• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK PAPARAN CAHAYA BIRU MEMPERBAIKI GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF DAN MENURUNKAN KADAR MELATONIN SERUM PADA PERAWAT KERJA GILIR RSUP SANGLAH DENPASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK PAPARAN CAHAYA BIRU MEMPERBAIKI GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF DAN MENURUNKAN KADAR MELATONIN SERUM PADA PERAWAT KERJA GILIR RSUP SANGLAH DENPASAR"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PAPARAN CAHAYA BIRU MEMPERBAIKI GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF DAN MENURUNKAN KADAR MELATONIN SERUM PADA

PERAWAT KERJA GILIR RSUP SANGLAH DENPASAR

Tidur merupakan suatu kebutuhan dasar dan aktifitas rutin yang dilakukan manusia. Bila kualitas dan kuantitas tidur secara optimal tidak didapatkan, maka akan terjadi dampak negatif pada manusia. Seorang yang bekerja dengan sistem kerja gilir, seperti perawat biasanya mengalami gangguan tidur. Perawat yang mengalami gangguan tidur dapat mengganggu fungsi kognitif sehingga dapat membahayakan jiwa pasien yang dirawatnya.

Penelitian ini dilakukan pada perawat kerja gilir RSUP Sanglah Denpasar dengan mengambil subyek penelitian para perawat kerja gilir yang mengalami gangguan fungsi kognitif, jumlah subyek penelitian ini berjumlah 24 orang terbagi menjadi 12 orang mendapatkan paparan cahaya biru dan 12 orang mendapatkan paparan cahaya putih.

Pada uji student t test berpasangan didapatkan peningkatan fungsi kognitif pada kelompok yang diberikan cahaya biru lebih besar dari subjek yang diberikan cahaya putih dan berbeda bermakna secara statistik. Hasil uji student t test tidak berpasangan (independent) didapatkan nilai rerata peningkatan fungsi kognitif kelompok yang diberikan cahaya biru lebih besar dari kelompok yang diberikan cahaya putih ( p<0,001). Kadar melatonin serum pada kelompok cahaya biru menunjukkan penurunan yang berbeda bermakna, sedangkan kadar melatonin serum pada kelompok cahaya putih menunjukkan penurunan tidak berbeda bermakna, hasil uji student t test independent menunjukkan nilai rerata penurunan kadar melatonin serum berbeda bermakna pada kedua kelompok dengan nilai p=0,002.

Hasil ini menunjukkan paparan cahaya biru lebih efektif memperbaiki fungsi kognitif dan menurunkan kadar melatonin serum pada perawat kerja gilir dibandingkan cahaya putih

(2)

ABSTRACT

BLUE LIGHT EXPOSURE REPAIRS COGNITIVE DYSFUNCTION AND REDUCING SERUM MELATONIN LEVEL IN SHIFT NURSES IN SANGLAH HOSPITAL DENPASAR

Sleep is basic need and routine activity in human life. If optimal quality and quantity of sleep is not obtained, there will be a negative impacts. For those working with shifts work system, e.g. nurses, sleep deprivation is common. This will cause cognitive dysfunction and patient's safety might be an issue.

We studied nurses with shifts in Sanglah General Hospital who had cognitive function (n=24) and later grouped as those receiving blue light exposure (n=12) and those receiving white light exposure (n=12).

Paired student t test revealed greater significant improvement in cognitive function with blue light compared with the group with white light. The independent student t test showed the mean for cognitive improvement in the blue light group was significantly greater than white light group (p<0,001). Serum melatonin levels in the blue light group showed a significantly decrease, while the serum melatonin level in the white group showed no significant decrease, the indenpendent student t test showed the mean value or serum melatonin decreased significantly in both groups (p=0,002).

This result shows that blue light exposure is more effective in improving cognitive function and decreasing melatonin level in shift nurses compared to white light.

(3)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PRASYARAT GELAR...ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

LEMBAR PERSETUJUAN...iv

UCAPAN TERIMA KASIH...v

ABSTRAK...viii

ABSTRACT...ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

DAFTAR SINGKATAN...xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian...5 1.4 Manfaat Penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6

2.1 Perawat... 6

2.1.1 Definisi... 6

2.1.2 Tugas perawat...6

2.1.3 Perawat kerja gilir... 6

2.2 Fungsi kognitif... 8

2.2.1 Definisi... 8

2.2.2 Fisiologi...8

2.2.3 Aspek Fungsi Kognitif... 11

2.2.3.1 Memori... 11

2.2.3.2 Bahasa... 13

2.2.3.3 Praksis... 14

(4)

2.2.3.5 Atensi...15 2.2.3.6 Orientasi... .15 2.2.3.7 Kalkulasi...17 2.2.3.8 Eksekutif...17 2.2.3.9 Abstraksi...18 2.2.4 Metode Pengukuran...18 2.3 Irama Sirkadian... 19 2.3.1 Traktus Retinohipotalamik (TRH)... 21 2.3.2 Suprachiasmatic Nuclei (SCN)...22 2.3.3 Melatonin...25 2.3.4 Cahaya biru...29

2.3.5 Gangguan irama sirkadian...31

2.3.5.1 Delayed Sleep Phase Type (DSPT)... .31

2.3.5.2 Advanced Sleep Phase Type (ASPT)... ...32

2.3.5.3 Irregular sleep-wake Type...32

2.3.5.4 Free- Running ( Non- entrained) Type...32

2.3.5.5 Jet Lag type... ...33

2.3.5.6 Shift Work Type... ...33

2.3.6 Kantuk ( Sleepiness)...34

2.3.6.1 Definisi... ...34

2.3.6.2 Mekanisme kantuk... ...35

2.3.5.3 Metode Pengukuran...37

2.4 Gangguan fungsi kognitif pada perawat kerja gilir...37

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN...40

3.1 KERANGKA BERPIKIR... ...40

3.2 KONSEP... ....42

3.3 HIPOTESIS PENELITIAN...43

BAB IV METODE PENELITIAN...44

4.1 Rancangan Penelitian... ...44

(5)

4.3 Ruang Lingkup Penelitian...45

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian... ...45

4.4.1 Populasi target... ...45

4.4.2 Populasi terjangkau... ...45

4.4.3 Kriteria sampel... ...46

4.4.3.1 Kriteria inklusi...46

4.4.3.2 Kriteria eksklusi... ...47

4.4.3.3 Kriteria drop out... ...47

4.4.4 Besar Sampel...48

4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel...49

4.5 Variabel Penelitian... ...50

4.6 Definisi Operasional...50

4.7 Alat Pengumpul Data... ...53

4.8 Prosedur Penelitian...54

4.9 Pengolahan dan Analisis Data...56

BAB V HASIL PENELITIAN...57

5.1 Karakteristik dasar Subyek Penelitian...57

5.2 Hubungan Faktor-Faktor Lain dengan Gangguan Fungsi Kognitif Pada Perawat Kerja Gilir...59

5.3 Efek Paparan Cahaya Biru dan Paparan Cahaya Putih Terhadap Perbaikan Gangguan Fungsi Kognitif (MoCA-INA)...60

5.4 Efek pemberian cahaya biru dan cahaya putih terhadap penurunan kadar melatonin serum...63

BAB VI PEMBAHASAN... ...65

6.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian...65

6.2 Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Fungsi Kognitif...67

6.3 Efek Paparan Cahaya Biru dan Paparan Cahaya Putih Terhadap Perbaikan Gangguan Fungsi Kognitif (MoCA-INA)...68

6.4 Efek pemberian cahaya biru dan cahaya putih terhadap penurunan kadar melatonin serum... ...70

(6)

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...72 DAFTAR PUSTAKA... .73

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Neurotransmiter yang dipengaruhi cahaya...23

Tabel 5.1 Karakteristik dasar subyek penelitian...58

Tabel 5.2 Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Fungsi Kognitif...59

Tabel 5.3 Perbandingan rerata skor MoCA-INA antara sebelum dan sesudah pemberian cahaya pada masing-masing kelompok penelitian... 61

Tabel 5.4 Rerata peningkatan MoCA-INA antara kelompok pemberian Cahaya biru dengan kelompok pemberian cahaya putih...62

Tabel 5.5 Perbandingan rerata kadar melatonin serum antara sebelum dan sesudah pemberian cahaya pada masing-masing kelompok penelitian... ...63

Tabel 5.6 Rerata penurunan kadar melatonin serum antara kelompok pemberian cahaya biru dengan kelompok pemberian cahaya putih...64

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema irama sirkadian manusia... ...21

Gambar 2.2 Anatomi dan neuroanatomi dari SCN...24

Gambar 2.3 Sintesis dan metabolisme melatonin... ...26

Gambar 2.4 Fisiologi sekresi melatonin...27

Gambar 2.5 Variasi kadar melatonin...29

Gambar 2.6 Berbagai panjang gelombang cahaya... ...30

Gambar 2.7 Hubungan antara panjang gelombang cahaya dengan kadar melatonin...31

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir... ...41

Gambar 3.2 Kerangka Konsep... ...42

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian... ...44

(8)
(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance... ....80

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian... ...81

Lampiran 3. Informed Consent...82

Lampiran 3. Pengumpulan Data...86

Lampiran 4. HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)... ...88

Lampiran 5. HAMILTON ANXIETY RATING SCALE (HARS)...95

Lampiran 6. The Epworth Sleepiness Scale...99

Lampiran 7. Montreal Cognitive Assesment- Indonesia ( MoCA-INA)...101

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tidur merupakan suatu kebutuhan dasar dan aktifitas rutin yang dilakukan manusia. Bila kualitas dan kuantitas tidur secara optimal tidak didapatkan, maka akan terjadi dampak negatif pada manusia. Gangguan tidur yang biasa dialami adalah berkurangnya waktu tidur, maupun gangguan kualitas tidur. Seorang yang bekerja dengan sistem kerja gilir, seperti perawat biasanya mengalami gangguan tidur. Perawat yang mengalami gangguan tidur dapat mengganggu fungsi kognitif sehingga dapat membahayakan jiwa pasien yang dirawatnya.

Sistem kerja gilir adalah bekerja diluar jam kerja normal, baik itu bergilir atau berotasi dengan sifat kerja tetap atau permanen ( Handayani, 2008). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dedang (2016) menjelaskan bahwa didapatkan 63,6% dari perawat kerja gilir mengalami kualitas tidur yang buruk. Hal seperti ini juga didapatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Alawiyah (2008) dimana didapatkan 31,7% perawat kerja gilir mengalami kualitas tidur buruk, dan Ardani (2013) menjelaskan bahwa dalam penelitiannya didapatkan 64,7% perawat kerja gilir di ruang rawat inap memiliki kualitas tidur buruk.

Gangguan tidur ini jika terjadi dalam jangka waktu lama akan berpengaruh dalam fungsi kognitif seseorang. Gangguan fungsi kognitif ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas kerja seorang perawat. Sistem kerja gilir perawat dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Gangguan fungsi kognitif

(11)

2

tersering yang dialami oleh perawat kerja gilir terutama gangguan dalam fungsi atensi dan fungsi konsentrasi (Pribadi, dkk., 2013; Dedang, dkk., 2016). Perawat kerja gilir yang mengalami gangguan fungsi kognitif didapatkan sebesar 47,3% dari 55 sampel ( Dedang, dkk., 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Pribadi (2013) menyatakan dari beberapa domain fungsi kognitif, didapatkan domain fungsi atensi dan konsentrasi memiliki hubungan yang bermakna dengan kualitas tidur buruk ( p 0,031).

Perawat membutuhkan tingkat atensi dan daya konsentrasi yang tinggi dalam pekerjaannya. Perawat yang bekerja dengan atensi dan daya konsentrasi yang rendah akan sangat membahayakan jiwa pasien yang dirawatnya (Scott, dkk., 2006; Moreno-Casbas, dkk., 2013; Oliviera,dkk., 2013; Santhi, dkk., 2013). Didapatkan 65% dari 502 perawat kerja gilir mengeluhkan kesulitan untuk tetap terjaga saat sedang bekerja lebih dari 12 jam di malam hari, sedangkan 20% diantaranya malah mengatakan dirinya tertidur saat bekerja. Selain itu, dilaporkan juga bahwa perawat yang bekerja lebih dari 12 jam memiliki kesempatan sebesar 27% untuk melakukan kesalahan dalam pekerjaannya dan sekitar 38% untuk nyaris melakukan kesalahan saat bekerja (Scoot, dkk., 2006). Dari keseluruhan kesalahan dalam bekerja, kesalahan tersering adalah kesalahan dalam administrasi pemberian obat seperti kesalahan pemberian jenis obat, kesalahan penghitungan dosis obat. Perawat yang bekerja lebih dari 12 jam meningkatkan dua kali lipat kesalahan dalam pekerjaannya dan dihubungkan dengan rendahnya tingkat atensi dan konsentasi perawat ( Scott, dkk., 2006).

(12)

3 Tingkat atensi dan konsentrasi yang rendah pada perawat kerja gilir dikaitkan dengan tingginya kadar melatonin dalam darah saat mereka bekerja. Kadar melatonin yang rendah itu sesuai dengan irama sirkadian manusia. Irama sirkadian adalah suatu proses biologis ritmis yang menyebabkan perubahan fisik, mental, perilaku sesuai dengan siklus 24 jam. Irama sirkadian berfungsi mengatur berbagai irama tubuh antara lain irama bangun- tidur, temperatur tubuh, tekanan darah dan pola sekresi hormon (Huang, dkk., 2011). Sekresi melatonin dan irama sirkadian saling mempengaruhi. Sekresi melatonin akan meningkat saat kondisi gelap dan akan bertahan dalam kadar rendah selama periode terang (Antonio,dkk., 2007). Melatonin di isolasi pertama kali oleh Aaron Lerner pada awal tahun 1958 dari pineal kerbau, dan mendokumentasikan efek hipnotiknya. Melatonin biasanya disintesis di glandula pineal, meskipun juga dapat diproduksi di retina dan traktus gatrointestinal. Melatonin dibentuk dari asam amino esensial triptophan melalui serotonin melalui beberapa tahapan. Melatonin merupakan hormon yang biasanya berperan dalam pengaturan ritme sirkadian, khususnya siklus bangun-tidur. Siklus ini dibawah kontrol nukleus suprakiasmatik (SCN) (Shamseer dan Vohra, 2009).

Informasi fotik yang disampaikan ke bagian sentral melalui serabut retinohipotalamik saat siang hari akan menghambat sintesis melatonin ( Claustrat,dkk., 2005). Melatonin memiliki reseptor membran pada otak dan mempengaruhi fisiologi intraseluler. Diketahui bahwa fungsi fisiologi melatonin pada tidur diatur oleh reseptor membran, yaitu dengan mengaktifkan reseptor membran protein ganda G MT1 ( Melatonin 1a) dan MT2 (Melatonin 1b) melalui berbagai mekanisme pergangtian sinyal yang mempengaruhi fisiologi intraseluler. Reseptor MT 1 dan MT2 tidak ditemukan diseluruh area otak, namun ditenukan di hipotalamus, talamus, ganglia basal, serebelum, hipokampus, daerah korteks serebral tertentu dan mata

(13)

4 (Jan,dkk., 2008; Jan,dkk., 2011). Reseptor MT1 terutama terlibat dalam penghambatan mekanisme terjaga (wakefulness), sementara reseptor MT2 memiliki efek langsung pada tidur (Slats,dkk., 2012).

Untuk meningkatkan fungsi atensi dan fungsi konsentrasi pada pekerja dengan sistem kerja gilir dibutuhkan suatu cara untuk dapat menurunkan kadar melatonin dalam darah. Salah satu yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar melatonin adalah dengan memberikan paparan cahaya. Penelitian yang dilakukan oleh Beaven dan Ekstrom (2013) membandingkan pemberian paparan cahaya dan pemberian kafein pada orang normal, didapatkan hasil bahwa pemberian paparan cahaya biru lebih signifikan meningkatkan atensi dan konsentrasi seseorang. Lockley dkk (2006) menjelaskan bahwa paparan cahaya dengan panjang gelombang pendek dapat mempengaruhi irama sirkadian dalam menurunkan kadar melatonin sehingga didapatkan atensi dan daya konsentrasi seseorang akan meningkat. Pemberian paparan cahaya dengan panjang gelombang pendek, salah satunya cahaya biru, saat malam hari dikatakan dapat menurunkan kadar melatonin dalam darah (Figueiro,dkk., 2010; Aube,dkk., 2013; Gabel,dkk., 2013; Shadab,dkk., 2013; Wahnschaffe,dkk., 2013). Penurunan kadar melatonin saat malam hari dihubungkan dengan peningkatan fungsi atensi dan fungsi konsentrasi (Beaven dan Ekstrom, 2013; Slama,dkk., 2015).

Saat ini di Indonesia sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa perawat kerja gilir mempunyai gangguan fungsi kognitif. Namun sepanjang pengetahuan penulis belum ada penelitian yang melakukan intervensi untuk meningkatkan fungsi kognitif perawat kerja gilir. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian pemberian paparan cahaya biru dapat meningkatkan fungsi

(14)

5 kognitif pada perawat kerja gilir.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah paparan cahaya biru dapat digunakan untuk memperbaiki gangguan fungsi kognitif dan menurunkan kadar melatonin?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah paparan cahaya biru dapat memperbaiki gangguan fungsi kognitif dan menurunkan kadar melatonin pada perawat kerja gilir di RSUP Sanglah, Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat akademis: menguatkan teori yang sudah ada yaitu paparan cahaya biru memperbaiki gangguan fungsi kognitif.

2. Manfaat praktis:

Apabila hipotesis penelitian terbukti diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan bahwa paparan

cahaya biru dapat digunakan untuk memperbaiki gangguan fungsi kognitif. b. Membantu memperbaiki gangguan fungsi kognitif pada perawat atau

Referensi

Dokumen terkait

Data primer diperoleh dengan melakukan kerja langsung dan diskusi langsung dengan staf pengadaan berupa data staf produksi mengenai diskusi langsung dengan staf pengadaan

Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 34

(2007), aktiviti integrasi tanaman dan ternakan bukan sahaja akan menyumbang kepada penjanaan pendapatan, tetapi juga untuk produktiviti tanaman yang lebih tinggi kerana ia memberi

Melihat perkembangan keilmuan teknik industri dalam lingkup teknologi rapid prototyping dan dampaknya bagi manusia melalui sistem dan upayanya dalam mewujudkan kondisi yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa moralitas asketik yang digunakan dalam novel heptalogi Syekh Siti Jenar berupa moralitas yang sarat dengan humanisme dan terikat

Kajian dijalankan bertujuan untuk menghasilkan pembangunan PBK berasaskan masalah yang merangkumi subjek grafik yang diharap dapat membantu pelajar mempelajari grafik

[r]

Pada penelitian ini juga ditemukan faktor yang memengaruhi optimisme remisi pada pasien RA yaitu keinginan untuk merawat anak dengan memberikan pendidikan yang