73
BAB V
HASIL DAN ANALISIS
1.1. Hasil
1.1.1. Konsep LCC
Berdasarkan data primer hasil interview bahwa konsep penerapan LCC pada Citilink Garuda Indonesia sebagai berikut: LCC Citilink Garuda Indonesia saat ini sedang berupaya mengarah kepada standar atau kondisi umum yang ditetapkan industri penerbangan menjadi LCC murni. Hal ini disebabkan penerapan konsep LCC murni sesuai standar dunia belum dapat dilaksanakan karena kekurangan sarana dan prasarana di tanah air serta administrasi penerbangan yang sarat dengan prosedur yang tinggi.
Biaya tenaga kerja murah , ‘lower labour cost’ LCC Citilink disesuaikan dengan tingginya produktifitas awak pesawat, yang mana basic salary yang diterapkan jauh di bawah standar basic salary yang digunakan oleh perusahaan penerbangan full service di Asia atau induk perusahaan itu sendiri yaitu Garuda Indonesia. Dengan menerapkan metode progresif pada tarif jam terbang (FATA) dimana semakin tinggi jam terbang maka tarif perkalian semakin tinggi sehingga penghasilan yang diperoleh oleh awak pesawat yang jam terbangnya lebih besar akan menghasilkan upah yang semakin besar. Jam terbang/ kerja yang digunakan
74
tetap mengikuti aturan keselamatan penerbangan di bidang kesehatan awak pesawat.
Lower ticket distribution cost, dilaksanakan melalui direct selling, yaitu penjualan tiket langsung melalui website citilink.co.id. Penumpang dapat melaukan pembelian dengan membuka website citilink, serta mengklik langsung rute tujuan, jumlah penumpang, serta sistem pembayaran dilakukan melalui ATM. Dalam penerbangan Citilink, penumpang tidak diberikan makanan (No Frills Service), seperti LCC pada umumnya. Namun dalam upaya menjaga safety (keselamatan) penumpang diberikan aqua dan permen pada setiap rute penerbangannya. Citilink juga melaksanakan penjualan souvenir di pesawat (sales on board), yang dilakukan oleh pihak ke 3 sehingga Citilink tidak mengeluarkan biaya sebaliknya mendapatkan komisi dari penjualan SOB tersebut.
Di sisi lain, Citilink juga hanya menggunakan satu tipe pesawat ‘common fleet’, yaitu pesawat Boeing 737 series, yang mana sebelumnya adalah Fokker 28. Hal ini mengurangi biaya maintenance pesawat dan training awak pesawat karena tidak memerlukan biaya training untuk pemindahan awak pesawat (type rating).
Citilink sudah melaksanakan, ‘origin & destination route structure’, dengan melaksanakan „point-to-point‟, walaupun belum dapat diterapkan untuk seluruh rute disebabkan masih menggunakan „hub‟ karena kondisi bandara masih merupakan bandara utama di Cengkareng dan di Surabaya. Hal ini disebabkan
75
kondisi bandara di daerah belum bisa digunakan untuk parkir pesawat (menginap). Namun, yang ditampilkan oleh Citilink adalah harga point-to-point yaitu tidak menjual tiket multi leg.
Penerapan ‘secondary airport’ saat ini belum dapat ditetapkan di Indonesia, sehubungan negeri ini belum mempunyai „secondary airport‟, sehingga Bandara yang digunakan Citilink masih bandara utama yaitu Soekarno Hatta di terminal 1. Sedangkan untuk penerapan harga murah sudah ditentukan sejak awal, salah satunya dengan memberi fasilitas lebih seperti penawaran bagasi yang murah dan penambahan bagasi setiap kg yang sangat bersaing dengan penerbangan sejenis terutama regular.
‘Increased Aircraft Utilization’, merupakan perhatian bagi Citilink dengan rata-rata penerbangan yang sekitar 1 jam dan waktu bongkar muat penumpangnya sangat singkat (parking time) menjadikan penggunaan pesawat dapat lebih optimal, namun tidak melebihi aturan keselamatan penerbangan.
76
Gambar 5.12. Analisis SWOT Citilink
Dalam analisis SWOT perusahaan penerbangan Citilink masih terdapat banyak kelemahan, antara lain belum mempunyai AOC sendiri, belum mempunyai sistem SAP sendiri, persaingan yang sangat tinggi baik dari model penerbangan sejenis maupun full service. Hal ini dapat mengakibatkan Citilink terkendala dari sisi kebijakan perusahaan, padahal kebijakan yang berdiri sendiri dapat membuat perusahaan lebih leluasa dalam pengambilan keputusan tidak terikat kepada perusahaan induk.
Kekuatan Citilink berada pada modalnya, karena masih menggunakan modal perusahaan induk dan target penumpang yang cukup tinggi mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan, hal ini menyimpulkan bahwa ada unsur optimis dalam pembukaan rute yang dapat dilalui oleh Citilink dan pembukaan rute juga menggunakan modal perusahaan induk, Garuda Indonesia.
77
1.1.2. ERP (Enterprise Resource Planning)
Penerapan ERP Route Profitability di Citilink dilakukan sebagai salah satu upaya agar dapat menentukan pembukaan dan penutupan rute. Melalui ERP RP perusahaan mampu mengambil keputusan strategis dalam membuka suatu rute atau menutup suatu rute berdasarkan hasil ERP RP.
Struktur Pendapatan / Revenue Structure: yang termasuk dalam transaksi pendapatan di ERP RP Garuda terdiri atas 3 kategori (9 kelompok) yaitu:
A. Pendapatan Berjadual: Pendapatan Penumpang Kelebihan Bagasi Pendapatan Kargo Pendapatan pos
B. Pendapatan Tidak Berjadual: Charter
Haji
C. Pendapatan Lainnya: Administrasi tiket Sewa gudang Dan lain – lain
Struktur Biaya, terdiri atas 23 kelompok biaya antara lain: A. Direct Traffic Cost
78
Pax dan freight commission Credit card commission Catering On board service Reservation B. Flight Cost Fuel Landing Handling
Air Traffic Control Cockpit Crew Travel Cabin Crew Travel Variabel Maintenance C. Indirect Cost
Cockpit Crew Person Cabin Crew Person Aircraft Maintenance D. Fleet Cost
Depreciation Lease
79 E. Overhead Cost Station Sales Organisation Marketing Flight Interrupted
General & Administration Struktur Kuantitatif : A. Operasional Flight Landing Flight Hour Block Hour Flight Kilometre ATK Fuel Burn OTP B. Penumpang
Pax Carried (C,Y,X) ASK
RPK SLF
80
C. Kargo
Freight Carried Mail Carried
ATK Pax, Freight & Mail RTK Pax, Freight & Mail D. Pax and Cargo (Overall)
Overall Load Factor Break Even Load Factor Break Even Seat Load Factor Struktur Finansial Indikator:
Average Net Revenue Revenue Per ASK Pax Yield
Cargo Yield Cost per ASK Cost per RPK Cost per Block Hour Percentage Indicator
Proses input biaya dalam sistem ERP RP
Di bawah ini proses input biaya dan revenue ke dalam sistem RP untuk mendapatkan laporan RP secara berkala.
81
Biaya yang langsung yaitu direct cost terdiri atas kelompok biaya Fuel, Catering, Landing, Handling, ATC, Flight Interrupted, biaya ini secara otomatis akan dikalkulasi oleh excel, dan akhirnya menghasilkan flight number dan a/c type. Biaya indirect yaitu biaya Reservation, Credit Card Comm., Board Service, Travel Cost Cockpit & Cabin, Variable Cost Cockpit & Cabin, Fix cost Cockpit & Cabin, Training Cost Cockpit & Cabin, Depreciation, Lease, Insurance, Variable Maintenance, A/C Maintenance, Station, Sales Org., Marketing, Administration, biaya ini akan di pisah lagi sesuai tipe pesawat yang kemudikan di alokasikan dan menghasilkan flight number dan a/c type.
Gambar 5.13. Alokasi Biaya Rute
82
Bisnis Proses Sistem ERP RP Citilink
Dalam sistem yang digunakan saat ini dari ERP RP Induk perusahaan ERP SAP-RP modul CO-PA (Controlling Profitability Analysis) Garuda Indonesia yang mampu mengakomodir transaksi dalam ERP untuk diintegrasikan menjadi data.
Modul CO-PA ini mampu menghasilkan data keuangan dan operasional yang kemudian di olah (run cycle) menjadi indikator yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa operasional penerbangan dari berbagai aspek, misalnya biaya operasional rute per jam termasuk biaya fuel, biaya parkir pesawat, handling, dan lain – lain.
Data – data yang dihasilkan berbentuk laporan yang digunakan untuk mengukur profit per rute, sebagai indikator kinerja rute, penentuan harga serta pengambilan keputusan bagi manajemen. Di bawah ini gambar proses data melalui modul CO-PA sehingga dapat ditampilkan laporan kinerja RP per rute.
83
Gambar 5.14. Modul CO-PA RP
Sumber: RP Garuda Indonesia
Dasar perhitungan RP yaitu untuk mengalokasikan biaya dan pendapatan berdasarkan rute yang diterbangkan (point-to-point).
Data yang dimasukkan ke dalam sistem RP diolah oleh modul COPA sebagai berikut:
1. Pengumpulan data, sehingga menjadi data operasi per tipe pesawat,
2. Validasi data, data yang sudah dientri di validasi kembali ke baru annya seperti apakah ada rute baru, perubahan biaya bahan bakar dan sebagainya.
3. Data – data kemudian di upload oleh modul CO-PA dan dialokasikan per biaya seperti biaya crew, maintenance, fleet, dan lain – lain,
4. Data di review dan siap di release
84
Gambar 5.15. Bisnis Proses Modul CO-PA
Sumber: RP Garuda Indonesia
Penerapan SAP RP dalam pelaporannya memang masih bergabung dengan induk perusahaan Garuda Indonesia, sehingga masih belum merupakan investasi Citilink. Hal ini disebabkan sebelumnya Citilink hanya lah merupakan unit subsidiary Garuda Indonesia.
Matriks Yield dan Cost/ASK di bawah ini menggambarkan posisi ke 22 rute Citilink berdasarkan standar yang ditetapkan sebagai berikut:
85
Gambar 5.16. Matriks Rute Citilink Berdasarkan periode Jan – Des 2011
Berdasarkan matrix di atas hampir seluruh rute Citilink mempunyai standar nilai Cost /ASK minimum dan median, hanya ada 1 rute yang berada pada level maksimum, yaitu rute SUB – DPS – SUB, hal ini disebabkan harus menggunakan bandara utama yaitu bandara Internasional Ngurah Rai dan Juanda. Bagi maskapai LCC, Cost/ASK yang semakin minimum dapat menekan biaya operasional maskapai tersebut.
Yield (pendapatan yang diperoleh setiap km tempuh/RPK), untuk beberapa rute terlihat berada pada posisi Low. Rute ini seperti SUB – BTH- SUB, CGK – BPN – CGK, CGK – MES – CGK, hal ini tentunya membutuhkan perhatian manajemen untuk menambah promosi dan mengatur strategi dalam menghadapi persaingan dari LCC sejenis juga operator full service.
86
Informasi dari sistem ERP RP Garuda Indonesia (induk perusahaan) yang memiliki konsep full service flight dikumpulkan untuk menganalisa rute yang diterbangkan selama periode tahun 2011, sebagaimana dapat digambarkan pada tabel di bawah ini.
1. Rute : Surabaya-Cengkareng-Surabaya
Tabel 5.5.Implementasi ERP RP rute SUB-CGK-SUB
Sumber: SAP RP Garuda
Rute ini merupakan rute utama Citilink, mencapai 5 sampai 7 kali penerbangan perhari. Profit margin yang positif pada beberapa periode meyakinkan untuk menambah frekuensi penerbangan pada bulan Maret dan November. Sama halnya dengan pendapatan dari penumpang yang meningkat pada setiap periode
87
2. Rute : Surabaya-Batam-Surabaya
Tabel 5.6.Implementasi ERP RP Rute SUB-BTH-SUB
Sumber: SAP RP Garuda
Rute ini beroperasi 1 kali penerbangan dalam sehari, namun berhenti beroperasi pada bulan April. Rute Batam – Surabaya mempunyai profit margin yang tinggi, demikian juga pendapatan penumpang cenderung menurun, hal ini memperlihatkan keputusan yang tepat sehingga perusahaan tidak terus merugi. 3. Rute : Cengkareng-Batam-Cengkareng
88
Tabel 5.7 . Tabel Implementasi Rute CGK-BTH-CGK
Sumber: SAP RP Garuda
Rute CGK – BTH – CGK mulai beroperasi pada bulan Maret yang merupakan pengalihan rute Surabaya – Batam. Tabel di atas menunjukkan bahwa rute ini menjanjikan. Sebelumnya rute ini satu kali penerbangan dalam sehari, namun pada bulan Oktober terjadi peningkatan frekuensi penerbangan menjadi dua kali dalam sehari. Meskipun profit margin menunjukan negatif, namun pendapatan penumpang setiap periode terjadi peningkatan secara terus – menerus. Hal ini merupakan tantangan pada unit Marketing agar dapat meningkatkan pasar penumpang untuk rute ini.
89
Tabel 5.8. Tabel Implementasi Rute SUB-BDJ-SUB
Sumber: SAP RP Garuda
Rute ini menunjukkan frekuensi perhari naik – turun dari bulan Januari sampai Desember, namun pada pertengahan tahun hanya 2 kali penerbangan per hari dan mempunyai profit margin yang cukup bagus pada beberapa periode mengikuti musim peningkatan penumpang pada bulan tertentu.
90
Tabel 5. 9. Tabel Implementasi Rute CGK-BPN-CGK
Sumber: SAP RP Garuda
Rute ini melakukan penerbangan satu kali dalam sehari, namun pada bulan Maret, November dan Desember terjadi peningkatan frekuensi menjadi dua kali sehari.Route Result pada beberapa periode masih cenderung negatif.
Perhitungan yang mendasari dalam data SAP RP adalah:
1. Produksi, merupakan kapasitas yang mampu disediakan operator penerbangan dalam produk yang ditawarkan untuk dijual kepada pelanggan. Metode ini umumnya dikenal dengan istilah ASK, ATK, Seat Available, Serta data produksi lainnya(AFL):
ASK, yaitu jumlah kursi yang tersedia pada setiap segmen penerbangan (sector: flight stage; leg) dikalikan denga panjang segmen, kilometer yang
91
diterbangi. Pada nomor penerbangan yang memiliki lebih dari satu segmen penerbangan, hasil – hasil perkalian kursi dan jarak pada tiap – tiap segmen dijumlahkan. Jarak diantara dua Bandar udara suatu segmen penerbangan adalah great circle distance, jarak terdekat teoritis diantara dua titik di muka bumi.
Contoh perhitungan, jika diketahui jarak tempuh suatu rute penerbangan dari poin ke poin; “pay load”/ kemampuan daya angkut yang ditentukan manufaktur (seat configurasi) setiap pesawat, untuk setiap penumpang/berat rata2 manusia ditambah bagasi (70 kg pax & 30 kg) maka perhitungannya sebagai berikut:
ASK = payload x km tempuh = 110 kg x 148 x km tempuh
= 110 x 148 (jumlah seat citilink) x 3000 (km tempuh) = 48.880.000 atau sama dengan 48,880 ton/km
ATK, yaitu kapasitas berat dari pesawat untuk mengangkut muatan yang member pendapatan penumpang, bagasi, kargo, dan barang pos dikalikan dengan panjang kilometer yang diterbangi. Hasil perkalian antara jumlah tonase dari kapasitas yang disediakan untuk membawa penumpang serta barang dan jarak tempuh penerbangan.
92
Contoh perhitungan, payload yang ditentukan A/C 5.000 ton, jarak yang ditempuh setiap rute yang diterbangkan adalah
ATK = payload x km tempuh = 5.000 ton x 3.000 km = 15.000 ton per km.
Seat Available, merupakan data kursi yang ditawarkan (Ref konfigurasi kursi) pada setiap rute penerbangan point-to-point, seperti pada pesawat B737 dibuat sebanyak 148 kursi.
2. Trafik, merupakan hasil yang dinyatakan dari produksi yang dijalankan sebagai alat ukur yang digunakan untuk menentukan kinerja setiap periode pelaporan dan umumnya dikenal dengan RPK, RTK, Pax Carried, Kg muatan yang diangkut, serta data trafik lainnya.
RPK, jumlah penumpang yang membayar (revenue passanger) pada setiap segmen penerbangan (sector: flight stage) dikalikan dengan panjang segmen – kilometer yang diterbangi dan hasilnya dijumlahkan pada nomor penerbangan yang mempunyai lebih dari satu segmen penerbangan. Volume penjualan layanan penumpang.
Contoh perhitungan, jumlah penumpang yang diangkut (100 pax x110Kg) pada setiap rute penerbangan, disetiap rute jarak yang telah ditempuh oleh setiap penumpangnya,
93
RPK = 110 kg x 100 x 3000
= 33.000.000 Kg/Km atau 33.000 Ton/Km
RTK, yaitu keseluruhan tonase yang menyumbang pendapatan (revenue loads) termasuk Cargo yang diangkut pada setiap segmen penerbangan dikalikan dengan jarak tempuh segmen tersebut. Ukuran keluaran (volume) yang terjual. Contoh perhitungan, jika berat yang diangkut (pax & muatan) diluar berat kosong dan bahan bakar, dengan jarak tempuh (3.000Km).
RTK = (110x100+10.000)x 3.000km = 21.000 x 3.000 km
= 63.000.000Kg/Km atau 63.000Ton/Km
Passanger Carried, merupakan jumlah penumpang bayar menggunakan kupon tiket yang diangkut pada setiap operasi penerbangan.
3. Indikator, yaitu perpaduan antara kapasitas produksi dengan trafik yang dioperasikan menjadi indikator (performance) bagi manajemen untuk melihat rute sesuai periode yang diinginkan. Biasanya digunakan sebagai dashboard untuk monitor informasi kinerja operasional dari RP ini seperti: tingkat isian penumpang/ Seat Load Factor (SLF), Ontime Performance(OTP), yield/rata – rata uang yang dihasilkan setiap jarak tempuh yang dioperasikan.
SLF, merupakan kinerja tingkat isian yang dilaporkan dari rute yang telah dijadwalkan, contoh perhitungan adalah perbandingan antara jumlah kapasitas
94
produksi/ASK(100.000Ton/Km) dengan trafik/RPK (50.000Ton/Km), hasilnya sbb:
SLF = 50.000(RPK) / 100.000(ASK) = 0.5 atau 50%
OTP, merupakan jadwal penerbangan yang diberangkatkan dari jadwal yang telah di tawarkan kepada pelanggan selama periode bulanan secara rata-rata, seperti perhitungan jam terbang penerbangan yang telah diterbangkan (850Jam) terhadap jam terbang yang telah dijadwalkan (1000Jam)setiap bulannya.
OTP Periode = 850Jam / 1000Jam
= 85%
Yield Pax, merupakan jumlah pendapatan bersih dari penumpang dibagi dengan RPK. Harga jual rata – rata tiket penumpang per kilometer yang diterbangi dengan mengabaikan kursi yang tidak terjual. Pendapatan bersih penumpang terdiri atas pendapatan dari penjualan tiket penumpang dan tiket bagasi lebih yang telah diterbangkan dikurangi potongan harga (discount).
Yield = (revenue/RPK)*0,9 = dalam US cent Dollar
95
5.2. Analisis
5.2.1. Penerapan Konsep LCC di Citilink
Berdasarkan hasil di atas peneliti menganalisa konsep LCC Citilink belum sepenuhnya mengarah kepada standar LCC dunia. Melalui standard 7 karakter LCC yang disampaikan oleh Doring, 2009, lower labour cost, lower ticket distribution cost, no frills service, common fleet, origin & destination route structure dan increased aircraft utilization sudah dapat dilaksanakan oleh LCC Citilink, namun penerapan secondary airport, masih belum dapat ditetapkan karena infrastruktur di negara Indonesia pada setiap propinsinya belum mempunyai airport kedua untuk kegunaan komersil.
Dari sisi SWOT analisis, Weakness, dapat dilihat bahwa Citilink masih mempunyai kelemahan yaitu masih bergantung secara kebijakan kepada induk perusahaan yaitu Garuda Indonesia. Hal ini menyebabkan CItilink juga belum memiliki AOC (ijin operasi) sendiri.
Dilihat dari sisi Opportunity, Citilink sebenarnya mempunyai kesempatan besar dalam perluasan pasar, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dan mempunyai kekuatan (Strength) modal karena dibantu oleh perusahaan induk. Sekalipun banyak ancaman (Threats) dari maskapai sejenis bahkan maskapai full service lain.
96
5.2.2. Implementasi sistem ERP RP
Berdasarkan hasil nilai tertimbang minimax dan maximax di atas, peneliti mengambil rute SUB – CGK – SUB, karena berdasarkan implementasi ERP RP di atas rute ini mempunyai profit margin yang mampu bersaing. Cost / ASK yang berada pada indikator 6 mendekati Low karena masih menggunakan Airport Utama. Pembangunan infrastruktur yang mendukung dapat membantu pengurangan cost ini dikemudian hari.
Selama periode 2011, Citilink juga melakukan keputusan tambah atau kurang sehingga dapat terlihat keputusan tambah atau kurang tersebut sudah tepat atau belum. Seperti, rute CGK – BTH – CGK, ditutup pada bulan April 2011, rute SUB – DPS – SUB baru dibuka pada bulan November 2011, dan rute CGK – BDJ – CGK dibuka bulan Maret 2011.
Sekalipun, sistem ERP RP perusahaan induk ini mampu membantu manajemen dalam pengambilan keputusan dalam membuka dan menutup rute adalah lebih baik, apabila sistem ERP RP ini diimplementasikan oleh perusahaan itu sendiri agar mendapatkan nilai yang lebih objektif.