• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

A. RANCANGAN STANDAR PINTU UTAMA DAN DARURAT KAPAL PENUMPANG DAN RO-RO

Rancangan standardisasi ini merupakan hasil kajian dari berbagai pedoman spesifikasi teknik pekerjaan yang ada.Pembahasan studi dilakukan dan/atau didasarkan pada berbagai sumber yang terkait dengan pembahasan A. Standar Pintu Utama dan Darurat Kapal Penumpang dan Ro-Ro.

Dengan terselesaikannya Rancangan Standardisasi Standar Pintu Utama dan Darurat Kapal Penumpang dan Ro-Ro, selanjutnya akan dibahas dengan Kelompok Umum dari Gugus Kerja Kementerian Perhubungan pada Sub-Panitia Teknis Badan Litbang Perhubungan yang berada dibawah naungan Panitia Teknis Standardisasi Di Bidang Transportasi Laut Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan. Proses pembahasan yang dimulai dari Rapat Kelompok Bidang Keahlian, Rapat Gugus Kerja, Rapat Teknis dan Konsensus pada tingkat Sub-Panitia Teknis Badan Litbang Perhubungan yang kemudian Rapat Penetapan pada Panitia Teknis sesuai dengan mekanisme proses pembuatan standardisasi di Kementerian Perhubungan.

Pelaksanaan pembahasan untuk masing-masing tingkatan harus dihadiri oleh anggota panitia, nara sumber, konseptor dan tim editor dari perumusan standardisasi ini. Komposisi anggota panitia dan nara sumber harus memperhatikan keterwakilan para pemangku kepentingan yaitu antara lain : pemerintah, pakar, konsumen dan produsen dengan komposisi yang seimbang satu sama lain.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008, tentang Pelayaran bahwa pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana bantu pelayaran harus berdasarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM). Rancangan standardisasi ini disusun sesuai dengan masing-masing tahapan kegiatan yang terdiri dari survey, investigasi

BAB V

HASIL ANALISIS DAN

PEMBAHASAN

(2)

dan desain, di mana dalam pelaksanaannya mengacu dan berpedoman pada norma, standar, pedoman dan manual (NSPM).

Rancangan Standardisasi ini mencakup persyaratan dan standar teknis yang harus dipenuhi, penentuan lokasi, dan sarana prasarana yang mendukung.

Rancangan Standardisasi ini mencakup Standar Pintu Utama dan Darurat Kapal Penumpang dan Ro-Ro.

1 Ruang lingkup

Standarisasi ini menetapkan ketentuan dan persyaratan, klasifikasi dan aplikasi pintu utama dan darurat, persyaratan bahan dan mutu, konstruksi, bentuk, dan ukuran.

Rancangan Standarisasi ini mencakup persyaratan dan standar teknis yang harus dipenuhi,dalam penerapan PintuUtama dan Darurat Kapal Penumpang dan Ro-Ro

Rancangan Standarisasi ini mencakup kegiatan pelaksanaan seluruh bangunan kapal khususnya pada bagian Pintu Utama dan Darurat Kapal Penumpang dan Ro-Ro

2 Acuan normatif

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Tentang Pelayaran. Biro Hukum dan KSLN Kementerian Perhubungan, 2008. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Tentang Pelayaran. International Convention for Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974, Consolidated Edition 2004

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002, Tentang Perkapalan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Di Perairan.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2009, Tentang Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: Um.008/20/9/Djpl–2012 Tentang Pemberlakuan Standar Dan

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi

Berbendera Indonesia.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK 73/AP005/DRJD/2003 Tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyebrangan

(3)

3 Istilah dan definisi a. Keselamatan kapal

Keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.

b. Kapal

kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energy lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

c. Kapal Ro-Ro

kapal yang bisa memuat kendaraan yang berjalan masuk ke dalam kapal dengan penggeraknya sendiri dan bisa keluar dengan sendiri juga sehingga disebut sebagai kapal roll on - roll off disingkat Ro-Ro, untuk itu kapal dilengkapi dengan pintu rampa yang dihubungkan dengan moveble bridge atau dermaga apung ke dermaga.

4 Ketentuan dan persyaratan

Ketentuan dan persyaratan umum yang perlu diperhatikan dalam standar dan spesifikasi Standar Pintu Utama dan Darurat Kapal Penumpangdan Ro-Ro, memuat :

1) Persyaratan umum

a) Standarisasi pintu utama dan pintu darurat merupakan pintu kedap class A (sesuai persyaratan SOLAS Chapter II-1) juga mempertimbangkan standar pintu yang sudah ada seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), Japan Industrial Standar (JIS), American Society for Testing and Materials (ASTM), atau National Fire Protection Association (NFPA). Adapun contoh produk standarnya seperti :

(1) SNI No. 10-0865 tentang pintu baja kedap cuaca (2) SNI No. 10-0868-1989 tentang pintu berongga di

kabin kapal

(3) SNI No. 10-0869-1989 tentang pintu berongga di geladak cuaca kapal.

(4)

(4) SNI No. 10-0974-1989 tentang pintu berongga di geladak cuaca kapal

(5) SNI No.7362-2007 pintu kedap air

(6) SNI ISO 6042:2007 pintu kedap cuaca satu daun

(7) ASTM F782-01 Standard Specification for Doors, Furniture, Marine

b) Standar Pintu juga tidak boleh bertentangan dengan KM 65 tahun 2009 tentang Standar Non Convention Vessel Standard terutama Chapter II Konstruksi point 2.28 dan 7.5.1 sampai dengan 7.5.14

c) Dalam evakuasi kapal yang menjadi ukuran keberhasilan adalah :

(1) Kesiapan alat keselamatan

(2) Kecepatan penumpang dan ABK keluar dari kapal.

(3) Kecepatan Badan SAR menyelamatkan korban yang selamat

d) Banyaknya penelitian tentang keselamatan kapal penumpang menunjukan / menghubungkan bahwa kecepatan evakuasi saat keadaan darurat di kapal sangat erat kaitannya dengan :

(1) penumpang.

Untuk mengarahkan penumpang dibutuhkan beberapa hal antara lain penempatan signet – signet yang jelas. Untuk mengantisipasi perilaku penumpang dapat dilakukan pemberian keterangan yang jelas kepada penumpang saat kejadian. Serta di Serta di beberapa artikel sangat menyarankan untuk melakukan simulasi evaluasi ketika masih dalam tahap perancangan/desain kapal dengan melihat berbagai resiko kondisi kapal maupun perilaku/behavior penumpang.Konsistensi pelaksanaan drill/latihan darurat di kapal

(2) Edukasi kepada penumpang tentang

keselamatan serta pengenalan tata cara saat evakuasi

(5)

(3) Bagaimana mengarahkan penumpang saat proses evakuasi saat evakuasi sehingga tidak terjadi kerumunan dan kepanikan

e) Saat terjadi kejadian bahaya untuk ukuran pintu tidak terlalu mempengaruhi dalam kecepatan evakuasi,serta jumlah pintu yang harus terpasang tidak dapat di standarisasi jumlahnya sebab sangat

bergantung dengan desain kapal yang

bersangkutan.

f) Untuk kecepatan menutup pintu dapat

menggunakan SOLAS Chapter II-2 A Regulasi 9 point 4.1.1.4

g) Pengoperasian pintu utama dan pintu darurat dapat secara :

(1) Mekanik menggunakan tuas (2) Hydraulic

(3) Pneumatik (4) Elektrik

h) Petunjuk cara dan tatacara evakuasi penggunaan pintu darurat bila terjadi bahaya Untuk pintu darurat otomatis dapat digerakan dari anjungan dan disetiap pintu dilengkapi dengan alarm audio dan visual. Sesuai SOLAS Chapter II-1

i) Pelatihan dan pengecekan pintu kedap seharusnya dilaksanakan seminggu sekali sesuai dengan SOLAS Chapter II-1 Regulasi 21 untuk ABK dan penumpang.Untuk penumpang dapat juga diberikan sosialisasi melalui penayangan video keselamatan 2) Persyaratan khusus

a) Peraturan 13 (Solas)

(1) Tidak diizinkan ada pintu-pintu, lubang-lubang lalu orang atau lubang masuk : disekat tubrukan di bawah garis batas benaman, dan disekat melintang kedapair yang memisahkan sebuah ruang muatan dengan sebuah ruang muatan yang berdampingan atau dengan tempat penyimpanan bahan bakar tetap atau cadangan;

(2) Pintu-pintu kedapair yang dipasang disekat-sekat antara tempat penyimpanan bahan bakar

(6)

tetap dan cadangan harus selalu dapat dimasuki;

(3) Di dalam ruangan-ruangan yang berisikan mesin-mesin penggerak utama dan bantu termasuk ketel-ketel yang melayani keperluan-keperluan pergerakan dan semua tempat penyimpanan bahan bakar, tidak lebih dari satu pintu yang terpisah dari pintu-pintu ke tempat-tempat penyimpanan bahan bakar dan terowongan-terowongan poros dapat dipasang dimasing-masing sekat melintang utama. Dimana dipasang dua poros atau lebih, maka terowongan-terowongan harus dihubungkan oleh sebuah jalan penghubung antara. Hanya harus ada satu pintu antara ruang mesin dan ruang ruang terowongan, dimana dipasang dua poros dan hanya dua pintu bila lebih dari dua poros. Semua pintu ini harus dari jenis geser dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga ambangnya setinggi praktis dapat dilaksanakan. Perangkat tangan untuk menggerakkan pintu-pintu ini dari atas geladak sekat harus ditempatkan diluar ruangan-ruangan yang berisikan mesin-mesin jika yang demikian itu sesuai dengan tata susunan yang memenuhi syarat dari perangkat yang diperlukan.

(4) Pintu-pintu kedapair harus pintu-pintu geser atau pintu-pintu engsel atau pintu-pintu yang jenisnya sepadan dengannya. Pintu-pintu pelat yang dikencangkan hanya dengan baut-baut dan pintu-pintu yang disyaratkan untuk ditutup dengan menjatuhkan atau dengan tindakan menjatuhkan bobot tidak diizinkan;

(5) Pintu-pintu geser boleh salah satu : hanya dijalankan dengan tangan, atau dijalankan dengan tenaga maupun dengan tangan;

(6) Pintu-pintu kedapair yang diizinkan dapat dibagi dalam 3 kelas: kelas 1 pintu-pintu berengsel; kelas 2 pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tangan; kelas 3 pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tenaga maupun tangan;

(7)

(7) Sarana untuk menjalankan pintu kedapair yang manapun, baik yang dijalankan dengan tenaga atau bukan, harus dapat menutup pintu selagi kapal dalam keadaan miring 150 ke sisi sembarang;

(8) Di semua kelas pintu kedapair harus dipasangi indikator-indikator yang memperlihatkan di semua stasiun pelayanan dari mana pintu-pintu itu tidak terlihat, apakah pintu-pintu itu terbuka atau tertutup. Jika sembarang pintu dari antara pintu-pintu kedapair itu, dari kelas apapun tidak dipasang sedemikian rupa sehingga memungkinkan pintu itu ditutup dari stasiun pengawasan pusat, harus dilengkapi sarana penghubung mekanis, listrik, teleponis, atau sarana penghubung lain apapun yang layak, yang memungkinkan perwira jaga dengan segera menghubungi orang yang bertanggung jawab untuk penutupan pintu-pintu yang bersangkutan, berdasarkan perintah-perintah sebelumnya;

(9) Pintu-pintu engsel (Kelas 1) harus dipasangi alat-alat penutup gerak cepat, seperti kait-kait, dapat dilayani dari masing-masing sisi sekat; (10) Pintu-pintu geser yang dilayani dengan

tangan (Kelas 2) boleh memiliki gerakan

mendatar atau tegaklurus. Harus

memungkinkan untuk menjalankan

mekanisme di pintu itu sendiri dari ke dua sisi, dan sebagai tambahan, dari suatu tempat yang dapat dijangkau dari atas geladak sekat, dengan gerakan engkol penuh atau suatu gerakan lain yang menghasilkan jaminan keselamatan yang sama dan dari jenis yang disetujui. Penyimpangan-penyimpangan dari syarat pelayanan di kedua sisi dapat diizinkan, jika syarat ini tidak mungkin diterapkan karena reka bentuk ruangan-ruangan yang tidak memungkinkannya. Bila dijalankan dengan perangkat tangan, waktu yang diperlukan untuk melakukan penutupan pintu secara penuh dalam keadaan kapal tegak, harus tidak lebih dari 90 detik.

(8)

(11) Pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tenaga (Kelas 3) boleh memiliki gerakan tegak lurus atau mendatar. Jika sebuah pintu dikehendaki untuk dijalankan dengan tenaga dari pengawasan pusat, perangkat harus ditata sedemikian rupa sehingga pintu itu dapat juga dilayani dengan tenaga di pintu itu sendiri dari kedua sisi. Tata susunan itu harus sedemikian rupa sehingga pintu itu akan menutup secara otomatis jika dibuka oleh pengawas setempat setalah ditutup dari pengawas pusat, dan harus juga sedemikian rupa sembarang pintu dapat tetap ditutup oleh sistim sistim setempat yang akan mencegah pintu dibuka dari pengawas atas. Tangkai-tangkai pengatur setempat yang bersambung dengan perangkat tenaga harus dipasang di tiap sisi dari sekat dan harus

ditata sedemikian rupa sehingga

memungkinkan orang-orang melewati lubang pintu untuk memegang kedua tangkai itu dalam kedudukan terbuka tanpa dapat menjalankan mekanisme secara tidak sengaja pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tenaga harus dipasangi perangkat tangan yang dapat dilayani di pintu itu sendiri di kedua sisi dan dari suatu tempat yang dapat dijangkau di atas galadak sekat, dengan gerakan engkol putar penuh atau suatu gerakan lain yang menghasilkan jaminan keselamatan yang sama dan dengan jenis yang disetujui. Ketentuan harus dibuat untuk memberi peringatan-peringatan dengan isyarat bunyi bahwa pintu telah mulai menutup dan akan bergerak terus sampai benar-benar menutup. Pintu-pintu harus memerlukan waktu yang cukup untuk menutup demi menjamin keselamatan; (12) Sekurang-kurangnya harus ada dua sumber

tenaga yang berdiri sendiri yang dapat membuka dan menutup semua pintu yang diawasi, yang tiap-tiap sumber itu dapat menjalankan semua pintu secara serentak. Kedua sumber tenaga itu harus diawasi dari stasiun pusat di anjungan yang dilengkapi

(9)

dengan semua indikator yang diperlukan untuk mengkaji bahwa setiap sumber tenaga dari dua sumber tenaga itu dapat member

pelayanan yang diperlukan secara

memuaskan;

(13) Dalam hal kerja secara hidrolis, setiap sumber tenaga harus terdiri dari sebuah pompa yang dapat menutup semua pintu dalam waktu yang tidak lebih dari 60 detik. Sebagai tambahan, untuk keseluruhan instalasi harus ada akumulator hidrolis yang kapasitasnya cukup untuk menggerakkan semua pintu sedikit-dikitnya 3 kali, yakni buka – tutup – buka. Cairan yang digunakan haruslah cairan yang tidak membeku pada sembarang suhu yang dapat dialami kapal selama dalam pelayanannya;

(14) Pintu-pintu engsel kedapair berengsel (kelas 1) di dalam ruang-ruang penumpang, awak kapal dan ruang kerja hanya dibolehkan di atas sebuah geladak yang sisi bawahnya, di titik terendahnya di lambung sekurang-kurangnya 2,13 meter (7 kaki) di atas garis muat subdivisi yang terdalam;

(15) Pintu-pintu kedapair yang ambangnya di atas garis muat yang terdalam dan di bawah, garis yang diperincikan di dalam subparagraph yang terdahulu harus pintu-pintu geser dan boleh dijalankan dengan tangan (kelas 2), kecuali di kapal-kapal yang digunakan untuk pelayaran-pelayaran internasional jarak dekat dan disyaratkan mempunyai factor subdivisi 0,50 atau kurang yang di kapal-kapal itu semua pintu demikian harus dijalankan dengan tenaga. Bilamana tabung-tabung saluran yang berhubungan dengan muatan beku dan peranginan atau saluran-saluran tarikan buatan yang dipasang menembus lebih dari satu sekat kedapair subdivisi utama, pintu dilubang demikian harus dijalankan dengan tenaga;

(16) Pintu-pintu kedapair yang kadang-kadang boleh dibuka di laut, dan yang ambang-ambangnya ada di bawah garis muat

(10)

subdivisi terdalam, harus pintu-pintu geser. Aturan-aturan berikut harus diterapkan: (a) Bilamana jumlah pintu demikian (tidak

termasuk pintu-pintu di jalan masuk ke terowongan-terowongan poros) lebih dari 5 (lima), semua pintu ini dan pintu-pintu di jalan masuk ke terowongan-terowongan poros atau ventilasi atau saluran tarikan paksa, harus dijalankan dengan tenaga (kelas 3) dan harus dapat ditutup secara serentak dari stasiun pusat yang ada di anjungan;

(b) Bilamana jumlah pintu demikian (tidak termasuk pintu-pintu di jalan masuk ke terowongan-terowongan poros) lebih dari 1 (satu), tetapi tidak lebih dari 5 (lima). (aa) Dimana kapal tidak mempunyai

ruang-ruang penumpang di bawah geladak sekat, semua pintu tersebut boleh digerakkan dengan tangan (Kelas 2);

(bb) Dimana kapal mempunyai ruang-ruang penumpang di bawah geladak sekat, semua pintu tersebut di atas, harus digerakkan dengan tenaga (Kelas 3), dan harus dapat ditutup secara serentak dari suatu stasiun pusat yang ada di anjungan.

(c) Di kapal yang manapun jika hanya ada dua pintu kedapair yang demikian, dan pintu-pintu itu untuk memasuki atau di

dalam ruangan yang berisikan

permesinan, badan pemerintah dapat mengizinkan kedua pintu itu dijalankan hanya dengan tangan (kelas 2).

(17) Jika pintu-pintu kedapair geser yang kadang-kadang harus dibuka di laut dengan maksud meratakan batubara dipasang diantara tempat-tempat penyimpanan bahan bakar di geladak-geladak antara di bawah geladak sekat, pintu-pintu itu harus digerakkan dengan tenaga. Pembukaan dan penutupan pintu-pintu ini harus dicatat di dalam buku

(11)

harian sebagaimana yang ditetapkan oleh badan pemerintah;

(18) Jika badan pemerintah telah diyakinkan bahwa pintu-pintu demikian benar-benar diperlukan, pintu-pintu kedapair dengan konstruksi yang memenuhi syarat dapat dipasang di sekat-sekat kedapair yang membagi ruang-ruang muat geladak antara. Pintu-pintu tersebut boleh berengsel, gulung atau geser, tetapi tidak boleh dikendalikan dari jauh. Pintu-pintu itu harus dipasang sampai ketinggian yang paling tinggi dan sejauh mungkin dari kulit yang dapat dilaksanakan, tetapi bagaimanapun juga tepi-tepi tegak luar harus diletakkan harus diletakkan di suatu tempat yang jaraknya dari kulit tidak kurang dari seperlima lebar kapal, sebagaiamana yang ditentukan dalam Peraturan 2 Bab ini, jarak tersebut diukur tegaklurus sumbu simetri kapal setinggi garis muat subdivisi yang terdalam;

(19) Pintu-pintu demikian harus ditutup sebelum pelayaran dimulai dan harus tetap dalam keadaan tertutup selama dalam pelayaran, dan saat pintu-pintu itu dibuka di pelabuhan dan pintu-pintu itu ditutup sebelum kapal meninggalkan pelabuhan harus dicatat di dalam buku harian. Apabila pintu yang manapun dari pintu-pintu itu harus dapat dijangkau selama dalam pelayaran, pintu-pintu itu harus dipasangi perangkat yang dapat mencegah pintu-pintu terbuka tanpa dikehendaki. Bilamana diusulkan memasang pintu-pintu demikian, jumlah dan tata

susunannya harus sesuai dengan

pertimbangan khusus dari badan pmerintah; (20) Semua pintu kedapair harus tetap dalam

keadaan tertutup selama dalam pelayaran kecuali bilamana perlu dibuka untuk kepentingan pekerjaan di kapal , dan harus selalu dalam keadaan siap ditutup dengan segera.

(12)

b) Peraturan 14 (Solas)

(1) Pintu-pintu dari lorong muatan dan batubara yang dipasang di bawah garis batas benaman harus mempunyai kekuatan yang cukup. Pintu-pintu itu harus ditutup secara berdayaguna dan dikencangkan kedapair sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, dan harus tetap tertutup Selama kapal berlayar; (2) Pintu-pintu tersebut dalam keadaan

bagaimanapun juga tidak boleh dipasang sedemikian rupa sehingga titik terendahnya berada di bawah garis muat subdivisi yang terdalam.

c) Peraturan 15 (Solas)

(1) Kerangka-kerangka dari pintu-pintu kedapair tegaklurus harus tanpa sponing di bagian bawah yang didalamnya kotoran dapat mengganjal dan menghalangi pintu dapat menutup dengan sempurna;

(2) Tiap-tiap pintu kedapair harus diuji dengan tekanan air hingga tinggi tekannya mencapai geladak sekat. Pengujian itu harus dilaksanakan sebelum kapal dilayarkan, apakah sebelum pintu itu dipasang atau sesudahnya.

d) Peraturan 21 (Solas)

(1) Latihan-latihan menggerakkan pintu-pintu kedapair harus dilakukan 1 kali setiap minggu. Di kapal-kapal yang waktu pelayarannyalebih dari 1 minggu, suatu latihan lengkap harus diselenggarakan sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, dan latihan-latihan lain setelah itu sekurang-kurangnya 1 kali setiap minggu selama pelayaran. Di semua kapal, semua pintu bertenaga dan berengsel yang kedapair di sekat-sekat melintang utama yang digunakan di laut, harus digerakkan setiap hari;

(2) Pintu-pintu kedapair dan semua mekanisme serta indikator yang dihubungkan padanya, semua katup yang penutupannya diperlukan untuk membuat kompartemen kedapair, dan

(13)

semua katup yang kerjanya diperlukan, untuk

pengawasan kerusakan

sambungan-sambungan silang harus diperiksa secara berkala di laut sekurang-kurangnya 1 kali setiap minggu;

(3) Katup-katup, pintu-pintu dan mekanisme demikian harus ditandai dengan sepatutnya

untuk memperoleh kepastian bahwa

kesemuanya itu dapat digunakan dengan layak untuk memperoleh keselamatan yang setinggi-tingginya;

e) Peraturan 22 (Solas)

(1) Pintu-pintu berengsel, pintu-pintu muatan, pintu-pintu batubara dan lubang-lubang lain yang oleh peraturan ini disyaratkan untuk tetap dalam keadaan tertutup selama dalam pelayaran, harus ditutup sebelum kapal meninggalkan pelabuhan. Saat penutupan dan saat pembukaannya harus dicatat dalam buku harian.

(2) Catatan tentang semua latihan dan pemeriksaan yang disyaratkan harus dibukukan di dalam buku harian dengan catatan terpisah tentang adanya kekurangan-kekurangan yang mungkin dijumpai. 5 Klasifikasi dan aplikasi pintu utama dan darurat

Pintu baja kedap cuaca untuk kapal kecilpintu luar pada bangunan atas dan rumah geladak yang direncanakan untuk mencegah masuknya pengaruh cuaca dari luar.Berdasarkan aplikasinya, pintu dikelompokkan dalam 4 (empat) klasifikasi :

(14)

Tabel 5.1 Klasifikasi dan Aplikasi

KLASI FIKASI

APLIKASI

A Pintu sekat depan bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat pertama di atas geladak lambung timbul.

B Pintu sekat depan bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat kedua diatas geladak lambung timbul.

C

Pintu dinding samping dan dinding belakang bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat pertama di atas geladak lambung timbul, dan pintu sekat depan rumah geladak pada tingkat ketiga atau lebih di atas geladak lambung timbul.

D

Pintu dinding samping dan dinding belakang bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat kedua diatas geladak lambung timbul.

Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 7362:2007 6 Persyaratan bahan dan mutu

Keterangan bahan pintu baja kedap cuaca

Tabel 5.2 Keterangan Bahan Pintu Baja Kedap Cuaca

NO BAGIAN BAHAN

1 Pelat pintu JIS G 3101-SS41* 2 Penahan gasket Pelat baja

3 Gasket Karet sintetis tahan lama

4 Penegar JIS G 3101-SS41*

5 Ambang JIS G 3101-SS41*

Keterangan * SS41 dikenali menjadi SS400 sejak Januari 1991. Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 7362:2007

(15)

7 Konstruksi, bentuk, dan ukuran a. Konstruksi

1) Bukaan ke kanan (R) harus diartikan pintu dibuka ke arah kanan dan bukaan ke kiri (L) pintu dibuka ke arah kiri.

2) Ukuran dari lubang pintu dan pintu, ketebalan dari pelat pintu dan ukuran penegar sesuai Tabel 3.

3) Perlengkapan pada pintu sesuai JIS F 2330.

4) Gambar 1 sampai Gambar 8 menunjukkan bukaan ke kanan (R), dan sebaliknya bukaan ke kiri (L) .

5) Pintu harus dilengkapi dengan gagang pengunci, penahan penjepit dan kait sesuai keperluan.

b. Syarat penandaan

Pintu harus diberi tanda pada bagian yang mudah dilihat dengan mencantumkan : Nama/Logo perusahaan, tipe, nomor nominal dan arah bukaan.

c. Cara Penunjukan

Pintu ditunjuk dengan mencantumkan nama, kelas, nomor nominal, tebal pelat pintu, ukuran penegar, arah bukaan atau nomor SNI.

CONTOH Pintu baja kedap cuaca untuk kapal kecil A 10506-6-75 x 6 R atau SNI 7362 A 10506-6-75 x 6 R. d. Ukuran

Agar memenuhi kelayakan dan keselamatan pelayaran, maka kapal yang akandirancang hendaknya benar-benar memperhatikan dimensi material yang digunakanbeserta rencana konstruksinya. Untuk membuat rencana konstruksi diperlukanreferensi berupa aturan-aturan yang telah teruji.

(16)

Tabel 5.3. Ukuran Pintu Satuan dalam Milimeter

N o N o m in a l U k u ra n lu b a n g p in tu U k u ra n p in tu

Klasifikasi A Klasifikasi B Klasifikasi C Klasifikasi D

T eb a l p el a t p in tu p en eg a r T eb a l p el a t p in tu p en eg a r T eb a l p el a t p in tu p en eg a r T eb a l p el a t p in tu p en eg a r L 9 0 m L < 9 0 m L 5 0 m L < 9 0 m L 9 0 m L < 9 0 m L 5 0 m L < 9 0 m L 5 0 m L < 9 0 m 1050 1000x500 1040x540 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 1150 1100x500 1140x540 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 1155 1100x550 1140x590 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 1160 1100x600 1140x640 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 1250 1200x500 1240x540 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 1255 1200x550 1240x590 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 1260 1200x600 1240x640 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 1350 1300x500 1340x540 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 1355 1300x550 1340x590 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 1360 1300x600 1340x640 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 1455 1400x550 1440x590 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5 1460 1400x600 1440x640 5,5 6 65x4,5 75x6 4,5 5 50x4,5 65x4,5 4,5 5 50x4,5 4,5 50x4,5

(17)

Tabel 5.4. Ukuran Berat

No Nomin

al

Berat Terhitung (Kg)

Klasifikasi A Klasifikasi B Klasifikasi C Klasifika

si D L≤50 m L<90 m L≤50 m L<90 m L≤50 m L<90 m 1050 26,6 29,1 21,8 24,2 21,5 23,9 21,5 1150 29,2 31,8 23,9 26,5 23,5 26,1 23,5 1155 31,7 34,6 26,0 28,9 25,6 28,4 25,6 1160 34,3 37,4 28,1 31,2 27,7 30,8 27,7 1250 31,7 34,6 25,9 28,8 25,6 28,4 25,6 1255 34,5 37,6 28,2 31,3 27,8 30,9 27,8 1260 37,3 40,6 30,5 33,9 30,1 33,4 30,1 1350 34,2 37,4 28,0 31,1 27,6 30,7 27,6 1355 37,2 40,6 30,5 33,8 30,1 33,4 30,1 1360 40,2 43,9 32,9 36,5 32,5 36,1 32,5 1455 40,0 43,6 32,7 36,4 32,3 35,9 32,3 1460 43,2 47,1 35,3 39,3 34,9 38,8 34,9

(18)

Keterangan:

1. L panjang kapal sesuai dengan peraturan untuk Konstruksi Kapal Baja

2. Pintu yang berpenegar satu masuk klasifikasi D, yang berpenegar dua masuk klasifikasilainnya.

3. Berat terhitung hanya menunjukkan berat pelat pintu. 4. Tebal pelat pintu menunjukkan nilai minimumnya.

5. Tebal pelat pintu untuk kapal pelayaran pedalaman dapat dikurangi 0,5 mm dari nilai yang tertera di atas. Tebal minimum adalah 4,5 mm.

B. RANCANGAN STANDAR SISTEM PERANGINAN DALAM

KAMAR MESIN KAPAL PENUMPANG DAN RO-RO

Rancangan standardisasi ini merupakan hasil kajian dari berbagai pedoman spesifikasi teknik pekerjaan yang ada. Pembahasan studi dilakukan dan/atau didasarkan pada berbagai sumber yang terkait dengan pembahasan B. Standar Sistem Peranginan Dalam Kamar Mesin Kapal Penumpang dan Ro-Ro. Dengan terselesaikannya Rancangan Standar Sistem Peranginan Dalam Kamar Mesin Kapal Penumpang dan Ro-Ro, selanjutnya akan dibahas dengan Kelompok Umum dari Gugus Kerja Kementerian Perhubungan pada Sub-Panitia Teknis Badan Litbang Perhubungan yang berada dibawah naungan Panitia Teknis Standardisasi Di Bidang Transportasi Laut Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan.

Proses pembahasan yang dimulai dari Rapat Kelompok Bidang Keahlian, Rapat Gugus Kerja, Rapat Teknis dan Konsensus pada tingkat Sub-Panitia Teknis Badan Litbang Perhubungan yang kemudian Rapat Penetapan pada Panitia Teknis sesuai dengan mekanisme proses pembuatan standardisasi di Kementerian Perhubungan.

Pelaksanaan pembahasan untuk masing-masing tingkatan harus dihadiri oleh anggota panitia, nara sumber, konseptor dan tim editor dari perumusan standardisasi ini. Komposisi anggota panitia dan nara sumber harus memperhatikan keterwakilan para pemangku kepentingan yaitu antara lain : pemerintah, pakar, konsumen dan produsen dengan komposisi yang seimbang satu sama lain.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008, tentang Pelayaran bahwa pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana bantu pelayaran harus berdasarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM). Rancangan Standardisasi ini mencakup persyaratan

(19)

dan standar teknis yang harus dipenuhi, penentuan lokasi danpenempatan.

1. Ruang lingkup

Standarisasi ini menetapkan ketentuan dan persyaratan, klasifikasi dan aplikasi system Peranginan dalam kamar mesin, persyaratan bahan dan mutu, konstruksi, bentuk, dan ukuran. Rancangan Standarisasi ini mencakup persyaratan dan standar teknis yang harus dipenuhi,dalam penerapan system peranginan dalam kamar mesin kapal penumpang dan Ro-Ro.

Rancangan Standarisasi ini mencakup kegiatan pelaksanaan seluruh bangunan kapal khususnya pada bagian system peranginan dalam kamar mesin kapal penumpang dan Ro-Ro.

2. Acuan normatif

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Tentang Pelayaran. Biro Hukum dan KSLN Kementerian Perhubungan, 2008. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Tentang Pelayaran. International Convention for Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974, Consolidated Edition 2004

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002, Tentang Perkapalan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Di Perairan.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2009, Tentang Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: Um.008/20/9/Djpl–2012 Tentang Pemberlakuan Standar Dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK 73/AP005/DRJD/2003 Tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan

3. Istilah dan definisi a. Keselamatan kapal

Keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.

(20)

b. Kapal

kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energy lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

c. Kapal Ro-Ro

kapal yang bisa memuat kendaraan yang berjalan masuk kedalam kapal dengan penggeraknya sendiri dan bisa keluar dengan sendiri juga sehingga disebut sebagai kapal roll on - roll off disingkat Ro-Ro, untuk itu kapal dilengkapi dengan pintu rampa yang dihubungkan dengan moveble bridgeatau dermaga apung kedermaga.

d. Ketentuan dan persyaratan

Ketentuan dan persyaratan umum yang perlu diperhatikan dalam standar system peranginan dalam kamar mesin kapal penumpang dan Ro-Ro, memuat :

1) Persyaratan umum

a) Ventilasi dalam kapal adalah proses penggantian udara kotor dengan udara segar dari luar ke berbagai ruangan kapal, pada ventilasi alamiah pembaharuan udara didalam ruangan terjadi dengan sendirinya sebagai akibat dari perbedaan tekanan udara luar dengan tekanan udara di dalam ruangan kapal. Sedangkan pada sistem ventilasi mekanis dibedakan menjadi supply ventilation, exhaust ventilation dan gabungan antara supply dan exhaust ventilation system. Dalam ketiga sistem ventilasi mekanis yang telah diuraikan diatas, banyaknya udara yang dapat dimasukkan ke dalam ruangan kapal setiap jam tergantung dari kapasitas kipas yang dipergunakan. Data masing-masing tipe kipas umumnya disediakan oleh pabrik pembuatnya, yang penting ialah bahwa kapasitas kipas yang dipergunakan untuk tujuan ventilasi harus cukup kuat untuk mempertahankan atau mengatur komposisi kimia kelembaban udara dan temperatur udara di dalam masing-masing ruangan kapal sesuai dengan yang diperlukan.

b) Pada supply ventilation system, udara segar dimasukkan kedalam ruangan kapal dengan

(21)

menggunakan kipas. Oleh karenanya tekanan udara di dalam kompartemen bertambah besar sehingga udara dalam ruangan yang panas dan kotor terdesak keluar melalui lubang angin yang tersedia. Kecepatan dan banyaknya udara dari luar yang masuk serta udara dalam yang keluar tergantung dari kapasitas kipas. Penyimpangan bila dibandingkan dengan kenyataan di dalam praktek. Penyebab penyimpangan tersebut diakibatkan antara lain :

(1) Perubahan arah aliran udara luar (2) Perubahan arah pelayaran kapal (3) percikan-percikan gelombang laut

kecepatan aliran udara /angin yang tinggi atau sama sekali tidak ada aliran udara /udara tenang.

Namun bila ditinjau dari segi kecepatan aliran udara yang berkisar antara 2 sampai 4 m per detik, hasil yang diperoleh dengan memakai rumus di atas akan mendekati kenyataan di dalam praktek (kecepatan aliran udara berada dalam lingkungan flauwekoelte dan lichte koelte menurut Beaufort scale)

c) Gambaran terhadap bahan dan konstruksi yang digunakan pada sistim peranginan dalam kamar mesin kapal penumpang dan kapal Ro-Ro adalah Sesuai dengan ISSA Ship StoreCode 59. persyaratan dan spesifikasi teknis sistim peranginan dalam kamar mesin kapal penumpang dan kapal Ro-Ro harus dapat mencegah berkumpulnya uap dari bahan bakar sesuai SOLAS Chapter II-1 Regulation 4 Point 2.2.2

2) Persyaratan khusus a) Peraturan 25 (Solas)

(1) Pada umumnya, kipas-kipas ventilasi harus dipasang sedemikian rupa sehingga saluran-saluran yang menjangkau berbagai ruangan, tetap ada di dalam zona vertical utama;

(2) Jika sistim ventilasi menembus

geladak-geladak, harus dilakukan tindakan

pengamanan, di samping tindakan-tindakan yang berkaitan dengan keutuhan kebakaran

(22)

geladak yang disyaratkan oleh Peraturan 23 BAb ini, untuk mengurangi kemungkinan asap dan gas-gas panas menerobos dari satu ruang geladak antara ke ruang geladak antara yang lain melalui sistim itu. Di samping syarat-syarat isolasi yang ditetapkan di dalam peraturan ini, saluran-saluran vertical, jika dianggap perlu harus diisolasi sebagaimana yang ditetapkan dalam table-tabel bersangkutan di dalam peraturan 20 Bab ini;

(3) Lubang-lubang masuk dan lubang-lubang keluar utama dari semua sistim ventilasi harus dapat ditutup dari luar ruangan yang mendapat ventilasi;

(4) Kecuali di dalam ruang-ruang muat, saluran-saluran ventilasi harusdibangun dari bahan-bahan berikut:

(a) Saluran-saluran dengan penampang melintang tidak kurang dari 0.075 m2 (116 inci persegi) dan semua saluran vertical yang melayani lebih dari suatu ruangan geladak antara tunggal, harus dikonstruksi dari baja atau bahan lain yang sepadan; (b) Saluran-saluran dengan penampang

melintang kurang dari 0.075 m2 (116 inci persegi) harus dikontruksi dari bahan-bahan yang tidak dpat terbakar. Jika saluran-saluran demikian menembus divisi-divisi klas A atau B harus diperhatikan benar-benar untuk menjamin integritas kebakaran divisi.

(c) Saluran-saluran pendek dengan penampang melintang pada umumnya tidak lebih dari 0.02 m2 (31 inci persegi) atau yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter (79 inci), tidak perlu dari bahan yang tidak dapat terbakar, dengan ketentuan bahwa semua syarat-syarat berikut ini dipenuhi: (aa) Saluran dikonstruksi dari bahan

dengan resiko kebakaran terbatas yang disetujui Badan Pemerintah;

(23)

(bb) Saluran hanya digunakan di ujung akhir dari sistim ventilasi; dan (cc) Saluran tidak ditempatkan dengan

jarak yang kurang dari 0.6 meter (24 inci), diukur sepanjang saluran itu sampai ke penembusan divisi klas A atau B, termasuk langit-langit klas B menerus.

(5) Jika ruang tertutup tangga tapak diberi ventilasi, saluran atau saluran-saluran (jika ada) harus diambil dari kamar kipas terpisah dari saluran-saluran lain di dalam sistim ventilasi dan tidak boleh melayani ruangan lain yang manapun;

(6) Semua ventilasi dengan tenaga, kecuali ventilasi ruang mesin dan ruang-ruang muat dan sistim pengganti apapun yang mungkin dipersyaratkan oleh paragraph h peraturan ini, harus dipasang alat-alat pengawas yang dikelompokkan sedemikian sehingga semua kipas dapat dihentikan dari manapun dari dua kedudukan terpisah yang harus ditempatkan sejauh yang dapat dilaksanakan. Alat-alat pengawas untuk ventilasi dengan tenaga yang melayani ruang-ruang mesin harus juga dikelompok-kelompokkan sedemikian rupa sehingga dapat dilayani dari dua kedudukan, satu diantaranya harus ada di luar ruangan-ruangan demikian. Kipas-kipas yang melayani sistim-sistim ventilasi dengan tenaga di ruang muat harus dapat diberhentikan dari temapt yang aman di luar ruangan-ruangan demikian. (7) Sistim ventilasi yang melewati ruang-ruang

akomodasi atau ruangan-ruangan berisikan bahan-bahan yang dapat terbakar, saluran-saluran buang dari dapur masak harus dengan konstruksi divisi-divisi kelas A. Masing-masing saluran buang harus dipasangi:

(a) penahan gemuk yang mud dilepas untuk dibersihkan;

(b) katup peredam kebakaran yang

(24)

(c) penataan-penataan yang dapat dilayani dari dalam ruang masak, untuk penutupan kipas buang; dan

(d) sarana-sarana yang dipasang tetap untuk memadamkan api di dalam saluran.

(8) Pengaturan-pengaturan demikian jika dapat dilaksanakan harus diambil berkenaan dengan stasiun-stasiun pengawasan di luar ruang-ruang mesin untuk menjamin bahwa ventilasi, penglihatan dan keadaan bebas asap dipertahankan, sehingga bila terjadi kebakaran, permesinan dan perlengkapan yang ada di dalamnya dapat diawai dan terus berfungsi secara efektif. Sarana-sarana pengganti dan terpisah dari prnyaluran udara harus diperlengkapkan, pemasukan-pemasukan udra dari dua sumber penyaluran harus dipasang sedemikian rupa sehingga resiko kedua pemasukan untuk menarik asap secara bersamaan hingga serendah-rendahnya. Atas keputusan Badan Pemerintah, syarat-syarat demikian tidak perlu diterapkan bagi stasiun-stasiun pengawasan yang terletak di, dan lubang-lubang di geladak terbuka, atau dimana penataan-penataan penutupan setempat harus mempunyai dayaguna yang sama;

(9) Saluran-saluran yang diadakan untuk ventilasi ruang-ruang mesin katagori A pada umumnya tidak boleh melalui ruang akomodasi, ruang pelayanan atau stasiun-stasiun pengawasan, kecuali jika Badan pemerintah memberi keringanan terhadap syarat-syarat ini, dengan ketentuan bahwa:

(a) Saluran-saluran dikonstruksi dari baja, dan diisolasi sesuai dengan standar A-60, atau (b) Saluran-saluran dikonstruksi dari baja dan

dipasangi katup peredam kebakaran otomatis di dekat batas yang ditembus dan diisolasi sesuai dengan standar A-60 dari ruang mesin sampai ke suatu titik yang sekurang-kurangnya 5 meter (16 kaki) setelah katup peredam kebakaran.

(25)

(10) Saluran-saluran untuk ventilasi ruang-ruang akomodasi, ruang-ruang pelayanan, atau stasiun-stasiun pengawasan pada umumnya tidak boleh melewati ruang-ruang mesin kategori A, kecuali jika badan pemerintah memberi keringanan terhadap syarat ini, dengan ketentuan bahwa saluran-saluran itu harus dibuat dari baja atau dipasangi katup peredam kebakaran otomatis di dekat batas-batas yang ditembus.

b) Peraturan 30 (Solas)

(1) Untuk ruangan-ruangan kategori khusus harus ada sistim ventilasi dengan tenaga efektif yang cukup memberi sekurang-kurangnya 10 kali pertukaran udara setiap jam. Sistim ventilasi untuk ruangan-ruangan demikian harus benar-benar terpisah dari sistim ventilasi lain dan harus dalam keadaan jalan pada setiap saat bilamana di dalam ruangan demikian ada

kendaraan. Badan pemerintah dapat

mensyaratkan untuk menambah jumlah pertukaran udara bilamana kendaraan-kendaraan sedang dinaikkan atau sedang diturunkan.

(2) Ventilasi harus sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya lapisan udara dan terbentuknya kantong-kantong udara.

(3) Di anjungan harus dilengkapi dengan sarana-sarana untuk menunjukkan hilang atau berkurangnya kapasitas ventilasi yang disyaratkan.

(4) Ketentuan-ketentuan tambahan yang hanya berlaku bagi ruangan-ruangan katagori khusus yang ada di atas geladak sekat.

c) Peraturan 31 (Solas)

(1) Di dalam setiap ruang muat demikian harus dilengkapi dengan sistim ventilasi dengan tenaga yang efektif yang cukup memberikan sekurang-kurangnya 10 kali pertukaran udara dalam setiap jam. Sistim untuk ruang-ruang muat demikian harus sama sekali terpisah dari sistim-sistim ventilasi lain dan harus bekerja

(26)

pada setiap saat bilamana di dalam ruang-ruang demikian ada kendaraan-kendaraan.

(2) Ventilasi itu harus demikian rupa untuk dapat mencegah terbentuknya lapisan udara dan terbentuknya kantong-kantong udara.

(3) Di anjungan navigasi harus dilengkapi dengan sarana-sarana untuk menunjukan setiap adanya kehilangan atau berkurangnya kapasitas ventilasi yang dipersyaratkan.

d) Peraturan 45 (Solas)

(1) Ventilasi dengan tenaga di ruang-ruang mesin harus dapat dihentikan dari suatu posisi di luar ruang-ruang mesin yang dapat dijangkau dengan mudah.

(2) Tata susunan dan penempatan bukaan-bukaan di geladak tangki muat darimana dapat terjadi keluar gas harus sedemikian rupa sehingga dapat menurunkan hingga serendah-rendahnya kemungkinan masuknya gas ke dalam ruangan-ruangan tertutup yang mengandung dumber penyalaan, atau mengumpul di sekitar permesinan dan perlengkapan geladak yang dapat mengakibatkan terjadinya bahaya penyalaan kebakaran. Bagaimanapun juga ketinggian lubang buang di atas geladak dan kecepatan keluarnya gas itu harus ditentukan berdasarkan jarak setiap lubang buang dari bukaan lubang rumah geladak atau sumber penyalaan manapun.

(3) Tata susunan lubang-lubang masuk dan lubang-lubang buang dari ventilasi dan bukaan-bukaan lubang rumah geladak dan bukaan-bukaan bukaan batas bangunan atas dan bukaan-bukaan lainnya harus sedemikian sehingga melengkapi ketentuan-ketentuan paragraph (a) peraturan ini. Ventilasi demikian. Khususnya untuk ruang-ruang permesinan harus ditempatkan sejauh praktis dapat dilaksanakan. Dalam hal ini pertimbangan harus diberikan bilamana kapal diperlengkapi untuk memuat atau membongkar di buritan. Sumber-sumber

(27)

penyalaan seperti perlengkapan listrik harus ditata sedemikian untuk menghindari bahaya ledakan.

(4) Kamar-kamar pompa muat harus dengan ventilasi mekanik dan buangan-buangan dari kipas - kipas buang harus disalurkan ke suatu tempat yang aman di geladak terbuka. Ventilasi ruangan-ruangan ini harus memiliki kapasitas yang cukup untuk mengurangi hingga

serendah-rendahnya kemungkinan

terkumpulnya uap-uap yang dapat menyala. Jumlah pergantian udara harus sekurang-kurangnya 20 kali setiap jam, dengan dasar isi kotor ruangan. Saluran-saluran udara harus ditata sedemikian sehingga semua ruangan memperolh ventilasi secara efektif. Ventilasi harus dari tipe isap.

e) Peraturan 76 (Solas)

(1) Semua ventilasi dengan tenaga, kecuali ventilasi ruang muat dan ruang permesinan, harus dilengkapi dengan

pengawasan-pengawasan induk yang ditempatkan

sedemikian di luar ruangan permesinan di posisi-posisi yang dapat dijangkau dengan mudah dan cepat, sehingga tidak perlu mendatangi lebih daripada 3 stasiun untuk menghentikan semua kipas ventilasi ke ruangan-ruangan yang selain ruang-ruang permesinan dan ruang-ruang muat. Ventilasi ruang permesinan harus dilengkapi dengan pengawasan induk yang dapat dilayani dari suatu posisi di luar ruang permesinan.

(2) Isolasi yang efisien harus dikenakan pada saluran-saluran buang dari dapur masak, di mana saluran-saluran buang itu menerobos ruang-ruang akomodasi.

(28)

f) Persyaratan dan spesifikasi teknis sistim peranginan dalam kamar mesin kapal penumpang dan kapal Ro-Ro

Tabel 5.5. Persyaratan dan Spesifikasi Teknis Sistim Peranginan dalam Kamar Mesin Kapal Penumpang dan Kapal Ro-Ro

T ip e R u an g an Mekanis Natural K en ai k an te m p er at u re ( 0 C ) G an ti u d ar a d al am m en it M as u k K el u ar M as u k K el u ar Ruang Bagasi ya 8 15 Ruang Batteray ya ya 2 Ruang gudang ya 15 10 Ruang bosun ya ya 20 Ruang Daging ya 6 4 Kamar Layar Ya ya 6 Ruang CO2 ya ya 8 6 R. Muatan Kering ya ya 30 Tangki dalam ya ya 20 Bengkel Listrik ya 6 6 R. Mesin Elevator ya ya 8 6

Gudang alat mesin ya 11 20

R. genrt. Darurat ya ya 8 10

Dapur dan Pantri ya ya 6 1

Ruang Sampah ya 6

(29)

Gudang tali ya ya 20 Ruang Cuci ya 6 4 Bengkel Mesin ya 6 6 R. Mesin Utama ya ya Gudang Cat ya ya 6 6 Muatan Dingin ya ya 60 Jalan Poros ya Ya 10 R. Mesin Kemudi ya ya 8 6 Gd. Makanan kering ya 4 4 R. Tangki kotoran ya ya 8 6 KM. Mandi &WC ya 6 4 Rumah kemudi 10

Sumber : Data diolah

C. RANCANGAN STANDAR RUANG KABIN PENUMPANG

KAPAL RO-RO YANG BERLAYAR DI LAUT LEBIH DARI 8 JAM

Rancangan standardisasi ini merupakan hasil kajian dari berbagai pedoman spesifikasi teknik pekerjaan yang ada. Pembahasan studi dilakukan dan/atau didasarkan pada berbagai sumber yang terkait dengan pembahasan Standar Ruang Kabin Penumpang Kapal Ro-Ro yang berlayar di Laut Lebih dari 8 jam

Dengan terselesaikannya Rancangan Standar Ruang Kabin Penumpang Penumpang Kapal Ro-Ro yang berlayar di Laut Lebih dari 8 jam , selanjutnya akan dibahas dengan Kelompok Umum dari Gugus Kerja Kementerian Perhubungan pada Sub-Panitia Teknis Badan Litbang Perhubungan yang berada dibawah naungan Panitia Teknis Standardisasi Di Bidang Transportasi Laut Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan.

Proses pembahasan yang dimulai dari Rapat Kelompok Bidang Keahlian, Rapat Gugus Kerja, Rapat Teknis dan Konsensus pada

(30)

tingkat Sub-Panitia Teknis Badan Litbang Perhubungan yang kemudian Rapat Penetapan pada Panitia Teknis sesuai dengan mekanisme proses pembuatan standardisasi di Kementerian Perhubungan.

Pelaksanaan pembahasan untuk masing-masing tingkatan harus dihadiri oleh anggota panitia, nara sumber, konseptor dan tim editor dari perumusan standardisasi ini. Komposisi anggota panitia dan nara sumber harus memperhatikan keterwakilan para pemangku kepentingan yaitu antara lain :pemerintah, pakar, konsumen dan produsen dengan komposisi yang seimbang satu sama lain.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008, tentang Pelayaran bahwa pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana bantu pelayaran harus berdasarkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM). Rancangan standardisasi ini disusun sesuai dengan masing-masing tahapan kegiatan yang terdiri dari survey, investigasi dan desain, di mana dalam pelaksanaannya mengacu dan berpedoman pada norma, standar, pedoman dan manual (NSPM).

Rancangan Standardisasi ini mencakup persyaratan dan standar teknis yang harus dipenuhi, penentuan lokasi, penempatan yang mendukung.

1. Ruang lingkup

Standarisasi ini menetapkan ketentuan dan persyaratan, klasifikasi dan aplikasi Ruang Kabin Penumpang Kapal Ro-Ro yang berlayar di Laut Lebih dari 8 Jam.

Rancangan Standarisasi ini mencakup persyaratan dan standar teknis yang harus dipenuhi,dalam ruang kabin kapal penumpang dan Ro-Ro yang berlayar di laut lebih dari 8 jam..

Rancangan Standarisasi ini mencakup kegiatan pelaksanaan seluruh bangunan kapal khususnya ruang kabin kapal penumpang dan Ro-Ro yang berlayar di laut lebih dari 8 jam.

2. Acuan normatif

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Tentang Pelayaran. International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974 (Konvensi Internasional Keselamatan Jiwa di Laut, 1974) Biro Hukum dan KSLN Kementerian Perhubungan, 2008. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Tentang Pelayaran. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002, Tentang Perkapalan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Di Perairan.

(31)

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2009, Tentang Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: Um.008/20/9/Djpl–2012 Tentang Pemberlakuan Standar Dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK 73/AP005/DRJD/2003 Tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyebrangan

3. Istilah dan definisi a. Keselamatan kapal

Keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. b. Kapal

kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energy lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

c. Kapal Ro-Ro

kapal yang bisa memuat kendaraan yang berjalan masuk kedalam kapal dengan penggeraknya sendiri dan bisa keluar dengan sendiri juga sehingga disebutse bagai kapal roll on - roll off disingkat Ro-Ro, untuk itu kapal dilengkapi dengan pintu rampa yang dihubungkan dengan moveble bridgeatau dermaga apung ke dermaga.

d. Pelayanan

Suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan e. Ruangpenumpang

ruang-ruang yang diperuntukkan bagi akomodasi dan digunakan oleh para penumpang, tidak termasuk ruangan-ruangan untuk bagasi, perbekalan, makanan dan pos.

(32)

Ruangan-ruangan yang terletak di bawah garis batas benaman yang digunakan untuk akomodasi dan digunakan oleh para awak kapal akan dianggap sebagai ruangan penumpang

4. Ketentuan dan persyaratan

Ketentuan dan persyaratan umum yang perlu diperhatikan dalam standar dan spesifikasi Standar Ruang Kabin Penumpang Kapal Ro-Ro yang Berlayar di Laut Lebih dari 8 Jam, memuat :

a. Persyaratan umum

1) Standar Ruang Kabin Penumpang Kapal Ro-Ro yang Berlayar di Laut Lebih dari 8 Jam adalah persyaratan pelayanan minimal kapal penyeberangan secara teknis dan aspek kenyamanan pelanggan penumpang diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. AP.005/3/13/DPRD/94 tentang Petunjuk Teknis Persyaratan Pelayanan Minimal Kapal Sungai, Danau dan Penyeberangan serta Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No.SK.73/AP005/DRJD/2003 tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan.

2) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 73/AP005/DRJD/2003 tentang Persyaratan Minimal Angkutan Penyeberangan Perusahaan angkutan penyeberangan yang melakukan usaha angkutan penyeberangan harus memenuhi persyaratan pelayanan untuk penumpang, pemuatan kendaraan dikapal penyeberangan, kecepatan kapal dan pemenuhan jadwal operasi kapal.

3) Persyaratan Untuk ukuran ruang kabin penumpang disesuaikan dengan design kapal yang telah disetujui oleh regulator.

4) Untuk ukuran tempat duduk dan tempar tidur per penumpang dapat menggunakan standar dari surat keputusam Dirjen Perhubungan Darat No.SK 73/AP005/DRJD/2003 tentang standar pelayanan minimal angkutan penyebrangan.

5) Untuk persyaratan lebar minimal gangway dapat menggunakan standar dari SOLAS Chapter II-2.

6) Persyaratan dan spesifikasi teknis fasilitas Ruang Kabin. Persyaratan Dapat menggunakan standar dari Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Dara No. SK

(33)

73/AP005/DRJD/2003 tentang standar pelayanan minimal angkutan penyebrangan.

b. Persyaratan khusus

Ruang Kabin Penumpang Kapal Ro-Ro yang Berlayar di Laut Lebih dari 8 Jam, harusmemenuhiketentuansebagai berikut: 1) Persyaratan pelayanan untuk penumpang;

2) Persyaratan pelayanan untuk pemuatan kendaraan diatas kapal penyeberangan;

3) Persyaratan pelayanan kecepatan kapal, dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :

a) Kapal pelayanan ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) knot per jam; b) Kapal pelayanan non-ekonomi untuk kendaraan

mempunyai kecepatan rata-rata pelayanan (service speed) sekurang kurangnya 15 (limabelas) knot. 4) Persyaratan pelayanan pemenuhan jadwalkapal, meliputi

hal-hal berikut ini:

a) Jadwal perjalanan kapal, b) Jadwal siap operasi (stand by), c) Jadwal istirahat (off),

d) Jadwal docking.

Persyaratan pelayanan untuk penumpang dapat diuraikan lebih detail menjadiBeberapa bagian dibawah ini :

a) Persyaratan pelayanan kenyamanan penumpang terdiri dari ;

(1) Waktu atau lama berlayar, terdiri dari : (a) Kategori 1, lama pelayaran s/d 1 jam, (b) Kategori 2, lama pelayaran 1 s/d 4 jam, (c) Kategori 3, lama pelayaran 4 s/d 8 jam, (d) Kategori 4, lama pelayaran 8 s/d 12 jam, (e) Kategori 5, lama pelayarandiatas 12 jam. (2) Waktu turun naik penumpang dan/atau

(34)

(3) Kelas-kelas tempat duduk penumpang, dibedakan menjadi beberapa bagian :

(a) Tempat duduk kelas ekonomi,

(b) Tempat duduk kelas non-ekonomi bisnis, (c) Tempat duduk kelas non-ekonomi

eksekutif.

Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang, dibedakan menjadi beberapa bagian : a) Luas Ruangan,

b) Tempat penumpang,

(1) Penumpang geladak terbuka, (2) Penumpang geladak tertutup, (3) Penumpang kamar.

c) Tempat duduk,

d) Gang / jalanlewat orang,

e) Kamar mandi dan WC / peturasan, f) Sistem lubang angin / ventilasi, g) Dapur dan kantin / kafetaria, h) Ruang publik (public area).

Persyaratan jalan penumpang keluar/masuk kapal (gangway).

Dalam kegiatan turun naik penumpang harus dapat tercipta kondisi yang tertib, lancar, teratur, aman dan nyaman dengan demikian jalan keluar masuk kapal harus sesuai dengan jumlah penumpang yang akan turun naik kapal.

c. Ruangan dan fasilitas

Sedangkan persyaratan minimal konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang pada kapal ferry ro-ro adalah sebagai berikut:

1) Luas ruangan:

Luas lantai tempat duduk/tempat tidur penumpang kurang lebih 60% luas geladak ruangan.

(35)

2) Penumpang:

a) Penumpang geladak terbuka:

luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30-0,45 m2

b) Penumpang geladak tertutup:

(1) Tinggi tenda/atapmunimal 1,90m;

(2) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30-0,65 m2

c) Penumpang kamar:

(1) Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 (enam) orang;

(2) Harus mempunyai tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70 m lebar;

(3) Luas lantai per orang minimal 1,36 m2 Khusus untuk kapal-kapal sungai karena keterbatasan ruangan, diperboleh membuat ruangan tidur secara tatami(tanpa ranjang/bed) dengan luas lantai per orang minimal 1,26 m2. 3) Tempat duduk;

a) Bangku :

(1) Tempat duduk memanjag yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran tangan;

(2) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 orang untuk satu sisi keluar menuju gang/jalan lalu orang;

(3) Luas bangku per orang minimal 0,30 m2 (4) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan

penumpang geladak terbuka. b) Kursi :

(1) Tempat duduk bersandaran tangan untuk

masing-masing penumpang dan

ditempatkan secara berderet;

(2) Luas ukuran kursi minimal 0,30 m2 tiap kursi;

(36)

c) Kursi reklining (reelining seat) :

(1) Tempat duduk dengan sandaran pungung yang dapat diatur dan ditempatkan pda ruangan penumpang geladak tertutup, yang merupakan tempat duduk kelas bisnis dan eksekutif ;

(2) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi;

(3) Ukuran dari kursi untuk penumpang kapal ferry ro-ro sesuai dengan klasifikasi waktu berlayar dan fasilitasnya.

4) Gang/jalan melintas untuk orang/penumpang :

jarak antara(lebar) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang, adalah sebagai berikut :

a) Sampai dengan100 penumpang, jarak minimal 0,80 m;

b) Di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m; c) Di atas 1.000 penumpang, jarak minimal 1,20 m; d) Sudut kemiringan tangga penumpang yang

menghubungkan antar geladak, tidak boleh melebihi 45

5) Kamar mandi dan WC/kakus :

untuk penumpang harus tersedia kamar madi dan wc/kakus, dengan jumlah minimal sebagai berikut : a) Dari 12 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi

dan wc/kakus, selanjutnya untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500 penumpang, harus ada tambahan 1 kamar mandi dan wc/kakus;

b) Lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100 penumpang, harus ada tambahan 1 wc/kakus

c) Kamar mandi dan wc/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta harus dilengkapi dengan dinding-dinding pemisah yang cukup;

d) Harus terdapat persediaan air pada tempat-tempat air dengan jumlah sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan wc/kakus, sejauh perlengkapan

(37)

kamar mandi dan wc/kakus masih belum memenuhi hal tersebut secara cukup;

e) Untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit harus ada satu kamar mandi dan satu wc/kakus bagi awak kapal, yang harus dapat digunakan juga untuk penumpang; f) Untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4

(pembagian menurut jam berlayar), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi;

g) Kamar mandi dan wc/kakus karus terpisah dari ruang akomodasi dengan baik dan ruang-ruang tersebut hsrus cukup luas serta cukup sirkulasi udaranya, dengan penataanruangan dan konstruksi sehingga memudahkan penyaluran air dan kotoran dalm pembersihanya.

6) Sistem lubang angin/ventilasi udara dan penerangan : a) Ruang akomodasi penumpang harus diberikan

lubang angin/ventilasi udara yang cukup; b) Ruang akomodasi penumpang di geladak

tertutup, harus memakai sistem penghisdan (exhaust) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam;

c) Ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai fan atausistem air conditioning (penyejuk ruangan);

d) Ruang akomodasi penumpang harus mendfapat cukup cahaya melalui kaca pada tingkap-tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang dipasng untuk itu;

e) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang cukup;

f) Kapal yang berukuran di atas 2.500 m3 keatas harus menyediakan ruanganuntuk keperluan perawatan orang sakit (klinik & kamar perawatan) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begiytu pula untuk pembuangan air dan kotoran harus dengan sisitem pencuci kuman sebelum dibuang keluar kapal.

(38)

7) Dapur dan kafetaria :

a) Dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan (car deck);

b) Dapur harus mempunyai sistem lubang

angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruang akomodasi;

c) Kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik;

d) Bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan gas harus terpisah dan pada saliran gas masuk harus dipasang minimal satu buah keran penutup cepat(shut-off valve) yang terletak diluar ruang dapur;

e) Untuk pelayanan penumpanang, diizinkjan penempatan kafetaria di ruang penumpang; f) Kafetaria harus menggunakan kompor/alat

pemanas listrik;

g) Sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotorharus terpisah dengan ruang penumpang;

h) Pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan

8) Ruang rekreasi (public area) dan ruang ibadah : a) Kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang,

dapat menyediakan ruangan terbuka untuk tempat santai/rekreasi bagi penumpang;

b) Kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk tempat ibadah, dengan luas yang sesuai jumlah penumpang dan ruang kapal yangtersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya.

(39)

Tabel 5.6. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang

No. Jam Belayar Kelas Tempat

Dukuk/Luasm2 Urinoir/WC K.Mandi Sistem SirkulasiUdara P. Addreser Musik CCTV Video 1 Sampaidengan 1,0 jam Ekonomi Geladak Terbuka

Bangku/0,3 m2 Urinoir/WC Terbuka ada -

Geladak Tertutup

Bangku/0,3 m2 Urinoir/WC Terbuka ada -

Bisnis Kursi /0,4 m2 Urinoir/WC Fan ada -

2 Diatas 1,0 jam s/d 4

jam

Ekonomi Bangku/0,3 m2 Urinoir/WC Terbuka Ada

Bisnis Kursi /0,4 m2 Urinoir/WC Fan Ada Ada

Eksekutif K.Reklining/0,5 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada

3 Diatas 4 jams/d 8 jam

Ekonomi Bangku/0,3 m2 Urinoir/WC Fan Ada Ada

Bisnis Kursi /0,4 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada

Eksekutif K.Reklining/0,5 m2 Urinoir/WC AC Ada Ada

4 Diatas 8 jams/d 12 jam

Ekonomi Bangku/0,3 m2 Urinoir/WC Fan Ada Ada

Bisnis Kursi /0,4 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada

Eksekutif K.Reklining/0,5 m2 Urinoir/WC/KM AC Ada Ada

5 Diatas 12 jam

Ekonomi Bangku/0,3 m2 Urinoir/WC Fan Ada Ada

Bisnis Kursi /0,4 m2 Urinoir/WC Fan/AC Ada Ada

Eksekutif K.Reklining/0,5 m2 Urinoir/WC/KM AC Ada Ada

(40)

D. RANCANGAN STANDAR RUANG MUATAN BARANG DAN KENDARAAN PADA KAPAL RO-RO

Standardisasi ini menetapkan ketentuan dan Standar Ruang Muatan Barang dan Kendaraan pada Kapal Ro-Ro.

Rancangan Standardisasi ini mencakup persyaratan ruang muat barang dan kendaraan.

1. Ruang lingkup

Standarisasi ini menetapkan ketentuan dan persyaratan, spesifikasi kapal, karakteristik, dan ukuran.

Rancangan Standarisasi ini mencakup persyaratan dan standar teknis yang harus dipenuhi, spesifikasi kapal, karakteristik, dan ukuran standar ruang muatan barang dan kendaraan pada kapal penumpang Ro-Ro.

2. Acuan normatif

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Tentang Pelayaran. International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974 (Konvensi Internasional Keselamatan Jiwa di Laut, 1974)

Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,2009 (Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia, 2009) Biro Hukum dan KSLN Kementerian Perhubungan, 2008. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Tentang Pelayaran. International Convention for Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974, Consolidated Edition 2004

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Tentang Pelayaran. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002, Tentang Perkapalan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Di Perairan.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2009, Tentang Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: Um.008/20/9/Djpl–2012 Tentang Pemberlakuan Standar Dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK 73/AP005/DRJD/2003 Tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyebrangan

(41)

3. Istilah dan definisi a. Keselamatan kapal

Keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. b. Kapal

kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energilainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

c. Kapal Ro-Ro

kapal yang bisa memuat kendaraan yang berjalan masuk kedalam kapal dengan penggeraknya sendiri dan bisa keluar dengan sendiri juga sehingga disebut sebagai kapal roll on - roll off disingkat Ro-Ro, untuk itu kapal dilengkapi dengan pintu rampa yang dihubungkan dengan moveble bridgeatau dermaga apung ke dermaga.

d. Ruang muat

Semua ruangan yang digunakan untuk menempatkan muatan. e. Ruang muatan kapal RO- RO

ruangan yang lazimnya tak dibagi-bagi yang bentuk sembarang dan membentang pada salah satu sebagian panjang atau keseluruhan panjang kapal dimana barang-barang terbungkus atau curah, di dalam atau diatas kereta rel atau mobil ,kendaraan, termasuk mobil tangki, gerbong tangki,trailer, petikemas, palet, tangki yang dapat dilepas atau pada unit pemuatan yang serupa atau yang lain yang umumnya dapat dimuati atau dibongkar dalam arah mendatar.

f. Ruang muatan kapal RO RO terbuka

Ruang muat RO RO salah satu dari berikut yang terbuka kedua ujungnya atau terbuka disalah satu ujungnya dan dilengkapi dengan ventilasi alam yang memadai yang efektif pada panjang keseluruhannya melalui bukaan-bukaan yang tetap pada pelat sisi atau geladak sesuai dengan yang disyaratkan oleh Badan Pemerintah.

Gambar

Tabel 5.1 Klasifikasi dan Aplikasi
Tabel 5.4.  Ukuran Berat
Tabel  5.5.    Persyaratan  dan  Spesifikasi  Teknis  Sistim  Peranginan  dalam Kamar Mesin Kapal Penumpang dan Kapal Ro-Ro
Tabel 5.6. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tugas dan taggung jawab perwira jaga di laut adalah melayarkan kapal dengan aman dan selamat sesuai dengan peraturan nasional maupun internasional dalam hal menggunakan panca

Keberadaan jam kosong/guru absen merupakan aspek yang harus diwaspadai dan diperhatikan karena akan memiliki efek yang sama dengan kurangnya kegiatan di sekolah disamping itu

ini menunjukan bahwa pernyataan yang berkaitan dengan jam kerja mampu mendorong dan meningkatkan pendapatan pedagang kaki lima di Malioboro Yogyakarta.Pembeli tidak dapat

Tarif merupakan hal yang dibutuhkan oleh calon penumpang sebagai syarat untuk bisa menggunakan angkutan penyeberangan speed boat ini, maka dari itu para pengelolah di

wilayah dermaga yang inpermeable, tumpahan minyak yang berasal dari bahan bakar kapal merupakan jenis yang hampir seluruh bagian hidrokarbon memiliki

Berdasarkan analisis peran ruang terbuka hijau juga ditemukan bahwa kebijakan yang berkaitan dengan pemenuhan persyaratan persentase 30% dari luas perkotaan belum dapat

5.5.3 Perhitungan Crash Cost pada penambahan jam kerja (lembur) Untuk percepatan pekerjaan dengan penambahan 1 jam pertama maka 1,5 upah normal perjamnya dan 2 x

Berdasarkan hasil recall 2 x 24 jam, didapatkan bahwa banyak siswa dengan tingkat konsumsi protein kurang, hal ini disebabkan oleh kejadian infeksi penyakit yang berdampak pada