dioperasikan 24 Jam dalam Sehari dan 7 Hari dalam Seminggu
E. KRITERA WILAYAH TERTENTU DI DARATAN (DRY PORT) YANG DAPAT BERFUNGSI SEBAGAI PELABUHAN
Dry port merupakan pelabuhan yang terletak di daratan dengan tiga karakteristik mendasar, yaitu:
1. Sebuah terminal intermodal, baik untuk rel atau tongkang yang telah dibangun atau diperluas
2. Memiliki koneksi dengan terminal pelabuhan dengan layanan kereta api, tongkang atau truk
3. Merupakan sentra kegiatan logistik yang mendukung dan mengatur angkutan transhipment dan berfungis seperti terminal antar moda.
Munculnya pelabuhan di daratan berawal dari semakin tingginya aktivitas logistik dan adanya penciptaan zona logistik yang baru, dimana pelabuhan di daratan dapat dibangun di kawasan industri agar dapat terkoneksi secara langsung dengan pelabuhan laut. Pembangunan pelabuhan di daratan tetap harus mempertimbangkan kondisi geografis dan sarana transportasi yang berkaitan dengan ketersediaan moda dan tingkat efisiensinya, serta memperhatikan pasar industri.Pelabuhan di daratan diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas dari pusat industri atau hinterland pelabuhan itu sendiri menuju pelabuhan laut, menjadi tempat penampungan barang-barang sementara (gudang sementara) atau depo kontainer.
Container dry port merupakan salah satu jenis dari multimoda. Pada
konsep container dry port, pengangkutan container dari dari daerah pengiriman (kawasan industri, pabrik, depo container) ke pelabuhan yang semula diangkut menggunakan truk container, digantikan oleh kereta api khusus pengangkut container. Dengan system container dry
port, semua proses pengepakan (stuffing), penyelesaian dokumen, dan
Laporan Akhir V - 57
kemudahan birokrasi. Manfaat dari semua itu tentunya adalah pengurangan biaya transportasi.
Keuntungan dry port adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan produktivitas pelabuhan
Dry port memungkinkan arus keluar – masuk container dari dan
ke dalam pelabuhanmenjadi lebih lancer. Hal tersebut tentunya akan membuat port time kapal menjad ilebih berkurang. Port time kapal yang berkurang tentunya akan membuat proses bongkar muat kapal menjadi lebih cepat dan efisien. Itu artinya kapasitas dan produktivitas pelabuhan juga meningkat.
2. Mengurangi kongesti di pelabuhan
Seringkali terjadi kongesti di pelabuhan karena banyaknya container yang tertumpuk di pelabuhan. Kongesti ini biasanya terjadi karena container tidak bisa keluar dari pelabuhan, misalnya karena jalan banjir. Karena banjir tersebut, jalan raya menjadi macet, sehingga proses keluar – masuk container ke pelabuhan terhambat. Bahkan seperti yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, warga sekitar pelabuhan menutup akses jalan keluar – masuk pelabuhan karena jalan tersebut terendam banjir. Hal tersebut tentunya menyebabkan arus keluar – masuk container dari dan ke dalam pelabuhan menjadi terhambat. 3. Mengurangi kemacetan di jalan raya
Truk – truk container yang melintasi jalan raya seringkali membuat kemacetan,karena memang truk – truk tersebut berjalan dengan kecepatan rendah. Belum lagi bila terjadi banjir. Dengan konsep dry port, pengangkutan container dialihkan ke kereta api. Hal tersebut tentunya membuat volume kendaraan di jalan raya juga berkurang.
4. Mengurangi resiko kecelakaan di jalan raya
Truk – truk container juga merupakan salah satu penyebab kecelakaan di jalan raya.Tidak tersedianya jalan atau jalur khusus truk container menyebabkan truk container harus berbagi jalan dengan kendaraan – kendaraan kecil lainnya, seperti mobil,sepeda motor, becak, dan lain-lain.
5. Mengurangi biaya perbaikan jalan raya
Biaya yang harus dikeluarkan untuk perbaikan jalan sangatlah besar, terutama untuk jalan – jalan yang setiap harinya dilewati truk – truk container bermuatan puluhan ton.
6. Mengurangi polusi udara
Apabila kita dapat menggantikan 30 truk container dengan 1 rangkaian kereta api container tentunya polusi udara yang dapat dikurangi sangatlah banyak. Konsep dryport dapat mengurangi emisi gas buang (CO2) sampai 25 % . Hal ini sekaligus menjawab kebutuhan transportasi yang ramah lingkungan.
Laporan Akhir V - 58
Berbicara tentang sebuah terminal barang berskala besar, sebuah pelabuhan darat, ada beberapa nama yang di kenal selain Dry Port, yaitu Inland Container Depots, Inland Port, Inland Cargo Centre. Secara singkat, dry port adalah “ inland terminal connected by dry
modes (i.e road or rail) to a sea port; yaitu terminal di daratan yang
dihubungkan oleh moda darat (seperti jalan atau rel) ke pelabuhan laut. Dimana terdapatnya pelayanan kepabeanan yang lengkap di kawasan dry port, yang menjadikan pergerakan barang/kargo menjadi efisien. Dari berbagai istilah tersebut diatas, Dry Port lebih khusus, yaitu yang terletak pada negara-negara yang tidak mempunyai akses ke lautan (landlocked countries).
Proses dokumentasi dan pemeriksaan terkait Bea Cukai, Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan diselesaikan di dalam Dry Port. Didukung dengan INSW, tentunya layanan dan fasilitas yang terpadu ini akan memberi kemudahan, kepastian pelayanan, dan meningkatkan produktifitas.
Lokasi dry port yang baik terletak di kawasan strategis industri dan memiliki luas lahan kurang lebih 200 hektar yang mudah diakses untuk jalan raya dan kereta api. Adanya kereta api itu membuat waktu tempuh pengiriman barang bisa lebih cepat karena tidak terjebak oleh kemacetan. Selain itu, adanya jalur kereta api untuk angkutan kontainer jelas akan mengurai tingkat kepadatan lalu lintas. Di dalam
dry port juga harus tersedia jasa logistik yang terintegrasi dengan
puluhan perusahaan logistik dan supply chain; seperti eksportir, importir, pengangkut, operator terminal, stasiun kontainer, gudang, transportasi, logistik pihak ketiga (3PL), depo kontainer kosong, serta bank dan fasilitas pendukung lainnya. Pelayanan satu atap kepelabuhanan dapat untuk penanganan kargo dapat dilaksanakan di dry port, sehingga proses dokumentasi dan pemeriksaan terkait Bea Cukai, Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan diselesaikan di sini.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disusun diagram fishbone untuk menentukan kriteria wilayah di daratan yang dapat berfungsi sebagai pelabuhan yang dapat dilihat pada Gambar 5.9. di bawah ini.
Laporan Akhir V - 59
Perijinan Ketersediaan tanah
untuk DLKr dan DLKp Kriteria Wilayah di Daratan Yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelabuhan Rekomendasi Gubernur RTRW Provinsi / kabupaten / Kota Gudang Feasibility Studi Pertimbangan peraturan/dokumen yang lain Dukungan hinterland Lapangan Pusat industri Pusat perdagangan Kelayakan ekonomi
Kelayakan Teknis dan Lingkungan Aksesibilitas Jaringan jalan Jaringan rel/KA Rekomendasi Bupati/Walikota Rencana Induk Pelabuhan Nasional
Gambar 5.9 Diagram Fishbone Kriteria Wilayah di Daratan Yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelabuhan
Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria wilayah tertentu di daratan yang dapat berfungsi sebagai pelabuhan. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.18. di bawah ini.
Tabel 5.18. Hasil Pembobotan Kriteria Wilayah Tertentu di Daratan Yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelabuhan (Dry Port)
No. Kriteria Wilayah Tertentu di Daratan Yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelabuhan (Dry Port)
Bobot (%)
1 Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota 10,483
2 Memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan 9,553
3 Memperhatikan rencana induk pelabuhan nasional 10,483
4 Memiliki tanah sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan Pelabuhan 10,483
5 Memenuhi persyaratan kelayakan ekonomi 10,483
6 Mendukung pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial
Laporan Akhir V - 60 No. Kriteria Wilayah Tertentu di Daratan Yang Dapat
Berfungsi Sebagai Pelabuhan (Dry Port)
Bobot (%)
7 Memiliki aksesibilitas terhadap hinterland pelabuhan 10,483
8 Didukung oleh keterpaduan intra dan antar moda 9,995
9 Mendapat rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota 8,044
10 Daerah hinterlandnya merupakan wilayah di bidang produksi
dan perdagangan yang telah dikembangkan 9,995
Total 100
Sumber : Hasil data primer (diolah)
Dari setiap aspek yang menjadi kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan hasil pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.19. berikut ini:
Tabel 4.19. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Wilayah Tertentu di Daratan Yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelabuhan
No. Aspek dan Kriteria Bobot
(%)
1 Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota 10,48
a. Memiliki Layout Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota update 2,21
b. Memiliki rencana induk pengembangan 2,21
c. Memiliki dokumen tertanahan, status tanah merupakan hak
milik 1,72
d. Memiliki dokumen perijinan 2,11
e. Memiliki koordinat lokasi di daratan 2,23
2 Memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan 9,55
a. Memiliki dokumen UKP/UPL atau AMDAL 2,34
b. Teruji dan terukur secara visual 2,34
c. Penataan area dry port dan dampaknya terhadap
lingkungan 2,34
d. Memiliki saluran pembuangan air yang lancar 2,53
3 Memperhatikan rencana induk pelabuhan nasional 10,48
Laporan Akhir V - 61
No. Aspek dan Kriteria Bobot
(%)
b. Memiliki rencana induk dry port 2,75
c. Memahami rencana induk pelabuhan nasional 2,62
d.
Monitoring setiap perubahan tahun dan informasi perubahan fasilitas prasarana maupun sarana sesuai rencana induk nasional
2,36
4 Memiliki tanah sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan 10,48
a. Memiliki rencana induk pelabuhan 3,49
b.
Mempunyai koordinat lokasi pelabuhan dan zonasi daerah lingkungan kerja serta daerah lingkungan kepentingan pelabuhan
3,49
c.
Memiliki luasan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan yang memadai sesuai peruntukannya
3,49
5 Memenuhi persyaratan kelayakan ekonomi 10,48
a. Lokasi merupakan tempat dilakukan kegiatan
perekonomian 2,75
b. Keteraturan pemasukan dan pengeluaran keuangan dari
sistem yang ada di dalam area kegiatan 2,36
c. Lokasi pelabuhan atau dry port selalu dalam keadaan aktif
dengan kegiatan perekonomian 2,62
d. Keamanan yang memadai 2,75
6 Mendukung pertumbuhan ekonomi dan perkembangan
sosial daerah setempat 10,00
a. Lokasi merupakan tempat dilakukan kegiatan
perekonomian 2,40
b. Memiliki aktivitas dalam dan luar pelabuhan ataupun dry
port 2,53
c. selalu memiliki dampak pertumbuhan ekonomi dan
perkembangansosial daerah setempat 2,53
d. Prospek yang sebelumnya sudah diadakan studi kelayakan
memiliki kesesuaian dengan perkembangan yang ada 2,53
7 Memiliki aksesibilitas terhadap hinterland pelabuhan 10,48
Laporan Akhir V - 62
No. Aspek dan Kriteria Bobot
(%)
b. Jaringan rel/kereta api 3,49
c. Tersedia moda transportasi darat dan kereta api 3,49
8 Didukung oleh keterpaduan intra dan antar moda 10,00
a. Memiliki jaringan intra dan antar moda 1,67
b. Keterpaduan jaringan intra dan antar moda berkelanjutan 1,67
c. Informasi pergerakan intra dan antar moda yang aktif 1,67
d. Memiliki klasifikasi jenis, type intra dan antar moda 1,67
e. Intra dan antar moda diusahakan oleh perusahaan yang
bergerak di salah satu moda 1,67
f. Manajemen keterpaduan intra dan antar moda yang
terstruktur 1,67
9 Mendapat rekomendasi dari Gubernur dan
Bupati/Walikota 8,04
a. Memiliki ijin usaha yang dasarnya adalah dari
rekomendasi Gubernur dan Bupati/Walikota 2,01
b. Dokumen yang memiliki data online, sehingga mudah
dilihat dari segi legalitasnya 2,01
c. Memiliki dasar dan tujuan penggunaan dry port 2,01
d. Memiliki studi kelayakan yang menjadikan diperolehnya
rekomendasi dari Gubernur 2,01
10 Daerah hinterlandnya merupakan wilayah di bidang
produksi dan perdagangan yang telah dikembangkan 10,00
a.
Dasar perencanaan awal dari dry port didasarkan pada daerah hinterland yang merupakan wilayah di bidang produksi dan perdagangan
2,50
b.
Wilayah di bidang produksi dan perdagangan meliputi barang-barang yang memiliki kebutuhan akan angkutan untuk distribusi nasional dan ekspor
2,50
c. Produksi dan perdagangan memiliki tingkat aktivitas
pergerakan moda yang aktif 2,50
d. Ketergantungan menggunakan pergerakan intra dan antar moda 2,50
Laporan Akhir V - 63
Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria wilayah di daratan yang dapat berfungsi sebagai pelabuhan:
1. Pembangunan dry port sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
2. Memperhatikan rencana induk pelabuhan nasional untuk mengetahui perubahan setiap tahun dari fasilitas prasarana maupun sarana transportasi;
3. Memiliki tanah sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan dengan luasan yang memadai dan sesuai peruntukannya;
4. Memenuhi persyaratan kelayakan ekonomi, dimana lokasi merupakan tempat kegiatan ekonomi yang selalu dalam keadaan aktif;
5. Memiliki aksesibilitas terhadap hinterland pelabuhan, baik untuk jaringan jalan, rel maupun ketersediaan moda transportasi darat/KA;
6. Mendukung pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial daerah setempat;
7. Daerah hinterlandnya merupakan wilayah di bidang produksi dan perdagangan yang telah dikembangkan;
8. Memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan yang dibuktikan dengan dokumen UKP/UPL atau AMDAL;
9. Mendapat rekomendasi dari kepala daerah stempat (Gubernur/Bupati/Walikota).
F. KRITERIA TERMINAL KHUSUS YANG TERBUKA UNTUK