• Tidak ada hasil yang ditemukan

Narasi Pengasuhan Online dan Toleransi dalam Keluarga di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Narasi Pengasuhan Online dan Toleransi dalam Keluarga di Indonesia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Narasi Pengasuhan Online dan Toleransi dalam Keluarga di Indonesia

Bhinneka Kultura Nusantara 2021

(2)

1

Pendahuluan

Penelitian ini berfokus pada narasi parenting dan bertujuan untuk mempromosikan toleransi dalam keluarga di Indonesia. Penelitian tentang pengasuhan dalam keluarga menjadi penting karena tren kekerasan berbasis keluarga yang terus meningkat dan maraknya intoleransi di Indonesia setidaknya dalam lima tahun terakhir.

Penelitian ini memberikan gambaran tentang menjamurnya narasi digital yang mengandung kekerasan (simbolik dan langsung) dan mengisi celah penelitian dalam bidang media digital dan demokrasi di Indonesia. Penelitian ini membahas irisan pengasuhan dalam keluarga dan ruang digital sebagai pintu gerbang untuk menjelaskan praktik kekerasan

yang termediasi. Titik tolak penelitian ini menempatkan pengasuhan digital sebagai praktik autentik yang muncul seiring memudarnya batasan online dan offline — oleh karena itu, pengasuhan digital tidak boleh dianggap sebagai praktik yang terpisah dari pengasuhan offline atau penggantinya, melainkan ekstensi dari pengasuhan offline.

Penelitian ini membahas empat bidang penelitian utama: (i) jenis narasi yang muncul dalam tema pengasuhan digital, (ii) strategi komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan narasi, (iii) jaringan dan mobilisasi narasi, dan (iv) eksplorasi tanggapan pengikut terhadap narasi ini.

Gambar 1. Metodologi Penelitian, Mixed Methods

Text mining Word clouds dan Social Network Analysis (SNA)

Anotasi manual

Observasi digital

Analisis konten

Wawancara mendalam

Review buku

Penelitian ini mengamati konten milik kreator konten pengasuhan online Indonesia yang mungkin mengandung narasi intoleran atau eksklusif. Di Indonesia, narasi pengasuhan sering dibingkai di dalam atau dikaitkan dengan narasi keagamaan (Maulidiyah, 2018; Nurlina, 2019; Masduki, 2019).

Penelitian ini tidak menginterpretasikan narasi-narasi tersebut, melainkan mengkaji praktik-praktik kekerasan dan/atau intoleransi dalam keluarga yang dapat menginspirasi/memprovokasi tindak kekerasan.

Metodologi penelitian menggunakan metode campuran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, beserta stratified purposeful sampling untuk menentukan sampel data, yaitu para kreator konten.

Tahap awal penelitian menghasiilkan 56 akun pengasuhan terpopuler di Instagram, baik berbasis sekuler maupun berbasis agama. Proses preliminary research menghasilkan 37 kreator konten yang mewakili sebaran pemeluk agama di Indonesia, serta akun-akun yang tidak berafiliasi dengan agama. Para kreator konten tersebar tidak merata di tiga platform media sosial, sharing platform, dan percakapan grup

online yang menghasilkan 63.485 baris percakapan dengan total volume data 116 gigabyte.

Gambar 2. Tahapan Penelitian

(3)

2

Hubungan Antar Narasi

Penelitian ini menggunakan analisis jaringan sosial (SNA) untuk menunjukkan pola hubungan antara narasi dalam tema pengasuhan digital. SNA menemukan empat node paling populer yang terletak di dua cluster utama yang terhubung dengan kreator konten. Kedua cluster tersebut adalah “masuk surga dan api neraka”, dan

“bangun peradaban dan ancaman peradaban”.

Gambar 3. Cluster 1: “masuk surga” and “api neraka”

Gambar 4. Cluster 2: “bangun peradaban” and “ancaman peradaban”

Berdasarkan temuan SNA, penelitian mengidentifikasi dua narasi utama pada tema pengasuhan digital: “masuk surga sekeluarga” dan “membangun peradaban Islam.” Temuan SNA juga menunjukkan bahwa dua narasi utama ini dianggap sebagai visi keluarga.

(4)

3

Narasi 1: Masuk Surga Sekeluarga

Gugus narasi pertama yang ditemukan melalui analisis ini adalah “masuk surga sekeluarga”. Narasi ini bertujuan untuk membantu keluarga membangun visi "masuk surga" secara kolektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa “masuk surga sekeluarga” merupakan representasi konseptual dari keberlanjutan keluarga di bumi atau kebersamaan abadi sebuah keluarga. Narasi ini menggambarkan keluarga sebagai organisme di mana semua anggota keluarga saling berhubungan dan saling bergantung satu sama lain. Narasi tersebut mengisyaratkan bahwa keluarga butuh pengaturan peran yang ketat karena setiap anggota keluarga berpotensi menghalangi anggota-anggota keluarga lainnya masuk surga.

Media online yang diteliti menyajikan pengaturan peran keluarga secara hierarkis, absolut, dan patriarki. Ayah adalah qawwam (pemimpin), yang bertanggung jawab untuk membimbing keluarga ke surga. Media online tersebut menggambarkan ayah sebagai gerbang utama keluarga masuk surga.

Ibu/istri adalah pembantu suami, yang bertindak sebagai madrasah (lembaga pendidikan) bagi anak- anak dan mengurus rumah tangga. Ibu digambarkan memiliki dua jalan masuk surga: melalui suaminya dan/atau jihad dan syahid. Narasi ini menuntut anak-anak harus menghormati orang tua mereka dan berbakti kepada mereka. Anak-anak dapat masuk surga melalui ayah mereka dan/atau dengan melakukan syafaat untuk keluarga mereka. Narasi ini menyajikan struktur dan peran keluarga sebagai sesuatu yang mutlak atau tidak dapat diganggu gugat karena satu pemnyimpangan kecil dapat mengganggu visi “masuk surga sekeluarga.” Narasi ini juga mengukuhkan patriarki karena memperkuat dominasi laki-laki atas perempuan.

Narasi “masuk surga sekeluarga” menciptakan habitus kekerasan dalam keluarga, yaitu kekerasan langsung dan kekerasan simbolik. Narasi ini membenarkan tindakan kekerasan dalam keluarga, seperti ayah bisa memukul anak dan suami bisa memukul istri. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa narasi “masuk surga sekeluarga” cenderung mendukung praktik kekerasan melalui penggunaan kata jihad, yang misalnya menuntut anak laki-laki untuk mampu mengangkat senjata AK-47 untuk bersiap membela agama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kekerasan simbolik berhubungan dengan dominasi laki-laki atas perempuan. Narasi tersebut menggambarkan perempuan sebagai sumber fitnah (godaan) dan penghalang bagi keluarga untuk menuju akhirat, sehingga perempuan butuh banyak pengaturan. Kekerasan simbolik oleh orang tua terhadap anak muncul dalam bentuk indoktrinasi dan berbagai tuntutan yang memberatkan anak.

KEKERASAN SIMBOLIK

• Kekerasan simbolik merupakan praktik kekerasan yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini.

• Kekerasan simbolik menyebar secara ambigu melalui pembiasaan logika dan keyakinan yang bias terhadap kebenaran tertentu dan kemudian tampil dalam argumentasi agama tertentu.

• Kekerasan simbolik dilanggengkan melalui pola komunikasi yang khas, seperti penggunaan diksi, gambar, simbol, dan berbagai ekspresi lainnya.

• Sebagian besar kekerasan simbolik menyangkut dominasi laki-laki atas perempuan.

• Perempuan dianggap sumber fitnah ketika bertentangan dengan ajaran agama, misalnya menolak menutup aurat, tidak menikah, tidak melahirkan, tidak memiliki anak, tidak membesarkan anak, mandiri, mengutamakan usaha duniawi, materialistis , menikmati berdandan atau menggunakan parfum, menonton televisi atau menggunakan gadget, dan tidak sopan dan durhaka kepada suami.

• Wanita harus selalu tunduk pada pria.

• Masalah-masalah pernikahan adalah kesalahan wanita karena tidak mengikuti fitrahnya (watak asli).

• Kekerasan simbolik terhadap anak, khususnya anak laki-laki, terkait dengan tuntutan agar anak menjadi pejuang agama.

(5)

4

Narasi 2: Membangun Peradaban Islam

Gugus narasi utama kedua yang ditemukan dalam analisis ini adalah “membangun peradaban Islam”, yang pada dasarnya adalah operasionalisasi dari visi “masuk surga sekeluarga.” Narasi ini merupakan tujuan antara bagi keluarga di bumi untuk masuk surga dan membutuhkan lingkungan dan infrastruktur Islami untuk memuluskan jalan keluarga menuju akhirat.

Narasi “membangun peradaban Islam” membayangkan Islam seolah-olah dalam situasi perang akibat ancaman eksternal atau ancaman dari musuh-musuh Islam. Keluarga dibayangkan sebagai bagian dari pertahanan Islam dan formasi ofensif yang akan membawa kemenangan Islam.

Narasi ini mendorong pemurnian ajaran agama yang dapat mengakibatkan penolakan dan penghapusan aliran atau kelompok lain yang dianggap sesat atau tidak murni.

Narasi “membangun peradaban Islam” juga dapat mengakibatkan pergeseran pola pikir dan perilaku

keluarga menjadi eksklusif dan diskriminatif. Beberapa responden dalam penelitian ini menunjukkan

kecenderungan untuk bergaul hanya dengan keluarga lain dengan visi yang sama. Responden ini secara

aktif melakukan proses mengasingkan keluarga dan agama lain yang mereka anggap sebagai ancaman.

(6)

5

Mengembalikan Fitrah di Dalam Keluarga

Narasi “masuk surga sekeluarga” dan “membangun peradaban Islam” memperkuat struktur keluarga yang tidak setara dengan membangun kembali fitrah seluruh anggota keluarga berdasarkan peran gender.

Analisis konten yang dikumpulkan melalui penelitian ini menunjukkan bahwa fitrah versi kreator konten

mencampur adukkan konstruksi biologis dan sosial.

Regulasi peran gender menempatkan laki-laki sebagai otoritas utama. Kedua narasi tersebut mengabadikan nilai-nilai hipermaskulin dan hiperfeminin dalam keluarga. Gambar 5 diambil dari wordclouds dari kata kunci “suami” dan “istri”.

Gambar 5. Imajinasi “suami” dan “istri”

Seperti terlihat pada Gambar 5, peran utama suami adalah pemilik istrinya. Peran suami juga sebagai kepala keluarga, dan bertanggung jawab untuk menafkahi keluarga. Sebagai pemimpin, laki-laki harus memiliki kualitas spiritual, emosional, intelektual, dan manajerial. Suami juga harus mendidik istri, membantu istri, dan dilayani istrinya.

Wordclouds juga memperlihatkan bahwa peran dan tanggung jawab istri sangat diatur. Peran utama istri adalah melayani suami dan anak-anak di rumah. Istri harus feminim, sabar, bersyukur, taat, dan bertakwa.

Istri harus tampil menarik dan menyenangkan di hadapan suaminya saja. Ia harus mempertahankan kehormatannya dan melindungi rahimnya karena ini adalah aset yang melahirkan generasi penerus. Istri juga harus menghindari perzinahan dan menjaga hubungan seksual dalam pernikahan. Dia harus siap berkorban dan menanggung penderitaan psikis dan

fisik. Penderitaan psikis seorang istri, antara lain, mengurus suami, membesarkan anak, dan dipoligami.

Penderitaan fisiknya antara lain menahan sakit saat hamil, melahirkan, menyusui, tidak dinafkahi, dan dipukuli oleh suaminya.

Mengembalikan fitrah dalam pengasuhan digital menempatkan anak sebagai objek yang harus melanggengkan fitrah yang gender. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa model pengasuhan digital adalah melalui indoktrinasi dan role modeling, dimana anak belajar tentang peran dan fitrahnya dalam keluarga dengan mengamati hubungan antara ayah dan ibu. Para kreator konten mengklaim bahwa kegagalan orang tua untuk membesarkan anak berdasarkan fitrah dapat mengakibatkan apa yang mereka yakini sebagai penyimpangan seksual, seperti anak menjadi lesbian, gay, biseksual, dan transgender.

(7)

6

Narasi, Promosi dan Monetisasi

Narasi pengasuhan digital umumnya menyebar secara sekuler, artinya seringkali tanpa referensi agama.

Mayoritas narasi (79 persen) berkembang melalui tips and trick, psikologi populer dan teknik pseudo-ilmiah.

Hanya 21 persen narasi yang tersebar menggunakan referensi agama dan cerita religi.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa kreator konten menyebarkan narasi pengasuhan digital sejalan dengan budaya platform media sosial, yaitu dengan memaksimalkan engagement, personal branding, dan branding narasi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kreator konten sebenarnya adalah “pedagang narasi.” Kreator konten dapat mengkonversi narasi pengasuhan anak menjadi kelas berbayar di ruang online dan offline.

Gambar 6. Promosi Media Sosial dan Monetisasi

Temuan penelitian menunjukkan bahwa kreator konten menggunakan istilah marketing untuk menjual narasi pengasuhan mereka. Biaya pendaftaran disebut “investasi”, fasilitas pendidikan disebut “benefit”, dan kelas- kelasnya disebut “batch”. Nilai investasi untuk kelas-kelas ini bervariasi, tergantung pada manfaat dan popularitas mentor: semakin populer, semakin mahal kelasnya.

AKUN AGREGATOR

• Narasi pengasuhan digital di Indonesia menyebar cepat dan luas karena adanya akun agregator.

• Akun agregator adalah akun-akun yang mengumpulkan dan mendaur ulang konten dari akun pribadi untuk didistribusikan kembali dengan merujuk atau tidak mengutip sumber aslinya sama sekali.

• Visibilitas akun ini terletak pada frekuensi posting; mereka gigih dan kreatif dalam menghasilkan konten

"baru". Kreativitas agregator terlihat dari pemilihan visual yang ketat karena mereka secara rutin mengganti template warna dan font setiap 6-12 postingan agar konten selalu terlihat baru.

• Bentuk konten bervariasi: potongan video dakwah, kutipan, tips dan trik, saran, poster peringatan hari besar, dan repost dari akun agregator lain.

• Akun agregator umumnya eklektik dan tidak terikat pada tokoh agama, ajaran, atau aliran pemikiran tertentu. Sifat eklektik ini meningkatkan kemampuan menyebar narasi dan melampaui batas-batas aliran pemikiran yang kontradiktif.

• Akun agregator mengkanibal narasi dan tagar dari branding tertentu.

• Semangat prasmanan akun agregator memainkan peran penting dalam menyebarluaskan narasi pengasuhan digital. Semangat ini mewakili kebutuhan individu pencari Tuhan yang cenderung menerima dan menerapkan narasi yang sesuai keinginan hati mereka.

(8)

7

Agensi

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa agensi followers kreator konten bersifat paradoks. Di satu sisi, followers aktif atau selalu mempraktikkan otonomi mereka ketika menyerap narasi yang mereka konsumsi. Di sisi lain, followers mengonsumsi konten media sosial dengan alasan mengikuti tren sosial, tekanan peer group, dan rekomendasi algoritma dari platform media sosial. Di sini, otonomi followers dibatasi oleh arsitektur media sosial (algorithmic enclaves) yang mendorong mereka untuk mengonsumsi narasi yang homogen dan terbatas.

Gambar 8. Konsumsi Media Sosial

Studi ini menemukan bahwa

followers

di media sosial menggunakan agensi mereka untuk menerima, mengkritik atau menolak, dan memodifikasi narasi pengasuhan anak. Studi ini juga menemukan bahwa perempuan bersedia menerima narasi pengasuhan yang regresif gender, misalnya, bahwa seorang istri harus tunduk kepada suaminya atau hanya melakukan tugas-tugas rumah tangga. Pilihan ini dibuat atas pemahaman bahwa “karier” rumah tangga seorang istri adalah pintu gerbang menuju surga setelah kehidupan berakhir.

Agensi

Setuju, mendukung, berterima kasih, menambah kontemplasi diri di kolom komentar

Mengkritik atau menolak, karena narasi tersebut (1) berisi opini negatif;

(2) tidak sesuai dengan kenyataan

Memilih dan menafsirkan kembali berbagai narasi agar dapat diterapkan dan relevan dengan kehidupan sehari-hari

MENERIMA MENGKRITIK MEMODIFIKASI

(9)

8

Kesimpulan

Dua narasi utama pengasuhan digital yang teridentifikasi oleh penelitian ini, “memasuki surga sebagai keluarga” dan “membangun peradaban Islam”, menghasilkan dampak-dampak sebagai berikut:

1. Eksklusifisme, diskriminasi, dan melanggengkan kekerasan simbolik dan langsung. Narasi-narasi ini secara langsung mengancam prinsip dan nilai demokrasi yang menekankan kebebasan, kesetaraan, dan keadilan bagi setiap individu.

2. Memperkuat struktur hierarkis dalam keluarga dengan memposisikan laki-laki lebih tinggi dari perempuan.

3. Kemunduran atas kebijakan publik yang diraih dengan susah payah bagi perempuan di Indonesia pasca-Reformasi. Diantaranya adalah Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penguatan Keterwakilan Perempuan di Badan Legislatif.

4. Membatasi praktik keagamaan yang beragam oleh orang atau kelompok yang dianggap sesat.

5. Membatasi peran perempuan pada ranah domestik, yang membatasi peluang ekonomi perempuan dan bertentangan dengan hak-hak perempuan.

6. Dampak terhadap anak yang hanya dianggap sebagai objek pengasuhan. Praktik pengasuhan dalam narasi-narasi ini lebih bersifat indoktrinasi daripada dialog. Model indoktrinasi semacam ini berpotensi menciptakan generasi yang terbiasa dengan nilai-nilai yang diskriminatif, eksklusif, anti plural, anti demokrasi, serta berpotensi melanggengkan kekerasan.

7. Narasi-narasi ini menjadi populer karena visibilitas yang tinggi. Ini karena tingkat produksi konten dan persistensi kreator konten tinggi. Kreator konten ini memiliki banyak followers yang turut menyebarkan narasi yang sama berulang kali.

8. Narasi ini menciptakan ruang bagi followers untuk mempraktikkan agensi mereka ketika

bernegosiasi dengan dua narasi utama tersebut.

(10)

9

Recommendations

1. Menghasilkan narasi pengasuhan alternatif yang dibangun dan didistribusikan menggunakan logika ruang digital. Artinya, mereka harus mampu merepresentasikan budaya platform media sosial yang memperkuat budaya promosi dan gaya hidup:

Mewakili semangat kelas menengah Indonesia yang soleh dan modern

Menyajikan konten dengan cara yang ringan, persuasif, dan menarik secara visual

Memaksimalkan engagement, teknik click-bait, dan berbagai elemen promosi lainnya

Meniru strategi komunikasi administrator kreator konten pengasuhan digital dan agregator untuk mempertahankan visibilitas narasi alternatif

Menggunakan tagar dan mengulang-ulang serial konten untuk memudahkan followers menerima update narasi alternatif

Berkolaborasi dengan influencer berfollowers banyak, misalnya selebriti, yang populer di

kalangan anak muda dan keluarga

2. Hindari adu kepala dengan narasi yang sedang tren karena hanya akan memperkuat kantong algoritmik sertia meningkatkan potensi menguatnya narasi eksklusif dan diskriminatif.

3. Menggunakan strategi kombinasi: mengganggu, mengadopsi, dan membangun narasi alternatif.

Strategi “mengganggu” adalah berkomentar, mengkritik, atau menolak/menyangkal narasi.

Strategi “mengadopsi” adalah mengambil berbagai pola naratif populer dalam tema pengasuhan dan mengubah maknanya menjadi inklusif dan toleran.

Strategi “membangun” adalah menciptakan pemahaman yang baru tentang konseptualisasi keluarga dan peran dalam keluarga dan masyarakat.

4. Instansi pemerintah berperan dalam mencegah meluasnya narasi diskriminatif, eksklusif, dan represif.

Pemerintah dan lembaganya dapat turut membantu dengan:

● Berkampanye tentang keluarga yang berdasarkan prinsip kesetaraan sebagaimana direkomendasikan oleh penelitian ini.

● Memobilisasi sumber daya untuk membantu tersedianya narasi alternatif di platform media sosial.

Gambar

Gambar 1. Metodologi Penelitian, Mixed Methods
Gambar 3. Cluster 1: “masuk surga” and “api neraka”
Gambar 5. Imajinasi “suami” dan “istri”
Gambar 6. Promosi Media Sosial dan Monetisasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga ketika dikatakan kepada mereka, bahwa mereka telah melakukan kesyirikan, mereka akan menolak dan membantah seraya mengatakan, “Dan mereka menyembah selain daripada Allah

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimental dan penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas dari chitosan kulit udang yang diperoleh secara biodegradasi

Biasanya paling modal, terus butuh kesabaran untuk mencari pelanggan serta kalau ada barang yang Rijek itu resiko sendiri dan barang tidak bias di kembalikan9. Bagaimana

Data yang diperoleh sebagai hasil penelitian adalah data kualitas melalui test sebelum dan sesudah perlakuan latihan Sirkuit (Circuit Training) Terhadap Daya Tahan Pada

Daya penyerapan air bromelin kasar diperiksa dengan menggunakan alat Enslin, dimana dibutuhkan sebanyak 1 gram bromelin kasar untuk masing-masing pengamatan yang

Bahan dasar yang seharusnya dimiliki oleh setiap guru untuk membuat penilaian kompetensi keterampilan (KI-4) di buku Laporan Hasil PencapaianPeserta Didik adalah

pembentukan spiritual peserta didik sehingga diharapkan melalui kegiatan. ekstrakurikuler robotika ini dapat menekan angka negatif yang

(2) Pimpinan Perangkat Daerah menyampaikan hasil rancangan Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Sekretaris Daerah melalui Bagian Hukum untuk