• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Widhianningrum dan Amah (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI. Widhianningrum dan Amah (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Widhianningrum dan Amah (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan dampak dari mekanisme good corporate governance yang diproksikan oleh kepemilikan institusional, komisaris independen dan kepemilikan managerial pada kinerja keuangan perusahaan. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan metode sampling judgement. Kriteria dalam menentukan sampel adalah apakah perusahaan perbankan tersebut terdaftar pada bursa efek jakarta dari tahun 2007-2009 dan apakah perusahaan tersebut secara konsisten mempublikasikan laporan keuangan yang sudah diaudit selama masa penelitian.

Berdasarkan metode purposive sampling, ada 28 perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut . Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel komisaris independen berefek negatif pada kinerja keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bukti empiris bahwa proporsi komisaris independen perusahaan hanyalah suatu formalitas yang digunakan untuk memenuhi aturan. Sehingga fungsi kontrol yang seharusnya menjadi tanggung jawab komisaris menjadi tidak efektif. Hal ini akan mengakibatkan kinerja perusahaan menurun.

Menurut Arifiani (2012) Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa komite audit mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan dibentuknya komite audit mampu untuk mengawasi manajemen dalam meningkatkan kinerja keuangannya. Kepemilikan institusional juga mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan.

Hasil ini menunjukkan bahwa kepemilikan saham oleh institusi diluar perusahaan mampu menjadi kontroler dalam pengambilan keputusan oleh manajemen sehingga tercipta kinerja keuangan yang baik. Demikian halnya dengan adanya komisaris independen yang terbukti memiliki pengaruh

(2)

terhadap kinerja keuangan. Dengan ditunjuknya komisaris independen pada RUPS, akan secara langsung memberikan pengawasan terhadap direksi dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat untuk mencapai tujuan perusahaan.

Menurut Wehdawati, et al., (2015) dalam penelitiannya Pengaruh mekanisme Good Corporate Governance dan struktur kepemilikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Penelitian ini menguji pengaruh good corporate governance yang diproksikan dengan jumlah komisaris, proporsi komisaris independen, jumlah komite audit, jumlah direksi, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional sebagai variabel independen dan size perusahaan sebagai variabel kontrol baik secara parsial maupun simultan terhadap kinerja keuangan perusahaan yaitu ROA dan ROE sebagai variabel dependen pada perusahaan manufaktur. Metode analisis yang digunakan adalah uji statistik deskriptif. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa komisaris independen berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Menurut Wijayanti dan Mutmainah (2012) dari hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan dengan arah positif terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan. Sedangkan variabel kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, aktivitas (rapat) dewan komisaris, proporsi komisaris independen, dan jumlah komite audit tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan arah negatif dengan kinerja keuangan perusahaan perbankan.

Menurut Widowati (2012), berdasarkan atas analisis data dan pengujian hipotesis yang telah diuraikan menunjukkan bahwa komisaris independen dan komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan non-BUMN yang terdaftar dalam BEI disamping faktor – faktor corporate governance dan struktur kepemilikan, masih terdapat beberapa faktor lain yang

(3)

dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan perbankan antara lain : reward and punishment, gaya kepimimpinan, dan leverage.

Kesimpulan dari penelitian terdahulu bahwa kepemilikan institusional tidak mememiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wehdawati, et al., (2015), hasil penelitian tersebut sejalan dengan yang dilakukan oleh Wijayanti dan Mutmainah (2012), sedangkan hasil berbeda yang dilakukan oleh Arifani (2012) yang menunjukan kepemilikan institusional mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan. Untuk komisaris independen berpengaruh ke arah negatif terhadap kinerja keuangan sesuai hasil peneltian yang dilakukan Wehdawati, et al., (2015), Widhianningrum & Amah, (2012), dan Wijayanti & Mutmainah, (2012). Untuk ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan Wehdawati, et al., (2015) dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widhianningrum & Amah, (2012). Sedangkan komite audit mememiliki pengaruh terhadap kinerja keungan sesuai dengan penelitian (Widowati, 2012), (Arifani, 2012).

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu pada tujuan penelitiannya untuk mengetahui pengaruh GCG terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian di atas berhubungan dengan penelitian ini karena indikator GCG yang meliputi kepemilikan institusional, komisaris independen, jumlah komite audit dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan meggunakan rasio ROA untuk mengukur tigkat pengembalian aset yang di keluarkan perusahan.

B. Tinjauan Teori

1. Teori Keagenan (Agency Teory)

Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Jensen & Meckling, (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah

(4)

sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).

Timbulnya biaya keagenan dijelaskan dengan teori agensi. Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki.

Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”.

Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya

(5)

akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.

Salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic manajemen adalah corporate governance. Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah; transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan responsibilitas (responsibility). Corporate governance diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba.

Menurut Messier, et al., (2006) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan, yaitu:

a. Terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik.

b. Terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik.

Asimetri informasi (information asymmetry) kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (preparer) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user). Menurut Scott (2000) terdapat 2 (dua) macam asimetri informasi:

1. Adverse Selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya lebih banyak mengetahui tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar.

(6)

Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.

2. Moral Hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika dan norma mungkin tidak layak dilakukan.

Jensen & Meckling, (1976) menyatakan bahwa konflik keagenan disebabkan oleh pembuatan keputusan aktivitas pencairan dana (financing decision) dan pembuatan keputusan bagaimana dana tersebut diinvestasikan. Selain itu, perspektif teori agensi laba sangat rentan terhadap manipulasi oleh manajemen. Informasi laporan keuangan yang disampaikan tepat waktu akan mengurangi asimetri informasi yang berkaitan erat dengan agency theory. Sehingga dalam hubungan keagenan, manajemen diharapkan dalam mengambil kebijakan perusahaan terutama kebijakan keuangan yang menguntungkan pemilik perusahaan. Oleh sebab itu sebagai pengelola, manajemen (agen) berkewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan terhadap pemilik (prinsipal).

Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.

Laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya.

Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan

(7)

atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer. Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost).

Good Corporate Governance (GCG)

a. Pengertian Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) diturunkan dari beberapa sumber, seperti yang diperkenalkan oleh Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik yang menentukan bagi praktik corporate governance di seluruh dunia. Cadbury mendefinisikan corporate governance sebagai berikut:

“… the system by which organizations are directed and controlled (Cadbury, 1992) (Suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi.)

Forum for Corporate Governance In Indoesia (FCGI, 2001) mendefinisikan corporate governance sebagai :

“…seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak, hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan utama corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder).

Corporate governance dapat didefinisikan dalam perspektif yang luas (perspektif stakeholder) seperti definisi yang dirumuskan oleh FCGI di atas sedangkan dalam perspektif sempit seperti diungkapkan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) yang

(8)

mendefinisikan corporate governance sebagai: “serangkaian mekanisme untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholder)” (IICG, 2011).

Jadi corporate governance adalah suatu sistem, proses dan seperangkat peraturan yang mengatur pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) baik dari internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Sementara itu good corporate governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan antar pihak yang berkepentingan dan mencegah terjadinya berbagai kesalahan atau pelanggaran dalam mengelola suatu perusahaan.

b. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)

Prinsip-prinsip utama dari Good Corporate Governance (GCG) yang menjadi indikator, sebagaimana yang telah dirancang oleh The Indonesian Intitute of Corporate Governance (IICG, 2011) yaitu:

1) Fairness (Keadilan)

Keadilan merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan perilaku insider. Dalam kerangka pengelolaan juga harus melindungi hak-hak pemegang saham, seperti ikut serta dalam pengambilan keputusan penting yang dibuat perusahaan dan hak untuk memberikan gagasan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (IICG, 2011)

2) Disclosure/Transparency (Keterbukaan/Tranparansi)

(9)

Transparansi adalah pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.

Hal tersebut dapat diwujudkan dengan mengembangkan sistem akuntansi yang ditransformasi dengan teknologi informasi terkini dan ditunjang dengan pengembangan risk management untuk mengantisipasi berbagai kejadian diluar rencana (IICG, 2011).

3) Accountabillity (Akuntabilitas)

Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi serta pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan (IICG, 2011).

4) Responsibility (Responsibilitas)

Prinsip responsibilitas lebih mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan kewajiban sosial suatu perusahaan sebagai bagian dari tatanan kehidupan sosial masyarakat.

Direksi dalam menerapkan prinsip responsibilitas, tidak hanya bertugas semata-mata menjalankan bisnis untuk kepentingan pemegang saham saja, tetapi juga diharapkan mampu memenuhi kehendak masyarakat di lingkungannya, dan memenuhi kepentingan seluruh stakeholders. Hal tersebut diwujudkan dengan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan stakeholders dalam upaya meningkatkan kemakmuran dan menciptakan lapangan kerja. Dengan demikian, prinsip responsibilitas harus dipahami oleh perusahaan sebagai suatu intitusi sosial yang

(10)

berada di tengah masyarakat, sehingga wujud prinsip responsibilitas dikenal dengan tanggungjawab sosial (corporate social responsibility) (IICG, 2011).

5) Independency (Independen)

Prinsip independen merupakan prinsip yang menuntut agar masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak diintervensi oleh pihak manapun. Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul akibat intervensi para pemegang saham mayoritas yang berlebihan. Baik manajer maupun pemegang saham harus bekerja sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing seperti yang tercantum dalam anggaran dasar dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan. Hal tersebut untuk menghambat praktek-praktek penyalahgunaan wewenang, seperti mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan operasional perusahaan (IICG, 2011).

Pedoman GCG yang telah dibuat oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) hendaknya dijadikan kode etik perusahaan yang dapat memberikan acuan pada pelaku usaha untuk melaksanakan GCG secara konsisten dan konsekuen. Hal ini penting, mengingat kecenderungan aktivitas usaha yang semakin mengglobal, maka prinsip-prinsip corporate governance (keadilan, transparasi, akuntabilitas, responsibilitas, dan independen) dapat dijadikan sebagai ukuran perusahaan untuk menghasilkan suatu kinerja perusahaan yang lebih baik.

c. Struktur Good Corporate Governance 1) Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Jensen & Meckling, (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki pernanan

(11)

yang penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi diantara pemegang saham dan manajer.

2) Komisaris Independen

Menurut Undang-Undang Nomor 40 (2007) tentang perseroan terbatas, anggaran dasar perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih Komisaris Independen. Komisaris independen sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, hubungan kepengurusan, hubungan kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga lainnya dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan dengan bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. BEI mewajibkan emiten memiliki komisaris independen minimal 30% dari anggota dewan komisaris.

Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab untuk melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada dewan direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan good corporate governance (KNKG, 2006). Dewan komisaris merupakan salah satu fungsi kontrol yang terdapat dalam suatu perusahaan. Fungsi kontrol yang dilakukan oleh Dewan komisaris merupakan salah satu bentuk praktis dari teori agensi. Di dalam suatu perusahaan, Dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk melaksanakan fungsi pengawasan dari principal dan mengontrol perilaku oportunis manajemen. Dewan komisaris menjebatani kepentingan principal dan manajer di dalam perusahaan.

Fungsi Dewan Komisaris termasuk anggota komisaris Independen adalah mencakup dua peran berikut, mengawasi Direksi perusahaan dalam mencapai kinerja dalam business plan dan memberikan nasihat kepada Direksi mengenai penyimpangan pengelolaan usaha yang tidak sesuai dengan arah yang ingin dituju oleh perusahaan, dan memantau penerapan dan efektivitas dari

(12)

praktik GCG (Sutedi, 2015). Dewan komisaris sebagai pengawas dan berhak memberikan saran atas kinerja perusahaan, dalam konteks ini dewan komisaris dapat memeriksa dengan bantu pihak- pihak yang mempunyai kepentingan didalam kinerja perusahaan. Professional masing-masing divisi dalam perusahaan menjadi hal yang dapat menentukan nasihat yang keluar dari dewan komisaris.

Tugas pengawasan inilah yang harus dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh kehati- hatian. Inilah yang merupakan fiduciary duty dewan komisaris terhadap perseroan. Sedikit berbeda dari direksi yang mewakili perseroan dalam tindakan ke luar, dewan komisaris dalam tugas pengawasannya sama sekali tidak melakukan fungsi perwakilan. Keputusan yang diambil dewan komisaris digunakan sebagai bahan referensi perusahaan untuk membangun kinerja perusahaan.

3) Komite Audit

Komite audit merupakan komite yang memiliki tugas terpisah dalam dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh (Jao &

Pagalung, 2011). Komite audit dibentuk untuk mengevaluasi serta memeriksa semua kinerja dari masing-masing divisi yang ada dalam perusahaan. Dengan adanya komite audit diyakini dapat membantu kelangsungan hidup perusahaan. Salah satu fungsi komite audit ialah membantu dewan komisaris melakukan pengawasan dan mengevaluasi kinerja dari perusahaan tersebut. Peran dan tanggung jawab komite audit sangat vital dalam pelaksanaan GCG, peran dan tanggung jawab komite audit antara lain, sebagai berikut:

a) Melakukan pengawasan terhadap proses penerapan corporate governance.

b) Memastikan bahwa manajer senior secara aktif mensosialisaikan budaya corporate governance.

c) Memonitor bahwa code of conduct telah dilaksanakan secara konsekuen.

(13)

d) Memahami semua pokok persoalan dan isu yang mungkin dapat memengaruhi kinerja finasial maupun non finasial perusahaan.

e) Memantau bahwa perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f) Mewajibkan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil evaluasi pelaksanaan corporate governance dan temuan lainnya.

Oleh sebab itu, secara singkat fungsi komite audit adalah untuk menciptakan iklim disiplin dan kontrol yang akan mengurangi kemungkinan terjadinya penyelewengan-penyelewengan.

Fungsi lainnya adalah untuk memperkuat posisi auditor internal dengan memperkuat independensinya dari manajer hingga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap kelayakan dan obyektifitas laporan keuangan serta meningkatkan kepercayaan terhadap adanya kontrol internal yang lebih baik.

2. Kinerja Perusahaan

a. Pengertian Kinerja Keuangan Perusahaan

Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuagan perusahaan. Kinerja keuangan merupakan salah satu alat ukur yang digunakan untuk mengukur suatu kualitas perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan dapat dilihat dan diukur dengan menganalisis suatu laporan keuangan perusahaan.

Menurut IAI (2007), informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan.

Salah satu parameter kinerja tersebut adalah laba. Laba bagi perusahaan sangat diperlukan karena merupakan komponen penting untuk kelangsungan hidup perusahaan. Laba dapat memberikan

(14)

sinyal yang positif mengenai kinerja operasional dan prospek perusahaan dimasa depan tentang kinerja perusahaan. Dengan adanya pertumbuhan laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun, akan memberikan sinyal yang positif mengenai kinerja perusahaan.

Jadi kinerja perusahaan merupakan hasil analisis keuangan perusahaan yang dapat menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya saat ini untuk menentukan keputusan- keputusan mendesak dan di masa yang akan datang.

b. Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan penilaian kinerja perusahaan menurut Munawir (2010) adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh

kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih.

2) Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

3) Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

4) Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang pokok termasuk beban bunganya tepat waktu dan kemampuan membayar dividen secara teratur.

Pentingnya penilaian kinerja tidak lepas dari efektivitas pemanfaatan tambahan sumber daya yang digunakan. Hal ini dapat didukung dengan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate

(15)

Governance (GCG), seberapa besar kontribusinya terhadap kinerja suatu perusahaan apakah berdampak positif atau negatif atau bahkan tidak mempunyai dampak sama sekali.

c. Pengukuran Kinerja

Kinerja keuangan perusahaan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba (Fahmi, 2011). Kinerja juga merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja perusahaan merupakan cerminan dari kemapuan perusahaan dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki. Satu diantara dasar penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan (Munawir, 2010).

3. Kinerja Keuangan

Menurut Fahmi (2011) analisis kinerja keuangan dengan menggunakan rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan. Dalam praktiknya penggunaan rasio keuangan dipakai oleh berbagai pihak, seperti kalangan akademisi dan investor dengan tujuan yang berbeda. Berikut ini adalah beberapa rasio yang paling dominan untuk melihat kondisi kinerja perusahaan yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio profitabilitas. Ketiga rasio ini secara umum menjadi perhatian investor karena dianggap sudah merepresentatifkan analisis awal tentang kondisi suatu perusahaan (Fahmi, 2011).

Rasio-rasio keuangan terdiri atas:

a. Rasio Likuiditas (liquidity) merupakan rasio pengukuran seberapa mudah perusahaan dapat memegang kas

(16)

b. Rasio Efisiensi (efficiency) merupakan rasio tingkat perputaran (turnover) yang mengukur seberapa produktif perusahaan menggunakan asset-asetnya

c. Rasio Profitabilitas (profitability) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi perusahaan

d. Rasio Solvabilitas (leverage) menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya.

e. Dari beberapa rasio di atas, rasio profitabilitas dipilih karena mampu mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan. Rasio profitabilitas juga dapat dinyatakan sebagai rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas manajeman dilihat dari laba yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi (Fahmi, 2011). Untuk merepresentasikan rasio profitabilitas suatu perusahaan, digunakan rasio return on asset (ROA) agar lebih mengetahui efektivitas dan efisiensi pengguanan aktiva dalam mengahasilkan keuntungan perusahaan. ROA merupakan gabungan dari margin laba dikalikan dengan perputaran total asset yang biasa disebut persamaan dasar Du Pont (Brigham & Houston, 2011)

C. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan

Kepemilikan Institusional adalah jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak institusi perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan Nuryana & Surjandari, (2019) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Suroto & Setiadi, (2019) bahwa kepemilikan institusional berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan, dan secara simultan bersama variabel

(17)

dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, kualitas audit dan firm size berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa investor luar yang melakukan pengawasan dapat mengurangi kesempatan manajer melakukan tindakan yang merugikan investor luar.

Monitoring akan mendorong manajer untuk meningkatkan kinerjanya. Jika kinerja manajer meningkat, maka kemungkinkan nilai perusahaan akan meningkat, sehingga monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran pemegang saham.

Berdasarkan penelitian terdahulu dan teori agensi dari Jensen dan Meckling, Semakin besar kepemilikan oleh institusi maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan, dengan demikian kinerja perusahaan juga akan meningkat.

Berdasarkan pemaparan di atas rumusan hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1: Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap ROA.

2. Pengaruh komisaris independen terhadap kinerja keuangan

Penelitian sebelumnya yang berusaha meneliti hubungan pengaruh antara komisaris independen terhadap kinerja keuangan diantaranya adalah:

Puspitasari dan Ernawati (2010) memiliki kesimpulan bahwa komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang dilakukan oleh (Agustina & Christiawan, 2015). Dengan adanya komisaris independen, maka kepentingan pemegang saham, baik mayoritas dan minoritas tidak diabaikan, karena komisaris independen lebih bersikap netral terhadap keputusan yang dibuat oleh pihak manajer. Dengan demikian pengawasan aktivitas manajemen oleh komisaris independen atau eksternal dinilai mampu memecahkan masalah keagenan.

(18)

Dewan komisaris independen menunjukkan keberadaan wakil dari pemegang saham secara independen dan juga mewakili kepentingan investor. Peraturan Bank Indonesia no.8/4/ PBI/ 2006 pasal 4 mengenai komisaris independen: “Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/ atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/ atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen” (Bank Indonesia, 2006). Dengan adanya komisaris independen, maka kepentingan pemegang saham, baik mayoritas dan minoritas tidak diabaikan, karena komisaris independen lebih bersikap netral terhadap keputusan yang dibuat oleh pihak manajer.

Komisaris independen merupakan komisaris yang berasal dari luar perusahaan. Jumlah komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu dari komisaris independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan (KNKG, 2006). BAPEPAM menuntut bahwa 30% dari jumlah dewan komisaris haruslah independen.

Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa komisaris independen dalam dewan komisaris dapat mengurangi konflik agensi karena komisaris independen memiliki pengendalian dan pengawasan yang lebih baik untuk kegiatan oportunis yang dilakukan manajemen

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dan harapan dari Bapepam maupun Bank Indonesia, peneliti memiliki hipotesa pengaruh komisaris independen sebagai berikut: Komisaris yang berasal dari luar perusahaan dapat meningkatkan keefektifan Dewan Komisaris dalam melakukan fungsi utamanya, yaitu mengawasi pengelolaan perusahaan oleh manajemen.

Berdasarkan pemaparan diatas rumusan hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:

H2: Komisaris independen berpengaruh positif terhadap ROA.

(19)

3. Pengaruh komite audit terhadap kinerja keuangan

Komite audit adalah salah satu bagian dari mekanisme tata kelola perusahaan, yang bertugas untuk melakukan evaluasi dan audit laporan keuangan perusahaan. Apabila kerja dari komite audit maksimal berarti akan semakin meningkatkan kinerja perusahaan. Anggota komite audit menempatkan penekanan pada akurasi laporan keuangan. Proporsi dewan komisaris independen, komite audit, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional secara simultan atau serempak berpengaruh signifikan terhadap ROA (Putra & Nila, 2017). Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan. Tugas komite audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan.

Dalam konsep tori keagenan, manajemen sebagai agen semestinya menjunjung tinggi kepentingan shareholders, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan manajemen hanya mementingkan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan utilitas. Manajemen bisa melakukan tindakan-tindakan yang tidak menguntungkan perusahaan seperti penyalahgunaan kewenangan, penggelapan sumber daya yang secara keseluruhan dalam jangka panjang dapat merugikan kepentingan perusahaan. Perbedaan kepentingan antara pemilik dan pengelola inilah yang disebut agency problem (Jensen & Meckling, 1976).

Dengan adanya komite audit akan meningkatkan pengawasan terhadap kinerja manajemen dan memengurangi biaya keagenan. Penelitian-penelitian sebelumnya dan teori agensi menggambarkan perlunya komite audit, peneliti merumuskan hipotesa sebagai berikut: komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas pelaporan keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi

(20)

berterima umum, dan (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Berdasarkan pemaparan di atas rumusan hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah

H3: Komite audit berpengaruh positif terhadap ROA.

D. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Keterangan : P.I = Kepemilikan Institusional K.I = Komisaris Independen K.A = Komite Audit

KK = Kinerja Keuangan

KK (Y) K.I (X2)

K.A (X3) P.I (X1)

H1

H2

H3

Referensi

Dokumen terkait

Para pelaku usaha juga memiliki pemahaman pada tingkat penafsiran dimana para pelaku mampu memberikan penjelasan dalam mengelompokkan transaksi yang membentuk bagian dari

;aktor #ang menjai aktor #ang menjai kunci bagi keberhasilan pencapaian tujuan pro#ek perubahan secara kunci bagi keberhasilan pencapaian tujuan pro#ek perubahan secara

Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan Anggaran Dasar serta memberi nasihat kepada

Dewan komisaris adalah organ di dalam organisasi yang memiliki tugas untuk mengawasi dan memberikan nasehat kepada dewan direksi serta memastikan organisasi telah

Kekuatan Citilink berada pada modalnya, karena masih menggunakan modal perusahaan induk dan target penumpang yang cukup tinggi mengingat Indonesia merupakan negara

Perlakuan dengan sumber mikroorganisme berupa Sludge memiliki nilai TSS yang tinggi, hal ini diduga akibat pengaruh penggunaan sludge berupa lumpur sehingga padatan

Kain batik tenun ikat merupakan kain yang dibuat dengan penggabungan teknik batik dan teknik tenun, dimana motif yang dihasilkan pada kain menjadi tidak teratur akibat dari

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil skrining kualitatif 6 sampel tanaman mengandung senyawa flavonoid, fenolik, saponin, dan