1 OPTIMASI SUHU ANNEALING PASANGAN PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI
DAERAH ETS (EXTERNAL TRANSCRIBED SPACER) PADA TUMBUHAN DURIK-DURIK (Syzygium sp.) ASAL RIAU
Nur Aisyah1), Dewi Indriyani Roslim2)
1)Mahasiswa Program Studi S1 Biologi
2)Dosen Bidang Genetika Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru. 28293, Indonesia.
ABSTRACT
PCR (Polymerase chain reaction) is a technique for amplification target genes using specific primers. The PCR process consists of three stages, namely denaturation of template DNA, annealing and polymerization of DNA chain (extensions). The successful of a PCR is influenced by the PCR components and primer annealing temperature. This research was conducted to obtain optimal annealing temperature for the amplification of the ETS region.
The PCR components were such as DreamTaq DNA Polymerase (Thermo Scientific) and a primer of Myrtf and 18SR. The optimal annealing temperature for PCR of the ETS region was 56,8°C. The amplicon obtained in this study was approximately 500 bp.
Key Words: annealing temperature, DNA polymerase, ETS region, PCR, Syzygium.
ABSTRAK
PCR (polymerase chain reaction) merupakan teknik penggandaan gen target dengan menggunakan primer tertentu. Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA cetakan, penempelan primer (annealing), dan polimerisasi rantai DNA (extension).
Keberhasilan suatu PCR dipengaruhi oleh komponen PCR dan didukung oleh adanya primer.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan suhu annealing yang optimal untuk mangamplifikasi daerah ETS. Komponen PCR diantaranya menggunakan DreamTaq DNA Polymerase (Thermo Scientific) dan menggunakan sepasang primer Myrtf dan 18SR. Suhu annealing yang optimal untuk PCR daerah ETS adalah 56,8°C. Hasil amplifikasi didapatkan sekuen ETS berukuran 500 bp.
Kata Kunci: daerah ETS, DNA polymerase, PCR, suhu annealing, Syzygium.
2 PENDAHULUAN
PCR (Polymerase chain reaction) merupakan teknik penggandaan gen target dengan menggunakan primer tertentu.
Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA cetakan, penempelan primer (annealing), dan polimerisasi rantai DNA (extension). Denaturasi merupakan proses pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA. Kedua utas tunggal tersebut akan menjadi tempat penempelan primer dan cetakan dalam pemanjangan atau sintesis DNA baru oleh DNA polimerase (Nugroho and Rahayu 2017).
Annealing merupakan tahap disaat primer akan menuju daerah spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada cetakan (Gaffar 2007).
Selanjutnya terjadi elongasi, yaitu proses perpanjangan rantai DNA yang terjadi pada suhu 720C. Primer yang menempel akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’ dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan cetakanya (Gaffar 2007)
Keberhasilan suatu PCR dipengaruhi oleh komponen PCR dan didukung oleh adanya primer. Primer yang menempel pada cetakan menjadi tidak sempurna disebabkan karena tidak tepatnya konsentrasi
komponen-komponen PCR dan pengaruh kualitas DNA cetakan. Konsentrasi DNA cetakan berhubungan dengan konsentrasi primer, sehingga perlu dicari optimalisasi rasio antara konsentrasi DNA cetakan dengan primer (Martida dan Pharmawati 2016). Pengaturan suhu pada tahap annealing pada proses PCR juga sangat berpengaruh pada proses pelekatan primer.
Suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan primer gagal melekat (Langga et al. 2012).
Primer Myrtf dan 18SR merupakan sepasang primer yang digunakan untuk mengamplifikasi daerah ETS. Urutan ETS yang khas pada suatu organisme dapat digunakan untuk melacak filogeninya.
Urutan pengkodean pada wilayah nonkoding dapat menunjukkan variasi yang berbeda antar spesies (Alonso et al. 2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suhu annealing yang optimal untuk mangamplifikasi daerah ETS.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2019 – Maret 2020. Bertempat di Laboratorium Genetika, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
3 Alam, Universitas Riau. Pengambilan
sampel dilakukan di Danau Kajuik, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: gunting, timbangan digital (Accuris INSTRUMENTS), pestel mikro, tabung 1,5 ml (Axygen), waterbath (P selecta), pipet mikro (VWR), tip mikro (Axygen), mesin sentrifus (Benchmark), mesin PCR (Hercuvan), hot plate, alat elektroforesis (Mupid. eXu), kamera digital (OLYMPUS SP-500 UZ) dan UV transiluminator (VILBER LOURMAT).
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun tanaman durik-durik (Syzygium sp.), akuades, ddH2O, buffer TE pH 8, etanol absolut, nitrogen cair, kit isolasi DNA (Genomic DNA Mini Kit Plant (Geneaid)
Isolasi DNA Total
DNA total tumbuhan durik-durik di ekstraksi menggunakan Genomic DNA mini kit Plant (Geneaid). Tahapan proses isolasi mengikuti prosedur yang telah ditetapkan berdasarkan instruksi pabrik.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Primer Myrtf dan 18SR digunakan untuk amplifikasi daerah ETS. Urutan primernya yaitu; Myrtf 5’- CAT GGG CGT GTG AGT GGT GA-3’, 18SR 5’- GAG CCA TTC GCA GTT TCA CAG A-3’.
Amplifikasi dilakukan dalam 50 µl reaksi PCR menggunakan Dream Taq DNA Polymerase (Thermo Scientific).
Komponen PCR terdiri dari 5 µl (1X) buffer PCR, 2,5 µl (0,1 µM) dNTPs, 2 µl (0,4 µM) primer forward, 2 µl (0,4 µM) primer reverse, 0,2 µl (1 U) Taq DNA polimerase, 1 µl DNA durik-durik (Syzygium sp.) dan 37,3 µl ddH2O.
Program PCR yang digunakan terdiri dari tahapan pra-PCR dengan suhu 95°C selama 3 menit, denaturasi dengan suhu 95°C selama 30 detik, penempelan primer dilakukan dengan beberapa suhu optimasi.
Suhu optimasi yang digunakan adalah Tm rata-rata (58.95 ºC), Tm-5 (53,95 ºC), Tm-2 (56,95ºC). Tahap selanjutnya elongansi dengan suhu 72°C selama 1 menit serta pasca-PCR dengan suhu 72°C selama 10 menit.
4 Elektroforesis
Elektroforesis hasil PCR dilakukan dengan menggunakan 1% gel agarose dan 1 µl etidium bromida sebagai pewarna pita DNA dalam 1x buffer TBE (Tris-Borate- EDTA pH 8.0). Proses elektroforesis dilakukan pada tegangan 50 volt selama 45 menit menggunakan mesin elektroforesis.
Hasil elektroforesis divisualisasi di atas lampu UV, kemudian difoto menggunakan kamera digital berfilter UV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
DNA hasil isolasi menggunakan Genomic DNA mini kit Plant (Geneaid) kemudian diamplifikasi dengan primer Myrtf dan 18SR menggunakan teknik PCR.
Hasil amplifikasi dicek menggunakan elektroforesis. Hasil elektroforesis dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil optimasi suhu annealing primer MyrtF dan 18SR pada tumbuhan durik-durik (Syzygium sp.). (M) 1 kb DNA ladder (Thermo Scientific), (1) pita ETS pada suhu 59,0°C, (2) pita ETS
pada suhu 56,8°C, (3) pita ETS pada suhu 53,4°C.
Hasil elektroforesis produk PCR menunjukkan bahwa pita-pita DNA yang terbentuk berukuran 500 bp. Pita yang terbentuk terlihat jelas, utuh dan tidak smear.
Hasil elektroforesis pada Gambar 1 menunjukkan bahwa primer MyrtF dan 18SR mampu diaplikasikan untuk mengamplifikasi daerah ETS pada tumbuhan durik-durik (Syzygium sp.).
Menurut Aris (2011), keberhasilan amplifikasi lebih didasarkan kepada kesesuaian primer serta efisiensi dan optimasi proses PCR. Primer yang tidak spesifik dapat menyebabkan teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau tidak ada daerah genom yang teramplifikasi.
Panjang nukleotida primer MyrtF adalah 20 nukleotida dan 18SR adalah 22 nukleotida. Primer yang digunakan telah sesuai dengan syarat primer yang baik menurut Yuwono (2006), yaitu panjang primer berkisar 18 hingga 28 nukleotida.
Optimasi suhu annealing menjadi bagian yang paling penting dalam proses amplifikasi (Roux 2003). Suhu annealing yang terlalu rendah dan terlalu tinggi
5 menyebabkan primer tidak dapat melekat
pada tempat yang spesifik sehingga hasil amplifikasi DNA target tidak didapatkan (Ekasari 2011). Pada penelitian ini didapatkan suhu terbaik untuk amplifikasi daerah ETS ini adalah pada suhu Tm-2 dengan suhu 56,8 °C. Hal ini dapat dilihat dari pita yang terbentuk pada suhu 56,8 °C lebih jelas dan tidak smear dibandingkan dengan pita pada suhu lainnya.
KESIMPULAN
Suhu annealing yang optimal untuk PCR daerah ETS adalah suhu 56,8 °C. Hasil amplifikasi didapatkan bahwa daerah ETS memiliki ukuran 500 bp.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRPM) yang telah memberikan dukungan dana melalui Hibah Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT) tahun 2019 a.n Dr.Dewi Indriyani Roslim,M.Si.
DAFTAR PUSTAKA
Alonso A, Roger DB, Carmen A, and Lynn JG. 2014. Design of plant-specific PCR
primers for the ETS region with enhanced specificity for tribe Bromeae and their application to other grasses (Poaceae). Botany. 92:693-699.
Aris M. 2011. Identifikasi, Patogenisitas Bakteri dan Pemanfaatan gen 16s-rrna untuk deteksi penyakit Ice-ice pada Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii). Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ekasari TWD. 2011. Analisis Keanekaragaman Genetika Kultivar Pisang Menggunakan Penanda PCR- RFLP pada Internal Transcribed Spacer (ITS) DNA Ribosomal. Skripsi.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Gaffar S. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung: Universitas Padjajaran.
Langga, Indah F, M Restu dan Tutik K.
2012. Optimalisasi Suhu dan Lama Inkubasi dalam Ekstraksi DNA Tanaman Bitti (Vitex Cofassus Reinw) serta Analisis Keragaman Genetik dengan Teknik RAPD-PCR. Jurnal Sains & Teknologi. 12 (3) : 265 – 276.
Martida V and Pharmawati M. 2016.
Pemilihan Primer Rapd (Random Amplified Polymorphic DNA) Pada
6 PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tanaman Kamboja (Plumeria sp.).
Simbiosis. 4(1): 16-18.
Nugroho ED. and Rahayu DA. 2017.
Pengantar Bioteknologi (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta. Penerbit Deepublish.
Roux KH. 2009. Optimization and Troubleshooting in PCR. Cold Spring Harbour Laboratory Press. 4(4): 1-6 Yuwono T. 2006. Teori dan Aplikasi
Polymerase Chain Reaction.
Yogyakarta