SISTEM PENGAWASAN PEREDARAN BENIH
SECARA BERJENJANG, TERPADU DAN BERKELANJUTAN Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP
(PBT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN
Komoditas perkebunan pada umumnya memiliki periode tanam sampai dengan menghasilkan memerlukan waktu yang cukup lama (long term period).Tanaman kakao memerlukan waktu 3 – 5 tahun sampai dapat menghasilkan, tanaman kelapa sawit memerlukan waktu 5 – 10 tahun, tanaman kelapa memerlukan waktu lebih dari 10 tahun sampai dapat menghasilkan. Berbeda dengan tanaman pangan dan hortikultura yang relatif memerlukan waktu pendek(short time period) sampai dapat menghasilkan buah.Sehingga penggunaan benih yang tidak bermutu akan mengakibatkan kerugian yang besar meliputi kerugian materi dan waktukarena periode menghasilkan dari perkebunan lebih dari 3 tahun setelah tanam.Padahal, investasi di dalam kegiatan perkebunan memerlukan biaya yang sangat besar.
Benih merupakan carrier technology yang harus dijagadan dilindungi agar sifat-sifat unggul yang muncul tetap dapat dipertahankan sampai ditingkat pertanaman.Penjagaan dan perlindungan ini dapat dilakukan sejak dari proses pembukaan kebun sumber benih, produksi bibit/pembibitan sampai pada distribusi penyebaran benih.
Di samping itu, penggunaan benih yang legal/benih bina sangat penting diperhatikan.Karenanya dapat melindungi dan memberikan jaminan hukum kepada konsumen apabila terjadi masalah dalam hal penggunaan benih tanaman perkebunan.
Pengawasan peredaran benih merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting untuk menjaga legalitas benih yang beredar.Pemerintah sangat mendukung kegiatan pengawasan peredaran benih, sehingga pemerintah mengeluarkan dasar hukum yang mendukung kegiatan ini yaitu UU No. 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman.Berdasarkan peraturan ini, pemerintah melakukan pengawasan terhadap pengadaan dan peredaran benih bina dan dapat melarang pengadaan, peredaran, dan penanaman benih tanaman tertentu yang merugikan masyarakat, budidaya tanaman, sumber daya alam lainnya, dan/atau lingkungan hidup.
Pengawasan peredaran dilakukan oleh Pengawas Benih Tanaman sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor :39/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina.Pengawasan peredaran benih, dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan melalui pemeriksaan dokumen dan/atau benih.Dalam Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman disebutkan bahwa pengawas benih tanaman dapat mengusulkan penarikan benih bina dari peredaran kepada Menteri apabila ditemukan penyimpangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/ OT.140/ 2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya, pada Pasal 3 disebutkan salah satu fungsi dari BBP2TP Surabaya adalah pelaksanaan pemantauan benih perkebunan yang beredar lintas propinsi. Pengawasan/pemantauan peredaran benih dilakukan BBP2TP Surabaya di 16 propinsi yang termasuk dalam wilayah kerja, yaitu Propinsi Jawa Timur, Propinsi Jawa Tengah, Propinsi DI. Yogyakarta, Propinsi Jawa Barat, Propinsi Banten, Propinsi Bali, Propinsi Nusa Tenggara Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Propinsi Sulawesi Selatan, Propinsi Sulawesi Tenggara, Propinsi Sulawesi Barat, Propinsi Sulawesi Tengah, Propinsi Sulawesi Utara, Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat.
Melihat luasnya wilayah kerja Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya serta jumlah personil Pengawas Benih Tanaman yang terbatas, maka perlu dilakukan sistem pengawasan peredaran benih secara berjenjang, terpadu dan berkelanjutan.
Sistem pengawasan peredaran benih secara berjenjang, terpadu dan berkelanjutan dapat dilakukan sejak awal yaitu dari pelaksanaan kegiatan sertifikasi benih, penerbitan sertifikat, pelabelan, peredaran benih antar kota/kabupaten dan peredaran benih lintas propinsi atau bahkan lintas negara.Di samping itu juga, dilakukan koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi antar lembaga dan petugas PBT tingkat pusat dengan daerah.
II. SERTIFIKASI
Sertifikasi benih tanaman perkebunan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam rangka menjamin ketersediaan benih bermutu secara berkesinambungan, menjamin kebenaran jenis dan varietas/klon/hibrida serta mutu benih yang beredar.Sertifikasi benih adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap benih yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi melalui pemeriksaan lapangan, pengujian laboratorium dan pengawasan serta memenuhi persyaratan untuk diedarkan.Karena pentingnya kegiatan tersebut, maka peraturan perundangan mengatur mengenai hal tersebut. Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pada pasal 13 ayat 2 mengatur bahwa, Benih Bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah, sedangkan pada ayat 3 menjelaskan bahwa Benih Bina yang lulus sertifikasi apabila akan diedarkan wajib diberi label.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/ OT.140/2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya, disebutkan salah satu fungsi dari BBP2TP Surabaya adalah melaksanakan kegiatan sertifikasi benih layak edar. Oleh karena itu BBP2TP Surabaya mempunyai kewajiban dalam melaksanakan kegiatan sertifikasi tersebut harus dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
III. SERTIFIKAT
Hasil pelaksanaan sertifikasi adalah dengan penerbitan sertifikat layak edar.Sertifikat adalah keterangan tentang pemenuhan/telah memenuhi persyaratan mutu yang diberikan oleh lembaga sertifikasi atas permintaan produsen benih.Sertifikat ini dapat dijadikan sebagai instrumen di dalam sistem pengawasan peredaran benih tanaman.Keterangan di dalam sertifikat harus memberikan informasi yang lengkap berkaitan dengan jumlah benih yang memenuhi syarat, persyaratan minimal sesuai SNI, masa berlakunya sertifikat serta tujuan dan jumlah pengiriman.Sehingga, di dalam menerbitkan sertifikat/surat keterangan mutu benih ini harus dilakukan secara cermat dan benar.
Sertifikat/surat keterangan mutu benih dibuat dalam bentuk yang simple/sederhana, informatif, dan lengkap serta memberikan rambu – rambu di dalam proses pengedaran benih. Contoh bentuk sertifikat yang dibuat di BBP2TP Surabaya seperti gambar di bawah.
SERTIFIKAT MUTU BENIH Nomor : SR.120.04.160.413.1.06.2013
Berdasarkan ketentuan yang berlaku tentang Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih Perkebunan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia ( UU No. 12 / 1992, PP No. 44 / 1995, PERMENTAN No. 39 / 2006 ) dan dari hasil pemeriksaan lapangan ( Teknis dan Administrasi ) yang dilaksanakan pada tanggal 23 – 24 Mei 2013 terhadap :
1. Pemohon Sertifikasi
a. Nama : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia b. Alamat : Jl. PB. Sudirman No. 90 Jember
c. Jenis Usaha : Pembibitan Kakao Asal SE Pasca Aklimatisasi 2. Lokasi Pembenihan
a. Desa :Nogosari b. Kecamatan : Rambipuji
c. Kabupaten/Provinsi : Jember/Jawa Timur 3. Hasil Pemeriksaan :
TOLOK UKUR U R A I A N
VARIETAS/KLON Scavina 6
KEBUN/DUSUN KP. Kaliwining/ Lokasi RK 502
BULAN TANAM PLANLET Januari 2013
ASAL BENIH Lab. SE Puslitkoka Indonesia
SURKET PUSLIT/NO 7/PBT/V/2013
UMUR BIBIT 4,5 – 5 bulan
TINGGI BIBIT 11 – 42 cm
JUMLAH DAUN 4 – 12 lembar
LILIT BATANG 0,63 – 1,88cm
JUMLAH BIBIT DIPERIKSA 15.561 batang
JUMLAH BIBIT MEMENUHI SYARAT 14.161 batang
KESEHATAN Sehat
Kesimpulan:
1. Bibit memenuhi syaratsejumlah :14.161 batang dan siap dipindah ke lokasi pembesarandengan standar : umur minimal 2 (dua) bulan dan tinggi minimal 10 cm. 2. Penyaluran bibit SE ke lokasi pembesaran, direncanakan untuk Kabupaten A
dengan jumlah …., Kabupaten B dengan jumlah….., Kabupaten C dengan jumlah….., Kabupaten D dengan jumlah …… dan Kabupaten E dengan jumlah….. 3. Sebelum bibit diedarkan harus dilakukan sertifikasi siap salur oleh UPTD
Perbenihan setempat, bagi Provinsi yang belum terbentuk UPTD Perbenihan, sertifikasi siap salur dilakukan oleh BBP2TP Surabaya.
4. Sertifikat ini berlaku sampai dengan Bulan ……. Tahun ……. 5. Selanjutnya sebelum diedarkan benih tersebut agar diberi label.
Demikian Sertifikat Mutu Benih ini dibuat, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Jombang, Juni 2013
Mengetahui
a.n. Kepala BBPPTP Surabaya Kepala Bidang Perbenihan
Pengawas Benih Tanaman/Petugas
1. Badrul Munir, S.TP, MP Nip. 19810429 201101 1 006 Ardi Praptono, SP.
Nip. 19740913 199903 1 001
2. Amirin Wahyu W, A.Md Nip. 19890704 201101 1 002
IV. PELABELAN
Label adalah keterangan tertulis, tercetak atau bergambar tentang benih yang ditempelkan atau disertakan secara jelas pada sejumlah benih, dalam bulk atau suatu wadah. Berdasarkan Permentan No 39 Tahun 2006 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina pasal 37 ayat 1 menyatakan bahwa benih bina yang telah lulus sertifikasi dan akan diedarkan, wajib diberi label bertuliskan “BENIH BERSERTIFIKAT” dalam bahasa Indonesia pada kemasan yang mudah dilihat dan tidak mudah rusak. Label ini dipasang oleh produsen benih untuk setiap wadah benih dengan diawasi oleh penyelenggara sertifikasi (pasal 39 ayat 3).
V. PEREDARAN BENIH ANTAR KOTA/KABUPATEN DAN LINTAS PROPINSI
Peredaran benih adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran benih bina di dalam negeri baik untuk maupun tidak diperdagangkan.Penyaluran benih bina ini dilakukan oleh pengedar benih bina yang telah terdaftar secara resmi di Kota/Kabupaten setempat.
Pengawasan peredaran adalah kegiatan pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dan/atau sewaktu – waktu diperlukan terhadap dokumen dan/atau benih yang beredar untuk mengetahui kesesuaian mutu dan data lainnya dengan label dan standar mutu benih yang ditetapkan.Pengawasan dilakukan oleh pengawas benih tanaman (PBT) baik pusat dan/atau daerah.PBT harus melakukan pemeriksaan dokumen dan/atau benih yang beredar secara mendadak dan dilakukan secara berkala dan berkesinambungan.Pemeriksaan benih dilakukan apabila :
1. Terdapat kecurigaan terhadap label yang dipasang pada benih atau bibit, meliputi label yang lewat masa berlakunya, adanya kerusakan kemasan benih yang beredar yang seharusnya dilakukan pengujian ulang.
2. Selama pengujian ulang, Pengawas Benih Tanaman wajib menghentikan peredaran benih yang bersangkutan minimal 30 hari sejak tanggal pengambilan contoh dilakukan.
3. Apabila hasil pengujian ulang ternyata mutu benih dibawah standar yang berlaku atau tidak sesuai dengan label, maka benih tersebut harus dilaporkan ke BBPPTP/UPTD Perbenihan setempat.
4. Apabila terdapat peredaran benih tanpa adanya sertifikat dan label maka pihak BBPPTP/UPTD Perbenihan wajib melaporkan hal tersebut kepada Direktorat Jenderal Perkebunan atau Kepala Dinas Perkebunan setempat untuk menghentikan peredaran benih yang bersangkutan.
5. Apabila benih tersebut masih tetap diedarkan maka instansi tersebut harus melaporkan kepada PPNS dan Polisi untuk melakukan penyidikan serta tindakan hukum selanjutnya.
Apabila kegiatan pengawasan peredaran benih dilakukan dengan baik maka peredaran benih illegal/non bina dapat dicegah agar konsumen/petani tidak dirugikan.Di samping itu, perlu dilakukan koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi serta kerjasama antar lembaga/instansi pemerintah PBT, PPNS dan pihak berwajib baik pusat dan daerah.
VI. PENGAWASAN PEREDARAN BENIH SECARA BERJENJANG, TERPADU DAN BERKELANJUTAN
Pengawasan peredaran benih dilakukan secara berjenjang, terpadu dan berkelanjutan dapat dilakukan mulai dari pengawasan di tingkat produsen benih, pengawasan peredaran benih.Sistem pengawasan peredaran benih secara berjenjang, terpadu dan berkelanjutan dapat dilakukan sejak awal yaitu dari pelaksanaan kegiatan sertifikasi benih, penerbitan sertifikat, pelabelan, peredaran benih antar kota/kabupaten dan peredaran benih lintas propinsi atau bahkan lintas negara.
Di samping itu, dilakukan kerjasama dan koordinasi, sinkronisasi serta harmonisasi antar lembaga dan petugas PBT tingkat pusat dengan daerah.Informasi peredaran benih baik masuk maupun keluar propinsi saling diberikan dan diperiksa silang agar didapatkan kebenarannya.Peran PPNS dan pihak berwajib diharapkan dapat lebih aktif didalam melakukan penyidikan terhadap pelaku peredaran benih illegal/palsu.
Gambar 2. Tahapan Pengawasan Peredaran Benih oleh Pengawas Benih Tanaman (PBT)
VII. PENUTUP
Sistem pengawasan peredaran benih secara berjenjang, terpadu dan berkelanjutan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan dalam peredaran benih bina maupun benih illegal/palsu.Pengawasan ini dapat dilakukan sejak awal yaitu dari pelaksanaan kegiatan sertifikasi benih, penerbitan sertifikat, pelabelan, peredaran benih antar kota/kabupaten dan peredaran benih lintas propinsi atau bahkan lintas negara.Di samping itu juga, dilakukan koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi serta kerjasama antar lembaga, petugas PBT, PPNS dan pihak berwajib baik tingkat pusat maupun daerah.
PENGAWASAN PEREDARAN ANTAR KOTA/KABUPATEN DAN LINTAS PROPINSI PENGAWASAN PEREDARAN TINGKAT PRODUSEN
TAHAP PELABELAN TAHAP SERTIFIKASI
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor39 Tahun 2006 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya.