebagai berikut:
3.5.1 Alat-alat
• Timbangan analitik
• Alat destilasi sederhana
• Alumunium foil
• Hot plate
• Tabung reaksi dan rak tabung reaksi
• Termometer
• Lampu Spiritus
• Asbes
• Kaki Tiga
• Becker glass 100, 400 dan 1000 ml.
• Gelas Ukur 10 dan 100 ml.
• Gelas ukur
• Pipet tetes
• Pipet volume
• Botol semprot
• Batang pengaduk
3.5.2 Bahan-bahan
• Sampel yaitu gelas plastik
• Air panas
• Aquadest
• Formalin 40%
• Asam Kromatropat (C
10H
8O
8S
2)
• Asam Sulfat (H
2SO
4)
• Rosanilinklorida
• Asam Klorida (HCL)
• Natrium Sulfit (Na
2S
3O
4)
• Asam Fosfat (H
3PO
4)
• Kalium permanganat (KMNO
4)
3.6 Pengumpulan Data
Beberapa tahap yang perlu dilakukan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.6.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi persiapan alat, persiapan
reagensia, persiapan larutan uji dan persiapan blanko positif.
3.6.1.1 Persiapan Alat
Dilakukan persiapan alat-alat yang digunakan sebagaimana telah disebutkan dalam instrumen penelitian.
3.6.1.2 Persiapan Reagensia
3.6.1.2.1 Pereaksi Asam Kromatropat
Dilarutkan 50 mg asam kromatropat P atau garam natriumnya dalam 100 ml asam sulfat P 75% yang dibuat dengan menambahkan 76,5 ml asam sulfat P 98% ke dalam 23,5 ml aquadest dengan hati-hati.
3.6.1.2.2 Pereaksi Schiff
100 mg rosanilinklorida dilarutkan dalam 50 ml air dengan cara dipanaskan. Setelah ditambahkan 1,25 gr natriun sulfit dan 20 ml HCL 6 N, diencerkan sampai 100 ml.
3.6.1.2.3 Pereaksi KMNO
4790 mg kalium permanganat dilarutkan dalam 50 ml air dalam becker glass.
3.6.1.3 Persiapan Larutan Uji
3.6.1.3.1 Sampel diberi perlakuan pemanasan berupa air panas sesuai suhu yang ditentukan yaitu 40, 60, 80 dan 100°C kemudian dituang dalam gelas melamin, lalu ditutup dengan alumunium foil.
3.6.1.3.2 Setelah beberapa waktu yang ditentukan yaitu 15 menit, air dipindahkan
ke dalam labu destilasi.
3.6.1.3.3 Ditambahkan 2 ml asam fosfat dan batu didih, dikocok
3.6.1.3.4 Dilakukan destilasi sampai diperoleh destilat sebanyak 25 ml dalam wadah tertutup rapat yang berisi aquadest 3 ml (pipa tercelup aquadest), kemudian ditutup rapat dengan alumunium foil.
3.6.1.3.5 Destilat yang diperoleh digunakan sebagai larutan uji.
Perlakuan terhadap sampel (gelas melamin) dilakukan penulangan sebanyak 3 kali, bertujuan untuk mendapat data penelitian yang cukup berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat yaitu menggunakan peralatan minum melamin secara berulang-ulang.
3.6.1.3 Persiapan Blanko Positif
3.6.1.4.1 Air 300 ml dipanaskan sampai beberapa suhu yaitu 40, 60, 80, 100°C, lalu dimasukkan dalam labu destilasi, ditambahkan 2 ml formaldehid 10 %.
3.6.1.4.2 Ditambahkan 2 ml asam fosfat dan batu didih, dikocok
3.6.1.4.3 Dilakukan proses destilasi sampai diperoleh destilat sebanyak 25 ml dalam wadah tertutup rapat yang berisi aquadest 3 ml (pipa tercelup aquadest), kemudian ditutup rapat dengan alumunium foil.
3.6.1.4.4 Destilat yang diperoleh kemudian dipipet sebanyak 2 ml, dimasukkan
dalam tabung reaksi, ditambahkan 2 ml reagensia, dipanaskan kemudian muncul
warna ungu atau warna ungu pudar.
3.6.1.5 Identifikasi Sampel (Gelas Melamin)
Tujuan dari identifikasi gelas melamin yang digunakan sebagai sampel yaitu untuk memperoleh data bahwa dalam sampel (gelas melamin) memang mengandung formaldehid. Adapun metode identifikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut
3.6.1.5.1 Gelas melamin dipotong kecil-kecil dan ditimbang sebanyak 35 gr
3.6.1.5.2 Masukkan dalam labu destilat, ditambahkan 250 ml aquadest, 2 ml asam fosfat dan batu didih, dikocok
3.6.1.5.3 Dilakukan proses destilasi sampai diperoleh destilat sebanyak 25 ml dalam wadah tertutup rapat yang berisi aquadest 3 ml (pipa tercelup aquadest), kemudian ditutup rapat dengan alumunium foil.
3.6.1.5.4 Destilat yang diperoleh kemudian dipipet sebanyak 2 ml, dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2ml reagensia, dipanaskan, lalu hasilnya dibandingkan dengan blanko.
3.6.2 Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan analisis kualitatif terhadap larutan uji sebagai berikut
Uji utama yang dilakukan yaitu :
3.6.2.1 Dimasukkan 2 ml larutan uji ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 2 ml pereaksi asam kromatropat. Diletakkan diatas penangas air yang telah mendidih selama 15 menit, diamati perubahannya dan dibandingakan dengan blanko.
Uji pendukung yang dilakukan yaitu
3.6.2.2 Dimasukkan 2 ml larutan uji ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 2 ml pereaksi schiff dan 2 tetes asam klorida encer, diamati perubahanya dan dibandingkan dengan blanko.
3.6.2.3 Dimasukkan 10 ml larutan uji ke dalam tabung reksi, ditambahkan 1 tetes KMNO
4, diamati perubahanya dan dibandingkan dengan blanko.
3.7 Analisis Data
Dalam penelitian ini tidak diperlukan analisis data, hanya diperlukan interpretasi hasil pengamatan.
Reaksi dikatakan positif pada uji apabila :
3.7.1 Pada penambahan pereaksi asam kromatropat terbentuk warna biru sampai ungu.
Reaksi dikatakan positif pada uji pendukung apabila :
3.7.2 Pada penambahan reksi schiff terbentuk warna merah sampai ungu
3.7.3 Pada penambahan reaksi KMNO4 terbentuk warna ungu pudar
3.7.4 Hasil dibandingkan dengan blanko.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Identifikasi Formaldehid Dalam Sampel (Gelas Melamin)
Identifikasi formaldehid dalam sampel gelas melamin dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data bahwa dalam gelas melamin mengandung formaldehid ataupun tidak. Identifikasi dilakukan dengan memotong kecil-kecil gelas melamin ditambahkan air kemudian didestilasi, lalu destilat diidentifikasi menggunakan metode reaksi warna.
Tabel 4.1. Hasil Identifikasi Formaldehid Dalam Sampel (Gelas Melamin) No Pereaksi/Reagensia Sampel Kontrol Positif Kontrol Negatif
1 Asam Kromatropat + + _
2 Schiff + + _
3 KMNO
4+ + _
Keterangan :
(+) = Positif Formaldehid (-) = Negatif Formaldehid
Hasil identifikasi menunjukkan apabila destilat ditambah pereaksi Asam
Kromatropat terbentuk warna biru sampai ungu, ditambah pereaksi Schiff
terbentuk warna merah sampai ungu, dan ditambah pereaksi KMNO
4terbentuk
warna ungu pudar. Dalam identifikasi formaldehid dalam gelas melamin
digunakan pembanding formaldehid 10% sebagai kontrol positif dan aquadest
sebagai kontrol negatif.
Gambar 4.1. Identifikasi Formaldehid Dalam Sampel (Gelas Melamin)
4.2. Larutan Uji
Sampel pada penelitian ini yaitu gelas melamin yang diberi perlakuan
pemanasan berupa air panas. Untuk mendapatkan larutan uji dilakukan dengan
cara air dipanaskan sampai beberapa suhu yang ditentukan yaitu 100, 80, 60, dan
40 ºC, kemudian dituang ke dalam gelas melamin dan ditutup dengan alumunium
foil hingga 15 menit. Setelah itu air dari gelas melamin dimasukkan dalam labu
destilasi dan dilakukan proses destilasi sampai diperoleh destilat, kemudian
destilat diidentifikasi menggunakan metode reaksi warna.
Tabel 4.2. Hasil Larutan Uji
PSP Pereaksi/Reagensia Suhu perlakuan Blanko Positif
Blanko Negatif 100ºC 80ºC 60ºC 40ºC
I
As. Kromatropat _ _ _ _ + _
Schiff + + _ _ + _
KMNO
4+ + _ _ + _
II
As. Kromatropat + _ _ _ + _
Schiff + + _ _ + _
KMNO
4+ + _ _ + _
III
As. Kromatropat + + + _ + _
Schiff + + + + + _
KMNO
4+ + + + + _
Keterangan :
PSP = Pengulangan Suhu Perlakuan merupakan pengulangan perlakuan yang sama diberikan pada masing-masing sampel.
(+) = Positif Formaldehid (-) = Negatif Formaldehid 4.2.1. Pengulangan Suhu Perlakuan I
Dari hasil pengamatan secara visual pada pengulangan suhu perlakuan I,
destilat sampel suhu 40, 60, 80, dan 100 ºC ditambah pereaksi Asam Kromatropat,
tidak bereaksi. Pada destilat sampel suhu 40, dan 60 ºC yang ditambahkan
pereaksi Schiff, dan KMNO
4mengalami reaksi negatif. Pada destilat sampel suhu
80 dan 100
0C ditambah pereaksi Schiff terbentuk warna merah sampai ungu dan
pada destilat sampel suhu 80 dan 100
0C ditambah pereaksi KMNO
4terbentuk
warna ungu pudar.
4.2.2. Pengulangan Suhu Perlakuan II
Dari hasil pengamatan secara visual pada pengulangan suhu perlakuan II, destilat sampel suhu 100ºC ditambah pereaksi Asam Kromatropat bereaksi dari destilat jernih menjadi keruh. Sedangkan destilat sampel pada suhu 80,60, dan 40
0C tidak bereaksi.
Gambar 4.2. Pengulangan suhu perlakuan II destilat sampel suhu 40,60,80, dan 100
0C ditambah pereaksi Asam Kromatropat.
Pada pengulangan suhu perlakuan II destilat sampel pada suhu perlakuan 80, dan 100
0C ditambah pereaksi Schiff terbentuk warna merah sampai ungu.
Intensitas warna merah sampai ungu yang dihasilkan semakin tebal dengan
penambahan suhu perlakuan. Intensitas warna merah sampai ungu larutan uji suhu
100
0C lebih tebal dibandingkan suhu 80
0C.
Gambar 4.3. Pengulangan suhu perlakuan II destilat sampel suhu 40,60,80, dan 100
0C ditambah pereaksi Schiff.
Sedangkan pada pengulangan suhu perlakuan II destilat sampel suhu 100, dan 80
0C ditambah pereaksi KMNO
4terbentuk warna ungu kecoklatan Intensitas warna ungu kecoklatan destilat sampel suhu 100
0C lebih tebal dibandingkan intensitas warna ungu kecoklatan destilat sampel suhu 80
0C.
Gambar 4.4. Pengulangan suhu perlakuan II destilat sampel suhu 40,60,80, dan 100
0C ditambah pereaksi KMNO
4.
4.2.3. Pengulangan suhu Perlakuan III
Dari hasil pengamatan secara visual pada pengulangan suhu perlakuan III,
destilat sampel suhu 60, 80 dan 100ºC ditambah pereaksi Asam Kromatropat
terbentuk warna ungu. Intensitas warna ungu destilat sampel suhu 100
0C lebih
tebal dibandingkan intensitas warna ungu destilat sampel suhu 80
0C, dan
intensitas warna destilat sampel suhu 80
0C lebih tebal dibandingkan destilat
sampel suhu 60
0C.
Gambar 4.5. Pengulangan suhu perlakuan III destilat sampel suhu 40 ,60 ,80, dan 100
0C ditambah pereaksi Asam Kromatropat.
Pada pengulangan waktu perlakuan III destilat sampel suhu 40 , 60, 80, dan 100
0C ditambah pereaksi Schiff terbentuk warna merah sampai ungu.
Gambar 4.6. Pengulangan waktu perlakuan III destilat sampel suhu 40 ,60 ,80, dan 100
0C ditambah pereaksi Schiff.
Sedangkan pada pengulangan waktu perlakuan III destilat sampel suhu 40 , 60, 80, dan 100
0C ditambah pereaksi KMNO
4terbentuk warna ungu pudar.