ANALISIS POLA AKUNTABILITAS ORGANISASI SEKTOR
PUBLIK
(Studi Kasus di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Giat NIM : 132114104
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
ANALISIS POLA AKUNTABILITAS ORGANISASI SEKTOR
PUBLIK
(Studi Kasus di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Giat NIM : 132114104
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan
meluruskan jalanmu.”
(Amsal 3 : 6)
"Gantungkan cita-cita mu setinggi langit dan Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau terjatuh,
engkau akan terjatuh di antara bintang-bintang.”
(Ir. Soekarno)
Kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus
Kedua orang tuaku Mido S Mahar dan Lida Kristalina
Kakakku Mathias Perdana dan Berkat
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena
berkat, rahmat serta kasihNya yang melimpah, penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Akuntabilitas Laporan Keuangan Program Desa Tangguh
Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta” dengan baik. Penulisan ini bertujuan untuk memperoleh gelar sarjana
pada Progam Studi Akuntansi, Falkutas Ekonomi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi tidak akan terwujud tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang tak terhingga kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu membimbing dan memberkati proses
selama pembuatan skripsi ini.
2. Rektor Universitas Sanata Dharma Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D.
3. Albertus Yudi Yuniarto, S.E., M.B.A selaku Dekan Falkutas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma.
4. Drs. YP Supardiyono, M.Si, Akt., QIA selaku Kepala Progam Studi
Akuntansi Universitas Sanata Dharma.
5. A. Diksa Kuntara, S.E., M.F.A., QIA selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang selalu memberikan motivasi dan senyumannya yang sejuk dalam
viii
6. Dr. Joko Siswanto, MM., Akt., QIA selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang selalu membimbing penulis selama kuliah di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
7. Heru Suroso, SH. selaku Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah membantu dan
mengijinkan penulis meneliti dikantor yang bersangkutan.
8. Yuwono H.,SKM, M.Kes selaku Kepala Subbagian Program Data dan
Teknologi Informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah membantu penulis dalam
melengkapi data-data selama penelitian di kantor yang bersangkutan.
9. Ir. Heri Siswanto selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan
Badan Penanggulangana Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yang telah bersedia dimintai keterangan oleh penulis untuk
memperoleh data selama proses penelitian.
10.Dwi Fatmaningrum, SE. Selaku Kepala Subbagian Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta yang telah bersedia
dimintai keterangan oleh penulis untuk memperoleh data selama proses
penelitian.
11.Untuk yang terkasih saudaraku Berkat yang selalu menjadi sahabat, teman
debat dan teman cerita keluh kesah selama berjuang bersama merancang
masa depan yang lebih baik di Jogja.
12.Sahabat seperjuanganku (Felisita Anggi Dewi Kusuma, F. Meliana Ratri
xiv ABSTRAK
Analisis Pola Akuntabilitas Organisasi Sektor Publik
(Studi Kasus di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola akuntabilitas organisasi sektor publik di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan melakukan studi kasus pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, melalui analisis perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban program desa tangguh bencana.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Metode dan desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode interpretasi yaitu penelitian dilakukan secara berulang dengan melibatkan analisis dan refleksi melalui tahapan eksplorasi pada fokus masalah awal. Langkah-langkah yang dilakukan adalah melakukan wawancara menggunakan unstuctured interview hingga semi-structured interview, menyeleksi hasil wawancara dan mencari kata kunci yang dapat di interpretasikan menjadi data, melakukan interpretasi atau memperdalam titik temu atas perolehan data wawancara, menginterpretasikan transkrip wawancara dan mengambil kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola akuntabilitas organisasi sektor publik untuk program desa tangguh bencana dipertanggungjawabkan masing-masing kepada Gubernur oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan pola akuntabilitas organisaasi sektor publik yang diajukan oleh Wilkins (2002).
xv ABSTRACT
Pattern Analysis of Accountability of Public Sector Organizations (Case Study at Regional Disaster Management Agency of Yogyakarta Special
Province) Province of Yogyakarta Special Region, through analysis of planning, implementation, and accountability of village disaster resilient programs.
This type of research is a case study. Research method and design in this research was interpretation done by repeated research involving analysis and reflection through exploration stage at initial problem focus. The steps taken were to conduct interviews using unstructured interviews and semi-structured interviews, selected the results of the interview and look for keywords that can be interpreted into data, make interpretation or deepen the intersection of data acquisition interview, interpret the interview transcript and draw conclusions.
The result of the research shows that the pattern of accountability of public sector organization for disaster resilient village program is accounted respectively to the Governor by the Regional Disaster Management Agency and the Social Service of the Province of Yogyakarta Special Region. This is in accordance with the pattern of public sector accountability proposed by Wilkins (2002).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah daerah memiliki otonomi untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan secara mandiri sesuai dengan kebijakan desentralisasi.
Dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif pada
pembangunan daerah-daerah dalam suatu negara. Pemerintah diharapkan
dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.
Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu dalam hal pelaporan dan
akuntabilitas kepada publik dari kegiatan-kegiatan yang telah atau sedang di
laksanakan. Hal-hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 8
tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.
Secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis wilayah Kota
Yogyakarta memiliki kerawanan bencana, baik yang disebabkan oleh faktor
alam, non alam maupun diakibatkan ulah manusia. Bencana yang pernah
terjadi di Kota Yogyakarta menimbulkan korban jiwa, pengungsian,
kerusakan aset, dan telah menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang
diperoleh dengan susah payah maupun kerugian dalam bentuk lain yang
besar. Pemulihan pasca bencana dan tanggap darurat pun memerlukan
anggaran yang sangat besar sehingga dana yang digunakan untuk itu telah
mengurangi anggaran yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk
pembangunan wilayah dan program-program pemberantasan kemiskinan.
Penanggulangan bencana merupakan tanggungjawab pemerintah,
masyarakat, dan dunia usaha. Berdasarkan peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman
Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana,maka Badan penanggulangan
Bencana Daerah Yogyakarta perlu mensinergikan ketiga pihak ini dengan
cara membentuk program Desa Tangguh Bencana yang akan digunakan untuk
mewujudkan kampung-kampung yang tangguh terhadap bencana. Salah satu
tujuan khusus pembentukan Desa Tangguh Bencana adalah meningkatkan
kerjasama antara pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, pihak pemerintah kota Yogyakarta, sektor swasta,
perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi
Kemasyarakatan (Ormas) dan kelompok-kelompok lainya yang peduli.
Dengan adanya program bersama yang melibatkan beberapa lembaga
pemerintah seperti telah dijabarkan diatas maka akuntabilitas keuangan antar
lembaga sangat diperlukan bagi publik. Hal ini menimbulkan implikasi bagi
manajemen sektor publik untuk memberikan informasi kepada publik. Salah
satu informasi yang dibutuhkan oleh publik adalah informasi mengenai
mengenai pengelolaan dana atau keuangan publik tersebut dapat dilihat dari
laporan keuangan.
Pemakai laporan keuangan / kinerja sektor publik ada lima kelompok
utama, yaitu lembaga pemerintah, badan pengawas, konstituen, investor dan
kreditur (Anthony, 1999; dalam Mardiasmo, 2002). Bagi lembaga pemerintah
(DPR) dan konstituen atau masyarakat laporan keuangan memberikan
informasi yang lengkap dan tajam tentang kinerja program organisasi beserta
unitnya. Pelaporan keuangan merupakan cerminan dari posisi keuangan serta
transaksi yang telah dilakukan suatu organisasi sektor publik (Bastian,
2010:297)
Tren internasional dalam pengelolaan program pemerintah lebih ke arah
kerjasama yang melibatkan beberapa lembaga sektor publik. Blair-Goverment
mempromosikan program bersama, dimana departemen pemerintah bekerja
sama dengan departemen lain di dalam lingkup pemerintahan yang sama atau
departemen pemerintah dengan organisasi non-profit untuk melakukan
kerjasama (kabinet perdana mentri dan mentri, 1999; dalam Ryan, 2004:
621). Program-program pemerintah di Kanada melibatkan badan-badan lain
yang mengakibatkan akuntabilitas perlu lebih horizontal (Peters, 1998;
General Auditor Kanada, 1998, 1999, 2000; Hopkins et al, 2001).
Pertanggungjawaban yang horizontal menuntut organisassi sektor publik
untuk melaporkan pertanggungjawaban kepada masyarakat luas (Mahsun at
New Public Management (NPM) menuntut supaya lembaga-lembaga
yang terlibat merinci outputnya dan mengaitkan output tersebut dengan
outcome dari pelaksanaan kebijakan pemerintah. Akuntabilitas laporan
keuangan di sektor publik pada program bersama menyoroti bagaimana
pelaporan keuangan yang baik, dalam hal ini yang diusulkan adalah pelaporan
yang sifatnya horizontal, yaitu pertanggungjawaban terhadap masyarakat
luas.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pola akuntabilitas Program Kegiatan Desa Tangguh Bencana
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta?
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini memeiliki batasan yaitu:
1. Penelitian ini hanya dibatasa tentang informasi dari Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DIY serta gambaran
umum dari program bersama di BPBD.
2. Penelitian ini hanya dibatasi tentang informasi proses dari awal
perencanaan/ penganggaran, pelaksanaan, sampai pertanggungjawaban
pada program desata tangguh bencana.
D. Tujuan Penelitian
Peneliti hendak mengetahui pola akuntabilitas yang melibatkan beberapa
pelaksanan, sampai dengan pertanggungjawaban program desa tangguh
bencana.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan di atas, hasil dari penelitian ini diharapkan
bermanfaat dan berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan:
1. Bagi Pemerintah Daerah Provinsi DIY
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk
menyusun kebijakan-kebijakan pemberian layanan pemerintah kepada
masyarakat yang melibatkan beberapa organisasi sektor publik.
2. Bagi BPBD Provinsi DIY
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana evaluasi untuk
program selanjutnya dalam hal pola pertanggungjawaban yang
melibatkan instansi terkait khususnya pada prgram desa tangguh bencana
serta dapat digunakan untuk mengambil kebijakan yang lebih baik.
3. Bagi Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi karya tulis mahasiswa
di Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang dapat digunakan untuk
sumber informasi dan referensi akademik.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber referensi dan
informasi untuk penelitian dengan topik yang sama mengenai pola
5. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai saranan
mengimplementsikan teori yang dipahami sehingga dapat diterapkan
pada kasus tertentu khususnya di organisasi sektor publik.
F. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab II : Kajian Pustaka
Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang akan berkaitan
dengan topik penelitian sehingga teori tersebut dapat digunakan
sebagai dasar dalam pengolahan data.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan cara-cara yang akan digunakan dalam
melakukan penelitian, meliputi jenis penelitian, tempat dan waktu
penelitian, subjek dan objek penelitian, data yang dibutuhkan,
teknik pengumpulan data, variabel penelitian dan pengukurnya,
Bab IV : Gambaran Umum
Bab ini menjelaskan secara singkat mengenai objek penelitian yaitu
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta.
Bab V : Analisis dan Pembahasan
Bab ini akan menjelaskan tentang hasil penelitian, analisis data,
dan pembahasannya.
Bab VI : Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Organisasi Sektor Publik
Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan
kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang
dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dalam hukum
(Mahsun, 2011: 9). Menurut Indra Bastian (2007) Organisasi sektor publik
adalah organisasi yang menggunakan dana masyarakat, seperti Organisasi
Pemerintah Pusat, Organisasi Pemerintah Daerah, Organisasi Partai Politik
dan lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Yayasan, Organisasi
Pendidikan dan Kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan sekolah). Organisasi
Tempat Peribadatan (masjid, gereja, vihara, kuil)
B. Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi sektor publik adalah sistem akuntansi yang dipakai oleh
lembaga-lembaga-lembaga publik sebagai salah satu alat
pertanggung-jawaban kepada publik. (Renyowijoyo, 2008: 2). Menurut Abdul Halim
(2012: 3) akuntansi sektor publik adalah suatu proses pengidentifikasian,
pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari
suatu organisasi atau entitas publik seperti pemerintah, LSM, dan lain-lain
yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka mengambil keputusan
ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan.
1. Perbedaan sektor publik dengan sektor swasta
Menurut Mardiasmo (2002) terdapat beberapa perbedaan sifat dan
karakteristik antara sektor publik dan sektor swasta. Tabel dibawah
menunjukan perbedaan di antara keduanya.
Tabel 1.
Perbedaan sifat dan karakteristik organisasi sektor publik dengan sektor swasta
No Aspek Perbedaan
Sektor Publik Sektor Swata
1 Tujuan organisasi
Nonprofit motive Profit motive
2 Sumber Pendanaan
Pajak, retribusi, utang, oblogasi, laba BUMN/ kepada masyarakat dan parlemen (DPR/DPRD)
Terbuka untuk publik Tertutup untuk publik
6 Sistem akuntansi
Cash accounting Accrual accounting
7 Kinerja
Organisasi politis Organisasi bisnis
9 Dasar operasional
Diluar mekanisme pasar Berdasarkan mekanisme pasar
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa antara sektor
publik dan sektor swasta memiliki perbedaan antara tujuan organisasi,
sumber pendanaan, pertanggungjawaban, struktur organisasi, karakteristik
anggaran, sistem akuntansi, kriteria keberhasilan, kecenderungan sifat, dan
dsara operasional. Secara garis besar, organisasi sektor publik berorientasi
pada aktivitas nonprofit sedangkan pihak sektor swasta berorientasi pada
laba.
C. Laporan Keuangan Sektor Publik
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Laporan
keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan
transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum
laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan,
realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan
ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam
membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara
spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan
informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan
akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
hal tersebut telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 17 Tahnu 2003,
dimana laporan keuangan yang digunakan merupakan jenis General Purpose
Financial Statement (GPFS), yang untuk selanjutnya kita sebut dengan
Laporan Keuangan Umum. Laporan keuangan umum adalah laporan yang
pengguna adalah masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) / Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), investor / kreditor, manajemen
pemerintah, dan lembaga internasional (Nordiawan: 141)
Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik memegang peranan
penting dalam rangka menciptakan akuntabilitas sektor publik. Semakin
besarnya tuntutan terhadap pelaksanaan akuntabilitas sektor publik
memperbesar kebutuhan akan transparansi informasi keuangan sektor publik.
Informasi ini berfungsi sebagai dasar pertimbangan dalam proses pengambilan
keputusan. Akuntansi sektor publik memiliki peran penting dalam menyiapkan
laporan keuangan sebagai perwujudan akuntabilitas publik (Nordiawan, 2006:
131).
1. Peran dan Tujuan Laporan Keuangan Sektor Publik
Mardiasmo (2002: 161) menyebutkan tujuan dan fungsi laporan
keuangan sektor publik sebagai berikut :
a. Kepatuhan dan Pengelolaan (Compliance and Stewardship)
Laporan keuangan digunakan untuk memberikan jaminan kepada
pengguna laporan keuangan dan pihak otoritas penguasa bahwa
pengelolaan sumber daya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum dan peraturan lain yang telah ditetapkan.
b. Akuntabilitas dan Pelaporan Retrospektif (Accountability and
Laporan keuangan digunakan sebagai bentuk pertanggungjawaban
kepada publik. Laporan keuangan digunakan untuk memonitor kerja
dan mengevaluasi manajemen, memberikan dasar untuk mengamati
tren antar kurun waktu, pencapaian atas tujuan yang telah ditetapkan,
dan membandingkannya dengan kinerja organisasi lain yang sejenis
jika ada. Laporan keuangan juga memungkinkan pihak luar untuk
memperoleh informasi biaya atas barang dan jasa yang diterima, serta
memungkinkan bagi mereka untuk menilai efisiensi dan efektivitas
penggunaan sumber daya organisasi.
c. Perencanaan dan informasi otoritas (Planning and Authorization
Information)
Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan dasar perencanaan
kebijakan dan aktivitas di masa yang akan datang. Laporan keuangan
berfungsi untuk memberikan informasi mendukung mengenai otorisasi
penggunaan dana.
d. Kelangsungan Orgaanisasi ( Viability)
Laporan keuangan berfungsi untuk membantu pengguna dalam
menentukan apakah suatu organisasi atau unit kerja dapat meneruskan
menyediakan barang dan jasa (pelayanan) di masa yang akan datang.
e. Hubungan Masyarakat (Public Relation)
Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan kesempatan kepada
organisasi untuk mengemukakan pernyataan atas prestasi yang telah
Laporan keuangan berfungsi sebagai alat komunikasi dengan publik
dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
f. Sumber Fakta dan Gambaran (Source of Facts and Figures)
Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi kepada
berbagai kelompok kepentingan yang yang ingin mengetahui
organisasi secara lebih dalam.
Financial Accounting Standards Boards—FASB (Dewan Standar
Akuntansi Keuangan) Amerika serikat juga turut menjelaskan tujuan dari
laporan organisasi nirlaba. Dalam Statement of Financial Accounting
Concepts (SFAC) No. 4: Objectives of Financial Reporting by
Nonbusiness Organizations, tujuan laporan keuaangan adalah sebaagai
berikut:
a. Laporan keuangan organisasi nonbisnis hendaknya dapat memberikan
informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon penyedia sumber
daya, serta pengguna dan calon pengguna lainnya dalam pembuatan
keputusan yang rasional mengenai alokasi sumber daya organisasi.
b. Memberikan informasi untuk membantu para penyedia dan calon
penyedia sumber daya, serta pengguna dan calon pengguna lainnya
dalam menilai pelayanan yang diberikan oleh organisasi nonbisnis serta
kemampuannya untuk melanjutkan memberi pelayanan tersebut.
c. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon
dalam menilai kinerja manajer organisasi nonbisnis atas pelaksanaan
tanggung jawab pengelolaan serta aspek kinerja lainnya.
d. Memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi, kewajiban,
kekayaan bersih organisasi, pengaruh dan transaksi, peristiwa dan
kejadian, ekonomi yang mengubah sumber daya dan kepentingan
sumber daya tersebut.
e. Memberikan informasi mengenai kinerja organisasi selama satu
periode. Pengukuran secara periodik atas perubahan jumlah dan
keadaan/kondisi sumber kekayaan bersih organisasi nonbisnis serta
informassi mengenai usaha dan hasil pelayanan organisasi secara
bersama-sama yang dapat menunjukan informasi yang berguna untuk
menilai kinerja.
f. Memberikan informasi mengenai bagai mana organisasi memperoleh
dan membelanjakan kas atau sumber daya kas, mengenai utang dan
pembayaran kembali utang, dan mengenai faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi likuiditas organisasi.
g. Memberikan penjelasan dan interpretasi untuk membantu pengguna
dalam memahami informassi keuangan yang diberikan.
2. Peran dan Tujuan Pelaporan Keuangan
Menurut Mahsun (2011: 31), laporan keuangan disusun untuk
menyedia-kan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan
seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu
realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran
yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas,
dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan
ketaatanya terhadap peraturan perundang-undangan.
Setiap entittas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan
upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam
pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode
pelaporan untuk kepentingan:
a. Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumberdaya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
b. Manajemen
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan
fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset,
kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
c. Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada
masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak
untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas
dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan
perundang-undangan.
d. Keseimbangan Antargenerasi (Intergenerational Equity)
Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan
pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh
pengeluar-an yang telah dilalokasikan dan apakah generasi yang akan
datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.
3. Komponen Laporan Keuangan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71
Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah laporan keuangan
pokok sektor sektor publik atau lembaga pemerintah terdiri dari :
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan
pemakaian sumberdaya keuangan yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara
langsung oleh laporan realisasi anggaran terdiri dari pendapatan-LRA,
belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing-masing unsur dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum
Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah
tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak
pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
2) Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum
Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi sSaldo
Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan
yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.
3) Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu
entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk
dana perimbangan dan dana bagi hasil.
4) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran
yang tidak berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu
dibayar kembali dan/atau akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran
berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama
dimaksudkan untuk memnutup defisit atau memanfaatkan
surplusanggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat
berasal dari pinjaman dan hasil diinvestasi. Pengeluaran
pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali
pokok pinjamaan, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih ( Laporan Perubahan SAL)
Laporan Perubahan Saldo Anggaran lebih menyajikan informasi
kenaikan atau penurunan saldo anggaran lebih tahun pelaporan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
c. Neraca
Neraca menggambarkan posisis keuangan suatu entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur
yang dicakup oleh neraca terdidi dari aset, kewajiban, dan ekuitas.
Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Aset adalah sumberdaya ekonomi yang dikuasai dan/atau
dimiliki oleh pemerintrah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan
diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk
sumberdaya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan
jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
2) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu
yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumberdaya
ekonomi pemerintah.
3) Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan
d. Laporan Operasional (LO)
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang
menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu
periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung dalam laporan
operasional terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos
luar biasa. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pendapataan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
2) Beban dalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
3) Tranfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran
uang dari/oleh suatu entitas pelaporan kepada entitas pelaporan
lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
4) Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar
biasa yang terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan
merupakan operasi laba.
e. Laporan Arus Kas (LAK)
Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan
aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang
menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir
dicakup dalam laporan arus kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran
kas, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke
Bendahara Umum Negara/Daerah.
2) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari
Bendahara Umum Negara/Daerah.
f. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
g. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian
dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan
Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas,
Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga
mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan
oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan
dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi
Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk
menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas
Laporan Keuangan mengungkapkan / menyajikan / menyediakan
1) Mengungkapkan informasi umum tentang Entitas Pelaporan dan
Entitas Akuntansi.
2) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan
ekonomi makro.
3) Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun
pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam
pencapaian target.
4) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan
keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk
diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian
penting lainnya.
5) Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang
disajikan pada lembar muka laporan keuangan
6) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Perntaan
Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam
lembar muka laporan keuangan.
7) Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk
penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka
laporan keuangan.
4. Karakteristik Laporan Keuangan Pemerintah
Menurut Mahsun (2011: 35), karakteristik kualitatif laporan keuangan
adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi
berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan
keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki:
a. Relevan
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan
membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini,
dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil
evaluasi mereka di masa lalu. Informasi yang relevan akan bercirikan
memiliki manfaat umpan balik, memiliki manfaat prediktif, tepat waktu
dan lengkap.
b. Andal
Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara
jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika
hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka pengguna
informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi andal
memenuhi karakteristik antara lain:
1) Penyajian jujur
Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa
lainya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat
2) Dapat Diverifikasi (Verifiability)
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji,
dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak
yang berbeda, hasilnya tetap menunjukan simpulan yang tidak
berbeda jauh.
3) Netralitas
Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak
pada kebutuhan pihak tertentu.
4) Dapat Dibandingkan
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih
berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan
periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan
lain pada umumnya. Perandingan dapat dilakukan secara intrnal
dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila
suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari
tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan
bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan
akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah akan
menerapkan kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan,
perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya
5) Dapat Dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan kuangan dapat dipahami
oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang
disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu,
pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai
atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta
adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang
dimaksud.
D. Akuntabilitas Publik
Menurut Mardiasmo (2002: 20), Akuntabilitas publik adalah kewajiban
pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban,
menyajikan, melaporkan, dan mengungkap-kan segala aktivitas dan kegiatan
yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal)
yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban
tersebut. Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: (1) akuntabilitas
vertikal (vertical accountability), dan akun-tabilitas horisontal ( horizontal
accountability).
Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah
pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial
pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut.
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subyek pemberi
Akuntabilitas (accountability) merupakan konsep yang lebih luas dari
stewardship. Stewardship mengacu pada pengelolaan suatu aktivitas secara
ekonomis dan efisiensi tanpa dibebani kewajiban untuk melaporkan,
sedangkan accountability mengacu pada pertanggungjawaban oleh steward
kepada pemberi tanggung jawab.
Akuntabilitas merupakan konsep yang kompleks yang lebih sulit
mewujudkanya daripada memberantas korupsi (Turner and Hulme, 1997).
Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor
publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor
publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal (
hori-zontal accountability) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (vertical
accountability). Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya dibuat
laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja lembaga
sektor publik.
1. Akuntabilitas Vertikal (Vertical Accountability)
Akuntabilitas Vertikal merupakan pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya
pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah,
pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan
pemerintah pusat kepada MPR (Mardiasmo 2002). Akuntabilitas vertikal
didalam sektor pemerintahan dipenuhi dengan adanya laporan keuangan
yang menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran,
entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat
dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.
2. Akuntabilitas Horisontal (Horizontal Accountability)
Menurut Mardiasmo (2002: 21), akuntabilitas horisontal adalah
per-tanggungjawababn kepada masyarakat luas. Sedangkan didalam jurnal
yang ditulis oleh Chrystine Ryan Peter Walsh (2004) akuntabilitas
horisontal diartikan tidak hanya sebagai pertanggungjawaban kepada
masyarakat luas, tetapi diartikan juga sebagai bentuk pertanggungjawaban
diantara departemen-departemen pemerintah, dimana departemen
pemerintah bekerja sama dengan departemen lainya, pemerintah daerah,
atau organisasi non-profit untuk melakukan program bersama.
E. Dimensi Akuntabilitas Publik
Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik
terdiri atas beberapa dimensi. Ellwood (1993) dalam mardiasmo (2002: 21),
menjelaskan terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh
organisasi sektor publik, yaitu:
1. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum
Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan
penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan
akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan
adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang
2. Akuntabilitas proses
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan
sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan
prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestastasikan
melalui pember-an pelayanan publik yang cepat, responsif, dan
murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan
akuntabilitass proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa
ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan lain di luar yang
ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan pemborosan yang
menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan
dalam pelayanan. Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas
prosees juga terkait dengan pemeriksaan terhadap proses tender
untuk melaksanakan proyek-proyek publik. Yang harus dicermaati
dalam pemberian kontrak tender adalah apakah proses tender telah
dilakukan secara fair melalui Compulsory Competitive Tendering
(CCT), atau dilakukan melalui pola Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN).
3. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan
yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah
mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang
4. Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkain dengan pertanggungjawaban
pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan
yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas
F. Akuntabilitas Dalam Sektor Publik
Akuntabilitas yang dijabarkan pada bagian ini adalah hasil studi yang
ditulis/ditelti oleh Christine Ryan dan Peter Walsh pada tahun 2004 dengan
judul ―Collaboration of Public Sector Agencies: Reporting and
Accountability Challenges‖ dan terdaftar pada International Journal of
Public Sector Management. Vol. 17, No 7: 621˗ 631.
Konsep mengenai akuntabilitas masih sering diperdebatkan, meski
demikian ada kesepakatan umum bahwa akuntabilitas di sektor publik lebih
kompleks daripada akuntabilitas disektor swasta. (Sinclair, 1995; Mulgan,
1997; Parker dan Gould, 1999). akuntabilitas tradisional didasarkan pada
model hirarkis dengan fokus top-down / bottom-up yang di implementasikan
kedalam laporan keuangan.
Di dalam pemberian layanan yang melibatkan beberapa lembaga
cendrung telah menimbulkan "ketegangan yang sering terjadi dan
dysfunctionalities" (Glynn dan Murphy, 1996, hal. 129). Hal tersebut
mangakibatkan ―Silo‖ (sebuah kecendrungan mental ketika beberapa
departemen atau sektor tertentu tidak bersedia atau cendrung tertutup untuk
semakin kuat diantara lembaga-lembaga sektor publik (Bellamy, 1998: p 7).
Kettl (2000) berpendapat fungsi struktur pemerintah yang berbasis tradisional
tidak memadai dalam menangani masalah berbasis daerah (diantara perangkat
daerah), hal tersebut menimbulkan ketegangan saat struktur vertikal
pemerintah dihadapkan dengan permasalahan-permasalahn yang horizontal.
Adapun tatantangan didalam melaporkan hasil kinerja program bersama
mengungkapkan kurangnya kerangka kerja tata kelola yang efektif, tata
kelola yang lebih baik dari silo vertikal pemerintah. Yang perlu diperhatikan
adalah kerangka kerja dan mekanisme yang sesuai untuk program bersama
antara beberapa lembaga sektor publik.
Untuk permasalahan di atas, di dalam sistem anggaran “Invest to save”
Pemerintah Inggris mendorong beberapa lembaga bekerjasama dalam
memberikan insentif keuangan untuk dua atau lebih lembaga untuk
bersama-sama memberikan layanan yang lebih efisien, inovatif, dan lokal responsive
(Bellamy, 1998; Prime Menteri dan Menteri Kabinet Office, 1999; UK
Cabinet Office, 2000; Kantor Audit Nasional, 2001a, b). Pemerintah Inggris
di dalam kasus program bersama mengakui bahwa sistem yang ada dalam
mengalokasikan sumberdaya dan anggaran akuntansi adalah penghalang
untuk pemerintahan yang join-up. Sebagai alternatife pemerintah Inggris
memperkenalkan sebuah model yang menekankan pendanaan terpisah untuk
badan-badan didalam program-program prioritas yaitu dimana anggaran
dikumpulkan dan dana dikelola oleh satu lembaga walaupun
Kantor Nasional Audit United Kingdom (2001a) mengindikasikan
akuntabilitas yang memiliki anggaran bersama membutuhkan peran dan
tanggungjawab partner atau pasangannya dalam hal bagaimana kinerja
mereka akan diukiur, dilaporkan, bagian akuntansi dan pemerikasaan
pengaturan untuk memastikan kepatutan atas pengeluaran pemerintah harus
ditetapkan dengan jelas dan dapat dimengerti (P. 8)
General Auditor of Canada (2000) juga mengusulkan kerangka kerja
untuk aturan kerjasama. Departemen yang ditunjuk untuk mengelola program
horisontal memiliki peran penting untuk memastikan
permasalahan-permasalahan dikelola dengan cara yang memenuhi tujuan dan kewajiban
pasangan atau partnernya. Departemen yang memimpin harus memiliki
kemapuan yang diperlukan untuk melaksanakan tanggungjawabnya, yaitu
memastikan bahwa partnernya terus mendapatkan informasi, pemonitoran
kinerja, dan memastikan partnernya memenuhi komitmenya (lihat par. 20,
152). Program bersama bergantung pada tujuan yang jelas dan
masing-masing mitra mengetahui secara jelas apa yang menjadi tujuan mereka, hal
tersebut memerlukan kerangka kerja yang jelas diawal dan pelaporan yang
dapat dipercaya.
Wilkins (2002) memberikan beberapa pilihan mengenai bagaimana para
departemen bisa menjelaskan kepada parlemen mengenai kegiatan bersama:
1. Pilihan pertama, masing-masing dari setiap departemen pemerintah
dilakukan, akan tetapi pelaporan akan terpecah-pecah dan akan sulit
untuk mendapatkan informasi yang penting mengenai dampak dari
keseluruhan program.
2. Pilihan kedua, departemen yang memimpin program bersama
bertanggungjawab atas pelaporan kegiatan yang dilaksanakan, pilihan
ini dapat memberikan pelaporan yang terintegritas, namun ada
kemungkinan peran dari lembaga partner akan dikesampingkan.
3. Pilihan ketiga, menteri yang tidak berpartisipasi mengambil peran
koordinasi, untuk sementara opsi ini dapat memberikan keadilan atau
ketidak berpihakan, namun demikian menteri yang bersangkutan
menjadi bertanggungjawab atas sesuatu yang seharusnya bukan
tanggungjawag-nya.
4. Pilihan keempat, mentri mengambil tanggungjawab kolektif.
Meskipun hal ini mungkin akan mencapai pelaporan yang
terintegritas, tidak ada dasar yang jelas untuk hal ini didalam sistem
Westminster yang mengedepankan akuntabilitas kementrian.
5. Pilihan kelima, departemen keuangan/ bendaharawan yang akan
melaporkan pertanggungjawaban keuangan keseluruhan program.
Singkatnya, jelas terlihat dari literatur tentang akuntabilitas bahwa
ketegangan (tensions) yang muncul antara konsep tradisional vertikal dari
akuntabilitas pemerintah serta solusi horizontal yang lebih baru sedang
diusahakan untuk pemberian program yang akan mulai dibahas dari perspektif
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah studi kasus, dimana peneliti mendalami suatu
keadaan atau kejadian dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam
melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan
hasilnya.
Penelitian pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Yogyakarta adalah penelitian eksploratif kualitatif dengan menggunakan
pendekatan penelitian teoritisasi data (grounded theory). Peneliti mengkaji
teori-teori yang ada dan berkaitan dengan suatu fenomena yang terjadi
kemudian menggali secara luas tentang sebab-sebab ataupun hal yang
mempengaruhi terjadinya sesuatu (Arikunto, 2002: 6). Sumarni et al (2008:
49) menjelaskan penelitian eksploratif merupakan penelitian awal dan
terutama digunakan untuk memperjelas permasalahan yang akan dipecahkan,
serta bersifat menjelajah sehingga mengembangkan konsep dengan lebih
jelas.
Penelitian ini berfokus pada pola akuntabilitas pada program desa
tangguh bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DIY
sebagai wujud dari akuntabilitas yang melibatkan beberapa lembaga di dalam
sektor publik, diharapakan dapat mengungkapkan dengan menggali dan
menjelajah hal tersebut sehingga dapat menggambarkan konsep serta
memperjelas topik yang diangkat.
B. Peran Penulis
Penulis bukanlah orang dalam di pengurusan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta, berikut ini hal-hal yang perlu
dilakukan oleh Penulis:
1. Peneliti menganalisis informasi sebagai data primer sesuai dengan topik
dan meminta informan untuk diwawancarai guna memperoleh data
penelitian.
2. Peneliti melengkapi dokumen yang dibutuhkan serta berguna untuk
melengkapi hasil dari pihak yang telah diwawancarai.
3. Peneliti melakukan pemisahan informasi antara transkrip wawancara yang
berupa data dengan bukan data.
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek dalam penelitian ini adalah orang-orang yang memberikan
informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dalam penelitiannya yaitu
Subbagian Program dan Keuangan BPBD Provinsi DIY dan Kepala
bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi DIY.
2. Objek dalam penelitian ini adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Provinsi DIY.
D. Data Yang Dibutuhkan
1. Gambaran Umum Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Yogyakarta
2. Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
3. Paparan mengenai Program Desa Tangguh Bencana.
4. Laporan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DIY.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
pelaksanaannya dapat dilakukan secara langsung berhadapan dengan pihak
yang diwawancarai yang pada dasarnya pihak tersebut sebagai subjek
penelitian.
Penelitian ini dilakukan dengan wawancara yang merupakan data
primer, berhubungan dengan beberapa pihak yang berkaitan dengan salah
satu program yang dilaksanakan oleh BPBD Provinsi DIY.
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan
mengumpulkan data berupa catatan–catatan, serta sebagai pelengkap dari
penggunaan metode wawancara dalam penelitian kualitatif, lalu hasil dari
dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai validitas informasi dari
informan.
Peneliti dapat menggunakan dokumentasi sebagai salah satu data
sekunder serta dapat menjadi bukti pelengkap dari hasil wawancara yang
F. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian adalah metode
interpretasi. Russel (1996) menjelaskan bahwa metodologi interpretasi
sebagai proses penelitian yang dilakukan secara berulang dengan melibatkan
analisis dan refleksi melalui tahapan eksplorasi pada fokus masalah awal.
Peneliti secara bertahap akan menemukan masalah dan pertanyaan yang
terpusat pada informan serta mengembangkan perspektif teoritis yang
muncul. Sehingga melalui refleksi dan analisis data, peneliti pada akhirnya
mengembangkan pemahaman teoritis dari masalah yang sedang diteliti.
Gambar 1: The Interpretive Research Process
Sumber: Rahman dan Goddard, 1998
Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti pada bagian desain
penelitian menurut gambar I sebagai berikut:
1. Peneliti mencari inti masalah yang akan dibuat topik penelitian dengan
cara melakukan perkenalan dan wawancara menggunakan unstructured
Problem
focus Data
Research Question
Description and Theory Emergent
Theoretical Perspective
interview hingga semi-structured interview sehingga peneliti memperoleh
gambaran.
2. Peneliti selanjutnya menyeleksi hasil wawancara dan mencari kata kunci
yang dapat digunakan untuk di interpretasikan menjadi data.
3. Peneliti masuk pada tahap interpretasi, memperdalam titik temu hasil dari
perolehan wawancara sebelumnya dan mencari informasi yang lebih
kompleks sehingga peneliti kembali ke lokasi untuk mencari jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan yang belum diketahui secara mendetail
dengan menggunakan semi-structured interview.
4. Jika hasil data dari wawancara telah mencukupi dari keadaan yang
sebenarnya. Peneliti dapat membuat transkripsi dari hasil perolehan
melalui wawancara yang telah dilakukan lalu dituangkan ke bentuk
kata-kata dan diinterpretasikan sehingga dapat mengambil kesimpulan.
Namun, jika data yang diperoleh belum menjelaskan secara mendetail
maka peneliti dapat kembali ke lokasi yang diteliti untuk lebih
memperdalam keadaan yang sebenarnya hingga dirasakan penjelasannya
memuaskan.
Tabel 2.
Desain Studi untuk Penelitian Kualitatif (Efferin 2002: 90-91)
Apakah aktor-aktor utama dalam pengelolaan Laporan Keuangan BPBD.
Metode wawancara tidak terstruktur di awal setiap sesi wawancara bertujuan untuk membuat peneliti lebih sensitif terhadap isu-isu penting dari sebuah situasi. Selain itu juga digunakan untuk membantu peneliti mengidentifikasi konsep-konsep awal yang perlu dikembangkan lebih jauh dalam wawancara. Wawancara semi-terstruktur adalah untuk memberikan fokus memverifikasi data yang diperoleh dari wawancara
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
1. Analisis saat proses penelitian
Analisis ini dilakukan saat dikumpulkannya data dan dianalisis
metode ini merupakan metode analisis yang menggabungkan antara
cara berpikir keilmuan yang menekankan prinsip-prinsip penelitian
ilmiah dalam menganalisis data, sedangkan cara berpikir seni
menekankan pada kreativitas peneliti saat melakukan proses penelitian
sehingga sesuai dengan kondisi lapangan saat itu (Sttraus dan Corbin,
1998; Efferin, 2002). Hartanto (2013: 7) yang dikutip dari Glaser dan
Sttraus (1967) menjelaskan Teori Membumi (Grounded Theory)
merupakan cara terbaik untuk menjelaskan dan membangun teori
dengan menemukanya dari datanya.
2. Analisis data hasil dari wawancara
Analisis dilakukan dengan menggunakan hasil dari ringkasan
desain studi kualitatif, tahap selanjutnya yaitu transkripsi data dari
hasil wawancara. Transkrip data dianalisis dari catatan hasil
wawancara dan media rekaman sehingga berbentuk salinan tertulis,
transkrip data ini dapat memudahkan peneliti dalam menganalisis.
3. Analasis Dokumen
Peneliti menggunakan analisis dokumen pada penelitian ini yang
diawali dengan melakukan kompilasi dokumen yang berkaitan dengan
penelitian ini. Selanjutnya, peneliti memilah dokumen yang telah
dikumpulkan berdasarkan kerelevansian dokumen terhadap topik yang
sedang diteliti. Dokumen akan dianalisis secara mendalam dan
dikaitkan dengan hasil dari wawancara selanjutnya dapat diambil
kesimpulan masih belum memenuhi kelengkapan data yang ada maka
dapat kembali ke langkah awal. Berikut ini bagan langkah-langkah
analisis dokumen:
Gambar II. Langkah-langkah analisis dokumen
(Efferin, 2002: 330)
H. Validasi Data
Peneliti menggunakan validitas data untuk mencegah pengambilan
kesimpulan yang terlalu cepat serta dapat mempertahankan konsistensi dari
analisis hasil wawancara maupun analisis dokumen. Efferin (2002: 333) yang
dikutip dari Silverman tahun 2000 menjelaskan bahwa validitas data
―Kebenaran‖ sebuah data yaitu sejauh mana sebuah data secara akurat
menggambarkan fenomena sosial yang ditunjuk.
Validasi yang dilakukan oleh peneliti saat wawancara berlangsung
dengan menggunakan teknik probing. Probing merupakan teknik yang
digunakan untuk menstimulasi responden agar menjawab lebih banyak serta
relevan (Hartanto, 2013: 16). Berikut ini cara probing yang dilakukan
peneliti:
1. Peneliti akan mengkonfirmasi kembali hasil dari jawaban wawancara
kepada narasumber saat berlangsungnya wawancara pada saat itu
dengan mengulangi jawaban narasumber, sehingga pemahaman dari
wawancara yang telah dilakukan sama, tidak ada penyimpangan dari
kedua belah pihak.
2. Peneliti melakukan pengulangan pertanyaan wawancara ketika
narasumber tidak mengerti dan tidak yakin dengan pertanyaan yang
diajukan.
3. Peneliti akan memberikan pertanyaan netral kepada narasumber
mengenai topik yang diangkat ketika jawaban yang diberikan tidak
secara jelas dipaparkan seperti ―Apa yang Anda Maksud?‖
4. Jika jawaban responden ketika wawancara menyimpang dari topik
BAB IV
GAMBARAN UMUM ORGANISASI
A. Sejarah Tumbuh Kembang Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Mengingat letak geografis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sangat rawan terjadi bencana yang
sangat dominan diakibatkan oleh faktor alam, untuk itu diperlukan campur
tangan pemerintah daerah dalam mengatasi segala risiko-risiko yang mungkin
terjadi.
Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor
24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana perlu membentuk Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan Peraturan Daerah Istimewa (PERDAIS) Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor 3 Thanun 2015 Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya
disingkat BPBD adalah perangkat daerah yang dibentuk dalam rangka
melaksanakan tugas dan fungsi melaksanakan penanggulangan bencana.
B. Kedudukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
Badan Penanggulangan Bencana Daerah merupakan unsur pendukung
tugas Gubernur di bidang penyelenggaraan penanggulangan bencana yang
terdiri dari Kepala, Unsur Pengarah dan Unsur Pelaksana. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Bdan yang
berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur.
C. Visi dan Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
1. Visi
Dalam kedudukannya sebagai unsur Pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta, dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta maka Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
menetapkan Visi yang ingin dicapai selama lima tahun mendatang sebagai
berikut:
―Terwujudnya Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang Peka,
Tanggap Dan Tangguh Terhadap Bencana dalam Menyongsong Peradaban
Baru‖
2. Misi
secara sistematis dan bertahap yang menuntut adanya kesiapan dalam
bencana pada saat maupun setelahnya. Untuk itu, misi BPBD DIY
dirumuskan sebagai berikut :
―Mengembangkan tata kelola dan sistem penanggulangan bencana
terpadu,terkoordinasi dan menyeluruh ‖
D. Tujuan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta bertujuan untuk menurunkan risiko bencana yang terjadi oleh
faktor alam atau faktor non alam.
E. Program Desa Tanggung Bencana
Program Desa Tangguh Bencana BPBD Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta merupakan pengelolaan yang di fokuskan pada level kampung,
dimana masyarakat memiliki kedekatan sosial yang tinggi. Desa tangguh
bencana adalah hasil kajian risiko bencana yang telah dilakukan oleh BPBD
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dimana hasil kajian tersebut
menunjukan 438 desa di DIY yang tersebar di lima kabupaten kota 301 desa
masih berada diwilayah/ kawasan rawan bencana. sampai dengan bulan Juni
2017 BPBD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah membentuk 186
Desa dari 5 Kabupaten dan kota menjadi desa yang tangguh bencana, berikut
adalah daftar desa di Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah dibentuk
Tabel 3.
Desa Tangguh Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta Yang Sudah Terlaksana
4 Seloharjo Pundong Bantul Daya Annisa
5 Muntuk Dlingo Bantul UNDP+Daya
13 Candi Rejo Semin Gunung Kidul ASB+BKPP/BPBD DIY
14 Karang Sari Semin Gunung Kidul ASB/BPBD DIY
15 Jurang Jero Ngawen Gunung Kidul ASB,BPBD.DIY
16 Pengkol Nglipar Gunung Kidul ASB,BPBD.DIY
17 Ngalang Gedang Sari Gunung Kidul ASB,BPBD.DIY
18 Natah Nglipar Gunung Kidul ASB
19 Giritirto Purwosari Gunung Kidul ASB BPBD DIY
20 Kedungpoh Nglipar Gunung Kidul ASB
21 Sawahan Ponjong Gunung Kidul ASB
22 Semin Semin Gunung Kidul ASB
23 Watu Gajah Gedag Sari Gunung Kidul ASB+PMI+BKPP
24 Patuk Patuk Gunung Kidul ASB
25 Sambirejo Ngawen Gunung Kidul ASB
26 Katongan Nglipar Gunung Kidul UNDP+ASB+Palu ma
27 Putat Patuk Gunung Kidul ASB
28 Umbul Rejo Ponjong Gunung Kidul ASB
29 Kepek Wonosari Gunung Kidul ASB
30 Sampang Gedang Sari Gunung Kidul UNDP+ASB+Lingk ar
31 Tegalrejo Gedang Sari Gunung Kidul ASB+PMI+BKPP
32 Kampung Ngawen Gunung Kidul ASB
33 Sidoharjo Tepus Gunung Kidul ASB+PMI+DKP Prop+BKPP
Prop+BKPP
35 Girisuko Panggang Gunung Kidul ASB
36 Girikarto Panggang Gunung Kidul ASB+DKP Prop
37 Getas Playen Gunung Kidul ASB
38 Banyusoco Playen Gunung Kidul ASB
39 Kanigoro Sapto Sari Gunung Kidul ASB+DKP Prop+BKPP
40 Glagah Temon Kulonprogo BPBD Prop+ BKP Prop BPBD.DIY
41 Sidoharjo Samigaluh Kulonprogo UNDP+BPBD DIY Prop+PSBAUGM
42 Jangkaran Temon Kulonprogo
DKP Prop/ BPBD.DIY/BNPB
2014
43 Banjarsari Kalibawang Kulonprogo
44 Kalirejo Kokap Kulonprogo BKPP
45 Jatimulyo Girimulyo Kulonprogo
46 Sidomulyo Pengasih Kulonprogo
47 Hargotirto Kokap Kulonprogo UNDP+Damar+BK PP
48 Hargowilis Kokap Kulonprogo
49 Ngargosari Samigaluh Kulonprogo
50 Banjarsari Samigaluh Kulonprogo UNDP+PSBAUGM +BKPP
51 Purwoharjo Samigaluh Kulonprogo PMI+PSBAUGM+B KPP
52 Kebonharjo Samigaluh Kulonprogo PSBAUGM+BKPP
53 Giripurwo Girimulyo Kulonprogo BKPP
54 Hargorejo Kokap Kulonprogo
55 Hargomulyo Kokap Kulonprogo BKPP
56 Banjararum Kalibawang Kulonprogo BKPP
57 Sindumartani Ngemplak Sleman ASB/BPBD DIY
58 Candi Binangun Pakem Sleman ASB BPBD DIY
59 Giri Kerto Turi Sleman ASB+SAPDA
60 Sindumartani Ngemplak Sleman ASB/BPBD DIY
61 Hargo Binangun Pakem Sleman ASB+MDMC
62 Glagah Harjo Cangkringan Sleman ASB+Combine+SA PDA
63 Sumber Harjo Prambanan Sleman ASB
64 Wukir Harjo Prambanan Sleman ASB+BKPP
65 Sambi Rejo Prambanan Sleman ASB+PMI
66 Madu Rejo Prambanan Sleman ASB+BKPP
67 Boko Harjo Prambanan Sleman ASB
68 Merdiko Rejo Tempel Sleman ASB+SAPDA
70 Umbulmartani Ngemplak Sleman ASB
71 Harjo Binangun Pakem Sleman ASB
72 Pandeyan Umbulharjo Kota Yogyakarta BPBD DIY
73 Purbayan Kotagede Kota Yogyakarta
74 Kricak Tegalrejo Kota Yogyakarta BPBD DIY
75 Banaran Galur Kulonprogo KKP+DKP Prop
76 Jatimulyo Girimulyo Kulonprogo
77 Banjararum Kalibawang Kulonprogo BKPP
78 Banjarharjo Kalibawang Kulonprogo PMI-IFRC-Danish RC
79 Banjaroyo Kalibawang Kulonprogo BKPP
80 Gerbosari Kalibawang Kulonprogo BKPP
81 Hargomulyo Kokap Kulonprogo BKPP
82 Kalirejo Kokap Kulonprogo BKPP
83 Hargotirto Kokap Kulonprogo UNDP+Damar+BK PP
84 Tanjungharjo Nanggulan Kulonprogo UNDP
85 Bugel Panjatan Kulonprogo KKP+DKP Prop
86 Gotakan Panjatan Kulonprogo BKPP
87 Kebonharjo Samigaluh Kulonprogo PSBAUGM+BKPP
88 Banjarsari Samigaluh Kulonprogo UNDP+PSBAUGM +BKPP
89 Purwoharjo Samigaluh Kulonprogo PMI+PSBAUGM+B KPP
90 Sidoharjo Samigaluh Kulonprogo UNDP+BPBD DIY Prop+PSBAUGM
91 Tuksono Sentolo Kulonprogo IOM+BKPP
92 Jangkaran Temon Kulonprogo
DKP Prop/ BPBD.DIY/BNPB
2014
93 Glagah Temon Kulonprogo BPBD Prop+ BKP Prop BPBD.DIY
94 Mulyodadi Bambang Lipuro Bantul UNDP+YP2SU+BP BD Bantul+GJB
95 Sumbermulyo Bambang Lipuro Bantul GJB+BKPP
96 Jagalan Banguntapan Bantul
97 Jambidan Banguntapan Bantul Paluma
98 Muntuk Dlingo Bantul UNDP+Daya
Annisa
99 Jatimulyo Dlingo Bantul UNDP+Daya
Annisa
100 Terong Dlingo Bantul IOM+Combine
101 Selopamioro Imogiri Bantul IOM
102 Sriharjo Imogiri Bantul KYPA+BKPP