RESPON PERKECAMBAHAN TANAMAN KOPI ARABIKA ( Coffea arabica L.) AKIBAT PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI
SKRIPSI
OLEH :
ANTONIO RAZZOLI SUHARI SITANGGANG 140301201
BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
RESPON PERKECAMBAHAN TANAMAN KOPI ARABIKA ( Coffea arabica L.) AKIBAT PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI
SKRIPSI
OLEH :
ANTONIO RAZZOLI SUHARI SITANGGANG 140301201
BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Un iversitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
ANTONIO RAZZOLI SUHARI SITANGGANG: Respon Perkecambahan Tanaman Kopi Arabika ( Coffea arabica L.) akibat Perlakuan Pematahan Dormansi, dibimbing oleh Ir. T. Irmansyah MP dan Ir. Irsal MP.
Proses perkecambahan kopi membutuhkan waktu yang cukup panjang hal ini disebabkan biji kopi memiliki kulit biji keras yang bersifat semipermeabel terhadap air. Upaya untuk meningkatkan perkecambahan biji kopi perlu adanya perlakuan pematahan dormansi sebelum penanaman. Penelitian ini dilaksanakan di kompos Center Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dari bulan Juli sampai dengan september 2018 menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non-faktorial dengan 5 perlakuan yaitu: P0 (Kontrol), P1 ( Pengupasan kulit tanduk), P2 (Perendaman pada KNO3 0,5% 24 jam), P3 ( Perendaman pada Sitokinin 1,5 ml/liter 24 jam), P4 ( Perendaman pada air kelapa 5 hari). Parameter yang diamati adalah potensi tumbuh, laju perkecambahan, indeks vigor, kecepatan berkecambahn, persentase kecambah normal, dan persentase benih mati. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pengupasan biji kopi signifikan secara statistik meningkatkan potensi tumbuh, laju perkecambahan, indeks vigor, kecepatan berkecambahn, persentase kecambah normal, dan persentase benih mati.
Kata Kunci : biji kopi, dormansi, semipermeabel
ABSTRACT
ANTONIO RAZZOLI SUHARI SITANGGANG: Germination Response of Arabica Beans( Coffea arabica L.) Due to Dormancy Treatment, supervised by Ir. T. Irmansyah MP dan Ir. Irsal MP.
The process of germination in coffee beans takes a fairly long time due to semi-permeable skin against water. Dormancy treatment needs to improve germination rate of coffee beans before planting. The research was conducted at The Compost Centre of Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara from July – September 2018 using a Randomized Complex Design (RCD) non-factorial with 5 treatments, i.e. P0 (Control), P1 (Stripping Bark Horn), P2 (Soaking in KNO3 0,5% 24 hours), P3 (Soaking in Sitokinin 1,5 ml/lt 24 hours), P4 (Soaking in Coconut water 5 days). The parameters observed were potential to grow, germination rate, vigor rate, germination speed index, normal sproud percentage, and death percentage. The result showed that stripping coffee beans had statisticaly significant increase on potential to grow, germination rate, vigor rate, germination speed index, normal sproud percentage and decrease on dearh percentage.
Kata Kunci : coffee beans, dormancy, semipermeable
RIWAYAT HIDUP
Antonio Razzoli Suhari Sitanggang lahir di Medan pada tanggal 3 Maret 1996. Penulis adalah anak dari bapak Drs Jarullen Sitanggang, ibu Alm Dra. Norlince Pandiangan. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
Pada tahun 2014 penulis lulus dari SMA Swasta Katolik Cahaya Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui ujian seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN). Penulis memilih program studi Agroteknologi minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan Fakultas Pertanian .
Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif di Laboratorium Biologi Fakultas Pertanian sebagai asisten praktikum Anatomi Tumbuhan, asisten praktikum Fisiologi, asisten paktikum Botani, dan asisten praktikum Nutrisi Tanaman. Penulis juga aktif kegiatan organisasi sebagai Anggota pada Ikatan Mahasiswa Katolik (IMK) St. Fransiskus Xaverius Fakultas Pertaniandan kehutanan, Anggota Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) Mbuah Page FP USU, Pengurus Komisariat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) periode 2015-2016, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) periode 2017-2018, dan Koordinator Umum unit kegiatan mahasiswa (UKM) keluarga mahasiswa katolik (KMK) St Albertus Magnus USU periode 2016-2017.
Penulis mengikuti beberapa pelatihan ketika kuliah meliputi Latihan Dasar Kepemimpinan, Advokasi dan Jurnalistik, Awarness Training and Workshop
“Principle and Criteria RSPO”, dan Awareness Training and Workshop Quality
Management System ISO 9001 :2015 and environmental management system
14001 :2015.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Merbau Selatan, Kecamatan Merbau, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017. Penulis juga memperoleh prestasi mendapatkan beasiswa Penunjang Prestasi Akademik (PPA).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Respon perkecambahan kopi arabika (Coffea arabica L.) akibat perlakuan pematahan dormansi” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak T. Irmansyah, M.P., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Irsal, M.P., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan usulan penelitian ini.
Semoga hasil usulan penelitian ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL………... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang. ... 1
Tujuan Penelitian. ... 3
Hipotesis Penelitian. ... 3
Kegunaan Penelitian. ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Kopi. ... 5
Syarat Tumbuh. ... 6
Iklim. ... 6
Tanah. ... 7
Perkecambahan. ... 8
Sitokinin ... 9
Kalium Nitrat ... 10
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian. ... 12
Bahan dan Alat. ... 12
Metode Penelitian. ... 12
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Benih. ... 13
Persiapan Media Perkecambahan. ... 13
Pembuatan Larutan Perlakuan. ... 14
Pemberian Perlakuan. ... 14
Perendaman dengan Fungisida. ... 14
Pengecambahan Benih. ... 14
Pemeliharaan. ... 15
Pengamatan Parameter. ... 15
Potensi Tumbuh. ... 15
Laju Perkecambahan. ... 15
Indeks Vigor. ... 15
Uji Daya Kecambah. ... 16
Persentase Kecambah normal. ... 16
Persentase Kecambah mati. ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil. ... 18
Potensi Tumbuh. ... 19
Laju Perkecambahan. ... 20
Indeks Vigor... 21
Kecepatan Berkecambah. ... 22
Uji Daya Kecambah. ... 22
Persentase Kecambah normal. ... 22
Persentase Kecambah mati. ... 23
Pembahasan . ... 25
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. ... 28
Saran . ... 28 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Hal
1.
2.
Persentase potensi tumbuh benih kopi Arabika Laju perkecambahan benih kopi Arabika
18 19
3. Indeks vigor benih kopi Arabika 20
4.
5.
6.
Kecepatan berkecambah benih kopi Arabika Persentase kecambah normal benih kopi Arabika Persentase benih mati kopi Arabika
22 22 24
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Hal
1. Bagan percobaan 32
2. Bagan penanaman 32
3. Jadwal kegiatan penelitian 33
4. Data pengamatan potensi tumbuh benih kopi Arabika 34 5. Hasil sidik ragam potensi tumbuh benih kopi Arabika 34 6. Hasil sidik ragam kontras potensi tumbuh benih kopi Arabika 34 7. Data pengamatan laju perkecambahan benih kopi Arabika 35 8. Hasil sidik ragam laju perkecambahan benih kopi Arabika 35 9. Hasil sidik ragam kontras laju perkecambahan benih kopi arabika 35 10. Data pengamatan indeks vigor benih kopi Arabika. 36 11. Hasil sidik ragam indeks vigor benih kopi Arabika 36 12. Hasil sidik ragam kontras indeks vigor benih kopi Arabika 36 13. Data pengamatan kecepatan berkecambah benih kopi Arabika 37 14. Data pengamatan persentase kecambah normal benih kopi Arabika 38 15. Hasil sidik ragam persentase kecambah normal benih kopi Arabika 38 16. Hasil sidik ragam kontras persentase kecambah normal benih kopi
Arabika
38
17. Data pengamatan persentase benih mati kopi arabika 39 18. Hasil sidik ragam persentase benih mati kopi Arabika 39 19. Hasil sidik ragam kontras persentase benih mati kopi arabika 39 20. Foto supervisi ke tempat penelitian bersama Dosen pembimbing 40
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditi yang sangat penting di dunia dan berada pada urutan kedua setelah crude palm oil (CPO) . Terdapat sekitar 60 negara penghasil kopi dan indonesia berada pada posisi keempat produsen terbesar yang produksinya mencapai 686.763 ton (tahun 2007). Di Indonesia terkenal dua jenis kopi yang dibudidayakan yaitu arabika (Coffea arabica) dan robusta ( Coffea canephora). Menurut Ichsan et al., (2013) Kopi yang mempunyai aroma dan rasa yang khas adalah kopi arabica, sehingga kopi ini mempunyai harga yang relatif tinggi.
Dalam peningkatan hasil produksi kopi perlu diperhatikan aspek budidayanya. Aspek budidaya tanaman kopi yang cukup penting untuk dipelajari ialah proses perbanyakan dan pembibitan. Pembibitan dianggap penting karena proses ini akan mempengaruhi kondisi atau produktifitas tanaman kopi setelah dewasa. Penggunaan benih unggul, pembuatan dan pemeliharaan bibit harus diperhatikan agar didapatkan tanaman yang sehat dan produktif (Sari, 2016).
Proses pembibitan kopi membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga dapat berpengaruh pada masa produksi tanaman kopi. Hal ini karena benih kopi memiliki kulit biji yang keras sehingga impermeabel terhadap air. Perkecambahan benih kopi di dataran rendah yang bersuhu 30°C - 35°C memerlukan waktu 3 – 4 minggu, sedangkan di dataran tinggi yang bersuhu relatif lebih dingin membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 6 – 8 minggu (Putra et al., 2011).
Untuk mempercepat perkecambahan pada benih dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan cara mekanis, fisik maupun kimia. Hasil
penelitian Muniartyi dan Zuhry (2002) menjelaskan bahwa kulit kopi robusta yang dikupas dengan persentase pengupasan 100% (dikupas seluruhnya) dapat mempercepat perkecambahan dari hari 40 dan 60 setelah semai (tanpa pengupasan kulit) menjadi hari ke 27 dan 60 setelah semai.
Secara kimia dilakukan cara perendaman menggunakan larutan kalium nitrat (KNO3). KNO3 merupakan salah satu perangsang perkecambahan yang sering digunakan. KNO3 digunakan baik dalam hubungannya dengan pengujian dan dalam operasional perbanyakan tanaman. Menurut Copeland dan McDonald (2001), konsentrasi 0,1-0,2% atau 2% KNO3 adalah konsentrasi yang sering digunakan dalam pengujian perkecambahan benih oleh Association of Official Seed Analysts (AOSA) dan International Seed Testing Association (ISTA). Pada penelitian Nengsi (2017) pemberian KNO3 0,5% selama 24 jam dapat meningkatkan daya kecambah benih dari 33,33% menjadi 58,33%.
Benih yang disemai juga dapat tumbuh baik dengan perbaikan teknik budidaya tanaman kopi antara lain dengan memberi zat perangsang tumbuh yang mengandung hormon. Menurut Abidin dalam Rochmat (2012) hormon tumbuh adalah zat organik yang dihasilkan oleh tanaman dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis Konsentrasinya harus tepat dalam aplikasinya karena kelebihan dosis pemberian zat pengatur tumbuh bisa mengakibatkan kematian pada tanaman karena tanaman dipacu untuk tumbuh tetapi tidak seimbang. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pertumbuhan benih kopi maka hal yang perlu diperhatikan pemberian hormon pertumbuhan dengan konsentrasi yang tepat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rochmat (2012) pada tanaman kopi robusta dan Ramadhan (2014) pada tanaman karet penggunaan hormon sitokinin dengan
konsentrasi 1,5 ml/liter air dapat meningkatkan persentase perkecambahan dan kecepatan berkecambah benih.
Penggunaan bahan-bahan alami dalam mempercepat perkecambahan benih juga sudah mulai banyak di uji, seperti pada penelitian fitri (2016) menunjukan bahwa pada tanaman kopi robusta yg diberikan perendaman dengan air kelapa selama 5 hari efektif mempercepat munculnya tunas pada hari ke 7 setelah semai dan menunjukan jumlah persentase tumbuh sebesar 90%.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti respon perkecambahan kopi Arabika (Coffea arabica L.) akibat perlakuan pematahan dormansi dan mendapatkan perlakuan terbaik pematahan dormansi benih pada perkecambahan kopi arabika.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon perkecambahan kopi Arabika (Coffea arabica L.) akibat perlakuan pematahan dormansi dan mendapatkan perlakuan terbaik pematahan dormansi benih pada perkecambahan benih kopi arabika.
Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan yang nyata respon perkecambahan kopi akibat perlakuan pematahan dormansi.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini juga diharapkan berguna untuk pihak yang
berkepentingan didalam pembibitan kopi dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Tanaman kopi termasuk dalam Kingdom : Plantae;
Sub Kingdom : Tracheobionta; Super Divisi : Spermatophyta; Divisi : Magnoliophyta; Kelas : Magnoliopsida; Sub Kelas : Asteridae; Ordo : Rubiales;
Famili : Rubiaceae; Genus : Coffea; Spesies : Coffea arabica L.
(United States Department of Agriculture, 2011).
Kopi Arabika (Coffea Arabica L.) termasuk ke dalam genus Coffea dengan famili Rubiaceae (suku kopi – kopian). Tanaman kopi Arabika merupakan jenis tanaman berkeping dua (dikotil) dan memiliki akar tunggang. Pada akar tunggang, ada beberapa akar kecil yang tumbuh ke samping (melebar) yang sering disebut akar lateral. Pada akar lateral ini terdapat akar rambut, bulu – bulu akar, dan tudung akar (Panggabean, 2011).
Kopi Arabika merupakan tanaman berbentuk semak tegak atau pohon kecil yang memiliki tinggi 5 m sampai 6 m dan memiliki diameter 7 cm saat tingginya setinggi dada orang dewasa. Kopi Arabika dikenal oleh dua jenis cabang, yaitu orthogeotropic yang tumbuh secara vertikal dan plagiogeotropic cabang yang memiliki sudut orientasi yang berbeda dalam kaitannya dengan batang utama. Selain itu, kopi Arabika memiliki warna kulit abu - abu, tipis, dan menjadi pecah - pecah dan kasar ketika tua (Hiwot, 2011).
Daun kopi Arabika berwarna hijau gelap dan dengan lapisan lilin mengkilap. Daun ini memiliki panjang empat hingga enam inci dan juga berbentuk oval atau lonjong. Menurut Hiwot (2011) daun kopi Arabika juga
merupakan daun sederhana dengan tangkai yang pendek dengan masa pakai daun kopi Arabika adalah kurang dari satu tahun.
Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun.
Mula- mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama atau cabang reproduksi. Tetapi bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas, dan hanya dihasilkan oleh tanaman- tanaman yang masih sangat muda. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabangprimer.
Bunga ini berasal dari kuncup-kuncup sekunder dan reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga.Kuncup bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).
Buah tanaman kopi terdiri atas daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas tiga lapisan, yaitu kulit luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp) dan lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis tapi keras. Buah kopi umumnya mengandung dua butir biji, tetapi kadang – kadang hanya mengandung satu butir atau bahkan tidak berbiji (hampa) sama sekali (Budiman, 2012).
Syarat Tumbuh Iklim
Zona terbaik pertumbuhan kopi Arabika adalah antara 200 LU dan 200 LS. Sebagian besar daerah kopi di Indonesia terletak antara 0 - 100 LS yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Sulawesi Selatan dan sebagian kecil antara 0 - 50 LU yaitu Aceh dan Sumatera Utara. Unsur iklim yang berpengaruh terhadap
budidaya kopi Arabika adalah elevasi (tinggi tempat), temperature, tipe curah hujan, kelembaban udara serta angin (Sihaloho, 2009).
Suhu merupakan faktor iklim yang paling penting yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi. Kopi Arabika dapat menahan fluktuasi suhu, jika tidak terlalu ekstrim. Rata-rata suhu yang ideal berkisar antara 15oC dan 24oC meskipun dapat mentolerir suhu jauh di bawah atau di atas batas-batas untuk periode pendek. Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran bunga dan pembentukan buah berkurang sementara, pertumbuhan menjadi lambat, kerdil dan tidak ekonomis, produksi cabang sekunder dan tersier menjadi tinggi (Hiwot, 2011).
Ketinggian tempat yang sesuai untuk pertumbuhan kopi Arabika berada pada sekitar 1.000 – 1.700 meter di atas permukaan laut (dpl) . Jika berada pada ketinggian < 1000 meter dpl, maka kopi Arabika akan mudah terserang penyakit Hemileia vastatrix, sedangkan jika berada pada > 1.700 meter dpl akan
mengakibatkan produksi kopi Arabika menjadi tidak optimal karena pertumbuhan vegetatif lebih besar dari generatif (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Tanah
Struktur tanah yang memungkinkan drainase baik adalah media yang paling penting untuk pertumbuhan tanaman kopi Arabika. Ini adalah kenyataan bahwa tanaman kopi Arabika tidak bisa mentolerir tanah yang tergenang air dan akan mengurangi hasil dengan jumlah yang besar dan membunuh pohon kopi jika berkepanjangan (Hiwot, 2011).
Tanaman kopi Arabika menghendaki tanah yang memiliki lapisan atasnya dalam (±1,5m), gembur, subur, banyak mengandung humus dan bersifat
permeable, atau dengan kata lain tekstur tanah harus baik. Tanah yang struktur /
teksturnya baik adalah tanah yang berasal dari abu gunung berapi atau yang cukup mengandung pasir. Tanah yang demikian pergiliran udara dan air di dalam tanah akan berjalan dengan baik (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Rata – rata pH tanah yang dianjurkan 5 – 7. Jika pH terlalu asam, perlu ditambahkan pupuk Ca(PO)2 atau Ca (PO3)2 (kapur dolomite). Sementara itu, untuk menurunkan pH dari basa ke asam, tambahkan Urea. Caranya taburkan kapur atau Urea secukupnya sesuai kondisi tanah, lalu periksa keasaman tanah dengan pH meter. Tambahkan Urea jika pH tanah masih basa atau tambahkan kapur jika terlalu asam hingga pH tanah menjadi 5 – 7 (Panggabean, 2011).
Perkecambahan
Menurut Sutopo (2012), proses perkecambahan benih terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air benih, melunaknya kulit benih dan penambahan air pada protoplasma sehingga menjadi encer. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim serta naiknya tingkat respirasi benih yang mengakibatkan pembelahan sel dan penembusan kulit biji oleh radikel. Tahap ketiga merupakan tahap penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembelahan sel-sel pada titik tumbuh.
Perkecambahan merupakan batas antara benih yang masih tergantung pada sumber makanan dari induknya dengan tanaman yang mampu mengambil sendiri unsur hara. Oleh karenanya perkecambahan merupakan mata rantai terakhir dalam proses penanganan benih. Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal (pematahan dormansi) dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media, cahaya dan bebas dari hama dan penyakit (Utomo, 2006).
Imbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya serta memicu perubahan metabolik pada embrio sehingga dapat melanjutkan pertumbuhannya. Enzim-enzim akan menghidrolisis bahan-bahan yang disimpan dalam kotiledon dan nutrient-nutrien di dalamnya. Enzim yang berperan dalam hidrolisis cadangan makanan adalah enzim α-amilase, β-amilase dan protease. Enzim α-amilase mampu memecah pati menjadi dekstrin dan maltosa yang diperlukan untuk pertumbuhan/perkecambahan biji. Aktivitas enzim α-amilase dapat ditingkatkan dengan proses perendaman selama pengecambahan (Abidin et all., 2000).
Sitokinin
Zat pengatur pertumbuhan adalah senyawa organik yang dalam jumlah sedikit mendorong, menghambat atau mengatur proses fisiologis didalam tanaman. Penggunaan zat pengatur tumbuh dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan sekaligus pertumbuhan yang optimum. Tanggapan terhadap zat pengatur tumbuh sangat bervariasi tergantung tingkat pertumbuhan yang telah dicapai tanaman dan konsentrasi yang diberikan. Salah satu dari zat pengatur tumbuh ini adalah sitokinin. Beberapa sitokinin berada dalam sel semua
organisme, tetapi aktivitasnya dapat dideteksi pada tanaman. Sitokinin yang paling banyak digunakan adalah kinetin, BA, Zeatin ( Santoso dan Nursandi.
2002)
Sitokinin merupakan senyawa derifat adenin yang dicirikan oleh kemampuannya menginduksi pembelahan sel (cell division) pada jaringan (dengan adanya auxin). Bentuk dasar dari sitokinin adalah adenin (6-amino purine). Adenin merupakan bentuk dasar yang menentukan terhadap aktifitas sitokinin. Di dalam senyawa sitokinin, panjang rantai dan hadirnya suatu double bond dalam rantai tersebut akan meningkatkan aktifitas zat pengatur tumbuh ini.
Sitokinin alami (endogen) adalah zeatin dan dihidrozatin, sedangkan sitokinin sintetik antara lain zeatin, BA, BAP, 2-iP, IPA, PA, Kinetin, dan thidiozuron (Wiraatmaja. 2017).
Kalium Nitrat (KNO3 )
Ada beberapa teknik untuk mematahkan dormansi yaitu dengan skarifikasi secara mekanis, fisik maupun kimia. Salah satu cara efektif pematahan dormansi adalah dengan menggunakan larutan kimia. Tujuan utama yang diharapkan adalah memudahkan proses imbibisi, dengan menjadikan kulit biji menjadi permeabel sehingga mudah dimasuki oleh air saat proses imbibisi. Berbagai larutan yang biasa dipakai untuk pemecahan dormansi diantaranya adalah larutan KNO3, H2SO4, HCl, dan larutan lainnya (Sutopo, 2012).
Larutan KNO3 sangat dikenal sebagai bahan kimia yang digunakan dalam promotor perkecambahan. International Seed Testing Assosiation (ISTA) merekomendasikan penggunaan KNO3 dengan konsentrasi 0.1-0.2% atau
maksimal 2% KNO3 sebagai promotor perkecambahan dalam sebagian besar pengujian perkecambahan benih (Copeland dan McDonald, 2001).
Konsentrasi dan lamanya waktu perendaman mempengaruhi tingkat kerusakan pada biji.Semakin tinggi dan semakin lama waktu perendaman maka kerusakan biji juga semakin tinggi (Faustina et al, 2011).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di ruang compost centre Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada bulan Juni hingga september 2018.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kopi Arabika sebagai bahan pengamatan perkecambahan, KNO3, sitokinin, air kelapa, pasir, label, air, aquades, plastik, dan abu gosok.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak kecambah, beaker glass, spatula, timbangan analitik, ember, batang pengaduk, petridish, cawan, handsprayer, gunting, karung goni, ember, pisau, kalkulator, kamera, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 faktor perlakuan, yaitu :
P0 = Kontrol
P1 = Pengupasan kulit tanduk 100%
P2 = Perendaman benih dalam larutan KNO3 0,5% selama 24 jam
P3 = Perendaman benih dalam larutan Sitokinin 1,5 ml/ liter air selama 24 jam P4 = Perendaman benih dalam air kelapa selama 5 hari
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 20 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan dibutuhkan benih sebanyak 400 butir.
Jumlah ulangan : 4 ulangan
Jumlah bak kecambah : 20 bak kecambah Jumlah benih/bak kecambah : 20 benih
Jumlah sampel/bak kecambah : 20 benih Jumlah seluruh sampel : 400 benih Jumlah benih seluruhnya : 400 benih
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut:
Yij = μ + τi + εij i : Perlakuan
j : Ulangan i,j : 1,2,3....,n
: Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ : Nilai tengah umum
τi : pengaruh perlakuan ke-i
εij : Galat percobaan pada perlakuan ke-i, dan ulangan ke-j
Data dianalisis dengan analisis sidik ragam, sidik ragam yang nyata dilanjutkan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf α = 5 %.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Benih
Biji kopi Arabika yang digunakan adalah biji yang berasal dari desa Siarang arang Tarutung dan telah masak fisiologis dan berkualitas baik yaitu kulit biji berwarna merah cerah, secara visual memiliki ukuran dan warna seragam, permukaan kulitnya tidak cacat, bebas dari hama dan penyakit. Selanjutnya diseleksi dengan cara dimasukkan dalam air, biji yang mengapung dibuang. Kulit buah dikupas kemudian biji dibersihkan dengan menggunakan abu gosok dan dicuci dengan air bersih.
Persiapan Media Perkecambahan
Media perkecambahan yang digunakan adalah media pasir dengan ketebalan ± 4 cm. Sebelum digunakan, terlebih dahulu pasir diayak dengan ayakan yang berukuran 20 mesh dan disterilkan dengan cara digongseng selama ± 30 menit untuk menghilangkan kontaminasi dari cendawan dan bakteri.
Pembuatan Larutan perlakuan
Larutan perlakuan yg dibuat adalah larutan untuk perlakuan P2 (KNO3) dengan konsentrasi 0,5%, perlakuan P3 (sitokinin) 1,5 ml/liter air
Pemberian Perlakuan
Biji yang telah diambil dan dibersihkan diberikan perlakuan sesuai dengan perlakuan masing masing.
P0 = Kontrol
P1 = Pengupasan kulit tanduk 100%
P2 = Perendaman benih dalam larutan KNO3 0,5% selama 24 jam
P3 = Perendaman benih dalam larutan Sitokinin 1,5 ml/ liter air selama 24 jam P4 = Perendaman benih dalam air kelapa selama 5 hari
Perendaman dengan Fungisida
Setelah benih direndam dengan perlakuan, benih dimasukkan kedalam larutan fungisida dengan bahan aktif Mankozeb sebanyak 2 g/liter air selama 5 menit untuk menghindari serangan jamur.
Pengecambahan Benih
Sebelum benih disemai, media disiram air sampai jenuh. Pengecambahan biji dilakukan pada bak kecambah dengan ukuran 30 cm x 22 cm x 4 cm sebanyak
20 biji per bak kecambah dengan kedalaman lubang tanam pada media pasir sedalam 1 cm dengan permukaan benih yang rata menghadap ke bawah.
Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan handsprayer hingga media menjadi lembab, pemeliharaan dilakukan setiap hari sampai 70 hari setelah ditanam pada bak perkecambahan.
Pengamatan Parameter Potensi Tumbuh
Pengamatan potensi tumbuh benih diamati pada setiap perlakuan pada akhir pengamatan.
Dengan cara menghitung jumlah biji yang berkecambah pada setiap bak kecambah. Potensi tumbuh (%) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Laju Perkecambahan
Laju perkecambahan diukur dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikula atau plumula. Perhitungan laju perkecambahan menggunakan formulasi Sutopo (2012) sebagai berikut :
Rata – rata hari = Keterangan :
N : Jumlah biji yang berkecambah pada satuan waktu tertentu
T : Menunjukkan jumlah waktu antara awal pengujian sampai dengan akhir dan N1T1 + N2T2 + … … … +NxTx
Jumlah Total Biji Berkecambah
X 100 % Jumlah Benih Berkecambah
Jumlah Benih yang disemai Potensi Tumbuh =
G1 G2 G3 Gn IV= + + + ...+
D1 D2 D3 Dn Indeks Vigor
Indeks vigor (IV) dihitung berdasarkan rumus L.O. Copeland (1977) dalam Kartasapoetra (2003) :
Keterangan : IV : Indeks Vigor
G : Jumlah biji yang berkecambah pada hari tertentu D : Waktu yang bersesuaian dengan G
n : Jumlah hari pada perhitungan terakhir Kecepatan Berkecambah
Pengambilan data kecepatan berkecambah dilakukan secara visual yang dihitung dari saat penyemaian benih
Uji Daya Kecambah
Pengamatan uji daya kecambah diamati pada setiap perlakuan pada akhir pengamatan.
Menurut Sutopo (2012) untuk evaluasi kecambah digunakan kriteria sebagai berikut :
a. Persentase Kecambah normal.
Kriteria kecambah normal adalah :
1. Kecambah yang memiliki perkembangan sistem perakaran yang baik terutama akar primer dan untuk tanaman yang secara normal menghasilkan akar seminal maka akar ini tidak boleh kurang dari dua.
2. Perkembangan hipokotil yang baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan-jaringannya.
3. Pertumbuhan plumula yang sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik, di dalam atau muncul dari koleoptil atau pertumbuhan epikotil yang sempurna dengan kuncup yang normal.
4. Memiliki dua kotiledon pada kecambah
Perhitungan persentase kecambah normal sebagai berikut :
Kecambah Normal =
b. Persentase Benih mati.
Persentase benih mati menunjukkan jumlah benih mati yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Untuk evaluasi benih mati digunakan kriteria sebagai berikut:
- Benih-benih yang busuk sebelum berkecambah atau tidak tumbuh setelah jangka waktu pengujian yang ditentukan, tapi bukan dalam keadaan dorman. Perhitungan persentase benih mati sebagai berikut :
Benih Mati =
HASIL DAN PEMBAHASAN
X 100 % Jumlah kecambah normal
Jumlah contoh benih yang diuji
Jumlah benih mati
Jumlah contoh benih yang diuji
X 100 %
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Potensi Tumbuh
Data pengamatan dan sidik ragam parameter potensi tumbuh dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5 yang menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pematahan dormansi benih kopi berpengaruh nyata.
Potensi tumbuh benih kopi Arabika pada dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase potensi tumbuh benih kopi Arabika
Perlakuan Potensi Tumbuh (%)
Total Rataan
1 2 3 4
P0 (Kontrol) 60 70 60 85 275 68,75bc
P1 ( Pengupasan kulit tanduk) 100 100 95 95 390 97,5a
P2 ( KNO3) 85 75 75 70 305 76,25c
P3 ( Sitokinin) 55 70 70 70 265 66,25b
P4 ( Air kelapa) 50 45 70 60 225 56,25c
Uji Kontras
P0 Vs P1 P2 P3 P4 tn
P1 VS P2 P3 P4 *
P2 VS P3 P4 *
P3 VS P4 tn
Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5% serta (*) nyata dan (tn) tidak nyata pada uji kontras
Tabel 1 menunjukkan bahwa persentasi potensi tumbuh benih kopi terbaik (97,50%) terdapat pada perlakuan P1 (pengupasan kulit tanduk). Berdasarkan uji jarak Duncan didapati bahwa perlakuan P1 (pengupasan kulit tanduk) berbeda nyata dengan P0 (kontrol), P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa).
Berdasarkan uji kontras, perlakuan P0 (Kontrol) dengan nilai 68,75% bila dibandingkan dengan perlakuan P1 (Pengupasan Kulit Tanduk), P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) tidak nyata dalam meningkatkan persentase potensi tumbuh benih kopi. Selanjutnya perbandingan perlakuan P1 (Pengupasan
Kulit Tanduk) dengan nilai 97,5% lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan persentase potensi tumbuh benih kopi. Perlakuan P2 (KNO3) dengan nilai 76,25 lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan P3 (Sitokinin) dan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan persentase potensi tumbuh benih kopi. Kemudian perlakuan P3 (Sitokinin) dengan nilai 66,25 tidak nyata bila dibandingkan dengan perlakuan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan persentase potensi tumbuh benih kopi.
Perlakuan P1 (Pengupasan Kulit Tanduk) dengan nilai 97,5% merupakan perlakuan terbaik dari semua perlakuan dalam meningkatkan persentase potensi tumbuh benih kopi.
Laju Perkecambahan
Data pengamatan dan sidik ragam parameter laju perkecambahan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8 yang menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pematahan dormansi benih kopi berpengaruh nyata.
Laju perkecambahan benih kopi Arabika pada dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Laju perkecambahan benih kopi Arabika
Perlakuan Laju perkecambahan (hari)
Total Rataan
1 2 3 4
P0 (Kontrol) 59,45 62,07 56,64 59,64 237,8 59,45a
P1 ( Pengupasan kulit tanduk) 31,1 36,45 39,36 45,15 152,06 38,02c
P2 ( KNO3) 55,94 50,33 54,8 54,64 215,71 53,92ab
P3 ( Sitokinin) 54,33 41,71 53,58 37,82 187,44 46,86b P4 ( Air kelapa) 52,3 59,44 55,28 56,75 223,77 55,94a
Uji Kontras
P0 Vs P1 P2 P3 P4 *
P1 VS P2 P3 P4 *
P2 VS P3 P4 tn
P3 VS P4 *
Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5% serta (*) nyata dan (tn) tidak nyata pada uji kontras
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai laju perkecambahan benih kopi terbaik (38,02) terdapat pada perlakuan P1 (Pengupasan Kulit Tanduk). Berdasarkan uji jarak Duncan diperoleh bahwa perlakuan P1 (Pengupasan Kulit Tanduk) berbeda nyata dengan P0 (Kontrol), P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa).
Berdasarkan uji kontras, perlakuan P1 (Pengupasan kulit tanduk) dengan nilai 38,02 lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan nilai laju perkecambahan benih kopi. Perlakuan P2 (KNO3) dengan nilai 53,92 tidak nyata dengan perlakuan P3 (Sitokinin) dan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan nilai laju perkecambahan benih kopi. Sedangkan perlakuan P3 (Sitokinin) lebih baik dari perlakuan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan nilai laju perkecambahan benih kopi.
Indeks vigor
Data pengamatan dan sidik ragam parameter indeks vigor dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11 yang menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pematahan dormansi benih kopi berpengaruh nyata.
Indeks vigor benih kopi Arabika pada dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Indeks vigor tumbuh benih kopi Arabika
Perlakuan Indeks vigor
Total Rataan
1 2 3 4
P0 (Kontrol) 0,31 0,25 0,23 0,39 1,18 0,30b
P1 ( Pengupasan kulit
tanduk) 0,67 0,53 0,51 0,41 2,12 0,53a
P2 ( KNO3) 0,31 0,31 0,28 0,22 1,12 0,28bc
P3 ( Sitokinin) 0,22 0,3 0,25 0,28 1,05 0,26bc
P4 ( Air kelapa) 0,16 0,15 0,22 0,21 0,74 0,19c
Uji Kontras
P0 Vs P1 P2 P3 P4 tn
P1 VS P2 P3 P4 *
P2 VS P3 P4 tn
P3 VS P4 tn
Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5% serta (*) nyata dan (tn) tidak nyata pada uji kontras
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai indeks vigor tumbuh benih kopi terbaik (0,53) terdapat pada perlakuan P1 (pengupasan kulit tanduk). Berdasarkan uji jarak Duncan didapati bahwa perlakuan P1 (pengupasan kulit tanduk) berbeda nyata dengan P0 (kontrol), P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) dan perlakuan P0 ( kontrol) juga berbeda nyata dengan P4 (Sitokinin). Sedangkan P0 tidak berbedanyata dengan P2 (KNO3) dan P3(Sitokinin).
Berdasarkan uji kontras, perlakuan P0 (Kontrol) dengan nilai 0,30 tidak nyata bila dibandingkan dengan perlakuan P1 (Pengupasan Kulit Tanduk), P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan nilai indeks vigor tumbuh benih kopi. Perlakuan P1 (Pengupasan Kulit Tanduk) dengan nilai 0,53 lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan nilai indeks vigor tumbuh benih kopi.
Perlakuan P2 (KNO3) dengan nilai 0,28 tidak nyata dibandingkan dengan perlakuan P3 (Sitokinin) dan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan nilai indeks vigor tumbuh benih kopi. Perlakuan P3 (Sitokinin) dengan nilai 0,26 tidak nyata dengan perlakuan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan nilai indeks vigor tumbuh benih kopi. Perlakuan P1 (pengupasan kulit tanduk) merupakan perlakuan terbaik dari semua perlakuan dalam meningkatkan nilai indeks vigor tumbuh benih kopi.
Kecepatan Berkecambah
Data pengamatan parameter kecepatan berkecambah dapat dilihat pada Lampiran 13 yang menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pematahan dormansi benih kopi berpengaruh nyata
Kecepatan berkecambah benih kopi Arabika dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kecepatan berkecambah benih kopi Arabika Perlakuan
Kecepatan berkecambah (hari)
Total Rataan
1 2 3 4
P0 (Kontrol) 39 40 38 35 152 38,00
P1 ( Pengupasan kulit tanduk) 21 24 28 23 96 24,00
P2 ( KNO3) 42 40 40 47 169 42,25
P3 ( Sitokinin) 45 45 45 44 179 44,75
P4 ( Air kelapa) 47 46 47 46 186 46,50
Tabel 4 menunjukkan bahwa kecepatan berkecambah benih kopi terbaik (24) terdapat pada perlakuan pengupasan kulit tanduk (P1) bila dibandingkan dengan P0, P2, P3 dan P4.
Uji Daya Kecambah
Persentase Kecambah Normal
Data pengamatan dan sidik ragam parameter kecambah normal dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15 yang menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pematahan dormansi benih kopi berpengaruh nyata.
Persentase perkecambahan benih kopi Arabika pada dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase kecambah normal benih kopi Arabika
Perlakuan Kecambah normal (%)
Total Rataan
1 2 3 4
P0 (Kontrol) 55 70 60 85 270 67,5bc
P1 ( Pengupasan kulit tanduk) 95 100 90 95 380 95a
P2 ( KNO3) 85 75 75 70 305 76,25b
P3 ( Sitokinin) 55 70 70 70 265 66,25bc
P4 ( Air kelapa) 50 45 70 60 225 56,25c
Uji Kontras
P0 Vs P1 P2 P3 P4 tn
P1 VS P2 P3 P4 *
P2 VS P3 P4 *
P3 VS P4 tn
Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5% serta (*) nyata dan (tn) tidak nyata pada uji kontras
Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase kecambah normal benih kopi terbaik (95%) terdapat pada perlakuan P1 (pengupasan kulit tanduk). Berdasarkan uji jarak Duncan didapati bahwa perlakuan P1 (pengupasan kulit tanduk) berbeda nyata dengan P0 (kontrol), P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) dan perlakuan P0 ( kontrol) juga berbeda nyata dengan P4 (Sitokinin). Sedangkan P0 tidak berbedanyata dengan P2 (KNO3) dan P3(Sitokinin).
Berdasarkan Uji Kontras, Perlakuan P0 (Kontrol) dengan nilai 67,5% tidak nyata bila dibandingkan dengan perlakuan P1 (Pengupasan Kulit Tanduk), P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan persentase kecambah normal benih kopi. Perlakuan P1 (Pengupasan Kulit Tanduk) dengan nilai 95% lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan persentase kecambah normal benih kopi. Perlakuan P2 (KNO3) dengan nilai 76,25% lebih baik dibandingkan dengan perlakuan P3 (Sitokinin) dan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan persentase kecambah normal benih kopi. Perlakuan P3 (Sitokinin) dengan nilai 66,25% tidak nyata dengan perlakuan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan persentase kecambah normal benih kopi. Perlakuan P1 (Pengupasan Kulit Tanduk) merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan persentase kecambah normal benih kopi.
Persentase Benih Mati
Data pengamatan dan sidik ragam parameter persentase benih mati dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18 yang menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pematahan dormansi benih kopi berpengaruh nyata.
Persentase perkecambahan benih kopi Arabika pada dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Persentase benih mati kopi Arabika
Perlakuan Benih mati (%)
Total Rataan
1 2 3 4
P0 (Kontrol) 35 30 40 25 130 32,5b
P1 ( Pengupasan kulit tanduk) 0 0 0 5 5 1,25c
P2 ( KNO3) 15 25 25 30 95 23,75b
P3 ( Sitokinin) 45 30 30 30 135 33,75ab
P4 ( Air kelapa) 50 55 30 40 175 43,75a
Uji Kontras
P0 Vs P1 P2 P3 P4 tn
P1 VS P2 P3 P4 *
P2 VS P3 P4 *
P3 VS P4 tn
Keterangan : Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5% serta (*) nyata dan (tn) tidak nyata pada uji kontras
Tabel 6 menunjukkan bahwa persentase benih mati kopi terendah (1,25%) terdapat pada perlakuan pengupasan kulit tanduk (P1) Berdasarkan uji jarak Duncan didapati bahwa perlakuan P1 (pengupasan kulit tanduk) berbeda nyata dengan P0 (kontrol), P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) dan perlakuan P0 ( kontrol) juga berbeda nyata dengan P4 (Sitokinin). Sedangkan P0 tidak berbedanyata dengan P2 (KNO3) dan P3(Sitokinin).
Berdasarkan uji kontras, perlakuan P0 (Kontrol) dengan nilai 32,5% tidak nyata bila dibandingkan dengan perlakuan P1 (Pengupasan Kulit Tanduk), P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) dalam meningkatkan persentase
baik dengan perlakuan P2 (KNO3), P3 (Sitokinin), dan P4 (Air Kelapa) dalam menekan persentase benih mati kopi. Perlakuan P2 (KNO3) dengan nilai 23,75%
lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan P3 (Sitokinin) dan P4 (Air Kelapa) dalam menekan persentase benih mati kopi. Perlakuan P3 (Sitokinin) dengan nilai 33,75% tidak nyata dengan perlakuan P4 (Air Kelapa) dalam menekan persentase benih mati kopi. Perlakuan P1 (pengupasan kulit tanduk) merupakan perlakuan terbaik dalam menekan persentase benih mati kopi.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan pematahan dormansi kopi berpengaruh nyata terhadap perkecambahan kopi Arabika.
Diketahui bahwa perlakuan pengupasan kulit tanduk (P1) memiliki hasil terbaik dibandingkan perlakuan lainnya, seperti terlihat pada parameter potensi tumbuh (Tabel 1), laju perkecambahan (Tabel 2), indeks vigor (Tabel 3), kecepatan berkecambah (Tabel 4), persentase kecambah normal (Tabel 5), dan persentase benih mati (Tabel 7).
Berdasarkan hasil penelitian pada parameter potensi tumbuh, perlakuan pengupasan kulit tanduk memiliki persentase tertinggi sebesar 97,5% dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan dengan pengupasan kulit tanduk air yang berada di lingkungan sekitar dapat dengan mudah diserap oleh benih untuk proses perkecambahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rozen et al (2016), yang menyatakan benih memiliki sifat higroskopis, sehingga benih dapat menyerap air dari sekitarnya.
Berdasarkan hasil penelitian pada parameter laju perkecambahan perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan pengupasan kulit tanduk. Hal ini
hambatan dari kulit biji yang semipermeable. Hal ini sesuai dengan pernyataan dharma et al (2015) dengan dilakukannya skarifikasi mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih berkurang sehingga air dan oksigen dapat dengan mudah berimbibisi kedalam benih untuk proses perkecambahan dan meningkatkan daya kecambah.
Bedasarkan hasil penelitian pada parameter indeks vigor perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan pengupasan kulit tanduk. Hal ini disebabkan karena pengupasan kulit tanduk, benih dapat dengan mudah kontak lansung dengan air, selain itu juga penyerapan oksigen terjadi secara langsung tanpa adanya penghambat kulit benih. Hal ini sesuai dengan peryataan Baskin dan Baskin (2004) bahwa pematahan dormasi fisik sering dihubungkan dengan keberhasilan atau celah pada bagian tertentu dari kulit biji sehingga air dapat masuk kedalam biji dan diserap embrio. Air yang memegang peranan penting dalam proses perkecambahan akan diserap dan mengembangkan embrio dan endosperma, suplai O2 akan meningkatkan proses metabolisme dalam benih.hal ini sesuai dengan pendapat Sadjad (2012 yang menyatakan bahwa benih yang cepat tumbuh mampu mengatasi segala macam kondisi sub optimum.
Berdasarkan hasil penelitian pada parameter persentase kecambah normal perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan pengupasan kulit tanduk. Hal Ini disebabkan karena benih yang dikupas kulit bijinya lebih mudah untuk berkecambah dengan tidak mendapatkan hambatan dari struktur benih dalam hal ini kulit biji sehingga dapat berkecambah secara normal dengan maksimal. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sumarna (2008) keberhasilan
perkecambahan benih ditentukan oleh aspek kemasakan fisiologis benih yang ditentukan oleh kondisi struktur, bentuk, dan ukuran benih.
Berdasarkan hasil penelitian pada parameter benih mati, perlakuan tertinggi diperoleh pada perlakuan perendaman air kelapa. Hal ini disebabkan oleh lama perendaman benih pada air kelapa menyebabkan kerusakan pada benih tersebut. Perendaman benih pada air kelapa selama 5 hari diduga mengakibatkan perubahan bahkan mengakibatkan kerusakan fisiologis benih akibat dari fermentasi air kelapa. Hal ini sesuai dengan pernyataan schmit (2000) bahwa perendaman yang semakin lama akan menurunnkan aktivitas enzim karena semakin lama benih direndam akan merangsang proses fermentasi. Biji yang tidak berkecambah juga mengalami kebusukan. Hal ini disebabkan karena terjadinya imbibisi air oleh biji yang terlalu banyak menyebabkan kondisi anaerob sehingga banyak biji yang membusuk didukung dengan keadaan biji yang belum matang sempurna akan menyebabkan terjadinya kebusukan tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil yang dilaporkan pada penelitian perkecambahan jelutung (Dyera costulata) oleh Utami et al (2007) bahwa perendaman biji yang terlalu lama pada biji yang sensitif terhadap kondisi anaerob menjadikan biji busuk dan tidak mampu berkecambah.
KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan
1. Perlakuan pemecahan dormansi benih mampu mempercepat dan meningkatkan perkecambahan kopi Arabika
2. Perlakuan pengupasan kulit tanduk merupakan perlakuan terbaik pemecahan dormansi kopi Arabika dibandingkan dengan perlakuan lain yang diuji.
Saran
Sebaiknya upaya pematahan dormansi dilakukan dengan pengupasan kulit tanduk.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z., Nugraheni, F.S., dan Broto, W. 2000. Kinetika Hidrolisa Enzim α-amilase dari Biji Sorgum.. Fakultas Teknik Kimia. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.2008. Kajian Peluang Bisnis Bagi Sepuluh Komoditi Unggulan di Sumatera Utara.Sumatera Utara. Medan.
Budiman, H. S. P. 2012. Prospek Tinggi Bertanam Kopi Pedoman Meningkatkan Kualitas Perkebunan kopi . Yogyakarta : Pustaka Baru.
Copeland, L.O., dan M.B. McDonald. 2001. Seed Science and Technology 4th edition. Kluwer Academic Publisher. London.
Dharma, P.E.S., S. Samudin., dan Adrianto. 2015. Perkecambahan Benih Pala (Myristica fragrans HOUTT) dengan Metode Skarifikasi dan Perendaman ZPT Alami. Jurnal Agritekbis. 3(2): 158-167.
Faustina, E., P. Yudono, dan R. Rabaniyah. 2011. Pengaruh Cara Pelepasan Aril dan Konsentrasi KNO3 Terhadap Pematahan Dormansi Benih Pepaya (Carica papaya L.).Jurnal Fakultas PertanianUGM. Yogyakarta.
Fitri, A. 2016. Lama Perendaman Benih Kopi Robusta (Canephora) dengan Perlakuan Air Kelapa. Politeknik Pertanian Samarinda. Samarinda.
Hiwot, H. 2011. Growth and Physiological Response of Two (Coffea Arabica L.) Population under Higha and Low Irradiance. Thesis . Addis Ababa University.
Ichsan, C. N., A. I. Hereri dan L. Budiarti. 2013. Kajian warna buah dan ukuran benih terhadap viabilitas benih kopi Arabika (Coffea arabica L.) varietas gayo 1. J. Floratek. 8: 110 – 117.
Kartasapoetra, A. G. 2003. Teknologi Benih. Buku. Rineka Cipta. Jakarta.
Nengsih, Y. 2017. Penggunaan larutan kimia dalam pematahan dormansi kopi liberika. Universitas Batanghari. Jambi.
Panggabean, E. 2011. Buku Pintar Kopi. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Kajian Peluang Bisnis Bagi