Laporan Akhir V - 1
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan beserta studi literatur terhadap ke-10 kriteria yang dibahas dalam studi ini, maka selanjutnya diuraikan mengenai hasil analisis dan pembahasan dari 10 (sepuluh) kriteria yang dibahas dalam studi ini.
A. KRITERIA PELABUHAN YANG DAPAT DIUSAHAKAN SECARA KOMERSIAL DAN NON KOMERSIAL
1. Pelabuhan yang dapat diusahakan secara komersial
Dalam pasal 5 PP No. 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhanan dijelaskan bahwa pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan pengusahaan. Dalam hal pengusahaan atau sudut jasa yang diberikan, pelabuhan dibagi menjadi pelabuhan yang dapat dikomersialkan dan non komersial. Komersial berarti pelabuhan merupakan kegiatan yang dapat menghasilkan keuntungan bagi penyedia jasa di pelabuhan.
Pelabuhan yang diusahakan adalah pelabuhan dalam binaan Pemerintah yang sesuai kondisi, kemampuan dan pengembangan potensinya, diusahakan menurut azas hukum perusahaan.
Pelabuhan yang diusahakan harus didukung oleh fasilitas bangunan pelabuhan yang merupakan seluruh bangunan atau konstruksi yang berada dalam daerah kerja pelabuhan, baik itu di darat maupun di laut yang merupakan sarana pendukung guna memperlancar jalannya kegiatan yang ada dalam pelabuhan. Fasilitas tersebut dapat berupa fasilitas pokok dan fasilitas penunjang sebagaimana yang diatur dalam PP No. 61 Tahun 2009 pasal 22 ayat 2.
Fasilitas pokok meliputi: a. dermaga;
b. gudang lini 1;
c. lapangan penumpukan lini 1; d. terminal penumpang;
e. terminal peti kemas; f. terminal ro-ro;
g. fasilitas penampungan dan pengolahan limbah; h. fasilitas bunker;
Laporan Akhir V - 2
i. fasilitas pemadam kebakaran;
j. fasilitas gudang untuk Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3); dan
k. fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran (SBNP).
Fasilitas tambat atau yang biasa disebut dermaga merupakan salah satu fasilitas di pelabuhan sebagai sarana tambatan bagi kapal yang sandar untuk bongkar muat barang atau naik turun penumpang. Untuk pelabuhan yang diusahan secara komersial, tentunya akan dipungut biaya sandar, biaya bongkar muat, biaya pandu dan sebagainya.
Gudang merupakan tempat menyimpan barang-barang. Gudang terminal merupakan tempat penimbunan barang-barang yang dibongkar dari kapal menunggu dikeluarkan dari pelabuhan. Di pelabuhan dikenal gudang lini I dan gudang lini II. Gudang lini II merupakan gudang yang lokasinya di daerah terminal pelabuhan, yang terdiri dari gudang tertutup dan gudang terbuka. Gudang laut dikenal dengan gudang lini I, yaitu gudang yang lokasinya di terminal laut (shipping terminal) terdiri dari gudang tertutup dan gudang terbuka. Gudang laut berada di bawah pengawasan Bea Cukai, digunakan gudang transit bagi lalu lintas barang dan lokasinya berhadapan langsung dengan dermaga.
Selain dermaga dan gudang, lapangan penumpukan merupakan bagian terpenting dalam memperlancar arus kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan. Lapangan penumpukan merupakan tempat penyimpanan sementara peti kemas sebelum dimuat maupun yang sudah dibongkar. Pelabuhan menyediakan beberapa terminal sebagai tempat kegiatan bongkar muat barang maupun tempat naik turun penumpang seperti terminal peti kemas, terminal curah cair/curah kering, terminal penumpang dan terminal Ro Ro. Pelabuhan yang diusahakan memiliki beberapa jenis terminal yang penggunaannya tentunya akan dipungut biaya.
Selain fasilitas pokok, pelabuhan juga harus didukung oleh fasilitas penunjang sebagaiman dijelaskan dalam pasal 22 ayat 3 PP No. 61Tahun 2009, yaitu:
a. kawasan perkantoran;
b. fasilitas pos dan telekomunikasi; c. fasilitas pariwisata dan perhotelan;
d. instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi; e. jaringan jalan dan rel kereta api;
Laporan Akhir V - 3
f. jaringan air limbah, drainase, dan sampah; g. areal pengembangan pelabuhan;
h. tempat tunggu kendaraan bermotor; i. kawasan perdagangan;
j. kawasan industri; dan k. fasilitas umum lainnya.
Selain fasilitas pokok dan penunjang yang menjadi kriteria pelabuhan yang diusahakan, terdapat beberapa aspek lain yang dinilai menjadi kriteria juga, yaitu:
a. Dikelola oleh badan usaha pelabuhan yang memiliki kompetensi di bidang kepelabuhanan
Pelabuhan yang diusahakan sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2008 dikelola oleh badan usaha untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan. Dalam pasal 91 ayat 1 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial dilaksanakan oleh Badan Usaha Jasa Pelabuhan sesuai dengan jenis izin usaha yang dimilikinya.
b. Memiliki fasilitas telekomunikasi
Fasilitas telekomunikasi harus dimiliki oleh pelabuhan yang diusahakan secara komersial untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 178 ayat 3, bahwa pengadaan telekomunikasi pelayaran dapat dilakukan oleh badan usaha. Fasilitas telekomunikasi merupakan salah satu fasilitas penunjang yang harus dimiliki oleh pelabuhan yang diusahakan secraa komersial.
c. Didukung oleh SDM di bidang kepelabuhanan yang bersertifikat
Kegiatan penyediaan dan/atau jasa kepelabuhanan dapat dilakukan oelh badan usaha yang didukung oleh SDM yang kompeten di bidang kepelabuhanan agar dapat memebrikan pelayanan yang prima kepada pengguna jasa pelabuhan.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disusun diagram fishbone untuk menentukan kriteria pelabuhan yan dapat diusahakan secara komersil yang dapat dilihat pada Gambar 5.1 di bawah ini.
Laporan Akhir V - 4 . Keselamatan dan keamanan pelayaran Pengelola Dan SDM Kesiapan Fasilitas pokok Fasilitas Pendukung Troughput Terminal Penumpang Bunker Service Water Supply Listrik Kriteria pelabuhan yang diusahakan secara komersil Fasilitas telekomunikasi Alur Instansi lain di pelabuhan , seperti BC, karantina, imigrasi Perbankan Dermaga Dukungan sektor lain Aksesibilitas ke pelabuhan Gudang/ lapangan Penumpukan Pelayanan Meteorologi Sarana/transportasi darat (truk, KA)
Ketersediaan akses jalan/KA SDM
operasional TKBM
Petugas keamanan Pelayanan
Pemanduan Arus kapal Arus penumpang Arus barang Fasilitas SBNP Pemadam Kebakaran Badan Usaha Pelabuhan Keselamatan dan keamanan pelayaran Pengelola Dan SDM Kesiapan Fasilitas pokok Fasilitas Pendukung
Gambar 5.1. Diagram Fishbone Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersil
Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria dan sub kriteria dari pelabuhan yang dapat dikomersilkan yang mengacu kepada peraturan yang ada dan literatur lainnya. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.1. di bawah ini.
Tabel 5.1. Hasil Pembobotan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Komersial
No. Kriteria Pelabuhan Komersial Bobot (%)
1 Memiliki fasilitas dermaga 7,979
2 Memiliki gudang 7,979
3 Memiliki lapangan penumpukan 7,100
4 Memiliki terminal penumpang 7,979
5 Memiliki fasilitas pemadam kebakaran 7,979
Laporan Akhir V - 5 No. Kriteria Pelabuhan Komersial Bobot
(%)
7 Memiliki fasilitas gudang untuk barang berbahaya dan
beracun 5,940
8 Memiliki fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan
SBNP 5,424
9 Memiliki kawasan perkantoran 5,256
10 Memiliki instalasi air bersih, listrik, dan perhotelan 5,256
11 Memiliki fasilitas umum lainnya 4,294
12 Memiliki kolam pelabuhan untuk sandar dan olah gerak
kapal 7,979
13 Dikelola oleh badan usaha pelabuhan yang memiliki
kompetensi di bidang kepelabuhanan 6,379
14 Memiliki fasilitas telekomunikasi 7,649
15 Didukung oleh SDM di bidang kepelabuhanan yang
bersertifikat 6,769
Total 100,000
Sumber : Data primer (diolah)
Dari 15 (lima belas) aspek yang dinilai, masing-masing memiliki bobot yang nilainya hampir sama, dan aspek yang memiliki bobot terbesar adalah memiliki fasilitas dermaga, gudang, terminal penumpang, fasilitas pemadam kebakaran dan kolam pelabuhan. Posisi kedua dan ketiga adalah memiliki fasilitas telekomunikasi dan fasilitas lapangan penumpukan.
Dari setiap aspek yang menjadi kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan hasil pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.2. berikut ini.
Tabel 5.2. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Komersial
No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Komersial
Bobot (%)
Memiliki fasilitas dermaga 7,979
a. Ukuran lebih besar dari yang eksisting 1,571
b. Alat bongkar muat dengan kapasitas besar 1,421
c. memiliki peralatan bongkar muat sesuai dengan jenis
Laporan Akhir V - 6 No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan
Secara Komersial
Bobot (%)
d. Memiliki jalan untuk lalulintas kendaraan pengangkut dan
penumpang sangat lebar 1,571
e. Sistem pengamanan yang ketat 1,844
2 Memiliki gudang 7,979
a. Memiliki gudang yang khusus untuk setiap jenis muatan 1,955
b. Memiliki gudang terbuka 1,769
c. Memiliki gudang tertutup 1,854
d. Pengamanan gudang 2,401
3 Memiliki lapangan penumpukan 7,100
a. Memiliki ukuran minimal untuk lapangan penumpukan
curah 1,131
b. Memiliki ukuran minimal untuk lapangan penumpukan
kontainer 1,122
c. Fasilitas lampu penerangan 1,183
d. Pengamanan 1,305
e. Pemagaran 1,175
f. Memiliki pos jaga 1,183
4 Memiliki terminal penumpang 7,979
a. Memiliki tempat tunggu yang nyaman dan ber-AC 1,541
b. Memiliki tempat masuk dan keluar yang tertata rapih dan
teratur untuk masuk-keluar penumpang 1,814
c. Memiliki tempat tunggu khusus (Lounge) 1,541
d. Memiliki tempat pembelian tiket 1,541
e. Memiliki pengamanan yang baik 1,541
5 Memiliki fasilitas pemadam kebakaran 7,979
a. Memiliki kendaraan pemadam kebakaran dengan ukuran
paling besar 1,541
b. Memiliki kendaraan pemadam kebakaran ukuran kecil 1,333
c. Memiliki ambulance 1,596
d. Mempunyai personil pemadam kebakaran yang terlatih 1,755
e. Sistem komunikasi keadaan darurat apabila terjadi
kebakaran
1,755
6 Memiliki fasilitas bunker 6,037
a. Memiliki bunker yang terpisah antara kepentingan umum
Laporan Akhir V - 7 No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan
Secara Komersial
Bobot (%)
b. Memiliki ukuran yang sangat besar untuk memenuhi
kebutuhan, termasuk cadangan dalam jangka waktu 1 bulan 1,400
c. Sistem pengamanan pada bunker 1,529
d. Pengaturan pelayanan bongkar muat 1,708
7 Memiliki fasilitas gudang untuk barang berbahaya dan
beracun 5,940
a. Lokasi tersendiri dan khusus 1,490
b. Jarak kurang lebih 3 Mil dari tepi pantai 1,410
c. Sistem pengamanan daerah B3 1,550
d. Monitoring daerah B3 1,490
8 Memiliki fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan
SBNP 5,424
a. Memiliki workshop khusus dan lengkap 1,742
b. Memiliki lapangan tempat peletakan SBNP 1,941
c. Berada di dalam pelabuhan 1,742
9 Memiliki kawasan perkantoran 5,256
a. kawasan perkantoran satu atap 1,018
b. Berada di dalam kawasan pelabuhan 0,949
c. Ukuran kantor besar 0,984
d. Memiliki taman dan pepohonan 1,052
e. Keamanan terpadu 1,252
10 Memiliki instalasi air bersih, listrik, dan perhotelan 5,256
a. Memiliki instalasi pembangkit air tawar (jenis Reverse
Osmosis) 1,026
b. Memiliki instalasi pembangkit air tawar (jenis Fresh Water
Generator) 0,922
c. mempunyai gardu listrik PLN khusus pelabuhan 1,101
d. Memiliki gardu listrik kapasitas besar untuk seluruh
kawasan pelabuhan 1,285
e. Memiliki hotel yang dikelola oleh pelabuhan 0,922
11 Memiliki fasilitas umum lainnya 4,294
a. Food court 0,888
b. Rumah sakit 1,139
c. Tempat ibadah 1,233
Laporan Akhir V - 8 No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan
Secara Komersial
Bobot (%)
12 Memiliki kolam pelabuhan untuk sandar dan olah gerak
kapal 7,979
a. Ukuran kolam pelabuhan minimal 2 X LOA kapal yang
diijinkan 1,927
b. Memiliki kedalaman (draft) minimal sesuai kapal yang
diijinkan 1,927
c. Ukuran tempat sandar minimal 2X LOA kapal yang
bersandar 1,927
d. Memiliki kedalaman (draft) tempat sandar minimal sesuai
kapal yang diijinkan 2,197
13 Dikelola oleh badan usaha pelabuhan yang memiliki
kompetensi di bidang kepelabuhanan 6,379
a. Badan usaha adalah perusahaan minimal dan perusahaan
terbatas (PT) 1,589
b. memiliki SDM yang bersertifikat untuk melakukan
kegiatan pelabuhan 1,701
c.
Memiliki pengalaman pengaturan kepelabuhanan sekurang-kurangnya 5 tahun, minimal pada pelabuhan yang setara dengan dengan pelabuhan yang dikelola
1,544
d.
Memiliki ijin badan usaha yang sesuai dengan kegiatan usahanya dan berhubungan dengan kegiatan yang dikelolanya
1,544
14 Memiliki fasilitas telekomunikasi 7,649
a. telepon umum dan kemampuannya untuk interlokal dan
internasional 2,322
b. Pelayanan faxcimile umum 2,322
c. Pelayanan internet (Hot Spot) 3,005
15 Didukung oleh SDM di bidang kepelabuhanan yang
bersertifikat 6,769
a. Minimal dari pendidikan sekolah pelayaran yang
terakreditasi 1,577
b. Memiliki sertifikat dengan pendidikan training yang
diselenggarakan oleh badan pelatihan yang terakreditasi 1,698
c.
Memiliki senior expert minimal 1 orang dan junior yang jumlahnya sesuai kebutuhan dalam mengelola setiap kegiatan
1,918
d. Setiap 2 tahun melakukan training, drilling, dan exercise,
dengan bidang yang dimiliki oleh SDM tersebut 1,577
Laporan Akhir V - 9
Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria pelabuhan yang dapat diusahakan secara komersil dengan urutan sebagai berikut:
a. Terdapat fasilitas dermaga dan fasilitas pendukungnya di dermaga termasuk alat bongkar muat yang sesuai dengan peruntukannya;
b. Fasilitas darat yang dimiliki pelabuhan dapat mendukung operasional pelabuhan, antara lain gudang terbuka dan tertutup, lapangan penumpukan untuk kontainer, curah, cair dan terminal penumpang;
c. Fasilitas perairan yang dimiliki pelabuhan dapat mendukung operasional pelabuhan, antara lain kapal pandu/ tug boat, perambuan dan SBNP, alur laut, kolam pelabuhan dan fasilitas lainnya yang diperlukan pelabuhan;
d. Fasilitas pencegahan dan penanggulangan bencana, seperti pemadam kebakaran, ambulan, pengelolaan tumpahan minyak dan sistim komunikasi dalam keadaan bahaya;
e. Fasilitas bunker, air, dan ketersediaan listrik yang dapat digunakan untuk kebutuhan operasional pelabuhan maupun pelayanan kepada kapal;
f. Memiliki fasilitas pendukung perkantoran, rumah ibadah, kantin dan dukungan instansi lain yang terkait, seperti perbankan, bea dan cukai, imigrasi, karantina dan forwaders untuk mendukung operasional pelabuhan;
g. Memiliki SDM yang mempunyai kompetensi pengelolaan pelabuhan yang memadai dan diberikan pelatihan secara periodik;
h. Dikelola oleh badan usaha pelabuhan yang memiliki izin dibidang pelabuhan dari instansi yang berwenang.
2. Pelabuhan yang dapat diusahakan secara non komersial
Pelabuhan yang tidak diusahakan adalah pelabuhan dalam pembinaan Pemerintah yang sesuai kondisi, kemampuan dan perkembangan potensinya masih lebih menonjol sifat "overheidszorg" dan atau yang belum ditetapkan sebagai pelabuhan yang diusahakan. Rencana lokasi dan hierarki pelabuhan yang tidak diusahakan adalah sebagai kebijakan pemerintah dalam rangka pemerataan pembangunan nasional, pembukaan wilayah yang terisolir/terpencil dan pertumbuhan wilyah disekitar pelabuhan tersebut berada.
Dalam Pasal 14 Ayat 1, PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan menjelaskan bahwa dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan lokal yang
Laporan Akhir V - 10
digunakan untuk melayani angkutan laut harus berpedoman pada:
a. Tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pemerataan serta peningkatan pembangunan kabupaten/kota;
b. Pusat pertumbuhan ekonomi daerah;
c. Jarak dengan pelabuhan pengumpan lainnya; d. Luas daratan dan perairan;
e. Pelayanan penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar kecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota; f. Kemampuan pelabuhan dalam melayani kapal
Dalam Ayat 2 Pasal 14 menjelaskan bahwa untuk pelabuhan pengumpan lokal yang digunakan untuk melayani angkutan memperhatikan aksesabilitas jalan darat dan kereta api yang terdapat dalam kabupaten/kota
Penyelenggaraan pelabuhan yang diusahakan dilakukan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) sebagaimana diatur dalam Pasal 44 PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, menyatakan bahwa:
a. Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) dibentuk pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial;
b. Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) dibentuk dan bertanggung jawab kepada:
1) Menteri untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Pemerintah; dan
2) Gubernur atau bupati/walikota untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) pemerintah daerah. c. Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) dalam melaksanakan
fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, mempunyai tugas dan tanggung jawab:
1) Menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan dan alur pelayaran;
2) Menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi Pelayaran;
3) Menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan; 4) Menyusun rencana induk pelabuhan serta daerah
lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan;
5) Menjamin kelancaran arus barang; dan 6) Menyediakan fasilitas pelabuhan
Laporan Akhir V - 11
Pelayanan angkutan barang dan penumpang daerah terpencil Rute non reguler/ perintis Kriteria pelabuhan yang diusahakan secara non komersil Fasilitas telekomunikasi Alur Dermaga Keselamatan dan keamanan
pelayaran SDM Fungsi Pelayanan Pelabuhan Aksesibilitas ke pelabuhan Fasilitas pokok Gudang / lapangan Penumpukan SBNP Sarana/transportasi darat (truk, KA)
Ketersediaan akses jalan/KA SDM operasional
pelabuhan rintah
SDM Bongkar Muat
Petugas keamanan Pelayanan Pemanduan Troughput/Volume skala kecil Arus kapal Arus penumpang Arus barang Breakwater Transportasi antar kota/ kabupaten
d. Dalam kondisi tertentu pemeliharaan penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran dapat dilaksanakan oleh pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi.
Sedangkan dalam Pasal 45 PP 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhanan mengatur bahwa:
a. Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP);
b. Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan dapat juga dilaksanakan oleh Badan Isaha Pelabuhan setelah mendapat konsesi dari Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP).
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dibuatkan diagram tulang ikan/fishbone untuk kriteria pelabuhan yang diusahakan secara non komersil dapat dilihat pada Gambar 5.2. di bawah ini.
Gambar 5.2. Diagram Fishbone Kriteria Pelabuhan yang Diusahakan Secara Non Komersil
Laporan Akhir V - 12
Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria dan sub kriteria dari pelabuhan yang diusahakan secara non komersil yang mengacu kepada peraturan yang ada dan literatur lainnya. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.3. di bawah ini.
Tabel 5.3. Hasil Pembobotan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Non Komersial
No. Kriteria Pelabuhan Non Komersial Bobot (%)
1 Memiliki fasilitas tambat 16,790
2 Berfungsi melayani penumpang dan barang antar kecamatan
dalam kabupaten/kota 13,933
3 Memiliki kondisi perairan yang terlindung dari gelombang 16,342
4 Volume kegiatan bongkar muat berskala kecil 14,214
5 Tidak dilalui jalur pelayaran transportasi laut reguler 12,253
6 Kedalaman minimal pelabuhan - 1,5 mLWS 12,253
7 Berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah
terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah terbatas 14,214
Total 100,000
Sumber : Data primer (diolah)
Dari 7 (tujuh) aspek yang dinilai, masing-masing memiliki bobot yang nilainya hampir sama, dan aspek yang memiliki bobot terbesar adalah memiliki fasilitas tambat termasuk didalamnya fasilitas area perairan dan alat bongkar muat yang sesuai. Posisi kedua dan ketiga adalah memiliki fasilitas kolam pelabuhan yang terlindungi dan berperan sebagai tempat pelayanan penumpang dan angkutan barang di daerah terpencil dan daerah terbatas.
Dari setiap aspek yang menjadi kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan hasil pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.4. berikut ini.
Laporan Akhir V - 13 Tabel 5.4. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Pelabuhan Yang
Diusahakan Secara Non Komersial
No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Non Komersial
Bobot (%)
1 Memiliki fasilitas tambat 16,790
a. Untuk ukuran kapal sesuai dengan ukuran pelabuhan 3,884
b. Fasilitas tambat selalu dalam kondisi terawat 4,339
c. Mudah untuk melakukan penambatan 3,884
d. Perlengkapan tambat sesuai spesifikasi standar
keselamatan kapal 4,682
2 Berfungsi melayani penumpang dan barang antar
kecamatan dalam kabupaten/kota 13,933
a. Memiliki prosedur pengangkutan penumpang dan barang 2,790
b. Melayani rute kecamatan dalam kabupaten/kota 2,790
c. Fasilitas pusat informasi untuk pelayanan tiket penumpang
dan barang 3,015
d. Memiliki tempat khusus naik turun penumpang dan barang
untuk tujuan antar kecamatan dan kabupaten/kota 2,790
e. Melayani penumpang cacat 2,548
3 Memiliki kondisi perairan yang terlindung dari gelombang 16,342
a. Memiliki breakwater 3,385
b. Ketinggian breakwater minimal 2 kali dari gelombang 2,805
c. Konstruksi penahan gelombang sesuai dengan keadaan
pelabuhan 3,771
d. Memiliki fasilitas lego jangkar 3,191
e. Memiliki perangkat pemantauan gelombang 3,191
4 Volume kegiatan bongkar muat berskala kecil 14,214
a. Memiliki pelayanan bongkar muat dengan ukuran kecil 3,443
b. Memiliki sarana dan prasarana bongkar muat 3,443
c. Memiliki SDM khusus menangani kegiatan ini 3,886
d. Memiliki prosedur bongkar muat berskala kecil 3,443
5 Tidak dilalui jalur pelayaran transportasi laut reguler 12,253
a. Mempunyai jalur pelayaran transportasi tersendiri 3,150
b. Mempunyai tanda SBNP tersendiri 2,962
Laporan Akhir V - 14 No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan
Secara Non Komersial
Bobot (%)
d. Adanya pengawasan lalulintas pelayaran yang khusus 3,071
6 Kedalaman minimal pelabuhan - 1,5 mLWS 12,253
a. Tidak memiliki gelombang yang melebihi syarat kapal saat
berada pada kolam pelabuhan maupun daerah sandar 3,132
b. Pemberian tanda kedalaman pada daerah pelabuhan 2,857
c. Arus laut yang direduksi kecepatannya melalui konstruksi
tertentu 3,132
d. Monitoring terhadap sedimentasi 3,132
7
Berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah terbatas yang hanya didukung oleh moda transportasi
14,214
a. Ketersediaan alur menuju ke daerah terpencil, terisolasi,
perbatasan, dan daerah terbatas 2,501
b. Ketersediaan olah gerak kapal 3,071
c. Area pelabuhan untuk naik turun penumpang dan bongkar
muat barang 3,071
d. Ketersediaan SBNP 2,786
e. Ketersediaan telekomunikasi 2,786
Sumber : Data primer (diolah)
Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria pelabuhan yan diusahakan secara non komersil dengan urutan sebagai berikut:
a. Memiliki fasilitas tambat, termasuk didalamnya dermaga dan sarana alat bongkar yang sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan;
b. Pelabuhan yang diusahakan secara non komersil ditujukan untuk melayani angkutan barang dan penumpang pada daerah terpencil dan terbatas;
c. Melakukan kegiatan pelayanan angkutan barang dan penumpang dengan volume relatif kecil dibandingkan pelabuhan yang diusahakan secara komersil;
d. Pelabuhan umumnya melayani kegiatan angkutan barang dan penumpang dengan jadwal kapal yang tidak reguler atau pelayanan terhadap kapal-kapal perintis dalam rangka public
service obligation (PSO) dari pemerintah;
e. Memiliki fasilitas perairan yang terlindung dari gelombang, mempunyai alur pelayaran yang aman didukung oleh SBNP yang memadai dan mempunyai kedalaman kolam pelabuhan yang sesuai dengan tujuan operasional pelabuhan;
Laporan Akhir V - 15
f. Memiliki SDM yang cukup dan memadai dalam mendukung kegiatan operasional pelabuhan.
Berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku bahwa Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhann, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.
B. KRITERIA TRAYEK ANGKUTAN LAUT DAN LINTAS PENYEBERANGAN
Trayek angkutan laut ditetapkan berdasarkan kebutuhan daerah akan pentingnya angkutan laut dan lintas penyeberangan untuk melaksanakan proses pemindahan barang dan penumpang antar pulau. Dengan telah diketahuinya beberapa akses pelabuhan yang dapat disinggahi kapal-kapal pengangkut akan terlihat kebutuhan sarana angkutan laut dari kegiatan kunjungan kapal ke masing-masing pelabuhan. Didalam UU No. 17 Tahun 2008 dijelaskan mengenai definisi trayek yang menyatakan bahwa rute atau lintasan pelayanan angkutan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Dijelaskan pula dalam pasal 2 dan pasal 9 mengenai keterpaduan dalam pelayaran yang disusun secara terpadu intra-maupun antarmoda dengan berdasarkan trayek tetap dan teratur (liner) serta dilengkapi dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur (tramper) yang semuanya dilakukan dalam jaringan trayek.
Penyusunan jaringan trayek dilandasi pada pengembangan pusat industri, perdagangan dan pariwisata. Selanjutnya untuk memperhatikan pengembangan wilayah serta rencana umum tata ruang untuk menunjang keterpaduan inta-dan antarmoda transportasi guna perwujudan Wawasan Nusantara.
Pengoperasian kapal pada jaringan trayek tetap dan teratur harus mempertimbangkan kelaiklautan kapal, berbendera Indonesia serta diawaki oleh warga negara Indonesia. Selanjutntya permintaan dan tersedianya ruangan menjadi bagian dalam pengoperasian kapal. Kondisi alur dan fasilitas pelabuhan perlu diperhatikan untuk proses bongkar muat penumpang atau barang berdasarkan tipe dan ukuran kapal yang akan berlabuh. Setiap aktifitas pengoperasian yang dilakukan pada trayek harus dilaporkan kepada pemerintah. Oleh karena luasnya pelayanan untuk trayek maka perlu dipisahkan untuk penyusunan kriteria angkutan laut dan lintas penyeberangan.
Laporan Akhir V - 16
Seperti dikatakan dala pasal 22 ayat 2 mengenai lintas angkutan penyeberangan harus mempertimbangkan jaringan trayek angkutan laut, sehingga mencapai optimalisasi keterpaduan angkutan antar dan intramoda.
Penetapan lintas penyeberangan sesuai PP 20 Tahun 2010 pasal 62 dinyatakan bahwa untuk lintas penyeberangan antarprovinsi dilakukan oleh Menteri, untuk lintas penyebrangan antar kabupaten/kota dilakukan oleh Gubernur, sedangkan untuk lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dibuatkan diagram tulang ikan/fishbone untuk Kriteria trayek angkutan laut dan lintas penyeberangan pada Gambar 5.3. di bawah ini.
1. Kriteria Trayek Angkutan Laut
Gambar 5.3. Diagram Fishbone Kriteria Trayek Angkutan Laut
Gambar 5.3 diatas menunjukkan bahwa kriteria trayek angkutan laut harus dimonitor oleh pemerintah yang memberikan persetujuan dan pelaporan yang dilakukan dari daerah yang melakukan aktifitas terselenggaranya trayek ke Pemerintah, termasuk rute dan idak menyinggahi pelabuhan secara teratur dan berjadual serta tidak
Kriteria Trayek Angkutan Laut Kelaiklautan Kapal Alur
Pelaporan setiap 3 bulan ke menteri Menteri Dermaga Pengoperasian Kapal SDM Pemerintah Aksesibilitas ke pelabuhan Kesiapan Fasilitas pokok
Gudang dan lapangan Penumpukan
Ketersediaan ruangan
Sarana/transportasi darat (truk, KA)
Ketersediaan akses jalan/KA Berbendera Indonesia dan diawaki oleh WNI Tipe dan Ukuran Kapal Troughput Arus kapal Arus penumpang Arus barang Jembatan bergerak
Laporan Akhir V - 17
mengangkut penumpang. Yang dimaksud dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur adalah mengangkut curah kering dan curah cair, barang sejenis atau barang tidak sejenis. Selanjutnya wajib dilengkapi dengan syarat-syarat perjanjian pengakutan yang bersifat tetap dan berlaku umum.
Berdasarkan data dari opini responden, maka hasil pengolahan bobot dari setiap aspek yang dinilai menjadi kriteria trayek angkutan laut dapat dilihat pada Tabel 5.5 di bawah ini.
Tabel 5.5. Hasil Pembobotan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Non Komersial
No. Kriteria Trayek Angkutan Laut dan Lintas Penyeberangan
Bobot (%)
1 Tidak dilakukan dalam jaringan trayek tertentu 12.445
2 Rute dilakukan berdasarkan permintaan pengirim barang 13.487
3 Dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional 17.801
4 Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan 16.801
5 Tidak menyinggahi pelabuhan secara teratur dan berjadual 7.403
6 Tidak mengangkut penumpang 8.267
7 Trayek tidak tetap dan tidak teratur hanya dapat mengangkut
muatan barang curah kering dan curah cair, barang sejenis, atau barang tidak sejenis
8.267
8 Muatan pada trayek tidak tetap dan tidak teratur wajib
dilengkapi dengan syarat-syarat perjanjian pengangkutan yang bersifat tetap dan berlaku umum
15.528
Total 100.000
Sumber : Data primer (diolah)
Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa 8 aspek memiliki bobot cukup bervariasi, dan terdapat 8 (delapan) aspek yang memiliki bobot yang cukup besar dilanjutkan melalui beberapa peringkat , yakni:
a. Dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional b. Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan
c. Muatan pada trayek tidak tetap dan tidak teratur wajib dilengkapi dengan syarat-syarat perjanjian pengankutan yang bersifat tetap dan berlaku umum
d. Rute dilakukan berdasarkan permintaan pengirim barang e. Tidak dilakukan dalam jaringan trayek tertentu
Laporan Akhir V - 18
g. Trayek tidak tetap dan tidak teratur hanya dapat mengangkut muatan barang curah kering dan curah cair, barang sejenis, atau barang tidak sejenis
h. Tidak menyinggahi pelabuhan secara teratur dan berjadual
Tahap berikut dari setiap kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan nilai pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.6. dibawah ini
Tabel 5.6 Bobot Hasil subkriteria pembobotan Trayek Angkutan Laut
No. Kriteria Trayek Angkutan laut Bobot
(%)
1 Tidak dilakukan dalam jaringan trayek tertentu 12.45
a. Memiliki trayek tersendiri 3.00
b. Memiliki standar minimal pelayanan 3.00
a. Memiliki pengaturan waktu keberangkatan dan tiba 3.36
b. Memiliki penataan trayek untuk tujuan tertentu 3.09
2 Rute dilakukan berdasarkan permintaan pengirim barang 13.49
a. Mempunyai pelayanan rute pengiriman barang dengan tujuan yang dapat dipilih
2.37
b. Pelayanan 24 jam 3.57
c. Ketepatan waktu 4.06
d. Penyediaan pelayanan pengangkutan barang setiap waktu pengiriman sesuai permintaan
3.49
3 Dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional 17.80
a. Memiliki ruang lingkup usaha sesuai dengan kebutuhan pekerjaan ini
4.99 b. Mempunyai pengalaman pekerjaan oleh perusahaan minimal
5 tahun
3.92
c. Lokasi perusahaan berada di daerah pelabuhan 3.91
d. Kinerja perusahaan dalam kondisi baik 4.99
4 Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan 16.80
a. Adanya database untuk setiap laporan 3.84
b. Format laporan yang seragam dan informatif 4.04
c . Selalu online dalam update data 5.08
d. Komunikasi teratur dari penyelenggara kegiatan dengan penghubung yang akan membawa data ke Menteri
3.84
5 Tidak menyinggahi pelabuhan secara teratur dan berjadual 7.40
a. Mempunyai kebebasan berlabuh yang tidak secara teratur dan tidak berjadual
1.36
b. Kemampuan menyelenggarakan trayek sesuai permintaan 3.01
6 Tidak mengangkut penumpang 8.27
a. Khusus pengangkutan barang 1.60
b. Kecepatan bongkar muat 2.33
c. Memiliki area penumpukan barang 2.33
Laporan Akhir V - 19
No. Kriteria Trayek Angkutan laut Bobot
(%)
7 Trayek tidak tetap dan tidak teratur hanya dapat
mengangkut muatan barang curah kering dan curah cair, barang sejenis, atau barang tidak sejenis tetapi untuk menunjang kegiatan tertentu. Ke tentuan ini tidak berlaku untuk pelayaran rakyat.
8.27
a. Pengelompokan jenis muatan 2.08
b. Kemampuan menangani jenis muatan 2.25
c. Memiliki sistem prosedur penanganan muatan 2.25
d. Dapat menentukan pelabuhan yang dapat disinggahi dari jenis muatan tertentu
1.70
8 Muatan pada trayek tidak tetap dan tidak teratur wajib
dilengkapi dengan syarat-syarat perjanjian pengangkutan yang bersifat tetap dan berlaku umum
15.53
a. Memiliki format syarat-syarat perjanjian pengangkutan yang bersifat tetap dan berlaku umum secara seragam
4.98 b. Kemampuan mendata barang yang diangkut dan dituangkan
secara cepat ke dalam surat perjanjian
5.57 c. Mempunyai informasi tertulis mengenai proses keluarnya
perjanjian pengangkutan
4.98 Sumber : Data primer (diolah)
Dari uraian diatas dapat ditetapkan kriteria trayek angkutan laut sebagai berikut :
a. Dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional yang memiliki ruang lingkup usaha pengalaman serta lokasi dekat dengan pelabuhan dan berkinerja baik
b. Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan melalui sarana internet dan selalu dibuatkan data base, serta format laporan yang seragam Muatan pada trayek tidak tetap dan tidak teratur wajib dilengkapi dengan syarat-syarat perjanjian pengankutan yang bersifat tetap dan berlaku umum
c. Rute dilakukan berdasarkan permintaan pengirim barang dengan memperhatikan dengan tujuan yang dapat dipilih, beroperasi selama 24 jam dan tepat waktu serta penyediaan pelayanan angkutan barang.
d. Tidak dilakukan dalam jaringan trayek tertentu dengan dimilikinya trayek tersendiri, mempunyai standar minimal pelayanan, pengaturan keberangakatan dan tiba serta memiliki penataan trayek untuk tujuan tertentu.
e. Tidak mengangkut penumpang dimaksudkan adalah khusus pengangkutan barang, memiliki bongkar muat dan area penumpukan barang yang disertai dengan pengawasan barang yang diangkut terhadap non barang
f. Trayek tidak tetap dan tidak teratur hanya dapat mengangkut muatan barang curah kering dan curah cair, barang sejenis, atau
Laporan Akhir V - 20 Kriteria lintas penyeberangan Kelaiklautan Kapal Alur
Pelaporan setiap 3 bulan ke menteri Menteri Dermaga Pengoperasian Kapal SDM Pemerintah Aksesibilitas ke pelabuhan Kesiapan Fasilitas pokok
Gudang dan lapangan
Penumpukan Ketersediaan
ruangan
Sarana/transportasi darat (truk, KA)
Ketersediaan akses jalan/KA Berbendera Indonesia dan diawaki oleh WNI Tipe dan Ukuran Kapal Troughput Arus kapal Arus penumpang Arus barang Jembatan bergerak
barang tidak sejenis melalui pengelompokan jenis muatan, kemampuan menangani jenis muatan dan memiliki sistem prosedur penanganan serta dapat menentukan pelabuhan yang dapat disinggahi.
g. Tidak menyinggahi pelabuhan secara teratur dan berjadual yang member pengertian tentang kebebasan berlabuh yang tidak secara teratur dan tidak berjadual serta kemampuan menyelenggarakan trayek sesuai permintaan.
Gambar 5.4. Diagram Fishbone Kriteria Lintas Penyeberangan
Gambar 5.4. diatas menunjukkan bahwa lintas penyeberangan harus benar-benar menyiapkan menetapkan jaringan trayek serta kewenangan dan laporan ke pemerintah, disamping itu pula fasilitas moda lintas penyeberangan harus menjadi perhatian.
Berdasarkan data dari opini responden, maka hasil pengolahan bobot dari setiap aspek yang dinilai menjadi kriteria lintas penyeberangan dapat dilihat pada Tabel 5.7. di bawah ini.
Laporan Akhir V - 21 Tabel 5.7. Hasil pembobotan Kriteria Lintas Penyeberangan
No. Kriteria Lintas Penyeberangan Bobot (%)
1 Memiliki jaringan trayek tetap dan teratur 19.123
2 Kewenangan dalam menetapkan trayek tetap dan teratur 16.753
3 Kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani
dan mendukung terselenggaranya lintas penyebrangan
21.825
4 Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan 20.543
5 Fasilitas moda lintas penyeberangan 21.756
Total 100.00
Sumber : Data primer (diolah)
Tabel 5.7. diatas menunjukkan bahwa 5 (lima) aspek memiliki bobot cukup bervariasi, dan beberapa aspek yang memiliki bobot yang cukup besar dilanjutkan melalui beberapa peringkat , yakni:
a. Kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani dan mendukung terselenggaranya lintas penyebrangan Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan
b. Fasilitas moda lintas penyeberangan
c. Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan d. Memiliki jaringan trayek tetap dan teratur
e. Kewenangan dalam menetapkan trayek tetap dan teratur
Tahap berikut dari setiap kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan nilai pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.8 dibawah ini
Tabel 5.8 Hasil Pembobotan Sub Kriteria Lintas Penyeberangan No. Kriteria Lintas Penyeberangan Bobot
(%)
1 Memiliki jaringan trayek tetap dan teratur 19.12
a. Memiliki trayek tersendiri 4.54
b Memiliki standar minimal pelayanan 4.54
c. Memiliki pengaturan waktu keberangkatan dan tiba 5.19
d. Memiliki penataan trayek untuk tujuan tertentu 4.85
e. Menetapkan trayek tetap dan teratur 4.85
2 Kewenangan dalam menetapkan trayek tetap dan teratur 16.75
a Untuk lintas penyeberangan antarprovinsi yang ditetapkan oleh Menteri
2.96 b. Untuk lintas penyeberangan antarkabupaten/kota yang
ditetapkan oleh gubernur
4.42 c. Untuk lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota
ditetapkan oleh bupati/walikota
Laporan Akhir V - 22 No. Kriteria Lintas Penyeberangan Bobot
(%) e. Mempunyai pelayanan rute dengan jarak tertentu dan
memiliki peta lintas
4.32
f. Memiliki database lintas lewat inventarisasi 2.96
g. Tidak mengangkut barang yang diturunkan dari kendaraan pengangkutnya
4.79
h. Pelayanan 24 jam 4.32
i. Ketepatan waktu 3.87
3 Kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam
menangani dan mendukung terselenggaranya lintas penyebrangan
21.83
a. Pengembangan jaringan jalan dan/ atau jaringan jalur kereta api
6.15
b. Fungsi sebagai jembatan 4.77
c. Menentukan dan menetapkan daerah pelabuhan yang akan dijadikan tempat untuk melayani angkutan pelabuhan
4.75 d. Memiliki dan menyesuaikan dengan tata ruang wilayah
dan menyesuaikan dengan rencana induk pelabuhan nasional
6.15
e. Memiliki perencanaan dan penerapan keterpaduan angkutan intra dan antarmoda
6.15
4 Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan 20.54
a. Adanya data base untuk setiap laporan 4.72
b. Format laporan yang seragam dan informatif 4.97
c. Selalu online dalam update data 6.13
d. Komunikasi teratur dari penyelenggara kegiatan dengan penghubung yang akan membawa data ke Menteri
4.72
5. Fasilitas moda lintas penyeberangan 21.76
a. Menyediakan kapal dengan spesifikasi teknis kapal sesuai pelabuhan
9.59
b.Kapal yang dapat digunakan memiliki kelaikan dan
kelayakan laut
3.49
c. Memiliki kenyamanan dalam ruang penumpang 8.68
d. Memiliki perangkat keselamatan 10.15
e. Kecepatan kapal yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan 9.56
f. Proses bongkar muat kendaraan dan penumpang yang memadai
7.39
g. Ketersediaan terminal penyeberangan atau pelabuhan 8.35
h. Ketersediaan fasilitas terminal penyeberangan atau pelabuhan seperti untuk bongkar muat kendaraaan dan penumpang, ruang tunggu, tempat pembelian tiket yang nyaman dan teratur serta bersih
10.82
i. Memiliki perangkat informasi keberangkatan dan kedatangan yang memudahkan para penumpang untuk memantau
10.15
j. Pengamanan atas kapal dan terminal yang memenuhi standar minimal keamanan
Laporan Akhir V - 23 No. Kriteria Lintas Penyeberangan Bobot
(%) k. Tidak mengangkut barang yang diturunkan dari kendaraan,
prinsip angkutan penyeberangan yang tidak mengangkut barang lepas.
8.68
l. Menjadi jaringan trayek angkutan laut untuk mencapai optimalisasi keterpaduan angkutan antar dan intermoda
10.82 Sumber : Data primer (diolah)
Pembobotan terbesar tetap diprioritaskan pada aspek lintas penyeberangan, yakni ketersediaan dan kesiapan pemerintah dalam mengadakan dan memfasilitasi dan juga penetapan trayek serta sarana pendukung berjalannya trayek yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria lintas penyeberangan berdasarkan urutannya sebagai berikut:
a. Kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani dan mendukung terselenggaranya lintas penyebrangan Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan yang merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memfasilitasi dari pengembangan, fungsi, penyesuaian tata ruang wilayah dan perencanaan dan penerapan keterpaduan angkutan.
b. Fasilitas moda lintas penyeberangan, menunjukan menyediakan sarana tranportasi penyeberangan yang aman dan bongkar muat penumpang dan kendaraan dengan fasilitas kapal dan terminal yang memadai guna mencapai keterpaduan angkutan antar dan intermodal.
c. Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan melalui sarana internet dan selalu dibuatkan data base, serta format laporan yang seragam .
d. Memiliki jaringan trayek tetap dan teratur dengan dilengkapi standar minimal pelayanan. Pengaturan waktu keberangkatan dan tiba yang selalu tercatat dalam perencanaan serta penetapannya. e. Kewenangan dalam menetapkan trayek tetap dan teratur yang
telah ditetapkan yang dilengkapi dengan kesesuaian dengan perencanaan dan penerapan keterpaduan angkutan intra dan antarmoda
C. KRITERIA PELABUHAN YANG DAPAT DIOPERASIKAN 24 JAM DALAM SEHARI DAN 7 HARI DALAM SEMINGGU
Dalam Pasal 97 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan dijelaskan bahwa pengoperasian pelabuhan dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang.
Laporan Akhir V - 24
Selanjutnya pada pasal (2) dijelaskan pula bahwa pengoperasian pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan.
Peningkatan pengoperasian pelabuhan menjadi pelabuhan yang beroperasi selama 24 jam dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Adanya peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang;
2. Tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan lalu lintas angkutan laut.
Pada Pasal 98 ayat (3) disebutkan bahwa pengajuan izin pengoperasian pelabuhan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 97 ayat (2) harus memenuhi persyaratansebagai berikut :
1. Kesiapan kondisi alur;
2. Kesiapan pelayanan pemanduan bagi perairan pelabuhan yang sudah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu;
3. Kesiapan fasilitas pelabuhan;
4. Kesiapan gudang dan/atau fasilitas lain di luar pelabuhan; 5. Kesiapan keamanan dan ketertiban;
6. Kesiapan sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan; 7. Kesiapan tenaga kerja bongkar muat dan naik turun penumpang
atau kendaraan;
8. Kesiapan sarana transportasi darat;
9. Rekomendasi dari syahbandar pada pelabuhan setempat.
Berdasarkan pasal 98 ayat 3 PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, bahwa jika pelabuhan dioperasikan selama 24 jam dalam 7 hari, maka kesiapan fasilitas dan SDM di pelabuhan juga harus 24 jam dalam memberikan pelayanan di pelabuhan.
Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 504/PMK.04/2009 Tentang Pelayanan Kepabeanan 24 (Dua Puluh Empat) Jam Sehari Dan 7 (Tujuh) Hari Seminggu Pada Kantor Pabean Di Pelabuhan Tertentu, menetapkan pelayanan kepabeanan selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu pada 4 (empat) kantor pabean di pelabuhan tertentu, yaitu :
1. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok; 2. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya
Pabean Belawan;
3. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak;
4. Kantor pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Makassar.
Laporan Akhir V - 25
Selain menetapkan 4 (empat) lokasi kantor pelayanan bea dan cukai yang beroperasi selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, Surat Keputusan ini juga menetapkan beberapa hal, yaitu :
1. Jam kerja kantor pabean di pelabuhan tertentu dalam rangka pelayanan kepabeanan;
2. Penugasan pejabat/pegawai dengan giliran kerja (shift) dan/atau kerja lembur;
3. Pelimpahan tugas dan wewenang kepala kantor pabean;
4. Pelimpahan penyelesaian pelayanan kepabeanan yang belum dapat diselesaikan.
Beberapa aspek yang dinilai menjadi kriteria pelabuhan yang dapat dioperasikan 24 jam dan 7 hari dalam seminggu diantaranya adalah kesiapan fasilitas pokok dan penunjang selama 24 jam, kesiapan SDM di pelabuhan selama 24 jam, kesiapan instansi terkait seperti Pabean, KSOP, Karantina, Imigrasi selama 24 jam serta dukungan dari instansi lain seperti perbankan.
Dalam PP 61/2009 pasal 97 ayat 1 bahwa pengoperasian pelabuhan dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang. Ayat selanjutnya menyebutkan bahwa pengoperasian pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan. Pengoperasian pelabuhan selama 24 jam dalam sehari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
1. adanya peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang;
2. tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan lalu lintas angkutan laut.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dibuatkan diagram tulang ikan/fishbone untuk kriteria pelabuhan yang dapat dioperasikan 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu dapat dilihat pada Gambar 5.5. di bawah ini.
Laporan Akhir V - 26 Gambar 5.5 Diagram Fishbone Kriteria Pelabuhan yang
Dapat Dioperasikan 24 Jam dalam Sehari dan 7 Hari dalam Seminggu
Gambar 5.5. diatas menunjukkan bahwa pelabuhan yang akan dioperasikan selama 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu harus benar-benar menyiapkan fasilitas pokok dan penunjang selama 24 jam serta didukung oleh sektor lain selama 24 jam juga (bea cukai, karantina, imigrasi, perbankan). Aksesibilitas menuju pelabuhan 24 jam juga harus siap dan tersedia moda jalan/kereta api menuju pelabuhan selama 24 jam juga.
Berdasarkan data dari opini responden, maka hasil pengolahan bobot dari setiap aspek yang dinilai menjadi kriteria pelabuhan 24 per 7 dapat dilihat pada Tabel 5.9. di bawah ini.
Kriteria pelabuhan 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu Fasilitas telekomunikasi Alur
Instansi lain di pelabuhan , seperti BC, karantina, imigrasi Perbankan Dermaga Keselamatan dan keamanan pelayaran SDM Dukungan sektor lain Aksesibilitas ke pelabuhan Kesiapan Fasilitas pokok
Gudang dan lapangan
Penumpukan Pelayanan
Meteorologi
Sarana/transportasi darat (truk, KA)
Ketersediaan akses jalan/KA SDM operasional pelabuhan rintah TKBM
Petugas keamanan Pelayanan
Pemanduan
Troughput Arus kapal
Arus penumpang
Laporan Akhir V - 27 Tabel 5.9. Hasil Pembobotan Kriteria Pelabuhan yang Dapat
dioperasikan 24 Jam dalam Sehari dan 7 Hari dalam Seminggu
No Kriteria Pelabuhan yang Dapat Dioperasikan 24
Jam dalam Sehari dan 7 Hari dalam Seminggu Bobot (%)
1 Ketersediaan dan kesiapan kondisi alur selama 24/7 7,09
2 Ketersediaan dan kesiapan pelayanan pemanduan selama
24/7 7,09
3 Ketersediaan SBNP selama 24/7 7,09
4 Ketersediaan telekomunikasi pelayaran selama 24/7 6,71
5 Ketersediaan pelayanan meteorology selama 24/7 6,02
6 Ketersediaan pelayanan bea dan cukai, imigrasi, dan
karantina, selama 24/7 6,71
7 Ketersediaan fasilitas tambat petikemas yang dioperasikan
selama 24/7 7,09
8 Ketersediaan gudang dan lapangan penumpukan yang
dioperasikan selama 24/7 6,71
9 Kesiapan SDM operasional di pelabuhan sesuai kebutuhan
selama 24/7 6,71
10 Kesiapan tenaga kerja bongkar muat selama 24/7 6,71
11 Ketersediaan sarana transportasi darat untuk menunjang
kegiatan kepelabuhanan selama 24/7 6,33
12 ketersediaan fasilitas perbankan di pelabuhan selama 24/7 6,02
13 Kesiapan petugas keamanan dan ketertiban selama 24/7 6,33
14 Peningkatan arus kapal dan barang di pelabuhan 6,71
15 Penyediaan Gudang / depo diluar pelabuhan yang dibuka
selama 24/7 6,71
Total 100,00
Sumber : Data primer (diolah)
Tabel 5.9. menunjukkan bahwa 15 (lima belas) aspek memiliki bobot cukup bervariasi, dan terdapat 10 (sepuluh) aspek yang memiliki bobot yang cukup besar , yakni:
1. Ketersediaan dan kesiapan kondisi alur selama 24/7
2. Ketersediaan dan kesiapan pelayanan pemanduan selama 24/7 3. Ketersediaan SBNP selama 24/7
Laporan Akhir V - 28
5. Ketersediaan pelayanan bea dan cukai, imigrasi, dan karantina, selama 24/7
6. Ketersediaan gudang dan lapangan penumpukan yang dioperasikan selama 24/7
7. Kesiapan SDM operasional di pelabuhan sesuai kebutuhan selama 24/7
8. Kesiapan tenaga kerja bongkar muat selama 24/7 9. Peningkatan arus kapal dan barang di pelabuhan
10. Penyediaan Gudang / depo diluar pelabuhan yang dibuka selama 24/7
Selanjutnya dari setiap kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan nilai pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Pelabuhan yang Dapat Dioperasikan 24 Jam dalam Sehari dan 7 Hari dalam Seminggu
No. Aspek dan Kriteria Bobot
(%)
1 Ketersediaan dan kesiapan kondisi alur selama 24/7 7,09
a. Harus memiliki alur eksisting yang mampu menangani
arus lalulintas pada alur masuk dan keluar 1,42
b. Memiliki kedalaman alur yang sesuai dengan kapasitas
kemampuan pelabuhan menerima kapal yang masuk
1,42
c. Memiliki sarana bantu navigasi yang memadai 1,42
d.
Monitoring sepanjang alur terhadap sedimentasi dan kerangka kapal akibat kandas, adanhya konstruksi bawah laut, serta sampah-sampah
1,42
e. Pelayanan pandu 1,42
2 Ketersediaan dan kesiapan pelayanan pemanduan
selama 24/7 7,09
a. Jumlah personil pandu untuk pelayanan 24 Jam 1,18
b. Setiap Pandu memiliki sertifikat keahlian di bidang
pandu yang terakreditasi 1,18
c. Sarana telekomunikasi untuk pelayanan pemanduan 1,18
d. tersedianya shift jaga Pandu untuk pelayanan
pemanduan 1,18
e.
Pengaturan terhadap kapal yang datang dan yang sedang sandar untuk bongkar muat penumpang atau
Laporan Akhir V - 29
No. Aspek dan Kriteria Bobot
(%)
f. Memiliki kantor pengawasan pelayanan Pandu di
pelabuhan 1,18
3 Ketersediaan SBNP selama 24/7 7,09
a. Merupakan perlengkapan standar pelabuhan 1,03
b. SBNP dalam keadaan baik dan beroperasi 1,03
c.
Penempatan sesuai titik koordinat pada rencana induk pelabuhan yang sudah disetujui oleh Distrik Navigasi (Disnav)
1,03
d. Perawatan sarana bantu navigasi 1,03
e. Memiliki bengkel perbaikan SBNP di pelabuhan 0,98
f. Kemampuan beroperasi SBNP dengan kegiatan
rutinitasnya selama 24/7 1,03
g. Memiliki kantor pengawasan SBNP di pelabuhan 0,97
4 Ketersediaan telekomunikasi pelayaran selama 24/7 6,71
a.
Memiliki pembangkit listrik yang mampu menangani perangkat telekomunikasi pada saat digunakan dalam kegiatan rutinitasnya
0,97
b. radio telekomunikasi memiliki kehandalan yang tinggi
dalam penggunaannya 0,97
c. Memiliki cadangan radio telekomunikasi 0,92
d. Melakukan perawatan terhadap radio komunikasi 0,92
e. Operator radio yang memiliki sertifikat radio 1,02
f. Memiliki chanel khusus untuk telekomunikasi 1,02
g. Lokasi pusat radio telekomunikasi berada di pelabuhan 0,88
5 Ketersediaan pelayanan meteorology selama 24/7 6,02
a.
Memiliki pembangkit listrik yang mampu menangani perangkat jaringan pada saat digunakan dalam kegiatan rutinitasnya
0,89
b. Memiliki jaringan radio untuk pelayanan meteorology 0,85
c. Memiliki jaringan faxcimile untuk pelayanan
meteorology 0,85
d. Memiliki jaringan telepon untuk pelayanan
meteorology 0,90
e. Memiliki jaringan internet untuk pelayanan
meteorology 0,85
f. Memiliki jaringan satelit untuk pelayanan meteorology 0,81
Laporan Akhir V - 30
No. Aspek dan Kriteria Bobot
(%)
6 Ketersediaan pelayanan bea dan cukai, imigrasi, dan
karantina, selama 24/7 6,71
a. Jumlah personil bea dan cukai, imigrasi, dan karantina,
yang memadai selama pelayanan 24/7 1,16
b. Memiliki shift jaga waktu operasi dalam selang
beberapa jam 1,16
c. Koordinasi dengan pelabuhan saat kedatangan maupun
keberangkatan kapal dari pelabuhan 1,16
d. Memiliki kantor di pelabuhan 1,16
e. Penyediaan perangkat pindai seperti X-Ray Scanner,
metal detector, dan lain-lain 1,09
f. memiliki kapal patroli dan pelayanan di laut untuk
kondisi tertentu 0,98
7 Ketersediaan fasilitas tambat petikemas yang
dioperasikan selama 24/7 7,09
a. Memiliki area bongkar muat di dermaga selama 24/7 1,77
b.
Kemampuan pengaturan sandar kapal untuk bongkar muat, apabila dermaga tersebut melayani segala jenis bongkar muat muatan barang selama 24/7
1,77
c. Ketersediaan alat bongkar muat container seperti crane khusus yang fix selama 24/7
1,77
d. Ketersediaan alat bongkar muat container mobile
selama 24/7 1,77
8 Ketersediaan gudang dan lapangan penumpukan yang
dioperasikan selama 24/7 6,71
a. Luasan tersedia eksisting sesuai rencana induk
pelabuhan 0,63
b. daya tampung yang besar 0,66
c. Lampu penerangan yang memadai 0,70
d. Sistem penataan letak barang 0,70
e. Ventilasi udara yang baik bagi gudang dan penerangan 0,63
f. Penerangan bagi gudang yang memadai 0,63
g. Pengamanan yang ketat 0,70
h. Penerangan bagi lapangan penumpukan 0,70
i. Pagar keliling 0,70
Laporan Akhir V - 31
No. Aspek dan Kriteria Bobot
(%)
9 Kesiapan SDM operasional di pelabuhan sesuai
kebutuhan selama 24/7 6,71
a. Jumlah personil yang diperlukan selama operasi 0,93
b. Tersedianya shift jaga pada saat operasi kegiatan
berlangsung 0,93
c. Koordinasi yang baik antar pimpinan dan bawahan
yang bertugas 0,93
d. Memiliki laporan kegiatan, baik kedatangan dan
keberangkatan kapal 0,98
e. Pengamanan pelabuhan yang ketat 1,03
f. Monitoring kendaraan yang keluar masuk ke pelabuhan 0,93
g. Monitoring orang yang keluar masuk pelabuhan 0,98
10 Kesiapan tenaga kerja bongkar muat selama 24/7 6,71
a. Jumlah personil yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
bongkar muat selama 24/7 1,66
b. Shift jaga tenaga kerja bongkar muat 1,66
c. Operator kendaraan untuk bongkar muat 1,80
d. Kantor tenaga kerja bongkar muat 1,58
11 Ketersediaan sarana transportasi darat untuk
menunjang kegiatan kepelabuhanan selama 24/7 6,33
a. Disesuaikan dengan kondisi besar kecilnya dan berat
muatan 1,62
b. Disesuaikan dengan kapasitas penumpang yang dapat
diangkut di dalam pelabuhan 1,62
c. Untuk barang digunakan truk container, truk bak, truk
box, dan lain-lain 1,62
d. Untuk penumpang, digunakan bus 1,46
12 Ketersediaan fasilitas perbankan di pelabuhan selama
24/7 6,02
a. Memiliki penunjuk arah menuju ke bank di suatu
pelabuhan 0,83
b. Minimal pelayanan ATM dari beberapa bank 0,88
c. Keamanan di ruang ATM yang terjamin 0,93
d. Kantor cabang bank tertentu 0,83
e. Kantor cabang bank tertentu melayani pengambilan,
Laporan Akhir V - 32
No. Aspek dan Kriteria Bobot
(%) f.
Kantor cabang bank tertentu memiliki pelayanan ke customer disesuaikan dengan tingkat kesibukan kunjunganke bank suatu pelabuhan, termasuk ruang tunggu yang nyaman
0,83
g. Keamanan proses transaksi di kantor cabang tersebut 0,88
13 Kesiapan petugas keamanan dan ketertiban selama 24/7 6,33
a. Jumlah personil pengamanan yang mencukupi 1,05
b. Memiliki penggantian shift penjagaan 1,05
c. Setiap personilnyatelah mengikuti latihan PAM dan
bersertifikat 1,05
d. Paham pada proses pengamanan pelabuhan 1,05
e. Memiliki SOP pengamanan 1,05
f. Memiliki PFSP untuk pelabuhan internasional 1,05
14 Peningkatan arus kapal dan barang di pelabuhan 6,71
15 Penyediaan Gudang / depo diluar pelabuhan yang
dibuka selama 24/7 6,71
Sumber : Data primer (diolah)
Pembobotan terbesar tetap diprioritaskan pada aspek keselamatan dan keamanan pelayaran, yakni ketersediaan dan kesiapan kondisi alur selama 24 jam, pelayanan pemanduan dan ketersediaan sarana bantu navigasi pelayaran. Fasilitas dermaga yang dapat beroperasi selama 24 jam juga menjadi aspek yang penting untuk pelabuhan 24 per 7 hari. Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria pelabuhan yang dapat dioperasikan selama 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu berdasarkan urutannya sebagai berikut:
1. Ketersediaan dan kesiapan kondisi alur selama selama 24/7 dengan senantiasa memantau kedalaman alur dan dengan kapasitas yang mampu menangani arus keluar masuk kapal; 2. Ketersediaan dan kesiapan pelayanan pemanduan selama 24/7,
baik petugas maupun kapal pandu serta fasilitas telekomunikasi selama pemanduan yang senantiasa siap 24 jam;
3. Ketersediaan SBNP yang andal yang ditempatkan pada koordinat sesuai dengan persetujuan Disnav dan terus dirawat agar tetap dapat beroperasi dengan baik;
4. Ketersediaan fasilitas tambat peti kemas yang dioperasikan selama 24 jam dengan kapasitas yang memadai dan didukung oleh peralatan bongkar muat peti kemas yang memadai;
Laporan Akhir V - 33
5. Ketersediaan pelayanan bea cukai, imigrasi, dan karantina, selama 24 jam di pelabuhan dengan jumlah petugas yang memadai dan senantiasa berkoordinasi dalam memberikan pelayanan di pelabuhan;
6. Ketersediaan gudang dan lapangan penumpukan yang dioperasikan selama 24/7 yang memadai dan senantiasa dijaga keamanannya;
7. Kesiapan SDM operasional di pelabuhan sesuai kebutuhan selama 24/7 untuk kegiatan pengamanan di pelabuhan;
8. Kesiapan tenaga kerja bongkar muat selama 24/7dari operator bongkar muat dengan jumlah dan peralatan yang memadai; 9. Adanya peningkatan arus kapal, arus barang dan arus penumpang
setiap tahunnya;
10. Penyediaan Gudang / depo diluar pelabuhan yang dibuka selama 24 jam untuk menampung barang-barang yang akan siap bongkar muat selama 24 jam di pelabuhan.
D. KRITERIA TERMINAL YANG DAPAT MELAYANI ANGKUTAN PETI KEMAS, ANGKUTAN CURAH CAIR/CURAH KERING, KAPAL PENUMPANG DAN KAPAL RO-RO
Analisis dan pembahasan pada kriteria ini akan dibagi menjadi 4 (empat) bahasan yang diuraikan sebagai berikut.
1. Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Angkutan Peti Kemas
Peti kemas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah peti besar dan kuat yang memuat barang dagangan sehingga barang itu dapat sekaligus diangkut. Menurut Capt. R.P. Suyono (Shipping Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui
Laut, Jakarta, PPM, 2003, halaman 179), peti kemas adalah satu
kemasan yang dirancang secara khusus dengan ukuran tertentu, dapat dipakai berulangkali, dipergunakan untuk menyimpan dan sekaligus untuk mengangkut muatan yang ada didalamnya. Menurut pasal 1 ayat 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2002 tentang perkapalan, peti kemas adalah bagian dari alat angkut yang berbentuk kotak serta terbuat dari bahan yang memenuhi syarat, bersifat permanen dan dapat dipakai berulang-ulang, yang memiliki pasangan sudut dan dirancang secara khusus untuk memudahkan angkuatan barang dengan satu atau lebih moda transportasi, tanpa harus dilakukan muatan kembali.
Laporan Akhir V - 34
Menurut Kramadibrata (2002), peti kemas adalah suatu bentuk kemasan satuan muatan yang terbaru yang mulai diperkenalkan pada tahun 1960 dan diawali dengan ukuran 20 kaki (twenty feet container). Peti kemas merupakan suatu kotak besar yang terbuat dari bahan campuran baja dan tembaga anti karat dengan pintu yang dapat terkunci dan pada tiap sisi-sisi dipasang suatu “pitting sudut dan kunci putar (corner fitting and twist lock)”, sehingga antara satu peti kemas dengan peti kemas lainnya dapat dengan mudah disatukan atau dilepas.
Amir (1997) menyebutkan bahwa keuntungan penggunaan peti kemas dalam pengangkutan barang melalui laut adalah bongkar muat dapat dilakukan dengan cepat, prosentase kerusakan dan kehilangan barang kecil serta pengawasan oleh pemilik barang (shipper) lebih mudah. Selain keuntungan yang diperoleh dari pengggunaan peti kemas, sesungguhnya peti kemas juga menimbulkan masalah-masalah yang rumit, diantaranya peti kemas yang berkapasitas rata-rata 15-20 ton memerlukan peralatan bongkar muat di darat maupun di atas kapal dengan kapasitas yang sesuai, memerlukan dermaga untuk pelaksanaan bongkar muat serta lapangan penumpukan peti kemas yang luas di wilayah pelabuhan. Peti kemas dengan kapasitas 20 ton memerlukan alat angkut darat pelabuhan seperti trailer dengan kapasitas di atas 20 ton sehingga memerlukan perombakan struktur dan daya tahan jalan raya yang sesuai.
Menurut Triatmodjo (2003), proses bongkar muat peti kemas membutuhkan beberapa fasilitas sebagai berikut:
a. Dermaga, yaitu tambatan yang diperlukan untuk sandar kapal.
Mengingat kapal peti kemas berukuran besar, maka dermaga harus cukup panjang dan dalam dengan panjang antara 250 – 350 meter, sedangkan kedalamannya berukuran 12-15 meter, tergantung dari tipe kapal.
b. Apron
Yaitu daerah diantara tempat penyandaran kapal dengan
Marshaling Yard, dengan lebar sekitar 30-50 meter. Pada
apron ini ditempatkan berbagai peralatan bongkar muat peti kemas seperti gantry crane, rel-rel kereta api dan jalan truk/trailer.
c. Marshaling yard (lapangan penumpukan sementara)
digunakan untuk menempatkan secara sementara peti kemas yang akan dimuat ke kapal.