• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

41 BAB III

METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di SLB-Autisme Mitra Ananda Karanganyar, yang beralamat di jalan LU. Adisucipto Km.7 Colomadu, Karanganyar. Di sekolah ini menyediakan pelayanan terapi dan fasilitas yang terintegrasi untuk mengembangkan potensi dan kapasitas anak dengan kebutuhan khusus. Model/sistem pelayanan yang diberikan yaitu:

a. Terapi individu yang terdiri dari terapi fisik, terapi okupasional, terapi wicara, dan terapi edukasional. Tiap anak dibimbing oleh 1 guru/terapis agar penanganan diberikan secara optimal.

b. Terapi kelompok dengan menggunakan media terapi permainan.

c. Home care service jika klien memerlukan pelayanan di rumah. Selain menerima anak autis, sekolah ini juga menerima anak dengan kebutuhan khusus lainnya.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015. Adapun waktu dan jenis kegiatan penelitian dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian

Jenis Kegiatan Bulan

Juli Agt Sept Okt Nov Des 1 Persiapan Penelitian

a. Mengurus perizinan

b. Koordinasi dengan kepala sekolah dan guru

c. Menyusun instrumen penelitian

(2)

2 Pelaksanaan Penelitian

a. Pelaksanaan wawancara dengan orang tua

b. Pelaksanaan wawancara dengan guru/terapis

c. Pelaksanaan observasi d. Pelaksaan eksperimen

e. Analisis data hasil eksperimen 3 Penyusunan laporan/skripsi

a. Penyusunan draf b. Pengetikan skripsi

4 Pelaksanaan ujian skripsi dan revisi

B. Rancangan/Desain Penelitian

Penelitian merupakan cara untuk mengetahui, dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan atau masalah yang dihadapi secara sistematik dengan menggunakan metode ilmiah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

Penelitian eksperimental merupakan pendekatan penelitian yang cukup khas.

Kekhasan tersebut diperlihatkan oleh dua hal, pertama penelitian eksperimen menguji secara langsung pengaruh suatu variabel tehadap variabel lain, kedua menguji hipotesis hubungan sebab-akibat (Sukmadinata, 2006 : 194).

Dengan demikian, di dalam penelitian ini penulis secara langsung bereksperimen untuk mencari hubungan sebab akibat atau pengaruh antar variabel.

Desain penelitian eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan subjek tunggal atau Single Subject Research (SSR). Menurut Tawney dan Gas (1984) Single Subject Research (SSR) adalah penelitian eksperimen yang dilaksanakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari suatu perlakuan (treatment) yang diberikan kepada subyek secara berulang-ulang dalam waktu tertentu (Sunanto; Takeuchi & Nakata, 2005 : 53).

(3)

Menurut Rosnow dan Rosenthal (1999) dalam Sunanto; Takeuchi &

Nakata (2005 : 56) bahwa secara garis besar desain penelitian eksperimen dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:

1. Desain kelompok (group desain) yaitu memfokuskan pada data yang berasal dari kelompok individu. Desain ini digunakan untuk membandingkan kinerja (performance) antar kelompok individu.

2. Desain subyek tunggal (single subject design) memfokuskan pada data individu sebagai sampel penelitian.

Sunanto; Takeuchi & Nakata (2005 : 56) kembali mengutip bahwa desain penelitian eksperimen kasus tunggal secara garis besar yaitu:

1. Desain reversal, terdiri dari tiga macam yaitu desain A-B, desain A- B-A, dan desain A-B-A-B (DeMario dan Crowley, 1994)

2. Desain multiple baseline, terdiri dari 3 macam yaitu desain multiple baseline cross, conditions, multiple baseline variabels, dan multiple baseline cross subjects (Johnson, dkk., 2005).

Dalam penelitian dengan Single Subject Research (SSR), pada dasarnya subjek diberlakukan pada keadaan tanpa treatment/intervensi dan dengan treatment/intervensi secara bergantian, dan target behavior diukur secara berulang-ulang dengan periode waktu tertentu misalnya perminggu, perhari, atau perjam.

Sebelum melakukan treatment atau intervensi, peneliti terlebih dahulu menentukan perilaku sasaran (target behavior) yang akan diubah. Subjek saat keadaan non treatment diberi simbol “A” dan saat keadaan treatment diberi simbol “B”. Setelah dapat menentukan target behavior, kemudian merencanakan modifikasi perilaku, sesuai dengan pendapat Sunanto; Takeuchi & Nakata (2005 : 56) menyatakan:

Menentukan perilaku yang akan diubah dalam program modifikasi merupakan kegiatan paling awal dan sangat penting. Dalam istilah penelitian subjek tunggal, perilaku yang akan diubah disebut target behavior (perilaku sasaran). Dalam aspek penelitian perilaku sasaran atau target behavior dikenal pula dengan istilah variabel terikat.

Wolpe (1973) dalam Purwanta (2012 : 7) memberi batasan tentang modifikasi perilaku adalah penerapan prinsip-prinsip belajar yang telah teruji

(4)

secara eksperimental untuk mengubah perilaku yang tidak adaptif, kebiasaan- kebiasaan yang tidak adaptif dilemahkan dan dihilangkan, perilaku adaptif dtimbulkan dan dikukuhkan.

Dalam penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah desain reversal (A-B-A-B) karena desain tersebut menunjukkan adanya kontrol terhadap variabel bebas yang lebih kuat dibandingkan dengan disain A-B-A. Oleh karena itu validitas internal lebih meningkat sehingga hasil penelitian yang menunjukkan hubungan fungsional antara variabel terikat dan bebas lebih meyakinkan. Dengan membandingkan dua kondisi baseline sebelum dan sesudah intervensi keyakinan adanya pengaruh intervensi lebih cepat diyakinkan. Variabel bebas yang digunakan adalah penggunaan metode PECS (Picture Exchange Communication System), sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah perilaku agresif pada anak autis.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam desain A-B-A-B meliputi 4 tahap, yaitu:

1. Baseline 1 (A1)

Baseline merupakan rerata kemunculan perilaku dalam periode tertentu setelah diukur melalui pengamatan. Pada baseline 1 (A1) dimana pengukuran perilaku agresif anak autis dilakukan pada kondisi awal dalam keadaan natural sebelum diberikan intervensi dengan metode PECS (Picture Exchange Communication System).

2. Intervensi 1 (B1)

Intervensi adalah suatu kondisi pemberian perlakuan secara berulang-ulang hingga mencapai trend dan level yang jelas, perlakuan akan diberikan setelah data menjadi stabil pada kondisi baseline 1 (A1), Intervensi yang diberikan adalah pembelajaran dengan menggunakan metode PECS (Picture Exchange Communication System).

(5)

3. Baseline 2 (A2)

Baseline 2 (A2) adalah suatu kondisi tentang penurunan perilaku pada anak autis setelah diberikan intervensi. Pada pengamatan ini dilakukan pengukuran dengan menggunakan frekuensi dan melihat jumlah perilaku agresif yang muncul pada anak autis.

4. Intervensi 2 (B2)

Intervensi pada tahap ini dilakukan sama seperti intervensi 1 (B1) yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode PECS (Picture Exchange Communication System) dimana baseline yang digunakan adalah baseline 2 (A2).

5. Target Behavior

Target behavior (perilaku sasaran) merupakan perilaku yang akan diubah, perilaku tersebut diharapkan meningkat atau berkurang (hilang) tergantung pada tujuan penelitiannya. Target behavior dalam modifikasi perilaku adalah pikiran atau perbuatan yang dapat dicatat dan diukur. Target behavior dalam penelitian ini adalah perilaku agresif anak autis. Untuk mengumpulkan data tersebut peneliti menggunakan observasi langsung.

Sedangkan untuk menghitung target behavior tersebut dilakukan secara kuantitatif.

C. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek yang dipilih adalah MH siswa kelas D3 SLB-Autisme dan Anak Berkebutuhan Khusus Karanganyar pada tahun ajaran 2014/2015. Untuk menetapkan satu siswa sebagai subjek penelitian, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa guru/terapist terkait menentukan siswa mana yang akan dijadikan subjek penelitian. Kemudian peneliti melanjutkan observasi langsung terhadap beberapa subjek dengan menggunakan instrumen perilaku agresif pada anak autis. Perilaku agresif yang muncul pada subjek kemudian dicatat dengan memberikan tanda (√) chek list pada kolom YA instrumen perilaku agresif menurut Patterson, dkk.

(6)

Peneliti telah melakukan observasi terhadap 2 subjek yang keduanya penyandang autis. Subjek pertama yaitu AB memilki perilaku echolalia, senang memegang benda dengan waktu yang lama, menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang (streotipye), menyakiti dengan meludahi orang lain, berbicara pada orang lain dengan kata-kata jelek seperti “bodoh” dan mampu diberikan instruksi.

Alasan AB tidak dijadikan sebagai subjek penelitian karena sulit bertemu dengan orang tua AB, dan yang mengantar dan menjemput AB adalah asisten rumah tangga sehingga minim informasi yang bisa diperoleh tentang identitas subjek, identitas orang tua, riwayat paritas ibu, dan perkembangan subjek mulai dari riwayat semasa dalam kandungan sampai riwayat kondisi sekarang. Sedangkan subjek MH memiliki perilaku senang memainkan jari-jemari dan mengigitnya hingga terluka, mencubit, melompat-lompat, bersuara sengau, memukul-mukul benda yang dipegangnya di meja bahkan sampai merusak barang, dan mampu diberikan istruksi, apabila anak sudah bosan MH tidak mau mengerjakan yang diperintahkan. Alasan MH dijadikan sebagai subjek penelitian karena orang tua MH yang mengantar dan menjemput ke sekolah, sehingga peneliti bisa melakukan wawancara langsung ke orang tua terkait mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menentukan baseline awal. Walaupun kedua subjek tersebut penyandang autis yang sama-sama memiliki perilaku agresif, saat peneliti observasi lebih banyak menemukan perilaku agresif yang dimunculkan pada subjek MH daripada subjek AB. Hal tersebut ditambah dengan hasil wawancara terhadap orang tua mengenai perilaku agresif anak saat berada di luar sekolah. Dari alasan yang diuraikan tersebut maka peneliti menentukan bahwa subjek penelitian yang mewakili adalah MH. Identitas subjek sebagai berikut:

1. Nama : MH

2. Jenis kelamin : Laki-laki

3. Umur : 13 tahun

4. Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

5. Kelas : D3

6. Agama : Islam

(7)

D. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, metode wawancara dan metode dokumentasi.

1. Observasi

“Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai beberapa fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu” (Arifin 2012 : 231). Sebelum dan setelah pelaksanaan treatment peneliti akan melakukan observasi untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan mengidentifikasi perilaku siswa autis. Menurut Widoyoko (2012 : 46) tujuan dari metode observasi ini adalah “untuk melihat dan mengamati secara langsung keadaan di lapangan agar peneliti memperoleh gambaran yang lebih luas tentang permasalahan yang diteliti”.

Berdasarkan instrumen yang digunakan peneliti memilih jenis observasi sistematis (systematic observation), yaitu observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan yang dilengkapi dengan daftar cek (chek list). Kemudian berdasarkan teknis pelaksanaannya peneliti menggunakan observasi langsung terhadap subjek yang diselidiki untuk mencatat data variabel terikat pada saat kejadian atau perilaku terjadi. Dalam observasi langsung tersebut peneliti mencatat data dengan pencatatan sampel waktu yang menurut Tawney dan Gast (1984) adalah “pengamatan terjadi dan tidak terjadinya target behavior hanya dilakukan pada akhir setiap interval” (Sunanto; Takeuchi & Nakata, 2005:24).

Target behavior yang dimaksud adalah perilaku agresif pada anak autis.

Instrumen yang digunakan dalam observasi ini ada 2 tahap, yaitu:

a. Instrumen observasi yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis perilaku agresif yang sering muncul pada anak autis.

(8)

Untuk menetapkan perilaku memukul sebagai target behavior, peneliti menggunakan tabel instrumen berupa check-list yang merupakan adaptasi berdasarkan teori oleh Patterson, Reid, Jones dan Conger (Kauffman, 1985) dalam (Sunardi, 1995). Patterson, dkk mengadakan penelitian atas perilaku agresif yang terjadi pada anak agresif dan pada anak normal. Check-list ini digunakan peneliti sebagai indikator perilaku agresif pada subjek anak autis. Adapun instrumen yang digunakan untuk menentukan perilaku agresif anak autis sebagai baseline penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Instrumen Observasi Untuk Menentukan Perilaku Agresif Autisme

No. Nama Perilaku Deskripsi Ya Tidak

1. Mencela Mencela perilaku orang lain dengan kata-kata atau isyarat.

2. Negatif Mengatakan sesuatu yang isinya netral, tetapi cara

mengatakannya dengan nada suara yang negatif.

3. Tidak patuh Tidak mengerjakan hal yang diminta.

4. Berteriak Berteriak atau berbicara keras;

jika dilakukan terus menerus, menjadi tidak mengenakkan.

6. Aktifitas tinggi Kegiatan yang membahayakan orang lain, terutama jika dilakukan dalam jangka waktu lama, misalnya berlari di dalam rumah, melompat-lompat.

7. Tindakan fisik negatif

Menyerang atau mencoba menyerang orang lain dengan

(9)

intensitas tinggi yang dapat menyakiti, misalnya mengigit, menyepak, menempeleng, memukul, melempar, mencubit, memegang.

8. Mengeluh Mengatakan sesuatu dengan nada suara tinggi, mencerca, sengau.

9. Destruktif Merusak atau mencoba merusak barang.

10. Mempermalukan Mengolok-olok atau membuat orang lain malu dengan sengaja.

11. Menangis Semua jenis tangis.

12. Perintah negatif Memerintah orang lain melakukan sesuatu dengan tuntutan agar dipenuhi, ditambah ancaman akibat yang berbahaya (secara eksplisit atau implisit), terutama jika tidak segera dituruti; juga cenderung kasar dan memalukan orang lain.

13. Ketergantungan Meminta bantuan orang lain pada pekerjaan yang sebenarnya dapat dilakukan sendiri,

misalnya seorang anak berusia 16 tahun meminta ibunya menyisir rambutnya.

14. Mengabaikan Mengerti bahwa orang lain mengarahkan perhatiannya pada anak, tetapi anak tidak

(10)

menanggapi secara wajar.

Sumber : Patterson, dkk (Sunardi, 1995)

Dalam tabel 3.2 Patterson dkk mengelompokkan perilaku agresif ke dalam 14 jenis nama perilaku, antara lain: mencela, negatif, tidak patuh, berteriak, mengejek, aktifitas tinggi, tindakan fisik negatif, mengeluh, destruktif, mempermalukan, menangis, perintah negatif, ketergantungan, dan mengabaikan. Dari beberapa jenis perilaku ini kemudian dideskripsikan lebih spesifik contoh perilakunya.

Pada saat observasi berlangsung, jika anak autis memperlihatkan perilaku sesuai dengan item-item yang pada instrumen, peneliti akan memberikan tanda ( ) pada kolom Ya. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, untuk memudahkan memberikan treatment yang tepat, peneliti hanya mengambil beberapa contoh perilaku agresif dengan tingkat frekuensi yang paling sering muncul.

Setelah melakukan pengamatan terhadap perilaku agresif anak autis selama di sekolah, lalu peneliti melakukan identifikasi. Sehingga hasil identifikasi yang diperoleh yaitu perilaku memukul, maka target behavior yang digunakan sebagai baseline awal penelitian adalah perilaku memukul.

Berdasarkan indikator perilaku agresif yang disajikan pada tabel di atas maka peneliti menetapkan perilaku memukul sebagai kriteria dari perilaku agresif anak autis. Karena keterbatasan waktu maka penelitian ini hanya difokuskan pada salah satu indikator perilaku agresif. Sehingga peneliti memilih tindakan fisik negatif yaitu pada perilaku memukul.

b. Instrumen observasi yang digunakan untuk mengamati terjadi dan tidak terjadinya perilaku agresif yaitu memukul.

Setelah mengidentifikasi jenis perilaku agresifnya, selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap target behavior dengan menggunakan instrumen yang disajikan dalam tabel pengamatan. Item-item yang

(11)

disajikan dalam tabel adalah perilaku yang bersifat observed (dapat diamati dengan penglihatan).

Dalam instrumen ini satuan ukuran yang dipilih untuk mengamati perilaku memukul yaitu frekuensi. “Frekuensi menunjukkan berapa kali suatu peristiwa terjadi pada periode waktu tertentu” (Sunanto;

Takeuchi & Nakata, 2005 : 15). Sedangkan untuk pencatatan data yaitu menggunakan pencatatan sampel waktu. Pencatatan data dengan prosedur ini digunakan untuk mencatat jumlah terjadi dan tidak terjadinya perilaku memukul pada akhir setiap interval. Berikut ini adalah tabel instrumen yang digunakan untuk menghitung frekuensi perilaku memukul anak autis dan pencatatan data dengan sampel waktu, disajikan ke dalam tabel seperti di bawah ini:

(12)

Tabel 3.3 Instrumen Observasi Frekuensi Perilaku Agresif Anak Autis

Perilaku

Menit ke-

Jumlah 08.00 – 08.30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Memukul

Perilaku

Menit ke-

Jumlah 08.30 – 09.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Memukul

Total

(13)

Tabel 3.4 Pencatatan Sampel Waktu

Nama Subyek : Tanggal :

Pengamat : Perilaku : Kondisi :

Waktu Terjadi Waktu Terjadi

8:05 8:35

8:10 8:40

8:15 8:45

8:20 8:50

8:25 8:55

8:30 9:00

Pengamatan dengan instrumen tersebut dilakukan dalam keadaan tanpa treatment dan pada saat diberikan treatment. Keadaan tanpa treatment yang dimaksudkan adalah melakukan pengamatan tanpa pemberian stimulus. Perilaku agresif yaitu memukul sebagai target behaviornya diobservasi dengan video kamera selama 60 menit. Total periode waktu pengamatan selama 60 menit yang terbagi menjadi 12 sampel periode. Pengamatan terjadi dan tidak terjadinya target behavior hanya dilakukan pada akhir setiap interval.

2. Wawancara

“Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang diakukan melalui percakapan dan tanya-jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan responden untuk mencapai tujuan tertentu” (Arifin 2012 : 233).

Jenis wawancara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah wawancara tidak terstruktur (ustructured interview) dimana pengertian menurut Widoyoko (2012 : 44) adalah “wawancara bebas, dimana

(14)

pewawancara tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

Peneliti melakukan wawancara langsung kepada guru/terapis dan orang tua untuk mencari informasi penting atau data yang dibutuhkan. Dalam wawancara ini diharapkan dapat mengungkapkan faktor-faktor penting terkait masalah perilaku subjek saat di rumah maupun di lingkungan sekolah.

Instrumen yang digunakan untuk wawancara kepada orag tua dapat dilihat pada tabel kisi-kisi di bawah ini:

Tabel 3.5 Kisi-kisi Wawancara kepada Orang Tua Anak Autis

No. Komponen Jumlah

Item Nomor Item

1. Identitas anak 1 1

2. Riwayat kondisi dahulu dan sekarang 3 2, 3, 6

3. Perkembangan komunikasi 1 6

4. Masalah perilaku 3 4, 5, 8

Tabel di atas merupakan kisi-kisi yang terdiri dari beberapa pertanyaan, orang tua diberikan blangko yang disediakan peneliti untuk melengkapi beberapa pertanyaan tersebut. Sedangkan instrumen wawancara kepada guru/terapis yang menangani MH dapat dilihat pada tabel kisi-kisi di bawah ini:

Tabel 3.6 Kisi-kisi Wawancara kepada Guru/Terapis

No. Komponen Jumlah

Item Nomor Item

1. Perkembangan komunikasi 1 1

2. Perkembangan interaksi sosial 2 2, 10

3. Perilaku siswa saat di sekolah 3 3, 4, 5 4. Metode belajar yang diberikan sekolah 1 6

(15)

6. Modifikasi perilaku 1 7 7. Hukuman (punisment) dan imbalan

(reward)

2 8, 9

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. Dokumentasi yang diamati bukan pada benda hidup, tapi benda mati.

Metode dokumentasi ini peneliti memegang chek-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan. Apabila terdapat/muncul variabel yang dicari, maka peneliti tinggal membubuhkan tanda check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel peneliti dapat menggunakan kalimat bebas.

Jadi metode dokumentasi adalah suatu metode dengan cara mengumpulkan data yang diperoleh dari berbagai sumber tertulis atau dokumen-dokumen yang tersimpan.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data awal tentang perilaku siswa autis dalam suasana kelas, foto siswa, dan video pengamatan perilaku agresif siswa sebelum dan setelah diberikan intervensi dengan metode PECS (Picture Exchange Communication System).

E. Validitas Instrumen

Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur, Gay (1983) dalam Darmadi (2011 : 115).

Dalam hal ini yang akan diukur adalah variabel terikat. Sedangkan Trianto (2010 : 269) berpendapat bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat- tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Agar memiliki validitas yang tinggi maka peneliti harus melakukan uji coba instrumen.

(16)

Menurut Widoyoko (2012 : 142-151) bahwa validitas instrumen secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu validitas internal (internal validity) dan validitas eksternal (external validity).

1. Validitas Internal (Internal Validity)

Validitas logis untuk sebuah instrumen menunjuk pada kondisi sebuah instrumen yang memenuhi syarat valid berdasarkan hasil penalaran atau rasional. Validitas internal dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Validitas isi (content validity) adalah membandingkan antara isi instrumen dengan kompetensi yang dikembangkan dan materi pelajaran yang telah dipelajari.

b. Validitas konstruk (construct validity) adalah mengacu pada sejauh mana suatu instrumen mengukur konsep dari suatu teori, yaitu yang menjadi dasar penyusunan instrumen.

2. Validitas Eksternal (Eksternal Validity)

Validitas didasarkan pada kriteria yang ada di luar instrumen yaitu berdasarkan fakta empiris atau pengalaman. Validitas eksternal dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Validitas kesejajaran (concurrent validity) adalah jika sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas kesejajaran apabila hasilnya sesuai dengan kriteria yang sudah ada.

b. Validitas prediksi (predictive validity) adalah memperkirakan/meramal mengenai hal yang akan terjdi pada masa yang akan datang.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji validitas isi dengan mengukur kecocokan teori tentang perilaku agresif anak autis dengan instrumen yang digunakan Patterson, dkk dalam Sunardi (1995). Instrumen tersebut digunakan untuk mengamatai perilaku agresif yang terjadi pada anak agresif dan anak normal dalam situasi sehari-hari. Jika dilihat dari teori yang dikemukakan oleh Pamoedji (2010) tentang faktor penyebab perilaku agresif anak autis dengan contoh perilaku agresif anak autis yang dikemukakan Prasetyono (2008), terdapat

(17)

kecocokan antara teori dari kedua para ahli tersebut dengan instrumen yang digunakan oleh Patterson, dkk.

Setelah melakukan observasi untuk menentukan baseline awal penelitian, maka peneliti mengambil satu jenis perilaku saja yaitu tindakan fisik negatif meliputi: memukul, menggigit, atau mencubit. Instrumen observasi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.7 Validitas Instrumen Observasi

No. Perilaku Agresif Ya Tidak

1. Memukul 2. Menggigit 3. Mencubit

Dengan melihat instrumen observasi di atas dan teori yang digunakan maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut sesuai dengan teori yang menjadi rujukan teori dari Pamoedji (2010) dan Prasetyono (2008) tentang perilaku agresif anak autis dan instrumen Patterson, dkk dalam Sunardi (1995) sehingga instrumen tersebut dapat dinyatakan valid.

F. Reliabilitas Instrumen

“Reliabilitas instrumen merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu walaupun instrumen yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan” (Sugiyono, 2008 : 174).

Menurut Widoyoko (2012 : 157) “instrumen tes dikatakan dapat dipercaya (reliable) jika memberikan hasil yang tetap atau ajeg (konsisten) apabila diteskan berkali-kali”. Hal tersebut sesuai dengan Darmadi (2011 : 122) bahwa

“tes reliabilitas dikata mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur”.

(18)

Dalam penelitian ini, reliabilitas dapat diukur dengan cara menghitung total percent agrement (total persentase kesepakatan) dengan rumus:

Total percent agreement = x100%

Keterangan:

O = occurence agreement N = nonoccurence agreement T = banyaknya interval Dimana dapat dijelaskan bahwa:

O (occurence agreement) adalah interval dimana target behavior terjadi dan terjadi persamaan (agreement) antara observer 1 dan 2.

N (nonoccurence agreement) adalah interval dimana target behavior tidak terjadi menurut kedua observer.

T adalah banyaknya interval yang digunakan.

Data penelitian dapat dikatakan reliabel jika Total Percent Agreement lebih dari 50% karena untuk mendapatkan data yang reliabel dibutuhkan kesepakatan yang sama atau hampir sama antara pengamat 1 (peneliti) dengan pengamat 2 (guru kelas) dalam mengamati perilaku agresif anak autis dari hasil rekaman video.

G. Analisis Data

Analisis data merupakan tahap terakhir sebelum menarik kesimpulan.

Menurut Patton (1980) analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar (Hasan, 2002 : 97). Pengertian tersebut sependapat dengan Nazir (2005 : 346) bahwa “data mentah yang telah dikumpulkan perlu dipecahkan dalam kelompok- kelompok, diadakan kategorisasi, dilakukan manipulasi, serta diperas sedemikian rupa, sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk menguji hipotesis”.

Pada penelitian eksperimen dengan Single Subject Research (SSR) pada umumya mennggunakan teknik statistik deskriptif yang sederhana untuk

(19)

memaparkan hasil temuan penelitian. Statistik deskripstif menurut Subagyo (1985) ialah bagian statistik mengenai pengumpulan data, penyajian, penentuan nilai-nilai statistik, yang disajikan dalam bentuk diagram, grafik atau gambar mengenai suatu hal sehingga mudah dibaca dan dipahami.

Menurut Hasan (2002 : 95) “grafik data disebut juga diagram data adalah penyajian data dalam bentuk gambar-gambar”. Grafik ini yang menunjukkan perubahan sebelum dan setelah intervensi.

Grafik menurut Sunanto; Takeuchi & Nakata (2005 : 36) bertujuan untuk:

1. Untuk membantu mengorganisasi data sepanjang proses pengumpulan data yang nantinya akan mempermudah untuk mengevaluasi.

2. Untuk memberikan rangkuman data kuantitatif serta mendeskripsikan target behavior yang akan membantu dalam proses menganalisis hubungan antara variabel bebas dan terikat.

3. Menjelaskan perilaku subjek secara efisien, kompak, dan detail.

4. Mengkomunikasikan kepada pembaca mengenai urutan kondisi eksperimen, waktu yang diperlukan setiap kondisi, menunjukkan variabel bebas dan terikat, desain yang digunakan, dan hubungan antara variabel bebas dan terikat.

Grafik yang digunakan adalah grafik garis (poligon). Menurut Hasan (2002 : 96) pengertian kedua jenis grafik tersebut:

Grafik garis adalah grafik data berupa garis, diperoleh dari beberapa ruas garis yang menghubungkan titik-titik pada batang bilangan (sistem salib sumbu). Pada grafik garis digunakan dua garis yang saling berpotongan dan saling tegak lurus . pada garis horizontal (sumbu-X) ditempatkan bilangan-bilangan yang sifatnya tetap, sperti tahun dan ukuran-ukuran.

Pada garis tegak (sumbu-Y) ditempatkan bilangan bilangan yang sifatnya berubah-ubah, seperti harga, biaya, dan jumlah.

Data yang telah dikumpulkan, disusun dan disajikan ke dalam grafik, kemudian dianalisis menggunakan teknik visual grafik (Visual Analisis Of Grafik Data). Teknik analisis visual grafik (Visual Analisis Of Grafik Data) terdiri dari analisis dalam kondisi dan analisis antar kondisi. Analisis visual yang digunakan yaitu analisis dalam kondisi ialah menganalisis perubahan data dalam satu kondisi misalnya kondisi baseline atau kondisi intervensi.

(20)

Menurut Sunanto; Takeuchi & Nakata (2005) analisis dalam kondisi terdiri dari beberapa komponen yaitu sebagai berikut:

1. Menentukan Panjangnya Kondisi

Panjang kondisi dilihat dari banyaknya data point pada setiap kondisi.

Panjang kondisi baseline dilakukan sampai memperoleh data yang stabil diperkirakan minimal tiga sampai lima data poin.

2. Menentukan Estimasi Kecendrungan Arah

Kecenderungan arah grafik (trend) menunjukkan perubahan setiap data dari sesi ke sesi. Analisis data yang digunakan yaitu dengan kecenderungan arah pada grafik dengan metode split-midlle yang berdasarkan median data point nilai ordinatnya.

3. Menentukan Kecendrungan Kestabilan (Trend Stability)

Dalam analisis data penelitian subyek tunggal menggunakan persentase penyimpangan mean (kriteria stabililitas) sebesar 15% untuk menentukan tingkat stabilitas data yang mengelompok di bagian tengah dan bawah, sedangkan 10% untuk data yang mengelompok di bagian atas. Menentukan kecenderungan stabilitas dengan cara:

a. Rentang stabilitas = skor tertinggi x kriteria stabilitas (15%) b. Mean level = total data point : banyak data point

c. Batas atas = mean level + setengah rentang stabilitas d. Batas bawah = mean level – setengah rentang stabilitas

e. Persentase stabilitas = banyak data point dalam rentang : banyak data point x 100%

Jika persentase stabil sebesar 85% - 90% maka dikatakan stabil, sedangkan di bawah itu dikatakan tidak stabil (variabel).

4. Menentukan jejak data

Jejak data sama dengan kecenderungan arah. Sunanto (2005: 95) menyatakan bahwa “kecenderungan arah grafik (trend) menunjukkan perubahan setiap jejak data (path)”. Apabila meningkat diberi tanda (+), mendatar (=) dan menurun (-).

(21)

5. Menentukan level stabilitas dan rentang

Level stabilitas dan rentang data didasarkan pada perhitungan yang telah dilakukan pada kecenderungan stabilitas. Rentang data dituliskan berapa rentang nilai yang diperoleh subyek dalam satu kondisi.

6. Menentukan level perubahan

Tingkat perubahan (level change) yang menunjukkan berapa besar terjadinya perubahan data dalam suatu kondisi. Cara menghitung tingkat perubahan level yaitu selisih antara data pertama dengan data terakhir pada setiap kondisi. Kemudian menentukan arah dengan memberi tanda (+) membaik, (-) memburuk, atau (=) tidak ada perubahan.

Pada penelitian ini hasil penelitian akan dianalisis dengan statistik deskriptif sederhana dengan memberikan tabel dan grafik garis yang berisi data hasil pengukuran pada kondisi baseline 1, intervensi 1, baseline 2 dan intervensi 2. Data perubahan tiap kondisi baseline 1, intervensi 1, baseline 2 dan intervensi 2 kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis dalam kondisi. Masing- masing komponen analisis visual dalam kondisi lalu dimasukkan ke dalam tabel rangkuman hasil analisis visual dalam kondisi. Langkah terakhir yaitu penarikan kesimpulan dengan membandingkan data-data hasil pengukuran pada tiap kondisi baseline 1, intervensi 1, baseline 2 dan intervensi 2, sehingga dapat diketahui sejauh mana pengaruh penggunaan metode PECS (Picture Exchange Communication System) terhadap perilaku agresif pada anak autis di SLB-

Gambar

Tabel 3.1 Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
Tabel 3.3 Instrumen Observasi Frekuensi Perilaku Agresif Anak Autis  Perilaku  Menit ke-  Jumlah  08.00 – 08.30  1  2  3  4  5  6  7  8  9  10  11  12  13  14  15  16  17  18  19  20  21  22  23  24  25  26  27  28  29  30  Memukul   Perilaku  Menit ke-  J
Tabel 3.4 Pencatatan Sampel Waktu

Referensi

Dokumen terkait

Dari pelaksanaan hasil Program Pengabdian Kepada Masyarakat Karang Taruna Bina Karya Desa Tuyuhan Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang dapat disimpukan : bahwa

Zat ini diklasifikasikan sebagai sama berbahayanya dengan debu mudah terbakar oleh Standar Komunikasi Bahaya OSHA 2012 Amerika Serikat (29 CFR 1910.1200) dan Peraturan Produk

Analisis petrografi bertujuan untuk penamaan batu sedimen serta memperoleh data penunjang bagi Provenance agar dapat diketahui bagaimana kandungan persentase batuan baik

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah yang bertanggungjawab langsung dibawah Presiden. POLRI selalu berkaitan dengan pemerintahan karena salah satu fungsi

Selain komponen konsumsi rumah tangga, komponen PDRB Penggunaan yang mengalami peningkatan peranan pada triwulan III tahun 2014 dibandingkan dengan triwulan II

Dalam upaya pengembangan literasi informasi terdapat beberapa potensi yang belum secara optimal dimanfaatkan, potensi tersebut antara lain potensi kewenangan,

bermacam bentuk, seperti gerakan separatis dan lain-lain, antara lain: Gerakan Separatis dengan lepasnya Timor Timur dari Indonesia yang dimulai dengan

Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota