• Tidak ada hasil yang ditemukan

FANTASI, MIMPI, DAN IDENTITAS TOKOH DALAM NOVEL CALA IBI KARYA NUKILA AMAL: KAJIAN PSIKOANALISIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FANTASI, MIMPI, DAN IDENTITAS TOKOH DALAM NOVEL CALA IBI KARYA NUKILA AMAL: KAJIAN PSIKOANALISIS."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

FANTASI, MIMPI, DAN IDENTITAS TOKOH DALAM NOVEL CALA IBI

KARYA NUKILA AMAL: KAJIAN PSIKOANALISIS

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sastra

di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

oleh

Feri Muhamad Sukur

0704700

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

(2)

Fantasi, Mimpi, dan Identitas Tokoh

dalam Novel

Cala Ibi

Karya Nukila Amal:

Kajian Psikoanalisis

Oleh

Feri Muhamad Sukur

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra

© Feri Muhamad Sukur 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

FERI MUHAMAD SUKUR

0704700

FANTASI, MIMPI, DAN IDENTITAS TOKOH DALAM NOVEL CALA IBI

KARYA NUKILA AMAL: KAJIAN PSIKOANALISIS

disetujui dan disahkan oleh Pembimbing I,

Dr. Sumiyadi, M. Hum. NIP 19660320199103004

Pembimbing II,

Yulianeta, M.Pd. NIP 1975071320055012001

diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

FANTASI, MIMPI, DAN IDENTITAS TOKOH DALAM NOVEL CALA IBI KARYA NUKILA AMAL: KAJIAN PSIKOANALISIS

Feri Muhamad Sukur 0704700

ABSTRAK

Novel Cala Ibi karya Nukila Amal menceritakan pencarian identitas tokoh utama. Penelitian ini menjawab beberapa pertanyaan tentang bagaimana fantasi, mimpi, dan identitas tokoh utama Cala Ibi saling berhubungan dan mendukung unsur estetikanya.

Untuk mendapatkan identitas tokoh utama, novel ini dianalisis dengan menggunakan strukturalisme Todorov yang memfokuskan pada aspek penokohan, kemudian dilanjutkan dengan psikoanalisis Freudian untuk menganalisis mimpi dan psikoanalisis Lacanian untuk menganalisis fantasi dan identitas tokoh utama.

Dari pendeskripsian dan analisis tokoh diketahui bahwa novel ini memiliki dua alur berbeda dengan pemusatan pada dua tokoh sentral. Alur pertama berlatar dunia nyata, sedangkan alur yang lain merupakan dunia mimpi dari tokoh sentral di alur pertama. Setelah melakukan identifikasi tokoh, didapatlah kesimpulan bahwa tokoh utama kedua alur ini merupakan individu yang sama, dilihat dari bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tokoh lain, pola pikir, dan beberapa tokoh yang memiliki kesamaan.

Bahasa yang digunakan dalam mimpi dan fantasi merupakan bagian dari pembiasan hasrat tokoh utama. Bahasa tersebut tidak bermakna konotatif, tetapi denotatif. Isi percakapan yang merupakan interaksi antartokoh, fantasi, dan mimpi dimaknai sebagai hasil mekanisme diri pergolakan hasrat tokoh utama dalam mencapai identitasnya.

Fantasi dan mimpi tokoh utama merepresentasikan hasrat tokoh utama akan identitas dirinya dan lingkungannya. Fantasi tokoh utama menggambarkan hasrat identitas leluhurnya yang tidak tercapai. Kekecewaan tersebut membuat identitas tokoh utama tidak stabil. Tokoh utama selalu menolak penanda yang diberikan leluhurnya sebagai identitas penuh dirinya. Tokoh utama berpendapat bahwa penanda itu diberikan karena petanda dari leluhurnya, tidak berdasarkan identitas yang ada pada dirinya.

(5)

FANTASY, DREAM, AND THE IDENTITY FIGURES OF CALA IBI NOVEL identity of main character Cala Ibi connecting and supporting aesthetic elements.

For obtaining the identity of the main character, this novel is analyzed by using Todorov’s structuralism which it focuses on aspects of the character, and it is continued with Freudian’s psychoanalysis to analyze the dream and Lacania’s psychoanalysis to analyze fantasy and the identity of main character.

From the description and analysis of the figure are know that this novel has two difference plots with concentration on two central characters the first plot is on real world, and the second plot is the dream world from central character in first plot. After identifying figure, it is concluded that both the main characters on plots are the same individual, these are seen from the languages at communication with other character, paradigm, and some characters have similarities

The language is used in the dream and fantasy are parts from refraction of desire of the main characters. The language is not meaning connotative, but denotative. Content of the conversations are the interaction between characters, fantasy, and dream are interpreted as a result of defend mechanism of desire the main character in achieving its identity.

Fantasy and dream of the main character represent the desire of the main character of identity and environment. Fantasy of the main character describes desire identity of ancestors did not achieve. The disappointment makes identity of the main character is unstable. The main character always refused makers were given ancestor as his full identity. The main character believes that the markers were given because his ancestral markers of identity that is not based him.

(6)

DAFTAR ISI

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan ... 7

1.4 Manfaat ... 7

1.5 Definisi Operasional ... 8

BAB 2 NOVEL DAN PSIKOANALISIS SASTRA ... 9

2.1 Novel ... 9

2.2 Nukila Amal dan Karyanya... 10

2.3 Kajian Strukturalisme Todorov ... 10

2.4 Pendekatan Psikoanalisis ... 12

2.4.1 Psikoanalisis Lacanian ... 13

2.4.2 Psikoanalisis Freudian ... 16

BAB 3 METODE PENELITIAN... 18

3.1 Metode Penelitian ... 18

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 19

3.3 Teknik Analisis Data ... 19

3.4 Data dan Sumber Data ... 22

BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS TOKOH ... 23

4.1 Identifikasi Tokoh ... 23

4.1.1 Aku ... 33

(7)

4.1.3 Bai Guna Tobona ... 43

4.1.4 Kakek dan Nenek ... 48

4.1.5 Bapak (Ayah/Papa), Ibu (Mama), Ujung, Tepi ... 51

4.1.6 Maia ... 59

4.1.7 Bibi Tanna, Paman, Pacar Bibi Tanna ... 69

4.1.8 Laila Bingkai Maya dan Maia ... 72

4.1.9 Naga atau Cala Ibi, Pria Martir, Ilalang ... 76

4.1.10 Bayi ... 81

4.1.11 Annisa dan Saudara Maia ... 85

4.1.12 Teman-teman Maya ... 87

4.1.13 Perempuan-perempuan Dalam Penjara ... 89

4.2 Identifikasi Fantasi ... 95

4.3 Identifikasi Mimpi ... 104

4.3.1 Identifikasi Mimpi Bingkai Maya ... 106

4.3.2 Identifikasi Mimpi Bingkai Maia ... 114

4.4 Analisis Identitas ... 121

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 131

5.1 Simpulan ... 131

5.2 Saran ... 137

DAFTAR PUSTAKA ... 174

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Identifikasi Tokoh Novel Cala Ibi ... 24

Tabel 4.2 Identifikasi Tokoh Ayah, Ibu, Ujung, dan Tepi ... 59

Tabel 4.3 Interaksi Kehadiran Tokoh dalam Setiap Bingkai ... 91

(9)

DAFTAR GAMBAR

(10)

DAFTAR BAGAN

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bahasa dalam karya sastra adalah simbol psikis dan bingkisan makna psikis yang dalam (Endraswara, 2008: 4). Bahasa itu dikonstruksikan oleh pengarang menjadi struktur intrinsik pembangun karya sastra. Freud (2000: 76) mengatakan, pengarang kreatif menciptakan dunia khayal yang ia tanggapi secara sungguh-sungguh—ia menyalurkan banyak emosi ke dalamnya, sambil membedakan khayalan itu secara sadar dan jelas dari kenyataan. Lalu bahasa menyelaraskan khayalan dan karya pengarang kreatif itu menjadi puitis. Oleh karena itu, pembaca tidak akan menduga bagaimana seorang pengarang kreatif menciptakan karya imajiner yang mampu menimbulkan emosi pembaca tersebut—yang tadinya mungkin diduga ada dalam dirinya (Freud, 2000: 75).

Hal tersebut menunjukkan kaitan antara pengarang, karya, dan pembacanya sangat erat dengan psikologi. Karya muncul sebagai hasil kreativitas pengarang dari sebuah proses tanggapan konflik antara tekanan kekuatan naluri yang tidak biasa dan tuntutan masyarakat yang menghalangi pemenuhan hasrat-hasrat naluriah tersebut (Damanjati, 2006: 31). Endraswara (2008: 7) menyebutkan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar. Setelah mendapat bentuk yang jelas, kemudian dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar dalam bentuk penciptaan karya sastra. Adapun pembaca dalam usahanya memahami karya dengan utuh dan tidak salah paham membutuhkan bekal pengetahuan tentang bahasa, lingkungan, dan latar belakang situasi kebudayaan (Widijanto, 2010: 269).

(12)

2

Novel psikologi mendapat sifat khasnya karena kebiasaan pengarang modern untuk memecah egonya melalui pengamatan diri dalam banyak bagian, dan selanjutnya memersonifikasikan arus kehidupan mentalnya sendiri dalam beberapa pahlawan atau tokoh (Freud, 2000: 85). Lebih lanjut Ratna (2009: 350) secara implisit mengatakan bahwa novel psikologi adalah novel yang memberikan intensitas pada aspek kejiwaan. Sementara Minderop (2010: 53) menjelaskan bahwa novel psikologi sebagai sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu novel yang bergumul dengan spiritual, emosional, dan mental para tokoh dengan cara lebih banyak mengkaji perwatakan daripada mengkaji alur dan peristiwa. Kundera (2002: 44-62) dalam sebuah wawancara bersama Salmon menjelaskan tentang novel-novelnya yang dianggap psikologis. Novel psikologis lebih menekankan pada aspek yang mempersoalkan teka-teki jiwa pembaca. Secara tidak langsung, Kundera ingin mengatakan bahwa novel psikologis lebih disebabkan oleh unsur ekstrinsiknya daripada unsur intrinsiknya. Seperti efek tokoh-tokoh fiksional dalam karya Richardson yang memberikan pengaruh kepercayaan dan perasaan-perasaan pada pembacanya.

Untuk memahami novel psikologi secara utuh dibutuhkan pendekatan interdisipliner yang komprehensif. Pendekatan sastra saja dirasa tidak mampu menggali makna novel sejenis secara utuh. Oleh karena itu ada pendekatan perpaduan antara sastra dan psikologi. Pendekatan sastra yang biasa digunakan adalah pendekatan struktural yang terfokus pada tokoh dan penokohan, sedangkan pendekatan psikologinya berusaha memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung di dalam karya tersebut.

Wellek dan Warren (1995: 90) menjabarkan, ada dua fokus penelaahan dalam pendekatan psikologi sastra, yaitu studi psikologi pengarang dan unsur kejiwaan tokoh fiksional. Ratna (2009: 343) menambahkan satu lagi, yaitu penelitian psikologi pembaca.

(13)

3

Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Empat dari dua puluh empat bab telah dipublikasikan oleh jurnal kebudayaan Kalam edisi 18 tahun 2001 bersama

sebuah cerpen yang berjudul “Laluba”. Keempat bab novel Cala Ibi yang

dipublikasikan itu adalah “Bapak Menamaiku, Ibu Memimpikanku”, “Tuan

Tanah”, “Rumah Siput Berpaku”, dan “Penjara Merah”. Nukila Amal menyertakan catatan pada kelima tulisannya yang menyatakan bahwa empat tulisan pertama merupakan bagian dari karya yang lebih besar, yang pada akhirnya diketahui sebagai novel Cala Ibi.

Sejak pertama diluncurkan pada April 2003, Cala Ibi sudah menjadi perhatian khalayak sastra Indonesia. Dalam kurun waktu dua bulan, setidaknya ada tiga ulasan tentang Cala Ibi yang dipublikasikan di media massa. Pertama, Sugiharto dalam esainya yang berjudul “Mistisisme Linguistik Nukila Amal” di Kompas (2003) yang menyatakan bahwa Cala Ibi memiliki kekuatan dalam diksi

sehingga mampu menyajikan kompleksitas, kontinuitas dan diskontinuitas, serta keteraturan dan ketidakteraturan dengan begitu puitis. Dia juga memberikan perhatian lebih pada bahasa Cala Ibi yang mengarah pada kemampuan mendeskripsikan peristiwa dan benda-benda serta bermuara pada pemikiran-pemikiran filsafat.

Senada dengan Sugiharto, Widijanto dalam esainya “Estetika Sufistik

Novel Indonesia Mutakhir” (2005) mengatakan bahwa pemikiran filosofis yang terkandung di dalam novel Cala Ibi menyebabkan tidak pentingnya penokohan, alur, dan unsur pembangun sastra lainnya, sedangkan Endriani dalam “Genre

Alternatif Sastra Perempuan” (2004) menarik kebahasaan filosofis Cala Ibi pada ranah feminisme yang sangat luas. Bahasa teks yang puitis menyamarkan topik keperempuanan tanpa selalu menyalahkan sistem patriarki.

Kedua, Sunardi pada esainya “Bila Kata Menjadi Peristiwa” (2003)

(14)

4

Ketiga, Lubis dalam “Mencari Indah Dalam Bentuk Buruk Rupa Dunia”

(2003) memerhatikan pemberian judul oleh pengarang yang seolah ingin menekankan tempat mimpi dalam novelnya. Cala Ibi dibangun oleh struktur bahasa yang tipis antara prosa dan puisi. Pengarangnya mampu melukiskan pengalaman manusia yang tidak sederhana dan tidak logis dalam metafor sehingga lebih mendekati dunia mimpi.

Kekuatan bahasa puitik Cala Ibi ditempatkan oleh Saidiman (dalam Bramantio, 2010: 19) sebagai prosa liris seperti Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi. Di dalamnya banyak lompatan, pemilihan diksi yang hati-hati, kejutan di mana-mana, dan pembaca dibuat ekstasi berkali-kali oleh keindahan bahasanya yang luar biasa.

Budiman (2004) menyatakan bahwa Cala Ibi adalah sebuah proses unlearning karena novel ini, dengan eksperimentasi puitiknya yang intens,

membedah problematika membaca teks. Pernyataan ini mendorong Bramantio

dalam esai panjangnya “Metafiksionalitas Cala Ibi: Novel yang Bercerita dan

Menulis tentang Dirinya Sendiri” (2010) yang menelaah novel ini dengan pendekatan strategi pembacaan. Bramantio menyebut Cala Ibi sebagai novel metafiksi yang dengan unsur-unsurnya akan mengganggu kefokusan pembacaan sehingga memerlukan strategi khusus. Lebih fokus ia menelaah Cala Ibi berdasarkan struktur penceritaannya.

(15)

5

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa para pembaca terlalu teralihkan oleh kekuatan diksi Cala Ibi dan filosofinya. Pengkajian unsur intrinsik pembangun cerita baru dilakukan oleh Bramantio yang menjabarkan struktur penceritaan Cala Ibi, sedangkan unsur tokoh, latar, dan plot belum ada yang mengkaji secara komprehensif.

Penelitian intrinsik pembangun cerita Cala Ibi perlu dilakukan agar pembaca tidak terlalu jauh menafsirkan apa yang dimaksud oleh Nukila Amal sebagai pengarang novel tersebut. Salah satunya adalah pengkajian unsur penokohan. Pengaburan aspek semantik dalam konsepsi struktural Todorov yang meliputi tokoh dan latar bukan tanpa maksud. Ada tujuan tertentu mengapa Nukila Amal memilih teknik pelukisan identitas tokoh utama dengan mengedepankan unsur metafora dalam fantasinya dan teknik dramatik lewat tokoh lain yang ada dalam mimpi tokoh utama.

Berdasarkan teknik yang digunakan oleh Nukila Amal dalam pelukisan identitas tokoh utama, yaitu pengolahan metafora dalam fantasi dan teknik dramatik dengan menghadirkan tokoh lain dalam mimpinya, maka pendekatan yang relevan untuk membedah maksud pengarang adalah kajian psikoanalisis. Adapun teori psikoanalisis yang sesuai adalah konsepsi Lacanian tentang fantasi dan konsepsi Freudian untuk membahas mimpi tokoh.

Penelitian unsur fantasi Cala Ibi akan memberikan penjelasan kepada pembaca tentang asal muasal objek fantasi yang berasal dari masa lalu tokoh utama. Objek fantasi seperti naga, pria ilalang, dan para perompak tersebut berhubungan objek dongeng nenek tokoh utama. Oleh karena, itu untuk bisa memahami fantasi tokoh utama sebagai unsur pembangun penokohan dan kaitannya dengan keutuhan cerita perlu dilakukan.

(16)

6

Merujuk pada penjelasan di atas, maka penelitian psikoanalisis Freudian dan Lacanian relevan digunakan untuk menelaah unsur intrinsik penokohan novel Cala Ibi karya Nukila Amal.

Dalam konsepsinya, Lacan (2002: 76) menyatakan bahwa fantasi berupaya menjaga supaya keinginan tetap ada, untuk melindungi keinginan dari perubahan terlalu banyak. Metafora dalam fantasi tokoh utama ini merupakan bagian dari pengalihan keinginan sehingga tidak terlalu banyak represi (tekanan) dan lack (pecah/guncangan) pada aspek psikologis tokoh utama.

Mimpi merupakan representasi dari konflik dan ketegangan dalam kehidupan. Demikian hebatnya derita karena konflik dan ketegangan yang dialami sulit diredakan dalam alam sadar, sehingga muncul dalam alam tak sadar (Minderop, 2010: 17). Salah satu alam tak sadar itu adalah mimpi. Uraian mimpi tokoh utama novel Cala Ibi berupa isi manifes yang terealisasi lewat tulisan-tulisan tokoh utama. Mimpi manifes ini tersaji karena isi laten yang disebut Freud sebagai sesuatu yang tersembunyi bagaikan sebuah teks asli dalam keadaan primitif dan harus disusun kembali melalui gambar yang sudah diputarbalikkan (Milner, 1992: 27).

Penelitian ini akan menyinggung penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh Bramantio tentang struktur penceritaan yang salah satunya membahas alur Cala Ibi. Hal tersebut dilakukan karena eratnya kaitan antara penelitian tokoh dengan alur.

Penelitian yang telah dilakukan Bramantio terhadap novel Cala Ibi dengan

judul “Metafiksionalitas Cala Ibi: Novel yang Bercerita dan Menulis tentang

Dirinya Sendiri” disimpulkan bahwa pembiasan unsur intrinsik pembangun prosa dengan ketidakgramatikannya bisa diurai dengan strategi naratologi yang dikembangkan Genette dan semiotika konsepsi Riffaterre.

(17)

7

posisi untuk memecahkan masalah tersebut karena ia adalah bagian dari penyakit itu sendiri.

Penelaahan yang akan dilakukan ini diharapkan mampu membedah aspek psikis tersebut melalui identitas tokoh utama yang berhubungan dengan fantasi dan mimpinya, sehingga mampu memberikan pemaknaan dalam pembacaan novel Cala Ibi secara utuh. Penelitian unsur intrinsik ini berusaha membedah novel Cala

Ibi dari unsur intrinsik yaitu aspek penokohan tokoh utama.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1) Bagaimana identifikasi tokoh novel Cala Ibi? 2) Bagaimana fantasi tokoh utama novel Cala Ibi? 3) Bagaimana mimpi tokoh utama novel Cala Ibi?

4) Bagaimana fantasi dan mimpi membentuk identitas tokoh novel Cala Ibi?

1.3Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini, adalah:

1) memaparkan hasil analisis identifikasi tokoh novel Cala Ibi; 2) memaparkan hasil analisis fantasi tokoh utama novel Cala Ibi; 3) memaparkan hasil analisis mimpi tokoh utama novel Cala Ibi; dan 4) memaparkan hasil analisis identitas tokoh utama novel Cala Ibi.

1.4Manfaat

(18)

8

1.5Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut.

1) Psikoanalisis sastra adalah telaah karya sastra interdisipliner antara ilmu susastra dengan ilmu psikologi dengan tujuan untuk menelaah unsur-unsur kejiwaan karya sastra.

2) Novel psikologi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu novel yang bergumul dengan spiritual, emosional, dan mental para tokoh dengan cara lebih banyak mengkaji perwatakan daripada mengkaji alur dan peristiwa. Novel Cala Ibi merupakan novel psikologi yang dikaji dalam penelitian ini.

3) Identitas dibentuk oleh pendapat orang lain tentang diri subjek, dengan kata lain, citra diri subjek ditentukan oleh pandangan dan perilaku orang lain terhadap subjek itu sebagai bagian dari sebab akibat. Identitas yang diberikan orang lain selalu tidak sesuai karena citra subjek tidak stabil dan tidak penuh. Akibatnya selalu saja ada kesalahpahaman penafsiran citra subjek sebagai tanda, sehingga subjek akan selalu beranggapan orang lain tidak sesuai dengan realita dirinya dan berada dalam situasi merasa terisolasi.

4) Fantasi adalah imajinasi yang dipikirkan tokoh, sehingga segala sesuatu termasuk perbuatan, ucapan, dan tingkah laku tokoh itu tidak nyata dan tidak terjadi. Fantasi bisa muncul akibat dari pergolakan psikologis.

5) Mimpi merupakan representasi dari konflik dan ketegangan dalam kehidupan. Demikian hebatnya derita karena konflik dan ketegangan yang dialami sehingga sulit diredakan dalam alam sadar, maka kondisi itu akan muncul dalam alam tak sadar. Mimpi kerap tampil dalam bentuk simbolisasi dan penyamaran sehingga membutuhkan analisis mendalam untuk memahaminya.

(19)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Membaca karya sastra memerlukan persiapan, strategi agar karya tersebut dapat dipahami. Pembaca mesti memahami model bahasa, bentuk sastra, dan dengan sendirinya isi karya secara keseluruhan memerlukan cara tertentu. Bagi peneliti, keperluan terhadap keempat komponen tersebut, khususnya metode dan teknik sangat penting. Keberhasilan suatu teknik ditentukan melalui bagaimana suatu analisis dilakukan, dalam hubungannya dengan operasionalisasi teori, metode, teknik, dan instrumen lain sebagai alat dan data-data formal objek kajian.

Pada dasarnya penelitian sastra memanfaatkan dua macam penelitian. Ratna (2009: 39) menjelaskan dua macam penelitian karya sastra, yaitu penelitian lapangan dan perpustakaan (studi pustaka). Studi lapangan pada hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara spesifik dan realis tentang apa yang sedang terjadi pada suatu saat ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap literatur, buku, catatan, dan laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Dua penelitian itu biasa dilakukan juga dalam penelitian ilmu sosial.

Penelitian karya sastra berkutat pada teks sastra lama maupun modern. Metode yang paling sering digunakan adalah hermeunetika yang disamakan dengan pemahaman. Akan tetapi dalam bidang ilmu lain interpretasi disejajarkan dengan metode kualitatif, analisis isi, dan etnografi. Metode yang sering digunakan adalah deskriptif analitik, yaitu dengan cara menguraikan sekaligus menganalisis (Ratna, 2009: 39).

(20)

19

53). Lebih lanjut metode ini tidak hanya menguraikan namun juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya.

Adapun pendekatan yang digunakan adalah psikoanalisis. Wellek dan Warren dalam Ratna (2009: 61) menunjukkan empat model pendekatan psikoanalisis, yang dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Pendekatan psikoanalisis pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca, dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologi sastra lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra. Dalam penelitian ini penulis menggunakan model karya sastra.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data studi pustaka. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan penelitian tersebut merupakan jawaban dari rumusan masalah. Rumusan masalah itu masih perlu diuji secara empiris, dan untuk maksud inilah dibutuhkan pengumpulan data.

Pada penelitian ini, peneliti menelaah novel Cala Ibi secara objektif, yaitu hanya meneliti unsur intrinsik penokohan. Adapun sebagai data pendukung penelitian, penulis menggunakan beberapa esai di media massa nasional maupun lokal, buku antologi, dan jurnal yang relevan dengan penelitian. Untuk sumber bahan kajian, peneliti menggunakan beberapa buku yang membahas metode, teknik, dan aplikasi psikoanalisis Freudian maupun Lacanian.

3.3 Teknik Analisis Data

Dengan pendekatan psikoanalisis sastra, proses pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap, antara lain:

(21)

20

3.2.2 menandai bagian-bagian novel yang bersangkutan dengan penelitian, yaitu identifikasi tokoh terutama tokoh utama, fantasi, dan mimpi yang merujuk pada identitas tokoh utama;

3.2.3 mendeskripsikan bagian-bagian yang telah ditandai;

3.2.4 menganalisis bagian-bagian yang telah dideskripsikan dengan pendekatan psikoanalisis sastra;

3.2.5 menginterpretasikan analisis fantasi dan mimpi yang menjadi identitas tokoh utama; dan

(22)

21

Bagan 3.1

Prosedur Penelitian

Fenomena Aspek Psikologis Tokoh Utama Novel Cala Ibi

Karya Nukila Amal

Identifikasi Tokoh Utama

Kajian Strukturalisme Konsepsi Todorov (Aspek Semantik)

Pembacaan Psikoanalisis Lacanian

Pembacaan Psikoanalisis Freudian

Pembacaan Fantasi Tokoh Utama

Pembacaan Mimpi Tokoh Utama

Fantasi, Mimpi, dan Identitas Tokoh Utama Novel Cala Ibi Karya Nukila Amal

(23)

22

3.4 Data dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan adalah novel Cala Ibi edisi kedua yang diterbitkan oleh penerbit Gramedia tahun 2004. Adapun datanya adalah bagian-bagian novel yang merepresentasikan mimpi dan fantasi tokoh utama serta mencerminkan identitas tokoh utama. Data lain sebagai pendukung penelitian adalah di antaranya jurnal Prosa edisi ke 4, buku antologi esai DKJ Dari Zaman Citra ke Metafiksi: Bunga Rampai Telaah Sastra DKJ dan esai para filsuf dann sastrawan

Hidup Matinya Sang Pengarang: Esai-esai tentang Kepengarangan oleh Sastrawan

dan Filsuf, dan buku kumpulan makalah seminar Freud Pengantar Umum

(24)

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Novel Cala Ibi karya Nukila Amal kental dengan pengolahan aspek psikologis, didasarkan pada unsur-unsur intrinsik yang satu sama lain terjalin mendukung tema, yaitu pencarian jati diri tokoh utama. Tema tersebut berimbas pada gaya pendeskripsian setiap tokoh Cala Ibi yang menggunakan fantasi dan mimpi sebagai representasi hasrat tokoh utama. Melalui pembacaan strukturalisme konsepsi Todorov (teknik penulisan deskripsi tokoh), psikoanalisis Freudian (untuk membedah mimpi), dan Lacanian untuk menganalisis fantasi dan identitas melalui bahasanya, identitas tokoh utama dapat diketahui. Konsepsi teoretis tersebut digunakan untuk menjawab pertanyaan utama penelitian ini, yaitu bagaimana identifikasi tokoh novel Cala Ibi, fantasi, mimpi, dan identitas tokoh utama novel Cala Ibi.

Dari analisis identifikasi tokoh novel Cala Ibi diketahui, secara kuantitatif terdapat empat puluh tujuh tokoh, yaitu Aku (Maya), Nenek Moyang, Kakek, Nenek, Bapak, Ibu, Pria Martir, Bibi Tanna, pacar Bibi Tanna, Maia, Kakakku (Annisa), Laila, Kau (Maia), Bola Naga (Cala Ibi), Paman, Leluhur, Bai Guna Tobona, Ayah, Ibu, Bayi, Nenek, Ujung, Keita Matsuko, Kiki, Fred, Chef, Dudi, Jaka, Batara alias Batre, Deliria, Anya alias Rosa Dolorosa alias Stella Matunina alias Melon Collie, Illuminati, Anjani, Saudara-saudaraku, Tepi, Pria Berbaju Hitam, Pria, Suami Kakakku, Tante, Sepupuku, Naga, Rade, Anak Balita, Istri Yeoh, Rumi, Pak Budi, Rinjani, Omar, dan Maya.

Empat puluh tujuh tokoh tersebut terdapat pada dua puluh empat bab Cala Ibi. Dari dua puluh empat bab tersebut terdapat dua tokoh sentral dengan dua alur

(25)

132

Tokoh Maya dalam bingkai Maya berinteraksi dengan beberapa tokoh lain, yaitu: Maia, para leluhur (Bai Guna Tobona), Kakek, Nenek, Bapak (Opa), Ibu Anya alias Rosa Dolorosa alias Stella Matutina alias Melon Collie, Illuminati, Nenek Sihir, Anjani, dan Tepi. Beberapa tokoh di kedua bingkai ada yang berinteraksi dengan kedua tokoh utama, yaitu: Aku (Maya); Maia (Maia), para leluhur; Bai Guna Tobona, Laila; Laila, Bapak (Opa); Ayah (Papa); Ujung, Ibu (Oma); Mama; Tepi, Pria Martir; Cala Ibi; Ilalang. Keberadaan kedua tokoh tersebut menandakan bahwa tokoh Maya dan Maia adalah individu yang sama.

Bahasa yang digunakan untuk berinteraksi dengan tokoh lain menegaskan bahwa kedua tokoh sentral dari kedua bingkai merupakan individu yang sama. Pemilihan diksi, unsur psikologis interaksi, dan jalinan interaksi memperkuat asumsi tersebut. Bahasa yang digunakan tokoh Aku merepresentasi hasrat tokoh utama akan pencarian identitas. Tokoh Aku menggunakan metafora untuk menyublimasikan penolakan atas identitas yang diberikan oleh orang tua, sekaligus ingin menunjukkan identitas yang dianggap sebagai identitas sebenarnya. Selain itu, kekecewaan terhadap hasrat leluhur lelaki seorang perompak dan leluhur perempuan seorang dukun, membuat tokoh Aku melimpahkan kekecewaannya dengan berfantasi.

Bahasa tokoh Aku yang digunakan saat berinteraksi dengan ayahnya menyiratkan gejala electra complex, yaitu ketertarikan seorang anak perempuan kepada ayahnya. Tokoh Aku merepresi hasrat menarik perhatian ayahnya dengan apa yang ia capai dan mengekspresikannya dengan diksi yang bisa lebih diterima oleh ego dan super ego. Gejala tersebut juga membuat bahasa yang digunakan tokoh Aku menyiratkan kecemburuan pada ibu tokoh Aku.

(26)

133

antara tokoh Aku dengan Jaka dimaknai sebagai ketertarikan perempuan pada lelaki idamannya. Padahal kedekatan tersebut merupakan bagian dari pengalihan hasrat tokoh Aku pada leluhurnya dan gajala electra complex. Oleh karena itu, tokoh Aku ragu meneruskan hubungannya ketika menyadari bahwa lelaki idamannya bukanlah Jaka. Jaka merupakan pengalihan dari fantasi yang tidak bisa diwujudkan dalam dunia nyata. Kakak dan ibu tokoh Aku mengidentifikasi tindakan tokoh Aku mengasuh bayi kakaknya merupakan bagian dari keinginan tokoh Aku memiliki bayi dari hubungannya dengan Jaka. Padahal, tokoh Aku hanya ingin memposisikan Rade sebagai teman untuk bercerita meluapkan gejolak psikologis dirinya.

Setelah menelaah fantasi novel Cala Ibi didapati kesimpulan bahwa hasrat utama yang direpresentasikan oleh fantasi tokoh Aku adalah harapan tokoh Aku pada asal-usul leluhurnya. Fantasi menjadi alat ekspresi tokoh Aku saat pendeskripsian pelbagai tokoh yang berinteraksi dengannya.

Fantasi tokoh Aku berhubungan dengan masa lalu yang diuraikan oleh nenek dan ibunya saat kecil menjelang tidur. Fantasi kedua berkenaan dengan keinginan tokoh Aku memiliki nenek moyang lelaki dari golongan perompak dan nenek moyang perempuan dari keturunan Bai Guna Tobona. Fantasi yang berhubungan dengan kakek dan nenek merepresentasikan keinginan tokoh Aku. Fantasi tersebut berupa pengakuan terhadap sesuatu yang tidak dimilikinya. Bayangan sosok lelaki yang diinginkan sebagai leluhurnya, sosok perompak. Penyebutan pengandaian menandakan harapan yang sangat besar, sesuatu keinginan yang kuat. Keinginan yang tidak tersampaikan itu direpresi ke dalam alam bawah sadar dan muncul dalam mimpi-mimpi. Bingkai Maia yang berlatar mimpi tokoh Aku memvisualkan konflik tersebut.

Ada 3 konkretisasi konflik psikologis tokoh Aku di bingkai Maia. Pertama, kehadiran Cala Ibi sebagai penuntun Maia. Cala Ibi merupakan salah

(27)

134

bentuk ketiga dari bola yang diberikan oleh Laila setelah sosok naga bernama Cala Ibi. Fisik pria martir atau pria ilalang digambarkan sebagai sosok yang mendekati sebagai seorang perompak, berkali-kali hampir mati, dan sering mempertaruhkan nyawanya untuk mendapatkan sesuatu. Ketiga, kehadiran Bai Guna Tobona dalam ingatan dan bayangan tokoh Aku.

Dari analisis mimpi Cala Ibi didapati kesimpulan bahwa kuantitas mimpi dalam Cala Ibi sangat dominan. Enam belas bab dari dua puluh empat bab Cala Ibi merupakan sekuen mimpi tokoh Aku dengan Maya sebagai sosok lain tokoh

Aku. Dalam bingkai Maya pun berkali-kali tokohnya bermimpi dan mempermasalahkan mimpi-mimpi. Secara kualitas, kehadiran mimpi memberikan peranan penting bagi tokoh-tokoh bingkai Maya sebagai landasan bertindak, berpikir, dan mengambil keputusan. Sebagai bagian dari aspek pendukung unsur penokohan dan pengaluran, mimpi berkaitan erat dengan fantasi. Mimpi dan fantasi menjadi jembatan yang menghubungkan kedua bingkai.

Mimpi dalam bingkai Maya terbagi dua bagian, yaitu mimpi tokoh Aku dan mimpi selain tokoh Aku. Kedua bagian mimpi tersebut memiliki karakteristik masing-masing dan merepresentasikan sesuatu yang berbeda. Agar lebih jelas, maka akan diuraikan mimpi-mimpi bingkai Maya sebagai berikut.

Mimpi-mimpi yang berada dalam bingkai Maya yaitu, mimpi ibu tokoh Aku. Isi mimpi ibu tokoh Aku disampaikan pada pembaca dari lisan ketiga, yaitu dari monolog tokoh Aku sebagai hasil pendengaran dari Annisa yang mendengar cerita tersebut dari ibu tokoh Aku. Permainan sudut pandang penyampai mimpi dimaksudkan agar pembaca lebih merasakan apa yang dimimpikan oleh ibu tokoh Aku, seolah-olah langsung menyaksikan mimpi tersebut.

Mimpi serupa juga menimpa mama Maia. Subjek mimpi mama Maia dan objek mimpi Maia. Persamaan mimpi tersebut merepresentasikan peringatan alam bawah sadar pada subjek terhadap objeknya. Maia memiliki pergulatan psikologis yang sama dengan Maya. Maia memiliki pekerjaan yang mapan akan tetapi bermasalah dengan fantasi dan mimpinya.

(28)

135

kompensasi keinginan atau hasrat tokoh Aku yang tidak terpenuhi. Bagaimana gambaran fisik tokoh Aku merepresentasikan seorang perompak.

Ketiga, tokoh Aku memimpikan Maia. Sejak pertama kehadirannya, tokoh

Aku telah mengisyaratkan perempuan yang ada dalam mimpinya adalah dirinya sendiri.

Ketiga mimpi tersebut merepresentasikan gejolak psikologis tokoh Aku terhadap identitas dirinya dan relasinya dengan keluarga, hasrat electra complex tokoh Aku kepada ayahnya, dan visualisasi hasrat tersebut di dalam mimpi dan fantasi.

Adapun mimpi yang berada dalam bingkai Maia adalah, pertama mimpi ibu Maia yang memimpikan Maia. Isi mimpi tersebut bermakna peringatan kepada ibu Maia agar lebih dekat lagi dengan anaknya.

Mimpi ibu Maia yang kedua adalah mengenai bayi Maia. Mimpi ini adalah satu-satunya mimpi yang tidak muncul dalam bingkai Maia. Mimpi terakhir yang ada dalam bingkai Maia adalah mimpi Maia tentang cermin. Mimpi Maia ini merupakan repetisi dari mimpi yang ada di bingkai Maya. Cermin mimpi di bingkai Maia memiliki makna sama. Akan tetapi perbedaan latar menjadikan sekuennya berbeda sekalipun sama-sama pencarian identitas.

Dari identifikasi mimpi tokoh utama kedua bingkai diketahui terdapat dua kategori mimpi, yaitu menurut subjek mimpi dan tujuan penyampaian mimpi. Menurut subjeknya, mimpi terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu mimpi tokoh utama dan bukan tokoh utama. Kedua tokoh utama memiliki mimpi yang sama, yaitu mimpi mengenai cermin dan kedua orang tuanya. Subjek mimpi berikutnya adalah ibu kedua tokoh. Ibu Maia memimpikan anaknya yang memakan bunga dan bertato serta bayi. Adapun ibu tokoh Aku hanya memimpikan objek mimpi ibu Maia yang pertamanya saja.

(29)

136

pemberitahuan dan peringatan. Pemberitahuan itu mengenai akan lahirnya seorang bayi dari rahim Maia. Pemberitahuan itu bersifat peringatan karena isi mimpi menggambarkan akan adanya pergolakan psikologis anak-anak mereka.

Dari tiga analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa dua tokoh utama, bahasa, latar, watak, relasi antar tokoh, fantasi, dan mimpi tokoh utamanya merujuk pada pencarian identitas.

Bahasa dan metafora pada fantasi tokoh Aku merupakan salah satu cara ekspresi identifikasi identitas diri. Penggunaan metafora terjadi akibat ketidakdekatan tokoh utama dengan kedua orang tuanya secara personal (psikologis). Alam bawah sadar menggerakkan tokoh Aku untuk memberi jarak pada orang tuanya dengan mengimplisitkan maksud, baik berupa deskripsi fisik, pekerjaan, maupun sifatnya.

Identitas tokoh Aku dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Kesan mendalam yang ditinggalkan nenek membuat tokoh Aku sangat memperhatikan silsilah keluarga, kisah masa lampau, dan kesenangan mendongeng. Secara eksplisit, tokoh Aku menolak latar belakang penamaan. Tokoh Aku beranggapan bahwa penerimaan bapaknya pada nama yang disodorkan teman botaninya merupakan tindakan tidak masuk akal. Muncul skeptisme pada namanya sendiri dengan mengagumi nama personal lain.

Dongeng tentang kisah masa lampau sangat berkesan di alam bawah sadar tokoh Aku. Hasrat pertama tokoh Aku berkenaan dengan leluhur dan cerita kedatangan para leluhur pulau. Pertama, dongeng diterima oleh tokoh Aku dan masuk ke alam bawah sadar. Muncul keinginan tokoh Aku untuk memiliki leluhur seorang perompak dan perempuan dukun yang sakti. Keinginan itu mengakar kuat dan direpresi ke alam bawah sadar. Muncullah fantasi dan harapan-harapan hasratnya tersebut. Akan tetapi hasrat itu tidak terpenuhi dan membuat tokoh Aku sangat kecewa pada leluhurnya.

(30)

137

pecah (lack) dari hasrat pada masa itu. Akibatnya tokoh Aku tidak utuh secara

psikologis.

Fase cermin membuat subjek mengetahui identitas fisiologisnya dari pantulan yang tercermin. Subjek mengidentifikasi dia adalah bagian dari kedua orang tuanya seperti yang tampak dalam mimpi tokoh Aku. Setelah itu barulah tokoh Aku dan Maia merasakan bahwa apa yang ada saat itu adalah produk dari kedua orang tuanya. Identitas sebenarnya tokoh Aku tidak muncul secara penuh. Metafora kaca-kaca pecah adalah proses di mana tokoh Aku menolak identitas yang tidak merujuk padanya.

Dengan adanya penelitian penokohan, mimpi, fantasi, dan identitas tokoh utama novel Cala Ibi di atas, pembaca mendapatkan pembekalan dan penjelasan saat membaca novel tersebut. Penelitian penokohan tokoh utama, penggunaan bahasa tokoh utama, dan relasi antara tokoh bisa menjadi penjelasan tentang keberadaan dua alur beserta tokoh sentral yang memiliki kesamaan dan kemiripan dalam beberapa aspeknya seperti persamaan unsur tokoh secara psikologis, diksi ucapan, pikiran, dan mimpi yang telah dijelaskan sebelumnya. Penelitian mimpi, fantasi, dan identitas tokoh utama menjelaskan beberapa kemiripan dan kesamaan yang ada di bingkai. Oleh karena itu pembaca bisa memahami novel Cala Ibi secara menyeluruh.

5.2 Saran

(31)

138

Tema Cala Ibi yang memasukkan unsur cerita rakyat tentang pulau Ternate dan lainnya bisa dimaknai sebagai bagian dari pencatatan khazanah sastra nusantara (cerita rakyat) sebelum Balai Pustaka, sehingga Cala Ibi relevan dianalisis dengan menggunakan sudut pandang sosiologi sastra yang menekankan pada lokalitas. Selain itu Cala Ibi menarik untuk dianalisis sebagai usaha prosais kekinian menulis ulang cerita rakyatnya sehingga terjalin akulturasi budaya masa lalu dengan masa sekarang.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Amal, Nukila. 2004. Cala Ibi. Jakarta: Gramedia.

Amal, Nukila. 2009. “Smokol” dalam Ninuk Mardiana Prambudy (penyunting), Smokol; Cerpen Kompas Pilihan 2008. Jakarta: Kompas.

Anwar, Moh. Wan. 2004. Sepasang Maut. Yogyakarta: Matahari. Arnas, Benny. 2010. Bulan Cerulit Api. Depok: Koekoesan.

Barry, Peter. 2010. Begining Theory: Pengantar Komprehensif Teori Sastra dan Budaya terjemahan Harviyah Widiawati dan Evi Setyarini. Yogyakarta: Jalasutra.

Bramantio. 2010. “Metafiksionalitas Cala Ibi: Novel yang Bercerita dan Menulis

tentang Dirinya Sendiri” dalam Zen Hae (penyunting), Dari Zaman Citra ke

Metafiksi: Bunga Rampai Telaah Sastra DKJ. Jakarta: KPG.

Budiman, Manneke. 2004. “Membaca Cala Ibi, Sebuah Proses Unlearning”. Prosa 4.

Damajanti, Irma. 2006. Psikologi Seni. Bandung: Kiblat.

Damono,SapardiDjoko.2000.Priyayi Abangan: Dunia Novel Jawa Tahun 1950-an. Yogyakarta: Bentang.

Eagleton, Terry. 2007. Teori Sastra: Sebuah Pengantar Komprehensif terjemahan Harviyah Widiawati dan Evi Setyarini. Yogyakarta: Jalasutra.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra: Teori, Langkah dan Penerapannya. Yogyakarta: MedPress.

Endriani D. S. 2004. “Genre Alternatif Sastra Perempuan”. Republika, Minggu,

20 Juni.

Esten, Mursal. 1990. Sastra Indonesia dan Tradisi Sub Kultur. Bandung: Angkasa.

Freud, Sigmund. 2000. “Pengarang Kreatif atau Pelamun” terjemahan Iwan Mucipto dalam Toeti Heraty (editor), Hidup Matinya Sang Pengarang: Esai-esai tentang Kepengarangan oleh Sastrawan dan Filsuf. Jakarta: YOI.

Freud, Sigmund. 2009. Pengantar Umum Psikoanalisis terjemahan Haris Setiowati. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hall, Calvin S. 1980. Sigmund Freud: Suatu Pengantar ke Dalam Ilmu Jiwa Sigmund Freud terjemahan S. Tasrif. Jakarta: Pustaka Sarjana.

Hamka. 2005. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Jakarta: Bulan Bintang. Heraty, Toeti (ed). 2000. Hidup Matinya Sang Pengarang. Jakarta: YOI.

(33)

Kundera, Milan. 2002. Art of Novel terjemahan Nuruddin Asyhadie dan Husni Munir. Yogyakarta: Jalasutra.

Lubis, Askolan. 2003. “Mencari Indah dalam Bentuk Buruk Rupa Dunia”. Sinar

Harapan. Minggu, 28 Juni.

Mahayana, Maman S. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Milner, Max. 1992. Freud dan Interpretasi Sastra terjemahan Apsanti DS., dkk. Jakarta: Intermasa.

Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: YOI.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pamuk, Orhan. 2009. Istanbul terjemahan Rahmani Astuti. Jakarta: Serambi. Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari

Strukturalisme hingga Postrukturalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ryan, Michael. 2011. Teori Sastra: Sebuah Pengantar Praktis terjemahan Bethari Anissa Ismayasari. Yogyakarta: Jalasutra.

Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra terjemahan Okke K.S. Zaimar. Jakarta: Djambatan.

Sarup, Madan. 2008. Panduan Pengantar untuk Memahami Postrukturalisme dan Posmodernisme terjemahan Medhy Aginta Hidayat. Yogyakarta: Jalasutra.

Sugiharto, Bambang. 2003. “Mistisisme Linguistik Nukila Amal”. Kompas.

Minggu, 24 Mei.

Sunardi, St. 2003. “Bila Kata Menjadi Peristiwa...?!”. Kompas. Minggu, 6 Juni.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Widijanto, Tjahjono. 2005. “Estetika Sufistik Novel Indonesia Mutakhir”. Republika. Minggu, 30 Januari.

Widijanto, Tjahjono. 2010. “Dari Jagat Fantasi, Konsep-konsep Sufistik hingga

Sihir Retorika” dalam Zen Hae (penyunting), Dari Zaman Citra ke

Metafiksi: Bunga Rampai Telaah Sastra DKJ. Jakarta: KPG.

Wijaya, Putu. 2003. Bila Malam Bertambah Malam. Jakarta: Pustaka Jaya.

Gambar

Tabel 4.4 Hierarki Keluarga Maya dan Maia .................................................
Gambar 4.3 Jalinan Kedua Bingkai Novel Cala Ibi  ......................................

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Saraswati (2003:1), sosiologi sastra merupakan suatu ilmu interdisipliner (lintas disiplin), antara sosiologi dan ilmu sastra. Tinjauan ini digunakan dalam penelitian

Adapun objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah pembentukan identitas tokoh Ian dalam novel 5 Cm karya Donny Dhirgantoro dengan tinjauan psikologi sastra.. Data

”Kepribadian Ganda Tokoh Nawai dalam Rumah Lebah Karya Ruwi Meita: Tinjauan Psikologi Sastra”.Skriptorium.Vol 1. Wellek Rene, dan

Analisis data yang penulis gunakan yaitu: (1) pendekatan psikologi sastra dengan menggunakan teori Sigmund Freud psikoanalisis, yakni menganalisis kejiwaan yang dialami oleh

Penelitian tentang psikoanalisis Sigmund Freud pada tokoh Bahar Safar dalam novel Janji Karya Tere Liye ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan

Hubungan karya sastra dengan masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun afimasi jelas merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra mempunyai tugas penting

“ Analisis Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu Tinjauan Berdasarkan Psikologi Analitik C.G. Fakultas Sastra Universitas

Klasifikasi Emosi Tokoh Tokoh dalam Novel Maryam Karya Okky Madasari Kajian 15 Psikologi Sastra David Krech SARAN Pembaca sebagai penikmat sastra dapat mencontoh nilai-nilai