• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Kecerdasan Emosional Pada Mahasiswa Yang Menjadi Pemimpin Kelompok Kecil (PKK) Persekutuan Mahasiswa Kristen di Universitas 'X' Kota Bndung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Kecerdasan Emosional Pada Mahasiswa Yang Menjadi Pemimpin Kelompok Kecil (PKK) Persekutuan Mahasiswa Kristen di Universitas 'X' Kota Bndung."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih rinci mengenai kecerdasan emosional pada mahasiswa yang menjadi Pemimpin Kelompok Kecil (PKK) pada Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) di universitas ’X’ kota Bandung, yang dalam tahap perkembangannya merupakan masa dewasa awal. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kecerdasan emosional pada mahasiswa/i yang menjadi PKK PMK di universitas ’X’ kota Bandung.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, dengan teknik survei. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang menjadi PKK pada PMK di universitas ’X’ di kota Bandung. Ukuran sampel adalah 30 mahasiwa.

Alat ukur yang digunakan untuk memperoleh taraf kecerdasan emosional adalah kuesioner kecerdasan emosional yang dimodifikasi sesuai kebutuhan oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Daniel Goleman (2007). Validitas dari alat ukur ini berkisar antara 0,307-0,745 sedang reliabilitasnya 0,726 berdasarkan kriteria dari Guilford. Sebagai data penunjang, peneliti menggunakan kuesioner yang menggali sikap dan peran keluarga (terutama orang tua) dan teman dari mahasiswa/i yang menjadi PKK pada PMK di universitas ‘X’ kota Bandung.

Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa jumlah responden dengan kecerdasan emosional tinggi (50%) sama dengan jumlah responden dengan kecerdasan emosional rendah (50%). Berdasarkan aspek-aspek dalam kecerdasan emosional, responden yang memiliki kecerdasan emosional tinggi memiliki aspek-aspek kecerdasan emosional yang tinggi, yaitu 93,3% menyadari emosi diri, 80% mengendalikan emosi diri, 93,3% memanfaatkan emosi, 93,3% memahami sesama/empati, dan 86,7% mengolah hubungan dengan sesama. Demikian pula dengan responden dengan kecerdasan emosional rendah, memiliki aspek kecerdasan emosional yang rendah, yaitu 86,7% kurang menyadari emosi diri, 80% kurang mengendalikan emosi diri, 73,3% kurang memanfaatkan emosi, 73,3% kurang memahami sesama/empati, dan 73,3% kurang mengolah hubungan dengan sesama.

(2)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Lembar Persembahan

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Skema ... viii

Daftar Tabel ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1 Kegunaan Teoristis ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

1.5 Kerangka Pemikiran ... 11

1.6 Asumsi ... 23

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional ... 24

(3)

2.1.2 Pengertian Kecerdasan Emosional ... 27

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecerdasan Emosional ... 30

2.1.4 Peranan Kecerdasan Emosional ... 33

2.2 Masa Dewasa Awal ... 34

2.2.1 Ciri-ciri Perkembangan Dewasa Awal ... 35

2.2.1.1 Proses Sosio-Emosional ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 36

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 37

3.2.1 Variabel Penelitian ... 37

3.2.2 Definisi Konseptual ... 37

3.2.3 Definisi Operasional ... 37

3.3 Alat Ukur ... 39

3.3.1 Kuesioner Kecerdasan Emosional ... 39

3.3.2 Prosedur Pengisian Kuesioner ... 41

3.3.3 Sistem Penilaian ... 41

3.3.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 42

3.3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 43

3.3.5.1 Validitas Alat Ukur ... 43

3.3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 44

3.4 Karakteristik Sampel dan Teknik Sampling ... 46

(4)

3.4.2 Teknik Sampling ... 46

3.5 Teknik Analisa ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 48

4.2 Hasil Penelitian ... 49

4.3 Tabulasi Silang Kecerdasan Emosional dengan Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional ... 49

4.4 Pembahasan ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

DAFTAR RUJUKAN ... 66

(5)

DAFTAR SKEMA

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 ... 39

Tabel 3.2 ... 41

Tabel 4.1 ... 48

Tabel 4.2 ... 49

(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Saya adalah mahasiswa Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Saat ini saya sedang melakukan suatu penelitian untuk tugas akhir saya (skripsi) mengenai kecerdasan emosional dari Pemimpin Kelompok Kecil (PKK) Persekutuan Mahasiswa Kristen. Oleh karena itu, saya bermaksud untuk mengambil data dalam rangka melengkapi penelitian ini.

Saya sangat mengharapkan kesediaan Saudara untuk berpartisipasi dalam pengisian angket/kuesioner ini. Harapan saya, partisipasi Saudara dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya dan mendukung kesuksesan penelitian ini. Setiap jawaban Saudara bersifat RAHASIA, dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Oleh karena itu, saya harapkan Saudara dapat memberikan jawaban yang sejujurnya dan selengkap mungkin.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Saudara yang telah bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Bandung, 2010

(9)

DATA PENUNJANG

Lamanya memegang KK : ___ tahun ___ bulan

Pilihlah salah satu opsi dari pertanyaan-pertayaan di bawah ini yang paling sesuai dengan diri Saudara, dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang Saudara pilih.

Ibu

1. Apakah ibu Saudara selalu memberikan dorongan kepada Saudara untuk selalu berjuang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan?

a. Ya b. Tidak

2. Apa yang ibu Saudara lakukan ketika ayah Saudara sedang memiliki masalah?

a. Berusaha merasakan apa yang dirasakan oleh ayah saya dan memberikan saran-saran untuk menolong ayah saya.

b. Cenderung mendiamkan dan tidak berusaha menolong.

3. Bagaimana kemampuan ibu Saudara dalam hal mengendalikan emosi? a. Mampu mengendalikan emosi

b. Kurang mampu dalam mengendalikan emosi.

4. Ketika ibu Saudara menghadapi kenyataan yang mengecewakan, bagaimana tanggapan ibu Saudara?

a. Sulit menerima kenyataan tersebut. b. Mudah menerima kenyataan tersebut.

Ayah

5. Bagaimana kemampuan ayah Saudara dalam hal mengendalikan emosi? a. Mampu mengendalikan emosi

b. Kurang mampu mengendalikan emosi.

(10)

b. Kurang mampu mengungkapkan emosi.

7. Ketika ibu sedang tertekan dengan masalah yang dialami, apa yang dilakukan ayah Saudara?

a. Menunjukkan sikap peduli (mau mendengarkan dan menolong ibu). b. Cenderung tidak peduli.

Orang tua

8. Bagaimana cara orang tua Saudara mengekspresikan rasa marahnya? a. Terkendali

b. Cenderung kurang terkendali.

9. Apakah Saudara suka berdiskusi dengan orang tua mengenai cara untuk berelasi dengan teman-teman di lingkungan PMK dan Kelompok Kecil?

a. Ya b. Tidak

10. Apa yang orang tua Saudara lakukan jika anak-anaknya sedang memiliki masalah?

a. Berusaha menolong dengan cara yang tepat. b. Kurang peduli dengan masalah anak-anaknya.

11. Bagaimana tanggapan orang tua Saudara ketika menjumpai orang-orang dengan karakter yang berbeda-beda?

a. Dapat menerima. b. Cenderung menolak.

12. Bagaimana relasi antara ayah dan ibu Saudara? a. Harmonis.

b. Kurang harmonis.

Teman-teman di PMK

13. Bagaimana kemampuan teman-teman Saudara di PMK dalam mengandalikan emosi?

a. Terkendali

(11)

14. Apakah Saudara suka berdiskusi dengan teman-teman Saudara di PMK mengenai Kelompok Kecil?

a. Ya b. Tidak

15. Apa yang sahabat Saudara lakukan ketika Saudara bersedih? a. Ikut menghibur.

b. Kurang peduli dengan masalah Saudara.

16. Bagaimana relasi yang terjalin antara teman-teman Saudara di dalam PMK? a. Akrab.

b. Kurang akrab.

17. Manfaat yang Saudara dapatkan dari bergaul dengan teman-teman di PMK dan Kelompok Kecil adalah:

(12)

KUESIONER KECERDASAN EMOSIONAL

PETUNJUK PENGISIAN :

Bacalah pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan teliti, kemudian berilah tanda checklist (√) pada kolom jawaban yang telah tersedia, dengan keterangan sebagai berikut :

- Pilihan S (Sesuai) jika pernyataan yang ada menggambarkan keadaan saudara.

- Pilihan CS (Cukup Sesuai) jika pernyataan yang ada menggambarkan sebagian besar keadaan saudara.

- Pilihan KS (Kurang Sesuai) jika pernyataan yang ada menggambarkan sebagian kecil keadaan saudara.

- Pilihan TS (Tidak Sesuai) jika pernyataan yang ada tidak menggambarkan keadaan saudara.

Apabila telah selesai periksalah kembali agar tidak ada nomor yang terlewatkan.

No. Pernyataan S CS KS TS

1. Saya mengetahui perasaan apa yang saya rasakan ketika sedang melaksanakan Kelompok Kecil.

2. Saya dapat membedakan antara emosi yang satu dengan emosi lain yang saya rasakan ketika saya sedang melakukan kunjungan ke rumah atau kos AKK saya.

3. Pada umumnya, saya menyadari kondisi apa yang menyebabkan munculnya emosi yang saya rasakan ketika melaksanakan Kelompok Kecil.

4. Saya dapat menikmati setiap suka-duka yang saya temui selama saya menjadi PKK. 5. Saya tidak mengulangi kesalahan yang

sama dalam menenangkan AKK yang sedang kesal.

(13)

pengalaman saya di masa lalu.

7. Saya mampu berkomunikasi dengan kata-kata yang tepat kepada pengurus PMK. 8. Saya menyadari adanya perbedaan dan

persamaan sifat antara saya dengan rekan PKK yang lain.

9. Saya akan mencari penyebab masalah yang mengganggu relasi saya dengan AKK, dan saya akan berusaha menyelesaikan masalah tersebut.

10. Saya sangat senang dan terbuka untuk berkenalan dengan orang baru di luar PMK dan Kelompok Kecil.

11. Saya tergerak untuk melakukan kunjungan ke rumah/kost AKK dari Kelompok Kecil yang berbeda bersama dengan rekan PKK yang lain.

12. Saya dapat membagi perhatian dengan adil kepada setiap AKK saya sehingga tidak terjadi kesenjangan.

13. Saya mampu menyeimbangkan antara kepentingan AKK dan kepentingan pribadi saya.

14. Ketika sedang menenangkan AKK yang bersedih, saya peka mengenali perubahan-perubahan fisik dalam diri saya sesuai dengan perasaan yang saya rasakan.

15. Saya mencari segi positif dari tugas saya sebagai seorang PKK agar saya dapat menikmati aktivitas saya dalam Kelompok Kecil.

16. Saya tahu kondisi apa yang paling sering membuat saya merasakan emosi yang saya rasakan ketika saya mengikuti PMK setiap minggunya.

17. Sebelum mengungkapkan emosi, saya biasanya berpikir terlebih dahulu terutama jika saya sedang berada di lingkungan PMK.

18. Saya tahu apa yang harus saya lakukan ketika saya sedang merasa sedih dalam Kelompok Kecil.

(14)

menjadi PKK.

20. Suatu kegagalan yang sama alami selama saya menjadi PKK, tidak membuat saya jadi putus asa.

21. Jika saya melakukan kesalahan kepada salah satu rekan PKK, maka saya akan menjadikan hal tersebut sebagai suatu pengalaman agar saya tidak mengulangi kesalahan tersebut di kemudian hari.

22. Saya dapat menangkap adanya perbedaan ekspresi emosi AKK dari biasanya apabila mereka sedang memiliki masalah.

23. Saya dapat menerima tindakan yang dilakukan oleh Sie. KK dalam mengkoordinir seluruh PKK agar menjadi PKK yang baik

24. Saya mampu untuk berkomunikasi, baik dengan AKK maupun dengan pengurus PMK, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

25. Saya tidak menuntut pengurus PMK untuk memberikan saya perhatian secara berlebih. 26. Saya merasa senang untuk berbagi saran

dengan rekan PKK lainnya bagi kemajuan Kelompok Kecil.

27. Sebagian waktu saya gunakan seimbang antara melakukan kegiatan Kelompok Kecil dan PMK dengan waktu untuk belajar. 28. Saya tidak peka terhadap gejala fisik yang

muncul pada diri saya yang berhubungan dengan perasaan yang saya rasakan.

29. Saya tidak dapat membedakan satu emosi dengan emosi yang lain berdasarkan intensitas (seberapa kuat) emosi tersebut. 30. Saya tidak pernah menyadari apa yang

dapat menyebabkan saya merasa sedih sepulang dari Kelompok Kecil.

31. Dalam kegiatan Kelompok Kecil, saya sulit menerima suatu kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan saya.

32. Saya sulit untuk mengungkapkan emosi saya jika saya merasa tertekan ketika mengikuti rapat evaluasi bersama dengan pengurus PMK.

(15)

terjadwal karena sedang kesal.

34. Saya merasa terpaksa untuk melaksanakan Kelompok Kecil, sehingga saya sulit menumbuhkan semangat untuk rutin melaksanakan Kelompok Kecil.

35. Saya masih mengulangi kesalahan yang sama ketika membagikan bahan PIPA/MKB di Kelompok Kecil.

36. Saya memutuskan menjadi PKK karena ikut-ikutan teman.

37. Ketika saya mengambil keputusan yang salah dalam Kelompok Kecil, saya tidak peduli dengan akibat yang akan saya peroleh.

38. Kegagalan yang saya alami dalam membimbing AKK di masa lalu, membuat saya jadi sulit untuk bangkit lagi.

39. Saya tidak akan mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh Sie. KK jika topiknya yang diberikan tidak menarik.

40. Jika sedang rapat evaluasi mengenai Kelompok Kecil, saya sulit menerima ide-ide dari pengurus PMK yang tidak sesuai dengan diri saya.

41. Solusi yang saya berikan teradap AKK yang sedang mengalami masalah, saya lakukan semata-mata hanya untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai PKK tanpa perlu memahami perasaan yang diderita oleh AKK tersebut

42. Jika ada masalah dalam Kelompok Kecil, bagi saya tidak penting untuk mempertimbangkan cara pengungkapan emosi saya kepada AKK.

43. Ketika PMK merencanakan pencarian dana untuk mengadakan rally Kelompok Kecil, saya merasa kurang diperlukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. 44. Saya kurang memperhatikan apa yang

menjadi perbedaan dan persamaan antara saya dengan rekan PKK yang lain.

45. Saya akan meninggalkan rapat evaluasi yang sedang berlangsung apabila keputusan yang diambil menurut saya kurang adil. 46. Saya merasa tidak puas apabila keputusan

(16)

Kecil tidak sesuai dengan apa yang saya pikirkan.

47. Saya hanya mau membantu rekan PKK yang akrab dengan saya.

48. Saya menghindari bergaul dengan PKK yang lebih cekatan dari saya dalam membimbing AKK.

49. Saya tidak peduli kepada teman-teman kuliah saya yang kurang mampu dalam membiayai kuliah.

50. Jika saya sedang jengkel dengan salah satu AKK saya, maka saya sulit untuk dapat bekerjasama dengannya dalam Kelompok Kecil.

51. Saya lebih suka menghabiskan waktu untuk bermain dibandingkan melakukan Kelompok Kecil.

52. Saya tidak tahu perasaan apa yang saya rasakan ketika saya mengikuti rapat evaluasi bersama dengan pengurus PMK. 53. Saya tidak tahu sampai batas mana rasa

marah yang saya rasakan dapat mengganggu kegiatan Kelompok Kecil. 54. Selama saya menjadi PKK, saya tidak peka

terhadap kondisi apa saja yang mempengaruhi emosi yang saya rasakan sehingga saya dapat bertahan dalam Kelompok Kecil.

55. Saya sulit untuk mencari hal-hal yang positif untuk mengalihkan kemarahan saya kepada salah satu AKK saya.

56. Tidak jarang AKK saya menjadi tempat pelampiasan kekesalan saya yang disebabkan oleh teman kuliah saya.

57. AKK yang tidak rutin mengikuti Kelompok Kecil, membuat saya jadi patah semangat. 58. Ketika saya gagal dalam salah satu tugas

saya sebagai seorang PKK, maka saya merasa takut untuk mencoba kembali. 59. Saya sulit untuk menikmati seluruh

kegiatan Kelompok Kecil yang ada.

60. Kesalahan dalam mengambil keputusan dalam Kelompok Kecil, membuat saya tidak berani memutuskan sesuatu bagi AKK saya.

(17)

perbedaan ekspresi pengurus PMK ketika sedang membicarakan hal yang serius mengenai Kelompok Kecil.

62. Saya merasa kurang nyaman apabila mendengar cara membimbing AKK dari rekan PKK lain berbeda dengan cara saya membimbing AKK.

63. Saya kurang peduli terhadap perasaan yang dirasakan oleh AKK yang sedang saya bimbing.

64. Saya sulit untuk berkomunikasi dengan AKK dari Kelompok Kecil yang berbeda. 65. Hadir atau tidaknya saya dalam rapat

evaluasi, tidak akan berpengaruh banyak dalam pengambilan keputusan bagi Kelompok Kecil.

66. Saya sulit menerima peraturan yang ditetapkan oleh pengurus PMK mengenai Kelompok Kecil.

67. Meskipun keputusan rapat evaluasi sudah diambil, tapi saya tetap mempertahankan opini saya yang berbeda di depan rekan PKK.

68. Saya menutup diri untuk mengenal AKK lain yang berbeda pola pikirnya dengan saya.

69. Saya akan menghindar jika bertemu dengan salah satu pengurus PMK yang suka mengkritik saya.

70. Saya senang apabila ada rekan PKK yang tidak saya suka mengalami masalah dan tidak ada yang membantunya.

(18)

Validitas Alat Ukur

No. Item Validitas Keterangan

1 0.453 Diterima

2 0.379 Diterima

3 0.433 Diterima

4 0.543 Diterima

5 0.187 Ditolak

6 0.156 Ditolak

7 0.195 Ditolak

8 0.402 Diterima

9 -0.097 Ditolak

10 0.141 Ditolak

11 0.307 Diterima

12 -0.013 Ditolak

13 0.278 Ditolak

14 0.08 Ditolak

15 0.53 Diterima

16 0.286 Ditolak

17 0.336 Diterima

18 0.389 Diterima

19 0.253 Ditolak

20 0.566 Diterima

21 0.182 Ditolak

22 0.315 Diterima

23 0.311 Diterima

24 0.437 Diterima

25 0.548 Diterima

26 0.624 Diterima

27 0.307 Diterima

28 0.168 Ditolak

29 0.381 Diterima

30 0.608 Diterima

31 0.501 Diterima

32 0.625 Diterima

33 -0.212 Ditolak

34 0.276 Ditolak

35 0.353 Diterima

36 0.436 Diterima

37 0.495 Diterima

38 0.265 Ditolak

39 0.458 Diterima

40 0.278 Ditolak

41 0.106 Ditolak

(19)

43 -0.005 Ditolak

44 0.175 Ditolak

45 0.359 Diterima

46 0.262 Ditolak

47 0.493 Diterima

48 0.423 Diterima

49 0.425 Diterima

50 0.548 Diterima

51 0.451 Diterima

52 0.405 Diterima

53 0.717 Diterima

54 0.553 Diterima

55 0.581 Diterima

56 0.47 Diterima

57 0.541 Diterima

58 0.63 Diterima

59 0.648 Diterima

60 0.534 Diterima

61 0.432 Diterima

62 0.445 Diterima

63 0.454 Diterima

64 0.722 Diterima

65 0.437 Diterima

66 0.545 Diterima

67 0.421 Diterima

68 0.675 Diterima

69 0.673 Diterima

70 0.745 Diterima

71 0.665 Diterima

72 0.501 Diterima

73 0.528 Diterima

74 0.666 Diterima

75 0.57 Diterima

76 -0.181 Ditolak

77 0.561 Diterima

78 0.462 Diterima

79 0.389 Diterima

80 0.742 Diterima

81 0.612 Diterima

82 0.252 Ditolak

83 0.546 Diterima

84 0.722 Diterima

85 0.616 Diterima

(20)

87 0.471 Diterima

88 0.545 Diterima

89 0.474 Diterima

90 0.125 Ditolak

91 0.503 Diterima

92 0.465 Diterima

93 0.394 Diterima

94 0.415 Diterima

95 0.259 Ditolak

96 0.511 Diterima

Reliabilitas Alat Ukur

No. Reliabilitas Kategori

(21)
[image:21.595.76.449.92.587.2] [image:21.595.77.448.108.342.2]

Tabel Tabulasi Silang Tabel 5.1

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Ibu selalu memberikan

dorongan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan.

Ya 15 14 29

51,7% 48,3% 100%

Tidak 0 1 1

0% 100% 100%

Tabel 5.2

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Yang ibu lakukan

ketika ayah memiliki masalah.

Berusaha empati

13 15 28

46,4% 53,6% 100% Cenderung

mendiamkan

2 0 2

[image:21.595.78.447.364.588.2]
(22)

Tabel 5.3

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Kemampuan ibu

dalam mengendalikan emosi.

Mampu 8 6 14

57,1% 42,9% 100% Kurang

mampu

7 9 16

43,7% 56,3% 100%

Tabel 5.4

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Tanggapan ibu ketika

menghadapi kenyataan yang mengecewakan.

Sulit menerima

8 8 16

50% 50% 100%

Mudah menerima

7 7 14

(23)

Tabel 5.5

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Kemampuan ayah

dalam mengendalikan emosi.

Mampu 8 12 20

40% 60% 100%

Kurang mampu

7 3 10

70% 30% 100%

Tabel 5.6

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Kemampuan ayah

dalam

mengungkapkan emosi secara tepat.

Mampu 9 11 20

45% 55% 100%

Kurang mampu

6 4 10

(24)

Tabel 5.7

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Yang dilakukan ayah

ketika ibu sedang tertekan dengan masalah.

Menunjukkan sikap peduli

13 14 27

48,1% 51,9% 100% Cenderung

tidak peduli

2 1 3

66.7% 33.3% 100%

Tabel 5.8

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Cara orang tua

mengekspresikan rasa marah.

Terkendali 10 12 22

45,5% 54,5% 100% Cenderung

kurang terkendali

5 3 8

(25)

Tabel 5.9

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Suka berdiskusi

dengan orang tua mengenai cara berelasi dengan teman-teman.

Ya 4 9 13

30,8% 69,2% 100%

Tidak 11 6 17

64,7% 35,3% 100%

Tabel 6.0

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Yang dilakukan orang

tua ketika anak-anaknya memiliki masalah.

Berusaha menolong

14 14 28

50% 50% 100%

Kurang peduli 1 1 2

(26)

Tabel 6.1

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Tanggapan orang tua

ketika menjumpai orang yang berbeda-beda karakter.

Dapat menerima

14 14 28

50% 50% 100%

Cenderung menolak

1 1 2

50% 50% 100%

Tabel 6.2

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Relasi antara ayah dan

ibu

Harmonis 12 15 27

44,4% 55,6% 100% Kurang

harmonis

3 0 3

(27)

Tabel 6.3

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Kemampuan

teman-teman di PMK dalam mengendalian emosi.

Terkendali 13 14 27

48,1% 51,9% 100% Kurang

terkendali

2 1 3

66.7% 33.3% 100%

Tabel 6.4

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Suka berdisusi dengan

teman-teman di PMK mengenai Kelompok Kecil.

Ya 10 15 25

40% 60% 100%

Tidak 5 0 5

(28)

Tabel 6.5

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Yang dilakukan

sahabat ketika Saudara bersedih.

Ikut menghibur

14 15 29

48,3% 51,7% 100%

Kurang peduli 1 0 1

100% 0% 100%

Tabel 6.6

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi Relasi yang terjalin di

dalam PMK.

Akrab 11 15 26

42,3% 57,7% 100%

Kurang akrab 4 0 4

(29)

Tabel 6.7

Kecerdasan emosional

TOTAL

Rendah Tinggi

Manfaat yang

didapatkan dari pergaulan di PMK dan Kelompok Kecil.

Memahami karakter

14 15 29

48,3% 51,7% 100% Tidak dapat

manfaat

1 0 1

(30)

STRUKTUR ORGANISASI PMK UNIVERSITAS ‘X’ KOTA BANDUNG

Pendamping PMK

Ketua PMK

Sekretaris dan Bendahara

Sie. Acara Sie. Publikasi & Sie. Perlengkapan

dokumentasi Sie. Doa

Sie. Pemerhati Sie. KK

(31)

Sejarah Singkat Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Universitas ‘X’

Sejarah dimulainya pelayanan kerohanian bagi warga universitas ’X’ serta perkembangan pola pelayanannya dijalankan, pada awal tahun 1977 atas inisiatif para mahasiswa yang sedang menuntut ilmu. Dibentuklah persekutuan mahasiswa yang dihadiri oleh empat orang mahasiswa. Persekutuan ini terbentuk dengan tujuan agar para mahasiswa Kristen memiliki suatu wadah bersama untuk berbagi rasa bersama dan melayani akan kebutuhan pertumbuhan iman keempat anggotanya tersebut. Secara organisatoris, wadah ini tidak tercantum dalam struktur organisasi lembaga universitas ’X’, tetapi keberadaannya cukup didukung oleh pihak pimpinan universitas. Di awal terbentuknya persekutuan ini, kegiatan mereka hanya terbatas pada kebaktian persekutuan yang dilaksanakan setiap hari Minggu pukul 16.00-18.00 WIB saja. Setelah kurang lebih selama satu tahun kelompok ini menjalankan kegiatannya, maka anggotanya mulai bertambah hingga sekitar tiga sampai empat puluh anggota mahasiswa.

Pada tahun 1978, persekutuan mahasiswa telah berkembang cukup baik dan secara organitoris, persekutuan mahasiswa ini dikoordinir oleh seksi kerohanian yang kedudukannya berada langsung di bawah rektor. Seiring dengan bertambah banyaknya jumlah yang menghadiri kegiatan persekutuan ini, maka bertambah pula kegiatan yang dilaksanakan yakni: Pemahaman Alkitab (PA), Cell

Group (Kelompok Tumbuh Bersama/Kelompok Kecil), dan kamp mahasiswa.

(32)

kebaktian, persekutuan, PA, Kelompok Kecil, kamp mahasiswa, retreat serta Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), baik di kalangan mahasiswa ataupun karyawan.

(33)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya. Beberapa fakta yang ada di masyarakat menunjukkan bahwa banyak individu memiliki kecerdasan yang tinggi serta pengetahuan yang luas, tapi memiliki sikap yang kurang menyenangkan di lingkungannya, tidak selalu berhasil dalam pekerjaannya. Sebaliknya, beberapa individu dapat berhasil dalam pekerjaannya meskipun tidak memiliki kecerdasan yang tinggi, tapi mampu untuk membangun relasi dengan bawahannya, mengerti perasaan para bawahannya dan memperlakukan bawahannya sesuai dengan kondisi pada saat itu. Oleh karena itu, kecerdasan emosional dianggap penting dan menunjang seseorang dalam bertingkah laku agar dapat diterima oleh lingkungannya serta berhasil dalam melaksanakan tugas-tugasnya, selain kecerdasan intelegensi yang dimiliki.

(34)

2

kemudian hari (Hurlock, 1980). Pola kehidupan dan harapan sosial ini akan ditemui individu ketika memasuki lingkungan sosial yang baru diantaranya bangku perkuliahan. Dalam lingkungan yang baru tersebut, individu akan belajar menjalin relasi dengan orang baru. Dalam proses pengenalan dengan orang-orang yang baru, individu akan melihat adanya beberapa kesamaan baik itu minat, suku, bakat, hobi, fakultas/jurusan. Kesamaan-kesamaan tersebut akhirnya memunculkan komunitas-komunitas mulai dari yang kecil hingga yang besar atau bagi beberapa individu, mereka memutuskan untuk ikut bergabung dalam komunitas yang sudah terbentuk sebelumnya di lingkungan perguruan tinggi.

Bergabungnya individu ke dalam suatu komunitas, tergantung pada adanya kebutuhan untuk berelasi dan rasa ingin tahu. Terlibatnya individu dalam suatu komunitas akan membentuk suatu perasaan nyaman atau tidak dengan anggota lain, perasaan senang atau tertekan dengan setiap kegiatan yang ada di dalam komunitas tersebut. Perasaan atau emosi individu ini dapat berpengaruh bukan hanya pada kenyamanan individu itu sendiri tapi juga kenyamanan anggota lain. Hal ini, dapat mempengaruhi relasi individu dengan anggota-anggota komunitas. Dibutuhkan lebih dari sekedar kecerdasan intelegensi agar individu dapat berhasil menjalin relasi dalam suatu komunitas. Oleh karena itu, individu perlu mengembangkan kecerdasan emosional untuk dapat mendukung dirinya dalam berbagai aspek kehidupan khususnya dalam relasi dengan anggota komunitas yang lainnya.

(35)

3

mengendalikan dorongan hati dan tidak mengekspresikan suasana hati secara berlebihan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak menghambat kemampuan berpikir, berempati, dan membina relasi dengan orang lain (Goleman, 2007). Kecerdasan emosional dapat dipelajari di segala usia dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Atau dengan kata lain, lingkungan tempat individu berada dapat mempengaruhi kecerdasan emosionalnya. Dimulai dari lingkungan keluarga dimana keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan individu, hingga lingkungan di luar keluarga yaitu teman sebaya sesama anggota komunitas di perguruan tinggi.

Selain untuk membina relasi, kecerdasan emosional diperlukan oleh individu dalam suatu komunitas untuk menyalurkan dan mengembangkan minat. Salah satu komunitas yang dapat ditemui hampir di setiap perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, adalah Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK). PMK dibentuk sebagai wadah bagi mahasiswa Kristen yang memiliki minat dalam keagamaan dan memperluas pergaulan. Pada umumnya, setiap PMK mengadakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memperlengkapi setiap anggota PMK dalam hal pemahaman Alkitab dan juga pembentukan karakter, salah satunya kecerdasan emosional sesuai dengan tokoh teladan mereka yaitu Yesus Kristus.

(36)

4

murid-murid-Nya. Yesus senang bergaul dengan siapa saja, tanpa memandang status sosial bahkan bersedia meluangkan waktu untuk mendatangi rumah orang yang dianggap orang berdosa. Yesus mau mendengarkan pendapat dan pertanyaan yang diajukan oleh orang banyak, khususnya para ahli taurat yang berusaha menjebak-Nya. Meskipun banyaknya pertanyaan yang berusaha menjebak-Nya ataupun perlakuan Yudas yang mengkhianati, tapi Yesus tidak pernah membalas perbuatan mereka.

Teladan yang diberikan Yesus ini, menjadi patokan bagi universitas ’X’ di kota Bandung dalam mendidik para mahasiswanya. Dengan visi yaitu menjadi perguruan tinggi yang mandiri dan berdaya cipta serta mampu mengisi dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni abad ke-21 berdasarkan kasih dan keteladanan Yesus Kristus, universitas ’X’ membentuk PMK agar dapat menjadi wadah bagi mahasiswa memahami tentang teladan Yesus Kristus.

(37)

5

ingin mengikuti KK. Setiap KK biasanya terdiri atas 2-3 orang AKK dan dibimbing oleh satu orang PKK. Sedangkan satu orang PKK dapat memegang lebih dari satu KK. Seperti halnya persekutuan, KK dilaksanakan setiap seminggu sekali disesuaikan dengan jadwal AKK dan PKK.

Ketika menjadi seorang PKK, mahasiswa membentuk komitmen yang baru untuk membimbing AKK. PKK memegang tugas yang penting dalam proses perkembangan serta perubahan yang terjadi pada AKK. PKK membimbing AKK untuk mengerti dan melakukan setiap perintah yang terdapat dalam Alkitab melalui bantuan beberapa buku panduan. Selain melaksanakan pertemuan rutin seminggu sekali dan membimbing para AKK-nya, PKK juga harus siap untuk menerima keluhan, kritik, dan pertanyaan yang berkaitan dengan proses KK ataupun mengenai hal-hal yang terdapat dalam Alkitab yang diajukan AKK serta mampu membangun hubungan dengan AKK di luar jadwal rutin yang ada. PKK juga wajib memberikan evaluasi pengurus PMK mengenai perkembangan AKK-nya dalam rapat evaluasi yang dilaksanakan setiap semester. Semua kegiatan yang berlangsung dalam KK, dari awal pembentukan kelompok hingga akhir, akan dikoordinir oleh beberapa orang yang tergabung dalam seksi KK.

(38)

6

hidup bersama. Selain itu, mahasiswa yang dapat menjadi PKK memperoleh rekomendasi dari PKK yang membimbing mahasiswa tersebut. Jadi dengan kata lain, mahasiswa dapat menjadi seorang PKK apabila mengalami perubahan positif dalam kehidupannya, memiliki kapasitas untuk membimbing dan dapat menjadi panutan bagi orang lain.

(39)

7

Berdasarkan informasi hasil rapat evaluasi yang diperoleh dari seksi KK, diketahui bahwa seksi KK sering mendapat keluhan yang datang dari pengurus PMK dan AKK mengenai perilaku PKK yang tidak melaksanakan komitmen yang telah dibuat, khususnya komitmen waktu pertemuan yang sudah ditentukan bersama AKK. PKK merasa terbeban dalam melaksanakan pembelajaran Alkitab dengan rutin. Tidak jarang beban yang dirasakan oleh PKK mempengaruhi cara PKK dalam memperlakukan AKK. PKK menjadi kurang peduli dengan kondisi AKK dan tidak peka dengan apa yang sedang dirasakan oleh AKK-nya. PKK kurang mampu untuk menerima perbedaan karakter yang terdapat diantara AKK-nya, yang menjadikan PKK mengalami kesulitan dalam membimbing AKK, khususnya ketika membantu AKK dalam penyelesaian masalah. Selain itu, PKK menjadi menutup diri untuk mendengarkan pendapat dan teguran dari AKK. Bukan hanya terhadap AKK, beberapa PKK merasa tidak senang ketika pengurus PMK memberi teguran mengenai pelaksanaan pembelajaran Alkitab yang tidak rutin. Beberapa PKK juga mengalami kesulitan dalam pergaulan mereka. Mereka kurang mampu beradaptasi dengan AKK yang baru, orang baru atau lingkungan yang baru.

(40)

8

menjadi malas untuk mempersiapkan bahan KK tersebut atau bahkan membatalkan jadwal KK yang sudah disepakati. Hal ini menunjukkan bahwa mereka cukup mampu mengenali emosi yang dirasakannya. Sebaliknya 5 orang (50%) PKK mengatakan bahwa mereka kurang mampu dalam mengenali perasaan yang mereka alami dalam suatu waktu tertentu serta apa yang menyebabkan perasaan tersebut. PKK tidak mengetahui apa yang menyebabkan mereka merasa sedih dan tidak tahu hal apa yang paling sering membuat mereka marah dan sedih selama proses KK berlangsung.

Sebanyak 5 orang (50%) PKK mengatakan bahwa mereka sulit untuk mengendalikan emosinya, karena sering salah paham dengan teman kuliah. Ketika merasa kesal, tanpa sadar PKK melampiaskan kekesalannya tersebut kepada AKK yang menanyakan kondisi PKK dengan cara tidak menghiraukan pertanyaan AKK atau tetap menjawab AKK dengan nada marah-marah. Hal ini menunjukkan bahwa mereka kurang mampu mengelola emosi secara tepat. Sebaliknya 5 orang (50%) PKK mengatakan bahwa mereka mampu untuk mengendalikan emosi mereka. Saat PKK berada di situasi yang tidak menyenangkan karena selisih pendapat dengan rekan sesama PKK, maka mereka mampu untuk menempatkan diri dalam KK tanpa terpengaruh dengan kejadian tidak menyenangkan yang dialami sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mampu untuk mengelola emosi secara tepat.

(41)

9

berlangsung dalam KK hingga menjadi PKK. Mereka juga memilih untuk jalan-jalan dengan teman-teman yang lain dibanding melaksanakan pembelajaran Alkitab dengan AKK. Sedangkan 6 orang (60%) PKK mengatakan bahwa mereka mampu dalam memanfaatkan emosi. Meskipun PKK sedang merasa sedih karena ada masalah dalam kuliahnya, tapi PKK tetap memutuskan untuk tetap mengadakan KK sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Dalam kondisi emosi seperti itu PKK tersebut mampu memanfaatkan emosinya, tidak larut di dalam kesedihannya, dan mampu untuk menjalankan tugasnya sebagai PKK.

Sebanyak 3 orang (30%) PKK kurang mampu berempati kepada AKK yang dibimbingnya. Mereka kurang peka terhadap apa yang sedang dialami AKK sehingga terkadang AKK merasa tidak nyaman ketika mengikuti KK. Terkadang PKK tahu apa yang sedang dirasakan oleh PKK-nya, tapi tidak tahu apa yang dapat dilakukan untuk membantu AKK tersebut. Bukan hanya AKK, terkadang PKK juga tidak mengetahui perasaan teman-teman sesama PKK yang lain, apakah mereka sedang merasa sedih atau marah. Sedangkan 7 orang (70%) PKK mampu berempati kepada AKK atau rekan PKK, mereka mengetahui perasaan AKK dan rekan PKK yang sedang memiliki masalah melalui ekspresi wajah dan nada bicaranya tanpa diberitahukan oleh orang tersebut.

(42)

10

AKK yang baru. Sedangkan 5 orang (50%) PKK mampu membina relasi dengan orang lain, khususnya dengan orang-orang di sekitar lingkungan KK. PKK mampu untuk menerima kehadiran AKK baru di sekitarnya dan dapat menerima perbedaan karakter yang terdapat pada AKK-nya.

Berdasarkan data di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai gambaran kecerdasan emosional pada mahasiswa yang menjadi Pemimpin Kelompok Kecil PMK di Universitas ’X’ kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui seperti apakah gambaran kecerdasan emosional pada mahasiswa yang menjadi Pemimpin Kelompok Kecil PMK di Universitas ’X’ kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kecerdasan emosional pada mahasiswa yang menjadi PKK PMK di universitas ’X’ kota Bandung.

(43)

11

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dengan memberikan sumbangan informasi bagi ilmu Psikologi.

b. Memberikan informasi sebagai rujukan bagi peneliti berikutnya mengenai kecerdasan emosional.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Memberikan informasi pada PKK sebagai bahan evaluasi diri agar menyadari kondisi kecerdasan emosionalnya. Hal ini merupakan sesuatu hal yang penting untuk menciptakan hubungan yang baik antara PKK dan orang lain disekitarnya.

b. Memberikan informasi bagi pengurus PMK, khususnya seksi KK, untuk menindaklanjuti hasil penelitian dalam pembuatan program-program pembinaan bagi PKK yang berkaitan dengan peningkatan kecerdasan emosional.

1.5 Kerangka Pemikiran

(44)

12

yang akan membentuk pola hidup, tanggung jawab dan komitmen-komitmen di kemudian hari (Hurlock, 1980). Untuk itu individu diharapkan mampu mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas yang baru.

Masuknya individu dalam suatu peran yang baru dimulai ketika individu memasuki bangku pendidikan yang lebih tinggi setelah sekolah lanjutan atas, yaitu perguruan tinggi. Sebagai mahasiswa individu akan mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Mahasiswa akan bertemu dengan orang-orang baru dan mulai menjalin relasi dengan mereka. Ketika mahasiswa ini menemui kenyamanan dalam relasi mereka, maka mereka mulai memutuskan untuk membentuk atau bergabung dalam suatu komunitas. Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh sebuah situs internet, komunitas diartikan sebagai sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama (www.wikipedia.com). Persamaan ini dapat ditemukan dalam hal minat, bakat, pola pikir, pendapat, hingga karakter.

(45)

13

seorang PKK bukan hanya membutuhkan kecerdasan kognitif, tapi juga membutuhkan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional dapat membantu PKK untuk mengenali AKK dan bagaimana menempatkan diri di antara AKK yang berbeda-beda dalam karakternya. Sehingga bukan saja hanya memberikan pengetahuan agama kepada AKK, tapi PKK juga dapat mengarahkan AKK dan menjadi teladan bagi AKK.

Goleman (2007) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan membina relasi dengan orang lain. Salovey (dalam Goleman, 2007) memperluas kemampuan atau kecerdasan emosional ke dalam 5 aspek, yaitu menyadari emosi diri, mengendalikan emosi, memanfaatkan emosi, memahami sesama atau empati serta mengolah hubungan dengan sesama. Kecerdasan emosional tidak dapat dinilai hanya dari satu aspek saja, melainkan dari lima aspek yang ”membangun” kecerdasan emosional tersebut.

(46)

14

kemampuannya untuk mengenal emosi orang lain atau biasa dikenal dengan istilah empati (Goleman, 2007)

Aspek yang kedua, yaitu mengendalikan emosi merupakan upaya yang dilakukan PKK untuk menangani perasaannya agar dapat terungkap dengan tepat. Ketika seorang PKK yang mengikuti KK terancam bahaya seperti diperlakukan tidak adil atau diremehkan oleh rekan sesama PKK yang lain dan pengurus PMK, maka wajar apabila PKK tersebut merasa kesal dan marah. Namun yang seringkali menjadi masalah adalah bagaimana dia bertindak dalam menanggapi perasaan kesal dan marahnya tersebut. Di sinilah diperlukan peran dari kemampuan mengendalikan emosi. PKK dikatakan mampu mengendalikan emosinya apabila dia dapat menerima kenyataan yang mengecewakan dan menerima kenyataan yang menyenangkan, mampu mengolah emosi dengan tepat sesuai dengan norma yang berlaku.

(47)

15

tindakan yang mereka ambil. Sedangkan PKK yang tidak mampu memanfaatkan emosi, tidak mempunyai tujuan, pesimis, mudah tertekan dan putus asa ketika menghadapi kesulitan atau kegagalan.

(48)

16

Aspek terakhir, yang kelima, yaitu membina relasi dengan sesama yaitu kemampuan PKK untuk terlibat dan menjalin hubungan dengan orang lain. PKK yang mampu membina relasi dengan sesama adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sehingga orang lain, terutama AKK serta rekan sesama PKK merasa nyaman ketika berada bersama-sama dengan PKK yang bersangkutan. Kemampuan dalam membina relasi ini juga berguna untuk memperluas pergaulan sehingga PKK dapat peduli terhadap sesama dan lingkungan, dapat bekerjasama dengan orang lain, serta mampu untuk memahami hubungan dengan sesama. PKK yang tidak mampu membina hubungan adalah saat diminta untuk rapat evaluasi selalu ribut dan membatasi pergaulan, baik di sekitar lingkungan KK maupun orang lain.

(49)

17

kepercayaan diri sebagai seorang PKK dalam menjalankan tugasnya serta dalam pergaulan mereka. Selain itu, PKK mampu untuk mengungkapkan pendapat di depan pengurus PMK dalam rapat evaluasi maupun kepada KK ketika kegiatan KK berlangsung. PKK mampu untuk menerima kehadiran orang baru dalam PMK maupun AKK yang baru (Goleman, 2007).

Sedangkan PKK dengan taraf kecerdasan emosional rendah, secara sosial terbatas dalam pergaulan, mudah takut atau gelisah ketika menghadapi persoalan menyangkut masalah dalam Kelompok Kecil, khusunya yang berhubungan dengan AKK. PKK kurang mampu untuk bertanggung jawab terhadap tugas mereka untuk membimbing AKK. Mereka kurang simpatik dan kurang hangat dalam membina hubungan dengan AKK, rekan sesama PKK serta pengurus PMK. Mereka tidak memiliki kepercayaan diri sebagai seorang PKK dalam menjalankan tugasnya serta dalam pergaulan mereka. PKK juga kurang mampu untuk mengungkapkan pendapat kepada KK ketika kegiatan KK berlangsung. PKK kurang mampu untuk menerima kehadiran orang baru dalam PMK maupun AKK yang baru.

(50)

18

diperoleh melalui belajar dan dapat berkembang sepanjang kehidupan sambil terus belajar dari pengalaman sendiri (Goleman, 2007).

Sebenarnya kondisi emosi setiap orang itu sudah tampak sejak seseorang itu lahir, yakni tampaknya bayi yang bersifat tenang namun ada juga yang sulit diatur dan tidak sabaran. Kondisi emosi itu ternyata dapat berubah dengan adanya pengaruh dari lingkungan sehingga tidak semua bayi yang tidak sabaran tersebut tidak mampu mengendalikan dirinya ketika ia memasuki masa kanak-kanak hingga dewasa. Di sinilah peran lingkungan dalam memberikan pelajaran-pelajaran emosi semasa kanak-kanak hingga dewasa, baik di rumah, sekolah, maupun di perguruan tinggi, yang dapat membentuk sirkuit emosi yang membuat seseorang itu cakap atau tidak dalam hal dasar-dasar kecerdasan emosional. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Goleman, 2007).

Adanya peranan lingkungan yang mencakup keluarga, dan teman sebaya terhadap kecerdasan emosional, maka kecerdasan emsoional ini dapat berkembang sejalan dengan proses belajar (Goleman, 2007). Proses belajar juga dapat dilakukan oleh PKK melalui KK. PKK belajar mengelola emosi ketika sedang mengikuti KK, di antaranya ketika sedang membimbing dan mengajar AKK. Ketika kondisi emosi PKK sedang dalam keadaan tidak baik namun ia akan belajar untuk tetap membimbing AKK dengan melaksanakan KK dan membuat AKK-nya tetap merasa nyaman dalam mengikuti KK.

(51)

19

biasa apabila dia akan kembali tinggal dengan orangtua mereka (Santrock, 2002). Demikian pula dengan PKK yang melewati sebuah proses untuk dapat hidup mandiri. Meskipun seorang PKK harus lepas dari orangtuanya dan hidup mandiri, tapi orangtua masih memiliki peran yang besar bagi PKK dalam pengambilan keputusan dan menuntun PKK dalam mengolah emosi mereka. PKK dibimbing untuk menelaah masalah yang sedang dihadapi, sehingga mereka dapat menemukan penyebab dari munculnya suatu masalah agar tidak mempengaruhi keadaan emosinya sehingga emosinya tersebut dapat diungkapkan dengan tepat. Orangtua yang memberikan feedback kepada PKK berupa pernyataan ataupun pertanyaan mengenai kondisi emosi PKK pada saat itu, membuat PKK belajar untuk mengenali emosi yang sedang dirasakannya. Selain itu, tingkah laku orangtua sering menjadi model bagi PKK dalam mengekspresikan emosi mereka, misalnya ekspresi emosi orangtua, sikap orangtua dalam menghadapi masalah, serta cara menyelesaikan masalah tersebut. Jika orangtua sedang marah dan mengekspresikan amarahnya secara agresif, seperti marah dengan kata-kata kasar atau membanting barang, maka PKK cenderung akan sulit juga untuk mengungkapkan emosi dengan tepat.

(52)

20

bahwa pembelajaran emosi bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orangtua secara langsung kepada anak-anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perasaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul antara suami dan istri.

Peran dari teman-teman sesama PKK serta AKK juga memberi pengaruh dalam membentuk kecerdasan emosional seorang dewasa awal. PKK yang menghabiskan sebagian besar waktunya bersama teman, maka kemampuan PKK dalam bersosialisasi dapat meningkat. Pengaruh positif dari teman adalah sebagai sarana bagi PKK untuk mengenal emosinya ketika menghadapi beragam situasi, bagaimana cara mengungkapkan emosi secara tepat, juga bagaimana cara belajar berinteraksi dengan bermacam-macam karakter orang. Dengan mendapatkan

feedback dari teman-teman sesama PKK berupa pertanyaan ataupun berupa

(53)

21

Selain menerima feedback dan sharing dengan teman sesama PKK dan AKK, PKK juga dapat menjadikan teman-temannya sebagai model dalam bertingkah laku. Hal ini juga yang disampaikan oleh Davis (1985, dalam Santrock, 2002) bahwa teman merupakan orang lain yang dianggap oleh seorang dewasa awal sebagai seseorang yang dipercaya, saling menolong, pengertian, dan terbuka.

(54)

22

Secara skematis paparan kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Skema 1.1 Skema Kerangka Pemikiran Pemimpin Kelompok Kecil

(PKK) PMK Universitas ’X’ Kota Bandung

Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence)

Tinggi

Rendah

1. Mengenali emosi diri 2. Mengendalikan emosi 3. Memanfaatkan emosi 4. Memahami sesama/empati 5. Membina relasi dengan sesama

(55)

23

1.6 Asumsi

a. PKK PMK di universitas ’X’ kota Bandung memiliki kecerdasan emosional yang berbeda-beda dengan tingkat tinggi sampai rendah, dalam aspeknya yaitu mengenali emosi diri, mengendalikan emosi, memanfaatkan emosi, memahami sesama/empati dan membina relasi dengan sesama.

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran kecerdasan emosional Pemimpin Kelompok Kecil (PKK) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) di universitas ‘X’ kota Bandung sebagai berikut:

1. Kecerdasan emosional PKK PMK di universitas ‘X’ kota Bandung memperlihatkan hasil 50% PKK dengan kecerdasan emosional yang tinggi dan sebesar 50% PKK dengan kecerdasan emosional yang rendah.

2. PKK dengan kecerdasan emosional tinggi memiliki kemampuan yang tinggi dalam kelima aspek kecerdasan emosional.

3. PKK dengan kecerdasan emosional rendah memiliki kemampuan yang rendah dalam kelima aspek.

(57)

63

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan ini, maka saran-saran yang dapat diberikan adalah:

1. Guna Laksana

a. Bagi PKK PMK di universitas ‘X’ kota Bandung, khususnya PKK memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, diharapkan dapat mempertahankan kemampuan mereka dari kelima aspek kecerdasan emosional. Bagi PKK yang memiliki kecerdasan emosional rendah, diharapkan lebih berusaha untuk meningkatkan kecerdasan emosional dengan mengikuti kegiatan pembinaan yang berhubungan dengan kecerdasan emosional dan mengaplikasikannya dalam kegiatan Kelompok Kecil (KK).

(58)

64

2. Penelitian Lanjut

a. Penelitian selanjutnya disarankan berupa pengaruh orangtua dan teman sebaya terhadap aspek-aspek kecerdasan emosional pada PKK PMK di universitas ‘X’ kota Bandung.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. USA: Allyn & Bacon.

Goleman, Daniel. 2007. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional Mengapa

EI lebih Penting daripada IQ. Diterjemahkan oleh T. Harmaya. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Santrock, John N. 2002. Life Span Development, 2nded. Dubuqu, Iowa; Wn.C, Brown Publisher.

Siegel, Sidney. 1992. Statistika Non Parametrik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

(60)

DAFTAR RUJUKAN

Skripsi Ayu Liedia Kang, Ga. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Kecerdasan

Emosional Pada Siswa-siswi yang Mengikuti Ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR) di SLTPN “X“ Ciamis. Bandung: Fakultas

Psikologi – Universitas Kristen Maranatha.

Skripsi Natalia Sindy. 2009. Studi Deskriptif Mengenai Kecerdasan Emosional

Pada Siswa-siswi yang Mengikuti Program Akselerasi di SMAK “X“ Bandung. Bandung: Fakultas Psikologi – Universitas Kristen Maranatha.

Sitepu, Nirwana S. K. 1995. Analisis Korelasi. Bandung: Unit Pelayanan Statistika FMIPA, Universitas Padjadjaran.

Goleman, Daniel. 1995. Aspek-aspek kecerdasan emosional dan penggolongan

emosi. Diterjemahkan oleh Drs. Paulus H. Prasetya, M.Si. Bandung:

Gambar

Tabel Tabulasi Silang
 Tabel 5.4 Kecerdasan
 Tabel 5.6 Kecerdasan
 Tabel 5.7 Kecerdasan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan hukum yang dilakukan oleh Uliartha Febriani (040508839), mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dengan judul “ Peran Lembaga

Jenis data di input ke dalam sel dengan format default yang akan ditampilkan berupa hh:mm:ss di mana “hh” adalah. jam (Hours), dan “mm” adalah menit (Minutes),serta “ss”

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, hidayah dan karuniaNya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan mengembangkan basis data evaluasi diri dosen dan mahasiswa jurusan PTBB yang sudah teruji secara

Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, bimbingan, pengendalian pengembangan teknis penyusunan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta didik kelas V Sekolah Dasar Negeri 17 Rabak dalam pembelajaran ilmu pengetahuan

Sedangkan unit yang digunakan dalam sistem penyaluran air limbah tersebut yaitu: proyeksi penduduk, debit air buangan, dimensi sumur pengumpul, dimensi pipa dan dimensi bak

Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang apa dan bagaimana yang terjadi di dalam kelas atau pada mahasiswa (fenomena yang muncul) dalam proses