5
Proyek konstruksi dapat diartikan sebagai proyek yang melibatkan banyak pihak dan terjadi banyak proses yang kompleks sehingga setiap proyek unik adanya (Santoso, 2004). Sedangkan pengertian proyek konstruksi menurut Ervianto (2005) adalah satu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, ada suatu proses yang mengelola sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan.
Pada umumnya, proyek konstruksi dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan pembangunan fisik, yang dilaksanakan oleh kontraktor. Padahal proyek konstruksi sebenarnya sudah dimulai sejak timbulnya gagasan/ide dari pemilik proyek untuk membangun, yang kemudian proses selanjutnya akan melibatkan dan dipengaruhi oleh berbagai unsur seperti konsultan, kontraktor, termasuk pemiliknya sendiri.
Proses pembangunan proyek kontruksi gedung pada umumnya merupakan kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa pekerjaan konstruksi ini merupakan penyumbang angka kecelakaan yang cukup tinggi. Banyaknya kasus kecelakaan kerja serta penyakit akibat kerja yang sangat merugikan banyak pihak terutama tenaga kerja yang bersangkutan bahkan dapat menelan korban jiwa.
2.1.1 Manajemen Proyek
Manajemen proyek adalah aplikasi pengetahuan (knowledges), keterampilan (skills), alat (tools) dan teknik (techniques) dalam aktivitas proyek untuk memenuhi kebutuhan proyek (PMBOK, 2004). Menurut Wulfram I. Ervianto (2004), Manajemen Proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) sampai selesainya proyek untuk menjamin bahwa proyek dilaksanakan tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu. Sumber daya dalam proyek konstruksi dapat dikelompokkan menjadi manpower, material, machines, money, method.
Dengan kata lain, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan, cara teknis yang terbaik dan dengan sumber daya yang terbatas, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditentukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya, mutu dan waktu, serta keselamatan kerja (Husen, 2011).
2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2.2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Suma’mur (2005), keselamatan kerja adalah rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Keselamatan kerja merupakan sarana untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Adapun menurut wayne (2008) keselamatan adalah perlindungan karyawan dari cedera yang disebabkan oeh kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan.
Keselamatan kerja adalah upaya mengurangi tingkat kecelakaan yang tidak diharapkan saat melakukan pekerjaan pada lingkungan perusahaan. Keselamatan kerja bersasaran disegala tempat kerja, baik di darat di dalam tanah di permukaan air maupun di udara. Keselamatan kerja merupakan tugas dari semua orang yang bekerja
.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
2.2.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, penerapan SMK3 bertujuan untuk:
a. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan Kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi.
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien untuk mendorong produktivitas.
2.2.3 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja meliputi:
1. Penetapan kebijakan K3
Penetapan kebijakan K3 dilakukan oleh pengusaha, dalam menyusun kebijakan tersebut harus memuat:
a. Melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:
- Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko.
- Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik.
- Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan.
- Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan keselamatan.
- Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus.
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam menetapkan kebijakan K3 hendaknya memuat poin-poin berikut ini:
a. Visi,
b. Tujuan perusahaan,
c. Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan,
d. Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
2. Perencanaan K3
Perencanaan yang dilakukan harus mengacu pada kebijakan K3 yang sudah ditetapkan sesuai dengan poin sebelumnya, berikut hal-hal yang perlu dipertimbangkan saat menyusun rencana K3:
a. Hasil penelaahan awal,
b. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko, c. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya, d. Sumber daya yang dimiliki.
Dalam menetapkan rencana K3 harus memuat:
a. Tujuan dan sasaran b. Skala prioritas
c. Upaya pengendalian bahaya d. Penetapan sumber daya e. Jangka waktu pelaksanaan f. Indikator pencapaian g. Sistem pertanggungjawaban
3. Pelaksanaan rencana K3
Dalam melaksanakan rencana K3 didukung oleh sumber daya manusia (SDM) di bidang K3, prasarana dan sarana. Sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pelaksanaan rencana K3 harus memiliki:
a. Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat.
b. Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi dan/atau surat penunjukan dari instansi yang berwenang.
Prasarana dan sarana setidaknya terdiri dari:
a. Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3 b. Anggaran yang memadai
c. Prosedur operasi/kerja, informasi dan pelaporan serta pendokumentasian d. Instruksi kerja.
Dalam melaksanankan rencana K3 harus melakukan kegiatan dalam pemenuhan persyaratan K3 paling sedikit meliputi:
a. Tindakan pengendalian
b. Perancangan (design) dan rekayasa c. Prosedur dan instruksi kerja
d. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan e. Pembelian/pengadaan barang dan jasa f. Produk akhir
g. Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industry h. Rencana dan pemulihan keadaan darurat.
Dalam melaksanakan kegiatan pelaksanaan rencana K3 harus melakukan:
a. Menunjuk sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi kerja dan kewenangan di bidang K3
b. Melibatkan seluruh pekerja/buruh
c. Membuat petunjuk K3 yang harus dipatuhi oleh seluruh pekerja/buruh, orang lain selain pekerja/buruh yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait d. Membuat prosedur informasi
Prosedur informasi harus memberikan jaminan bahwa informasi K3 dikomunikasikan kepada semua pihak dalam perusahaan dan pihak terkait di luar perusahaan.
e. Membuat prosedur pelaporan
- Terjadinya kecelakaan di tempat kerja
- Ketidaksesuaian terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau standar
- Kinerja K3
- Identifikasi sumber bahaya
- Yang diwajibkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Mendokumentasikan seluruh kegiatan.
- Peraturan perundang-undangan di bidang K3 dan standar di bidang K3 - Indikator kinerja K3
- Izin kerja
- Hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko - Kegiatan pelatihan K3
- Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan - Catatan pemantauan data
- Hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut - Identifikasi produk termasuk komposisinya
- Informasi mengenai pemasok dan kontraktor; dan k. audit dan peninjauan ulang SMK3.
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3
Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal SMK3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang kompeten. Apabila perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 maka dapat menggunakan jasa pihak lain.
Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaporkan kepada pengusaha dan digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan/atau standar.
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3
Peninjauan dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Hasil peninjauan digunakan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja. Perbaikan dan peningkatan kinerja dapat dilaksanakan dalam hal:
a. terjadi perubahan peraturan perundang-undangan b. adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar c. adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan d. terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan
e. adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi f. adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja
g. adanya pelaporan dan/atau adanya masukan dari pekerja/buruh.
2.3 Penilaian SMK3
Penilaian penerapan SMK3 dilakukan oleh lembaga audit independen yang ditunjuk oleh Menteri atas permohonan perusahaan. Untuk perusahaan yang memiliki potensi bahaya tinggi wajib melakukan penilaian penerapan SMK3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penilaian yang dilakukan melalui Audit SMK3 meliputi:
a. pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen b. pembuatan dan pendokumentasian rencana K3
c. pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak
d. pengendalian dokumen
e. pembelian dan pengendalian produk f. keamanan bekerja berdasarkan SMK3 g. standar pemantauan
h. pelaporan dan perbaikan kekurangan i. pengelolaan material dan perpindahannya j. pengumpulan dan penggunaan data k. pemeriksaan SMK3
l. pengembangan keterampilan dan kemampuan.
2.3.1 Penetapan Kriteria audit Tiap Tingkat Pencapaian Penerapan SMK3 Pelaksanaan penilaian dilakukan berdasarkan tingkatan penerapan SMK3 yang terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a. Penilaian Tingkat awal
Penilaian penerapan SMK3 terhadap 64 (enam puluh empat) kriteria.
b. Penilaian Tingkat Transisi
Penilaian penerapan SMK3 terhadap 122 (seratus dua puluh dua) kriteria.
c. Penilaian Tingkat Lanjutan
Penilaian penerapan SMK3 terhadap 166 (seratus enam puluh enam) kriteria.
Elemen kriteria pada penerapan SMK3 terdiri dari:
a. Pembangunan dan pemeliharaam komitmen b. Strategi pendokumentasian
c. Peninjauan ulang desain dan kontrak d. Pengendalian dokumen
e. Pembelian
f. Keamanan bekerja berdasarakan SMK3 g. Standar pemantauan
h. Pelaporan dan perbaikan
i. Pengelolaan material dan perpindahannya j. Pengumpulan dan penggunaan jasa k. Audit SMK3
l. Pengembangan keterampilan dan kemampuan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan SMK3 menggunakan metode kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
1. Metode kuantitatif dipakai untuk mengetahui banyaknya jumlah responden yang terdapat dalam susunan kriteria. Pengolahan data melalui metode ini terdapat dalam 2 tahap yaitu:
a. Pemindahan data
Data yang sudah diberi kode maka dipindahkan ke dalam bentuk tabel.
b. Penyajian data
Penyajian data yang dipakai dalam bentuk angka berupa tabel .
Untuk setiap kriteria dihitung persentasenya dengan cara menjumlahkan poin elemen yang menyatakan 5 = Sangat Setuju (SS), 4 = Setuju (S), 3 = Ragu- ragu (R), 2 = Tidak Setuju (TS), 1 = Sangat Tidak Setuju (STS) Sehingga didapatlah persentase masing-masing untuk 5 kriteria tersebut yang dituangkan dalam bentuk tabel.
2. Metode deskriptif kualitatif untuk mengetahui pelaksanaan penerapan SMK3 serta faktor penyebab kertidaksempurnaan penerapannya. Pengertian dari deskriptif adalah penggambaran terhadap suatu permasalahan, sedangkan kualitatif ialah cara penyajian terhadap suatu permasalahan. Maka dari itu metode deskriptif kualitatif dalam penulisan tugas akhir ini ialah menggambarkan kegiatan dan pengelolaan SMK3 pada proyek ini secara sederhana dan menyeluruh.
Tingkat penilaian penerapan SMK3 ditetapkan sebagai berikut:
1. Untuk tingkat pencapaian penerapan 0-59% termasuk tingkat penilaian penerapan kurang.
2. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84% termasuk tingkat penilaian penerapan baik.
3. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85-100% termasuk tingkat penilaian penerapan memuaskan.
Selain penilaian terhadap tingkat pencapaian penerapan SMK3, juga dilakukan penilaian terhadap perusahaan berdasarkan kriteria yang menurut sifatnya dibagi atas 3 (tiga) kategori, yaitu:
1. Kategori Kritikal
Temuan yang mengakibatkan fatality/kematian.
2. Kategori Mayor
a. Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan b. Tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3
c. Terdapat temuan minor untuk satu kriteria audit di beberapa lokasi.
3. Kategori Minor
Ketidakkonsistenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan perundang- undangan, standar, pedoman, dan acuan lainnya.
2.3.2 Statistical Program for Social Science (SPSS)
Penelitian ini menggunakan program aplikasi computer SPSS untuk mengolah dan menganalisis uji validitas dan reabilitas kuisioner.
2.3.2.1 Uji Instrumen Penelitian a. Uji Validitas
Uji validitas diartikan sebagai pengujian untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Validitas suatu instrumen akan menggambarkan tingkat kemampuan alat ukur yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok
pengukuran. Dengan demikian permasalahan instrumen (kuisioner) akan menunjukan pada mampu tidaknya instrumen (kuisioner) tersebut mengukur objek yang diukur. Apabila instrumen tersebut mampu mengukur apa yang diukur maka disebut valid, sebaliknya apabila tidak mampu mengukur apa yang diukur maka dinyatakan tidak valid.
Penelitian ini menggunakan uji validitas isi dan validitas tampang. Validitas isi menunjukkan bahwa aitem-aitem yang dimaksudkan untuk mengukur sebuah konsep, memberikan kesan mampu mengungkap konsep yang hendak di ukur (Sekaran, 2006). Validitas tampang merupakan Validitas tampang adalah validitas yang paling rendah signifikannya karena hanya didasarkan pada penilaian format penampilan tes dan kesesuaian konteks aitem dengan tujuan ukur tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi (Azwar, 2003).
Alasan peneliti menggunakan validitas isi karena pengukuran dan penilaian skala didasarkan pada kisi-kisi pencapaian skala yang telah ditentukan. Uji validitas diuji oleh ahli sehingga disebut dengan expert judgement. Peneliti memilih dua orang ahli sebagai validator instrumen dalam penelitian ini yaitu dosen pembimbing. Pemilihan kedua ahli tersebut didasari oleh keahlian yang dimiliki oleh ahli pada bidangnya masing-masing. Kedua dosen pembimbing sebagai ahli atau validator penelitian ini adalah ahli konstruk, ahli isi atau materi, dan ahli bahasa. Validitas tampang (face validty) dilakukan dengan meminta pendapat dosen lain untuk dilakukan uji keterbacaan dan melihat pemahaman subjek terhadap kalimat yang digunakan dalam menyusun item-item pada alat ukur tersebut.
Rumus Validitas:
R htiung > R tabel = VALID
R hitung < R tabel = TIDAK VALID
b. Uji Reliabilitas
Tujuan dari uji reabilitas adalah untuk mengetahui konsistensi dan stabilitas angket. Dengan demikian, alat ukur tersebut akan memberikan hasil yang sama meskipun digunakan berkali-kali baik peneliti yang sama maupun peneliti yang berbeda. Rumus Reliabilitas:
Alpha > R tabel = KONSISTEN
Alpha < R tabel = TIDAK KONSISTEN
R Tabel didapatkan dengan mengetahui N = Jumlah Narasumber kemudian di distribusikan pada tabel distribusi nilai R tabel siginifikan 5%.
2.3.2.2 Analisis Faktor
Menurut Malhotra (2006: 288) menyatakan analisis faktor adalah sekelompok prosedur atau metode yang dipakai untuk mengurangi atau meringkas data. Dalam analisis faktor tidak dibedakan antara variabel dependen dan variabel independen. Seluruh variabel atau faktor yang akan diteliti mempunyai hubungan yang saling tergantung. Dengan demikian analisis faktor merupakan suatu bentuk teknik saling bergantung (independent tecnigue) yaitu teknik statistic multivariate di mana variabel-variabel yang diuji mempunyai hubungan yang saling tergantung dengan tujuan utamanya adalah menentukan satu atau beberapa variabel yang diyakini sebagai sumber yang dilandasi seperangkat variabel nyata.
Menurut Maholtra (2006: 291-301) langkah-langkah analisis faktor sebagai berikut:
1) Memformulasikan/Merumuskan Masalah
Masalah dirumuskan denagan pendekatan kerangka pemikiran analisis yang didasarkan oleh teori-teori atau publikasi-publikasi ilmiah sehingga variabel- variabel yang diteliti dapat ditentukan.
2) Korelasi Matrik dan Uji Independensi
Pada tahap ini setelah data terkumpul diolah dengan computer, akan diperoleh koefisien korelasi antar variabel sehingga membentuk matrik korelasi
dengan variabel lain yang dikeluarkan dari analisis. Di samping itu pada tahap ini sekaligus dapat diketahui variabel yang memiliki multi kolonieritas, dengan koefisisen korelasi lebih tinggi dari 0,8, sehingga bila hal ini terjadi maka variabel tersebut dijadikan satu atau dipilih salah satu untuk dianalisis lebih lanjut.
3) Menetapkan Metode Analisis Faktor
Dalam hal ini penentuan analisis faktor dilakukan dengan teknik principal component analysis. Pada langkah ini kan diketahui sejumlah faktor yang mewakili seperangkat variabel yang dianalisa Berdasarkan nilai Eigen Value serta prosentase varian total. Meskipun semua variebel dikelompokkan secara apriori ke dalam beberapa faktor namun demikian untuk tujuan analisis dan interpretasi lebih lanjut maka pengelompokan kembali dilakukan berdasarkan analisa principal component analysis. Dengan demikian faktor yang layak mewakili sekelompok variabel minimal harus memiliki nilai Eigen Value dama dengan satu (1,00).
Bila matrik faktor mula-mula masih sulit untuk diinterpretasikan maka akan dilakukan rotasi faktor, untuk memperjelas dan mempertegas masing maisng faktor dalam setiap faktor sehingga lebih mudah untuk diinterprestasikan.
Dengan memperhatikan nilai Eigen Value, prosentase varian dan faktor loading serta matrik faktor, kita dapat menentukan pengelompokan variabel tersebut sebagai suatu faktor.
a) Menyeleksi/Menentukan variabel Surragate.
b) Surragate variabel merupakan variabel yang dikenal sebagai variabel yang layak mewakili setiap faktor cara menentukan tertinggi.
Untuk menguji model yang digunakana tepat atau tidak, digunakan penguji model analisis dengan melihat besarnya prosentase korelasi residual >5% atau
>10%. Semakin tinggi nilai prosentase tersebut akan semakin tidak layak kemampuan model dalam menjelaskan data yang ada.
4) Menentukan Jumlah Faktor
Jumlah fakror yang harus diekstrasi dapat ditentukan secara priori atau berdasarkan nilai eigen value, plot scree, presentase varians, keandalan bagi dua atau uji signifikansi.
5) Merotasi Faktor
Suatu output penting dari analisis faktor adalah matriks faktor yang disebut juga matriks pola faktor. Matriks faktor berisi koefisien yang digunakan untuk menyatakan variable-variable standarisasi dalam faktor tersebut. Suatu koefisien muatan faktor mewakili korelasi antar faktor dengan variable-variable. Rotasi faktor diperlukan untuk menformulasikan matriks faktor menjadi sebuah faktor yang lebih sederhana.
6) Menafsirkan Faktor
Menafsirkan faktor dilakukan dengan mengidentifikasi variable variable yang mempunyai muatan yang besar pada faktor yang sama. Faktor ini dapat ditafsirkan menurut variable variable yang memberi muatan yang tinggi pada faktor tersebut.
7) Menghitng skor Faktor Skor
Skor faktor dapat dihitung untuk setiap responden. Alternatif lainya variable variable pengganti, bias dipilih untuk masing-masing faktor sebuah variable dengan muatan tertinggi atau dengan muatan mendekati muatan tertinggi.
8) Memilih variable variable pengganti
Pemilihan variable pengganti meliputi pemilihan beberapa variable asal untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. Dengan menguji matriks faktor kita dapat memilih setiap faktor variable muatan tertinggi atas faktor tersebut.
9) Menentukan model fit
Langkah terakhir dalam analisis faktor adalah penentuan sebuah keseuaian model. Asumsi dasar yang mendasari analisis faktor adalah bahwa korelasi pengamatan antar variable dapat disebabkan oleh faktor faktor biasa. Perbedaan antara korelasi pengamatan dengan korelasi hasil reproduksi dapat diuji untuk menentukan kesesuaian model.