• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Dasar Teori E-Learning

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2.1 Dasar Teori E-Learning"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

5

2.1 Dasar Teori 2.1.1 E-Learning

Istilah e-learning mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga banyak pakar yang menguraikan tentang definisi e-learning dari berbagai sudut pandang. Salah satu definisi yang cukup dapat diterima banyak pihak misalnya dari Darin E. Hartley (Hartley, 2001) yang menyatakan: e-learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain. LearnFrame.Com dalam Glossary of e-learning Terms (Glossary, 2001) menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa: e-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone. Sedangkan Matthew Comerchero dalam e-learning Concepts and Techniques (Bloomsburg, 2006) mendefinisikan: e-learning adalah sarana pendidikan yang mencakup motivasi diri sendiri, komunikasi, efisiensi, dan teknologi. E-learning sangat efisien karena mengeliminasi jarak dan arus pulang-pergi. Jarak dieliminasi karena isi dari e-learning didesain dengan media yang dapat diakses dari komputer yang dapat mengakses jaringan atau internet. Selain itu, menurut Bates (1995) dan Wulf (1996) manfaat e-learning terdiri atas 4 hal sebagai berikut :

1. Meningkatkan interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity).

2. Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility).

3. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience).

4. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities).

(2)

commit to user

6

Penerapan e-learning di perguruan tinggi diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Adanya peningkatan interaksi mahasiswa dengan sesamanya dan dengan dosen.

2. Tersedianya sumber-sumber pembelajaran yang tidak terbatas.

3. Efektif dalam meningkatkan kualitas lulusan dan kualitas perguruan tinggi.

4. Terbentuknya komunitas pembelajar yang saling berinteraksi, saling memberi dan menerima serta tidak terbatas dalam satu lokasi.

5. Meningkatkan kualitas dosen karena dimungkinkan menggali informasi secara lebih luas dan bahkan tidak terbatas.

2.1.2 Komponen E-Learning

Komponen E-Learning menurut Romi satrio wahono (2008) adalah sebagai berikut :

1. Infrastruktur E-Learning.

Infrastruktur e-Learning dapat berupa personal computer (PC), jaringan komputer, internet dan perlengkapan multimedia. Termasuk didalamnya peralatan teleconference yaitu layanan synchronous learning melalui teleconference.

2. Sistem dan Aplikasi e-Learning.

Merupakan sistem perangkat lunak yang mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan Learning Management System (LMS). LMS banyak yang opensource sehingga dapat dimanfaatkan dengan mudah dan murah untuk dibangun di sekolah dan universitas.

(3)

commit to user

7

3. Konten E-Learning.

Konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning system (Learning Management System). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa). Biasa disimpan dalam Learning Management System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh siswa kapanpun dan dimanapun.

Depdiknas cukup aktif bergerak dengan membuat banyak kompetisi pembuatan multimedia pembelajaran. Pustekkom juga mengembangkan e-dukasi.net yang mem-free-kan multimedia pembelajaran untuk SMP, SMA dan SMK. Ini langkah menarik untuk mempersiapkan perkembangan e-learning dari sisi konten.

2.1.3 Critical Success Factor (CSF)

Menurut Boylond dan Zmud (1984) Critical success factors (CSF) merupakan hal-hal yang harus dikerjakan dengan baik oleh seorang manajer untuk memastikan kesuksesan suatu organisasi. Oleh karena itu, CSF dapat mewakili orang-orang daerah manajerial maupun seluruh elemen organisasi yang harus diberikan perhatian khusus dan terus-menerus guna mewujudkan kesuksesan sebuah organisasi. CSF termasuk hal yang sangat penting bagi kegiatan sebuah organisasi yang sedang dilakukan maupun bagi kesuksesan organisasi di masa yang akan datang. Menurut Daniel Austin (Daniel, 2002) CSF adalah metode untuk mengidentifikasi faktor kritis yang berpengaruh dan diperlukan oleh sebuah organisasi agar sukses dalam mencapai tujuannya. CSF dapat ditentukan jika objektif atau arah dan tujuan organisasi telah diidentifikasi. Tujuan dari CSF adalah menginterpretasikan objektif secara lebih jelas untuk menentukan aktivitas yang harus dilakukan dan informasi apa yang dibutuhkan. Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa CSF merupakan hal-hal penting yang dibutuhkan bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Organisasi yang dimaksud dapat diterapkan

(4)

commit to user

8

dalam organisasi perusahaan, maupun organisasi sistem informasi yang dalam hal ini adalah e-learning.

2.1.4 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Pada hakekatnya AHP merupakan suatu model pengambil keputusan yang komprehensif dengan memperhitungkan hal- hal yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Model pengambilan keputusan dengan AHP pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. AHP juga memungkinkan ke struktur suatu sistem dan lingkungan kedalam komponen saling berinteraksi dan kemudian menyatukan mereka dengan mengukur dan mengatur dampak dari komponen kesalahan sistem (Saaty,2001)

2.1.4.1 Prosedur Analytical Hierarchy Process

Secara umum langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan AHP untuk pemecahan suatu masalah sebagai berikut (Saaty, 2001):

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi.

2. Menentukan prioritas elemen

a. Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan pasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang diberikan.

b. Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen yang lainnya.

(5)

commit to user

9

Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari level hirarki paling atas yang ditujukan untuk memilih kriteria, misalnya A, kemudian diambil elemen yang akan dibandingkan, misal A1, A2, dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada Tabel 2.1 :

Tabel 2.1 Contoh matriks perbandingan berpasangan

A1 A2 A3

A1 1

A2 1

A3 1

Penilaian ini dilakukan oleh seorang pembuat keputusan yang ahli dalam bidang persoalan yang sedang dianalisa dan mempunyai kepentingan terhadapnya.

Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya.

3. Sintesis

Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah:

a. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks

b. Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.

c. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.

(6)

commit to user

10 4. Menentukan eigenvalue maksimum

Penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi dalam pembuatan keputusan sehingga keputusan tidak berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah sebagai berikut:

a. Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua dan seterusnya.

b. Jumlahkan setiap baris

c. Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan

d. Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada,

5. Melakukan penghitungan Consistency Index (CI) dengan rumus:

n) /n (1)

Dimana n = banyaknya elemen.

6. Melakukan penghitungan Rasio Konsistensi/Consistency Ratio (CR) dengan rumus:

CR= CI/IR (2)

Dimana CR = Consistency Ratio CI = Consistency Index

IR = Indeks Random Consistency

7. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data judgment harus diperbaiki. Namun jika Rasio Konsistensi (CI/IR) kurang atau sama dengan 0,1, maka matrik dapat dikatakan konsisten dan hasil perhitungan bisa dinyatakan benar.

Dimana IR : Indeks Random yang nilainya dapat dilihat pada Tabel 2.3 Tabel 2.2 Indeks Random (Saaty, 2000)

Ukuran Matriks

1,2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

IR 0 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56 1.58 1.59

(7)

commit to user

11 2.2 Penelitian Terkait

Berikut beberapa uraian terkait penelitian yang pernah dilakukan : 1. Critical success factors for e-learning in developing countries: A comparative analysis between ICT experts and faculty[2011], oleh Bhuasiri, Wannasiri.

Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan kritis yang mempengaruhi penerimaan sistem e-learning di negara berkembang. Studi ini mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan sistem elearning dari literatur dan membandingkan kepentingan relatif antara dua kelompok pemangku kepentingan di negara berkembang, para ahli ICT dan fakultas. Penelitian ini mengumpulkan 76 tanggapan digunakan pada metode Delphi dan AHP. Hasil menunjukkan 6 dimensi dan 20 CSF untuk sistem e- learning di negara berkembang. Temuan dalam penelitian ini menggambarkan pentingnya desain kurikulum untuk kinerja belajar.

Kesadaran teknologi, motivasi, dan mengubah perilaku peserta didik merupakan prasyarat untuk sukses implementasi e-learning.

2. Critical success factors for e-learning acceptance: Confirmatory factor models[2007], oleh Hassan M. Selim.

Tulisan ini dimaksudkan untuk menentukan critical success factor (CSF) seperti yang dirasakan oleh mahasiswa. Faktor penentu keberhasilan e- learning disurvei dan dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu, instruktur, siswa, teknologi informasi, dan dukungan universitas. Kategorisasi diuji dengan survei dari 538 mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan 8 kategori CSF e-learning, masing-masing termasuk beberapa penerimaan e-learning kritis dan ukuran keberhasilan.

(8)

commit to user

12

3. A Study of using Analytic Hierarchy Process to Explore Critical Success Factors of the K12 Digital School[2007], Sheng-Wen Hsieh.

Penelitian ini difokuskan pada literature terkait dalam menentukan CSF pada K12 Digital School. Kuisioner survey dibuat berdasarkan CSF yang ditentukan pada study literatur. Berdasarkan study literatur ditentukan 5 hal yang membangun success factors, yaitu : sisi administratif, karakteristik instruktur, karakteristik siswa, desain sistem, dan isi materi. Hasil akhirnya menunjukkan bahwa isi materi adalah yang paling berpengaruh diikuti dengan karakteristik instruktur, karakteristik siswa, desain system dan terakhir adalah sisi administratif.

4. Critical Success Factors In E-Learning An Empirical Study[2012] oleh Dr. Goldi puri

Makalah ini menggambarkan pada hasil survei yang dilakukan di antara siswa yang terdaftar di berbagai kursus online. Juga membahas berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan saat mengembangkan atau menerapkan kurikulum universitas melalui program berbasis e-learning.

Tulisan ini dimaksudkan untuk memeriksa Critical Success Factors (CSF) pada e-learning seperti yang dirasakan oleh siswa dalam program profesional. Makalah ini dapat menyimpulkan enam CSF yang membantu universitas untuk secara efisien dan efektif mengadopsi teknologi e-learning dalam kegiatan belajar mengajar. Enam CSF tersebut adalah pedagogi, administrasi institusi, teknologi, evaluasi, dukungan sumberdaya dan desain antarmuka.

2.3 Rencana Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah mengetahui critical succes factors yang paling berpengaruh untuk mensukseskan e-learning UNS. Data dari kuisioner diolah dengan metode AHP.

Gambar

Tabel 2.1 Contoh matriks perbandingan berpasangan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Upah Minimum Regional (UMR),dan Kontribusi Sektor Industri terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Sulawesi

Anak autis merupakan salah satu anak yang dikategorikan berkebutuhan khusus, karena anak autis memiliki kelainan intelektual dan sosial yang memerlukan penanganan

1. Saliva yang digunakan diperoleh dari sukarelawan sehat, tidak terkena diabetes mellitus, tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan apapu dengan usia sekitar 22-25

Pada tahap ini peneliti mendapati serangkaian alur sebelum melakukan sebuah investigasi terhadap suatu kasus, pada penelitian ini peneiti mendapati bahwa pada

gambaran sikap baik terhadap diri sendiri, orang lain, alam semesta dan yang lebih utama adalah dengan Allah SWT, selain itu juga menginternalisasikan setiap

Hidroksiapatit dapat diisolasi dari limbah tulang dengan cara kalsinasi tanpa penambahan pelarut (tulang sapi dan kambing) dan dengan cara hidrolisis NaOH (tulang gurame

Az eredményül kapott két különbség-mátrixot a változó-párok alapján kétváltozós formába alakítottam, amin páros sta- tisztikai próbával

Metodologi penelitian yang dimaksud adalah langkah analisa dan perhitungan indeks/koefisien bahan, tenaga kerja dan alat yang digunakan untuk kolom basement dan