ANALISIS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI SAMA N 8 YOGYAKARTA 2016
Hilaria Mitri
Universitas Sanata Dharma 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah guru sudah menyusun desain RPP mata pelajaran Ekonomi yang memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi; (2) apakah guru sudah menerapkan kegiatan pembelajaran yang mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi; dan (3) apakah pelaksanaan penilaian kelas (assesment) telah mengarah pada pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan model deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 80 siswa kelas X, XI MIPA dan IS serta guru Ekonomi kelas X, XI, dan XII. Data dikumpulkan menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) desain RPP yang disusun oleh kedua guru mata pelajaran Ekonomi tidak memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi; (2) kedua guru mata pelajaran Ekonomi dalam mengimplementasikan pembelajaran belum mengarah pada keterampilan berpikir tinggi; dan (3) pelaksanaan penilaian kelas (assesment) yang disusun oleh guru dinyatakan belum mengarah pada pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi.
THE ANALYSIS OF HIGHER ORDER THINKING SKILLS ON ECONOMIC SUBJECTS IN 8 PUBLIC SENIOR HIGH SCHOOL OF YOGYAKARTA 2016
Hilaria Mitri Sanata Dharma University
2016
The objectives of this study are: (1) to examine whether the teachers have already arranged the lesson plans the subjects of economics which indicates high level thinking skills; (2) whether the teachers have already implemented learning activities that lead the students to high level thinking skills; and (3) whether the implementation of assessments has led to the measurement of high level thinking skills.
This research is a qualitative descriptive model. Subjects of the study were eighty students of the tenth and eleventh class and all teachers of Economics. Data were collected by using observations, interviews, documentation and questionnaires.
The results of the study indicate that: (1) the Learning Plans arranged by the teacher in subject of Economics do not contain indicators of high level thinking skills; (2) The performance of learning done by the teachers in subject of economics do not lead the students to high level thinking skills; and (3) the implementation of assessments were prepared by teachers has not lead to the measurement of high level thinking skills.
i
ANALISIS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERPIKIR
TINGKAT TINGGI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI
SMA N 8 YOGYAKARTA
2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi
Oleh:
Hilaria Mitri
121324011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya yang senantiasa
menyertai setiap waktu
Untuk kedua orang tuaku bapak Heriyanto dan ibu Milka yang
selalu memotivasi, mencurahkan kasih sayang, dan dukungan
serta kesbaran dalam membimbingku.
Kakakku Devi Naomi Wulandari dan adikku Resi Meri Anjani
yang selalu memberikan semangat, doa, dan dukungan.
Kekasihku Nandhika Ridwan Firdaus yang selalu memberikan
semangat, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayang.
v MOTTO
Jika orang lain bisa kenapa saya tidak
TIADA KESUKSESAN TANPA DIBARENGI USAHA DAN DOA,
viii ABSTRAK
ANALISIS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI SAMA N 8
YOGYAKARTA 2016 Hilaria Mitri
Universitas Sanata Dharma 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah guru sudah menyusun desain RPP mata pelajaran Ekonomi yang memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi; (2) apakah guru sudah menerapkan kegiatan pembelajaran yang mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi; dan (3) apakah pelaksanaan penilaian kelas (assesment) telah mengarah pada pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan model deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 80 siswa kelas X, XI MIPA dan IS serta guru Ekonomi kelas X, XI, dan XII. Data dikumpulkan menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) desain RPP yang disusun oleh kedua guru mata pelajaran Ekonomi tidak memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi; (2) kedua guru mata pelajaran Ekonomi dalam mengimplementasikan pembelajaran belum mengarah pada keterampilan berpikir tinggi; dan (3) pelaksanaan penilaian kelas (assesment) yang disusun oleh guru dinyatakan belum mengarah pada pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi.
ix ABSTRACT
THE ANALYSIS OF HIGHER ORDER THINKING SKILLS ON ECONOMIC SUBJECTS IN 8 PUBLIC SENIOR HIGH SCHOOL OF
YOGYAKARTA 2016 Hilaria Mitri Sanata Dharma University
2016
The objectives of this study are: (1) to exame whether the teachers have arranged the learning plans in the subjects of economics includes indicators of higher order thinking skills; (2) whether the teachers already implementing learning activities that lead the students to higher order thinking skills; and (3) whether the implementation of assessments has lead to the measurement of higher order thinking skills.
This research is a qualitative descriptive model. Subjects of the study were eighty students of the tenth and eleven class and all the teachers of Economics. Data were collected by using observation, interviews, documentation and questionnaires.
The results of the study indicate that: (1) the Learning Plans arranged by the teacher in subjects of Economics are not contains with indicators of higher order thinking skills; (2) The performance of learning done by the teachers in subject of economics are not lead the students to higher order thinking skills; and (3) the implementation of assessments were prepared by teachers declared not lead to the measurement of higher order thinking skills.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “Analisis Pembelajaran Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di SMA N 8 Yogyakarta 2016”.
Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Selama proses penulisan skripsi ini penulis menyadari banyak pihak yang
telah membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Dra. Catharina Wigati Retno Astuti, M.Si., M.Ed. Selaku ketua Program
Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen yang
banyak memberikan masukan demi kelancaran penulisan skripsi.
3. Bapak Dr. Constantinus Teguh Dalyono, M.S. Selaku Dosen Pembimbing
atas segala kebaikan yang penuh kasih dan kesabaran dalam membimbing
dan mengarahkan dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Kurnia Martikasari, S.Pd.,M.Sc. Selaku dosen Pendidikan Ekonomi yang
dengan penuh kasih dan kesabaran memeberikan ilmu selama perkuliahan.
xi
6. Ibu Christina Kristiani selaku bagian sekretariat yang telah membantu segala
administrasi yang telah dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Munjid Nur Alamsyah, MM. selaku Kepala Sekolah SMA N 8
Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
8. Ibu Swinarni selaku Wakil Kepala Sekolah bagian Humas yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9. Ibu Dra. Sri Nurmeilani selaku guru mata pelajaran Ekonomi kelas XI dan
XII- MIPA SMA N 8 Yogyakarta atas kerjasama , bantuan, dan informasi
yang baik selama penulis melakukan penelitian.
10. Ibu Retno Handayani selaku guru mata pelajaran Ekonomi kelas X dan
XI- IIS SMA N 8 Yogyakarta atas kerjasama , bantuan, dan informasi yang
baik selama penulis melakukan penelitian.
11. Siswa kelas X dan kelas XI tahun ajaran 2016/2017 yang telah bersedia
membantu dalam proses observasi dan pengisian kuesioner.
12. Kedua orang tuaku Papa Heriyanto dan Mama Milka yang selalu mendukung
dalam doa, yang terus memberikan semangat, dorongan yang pnuh dngan
kasih dan kesabaran selama kuliah hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.
13. Kakakku Devi Naomi Wulandari dan adikku Resi Meri Anjani yang selalu
memberikan semangat, motivasi dan doa yang tulus selama perkuliahan dan
penulisan skripsi ini.
14. Kakak iparku Gregorius Pedi yang selalu memberikan semangat dan
xii
15. Keponakanku Petrus Christian Aprilo yang selalu memberi semangat dan
keceriaan.
16. Kekasihku Nandhika Ridwan Firdaus yang selalu memberikan doa, semangat,
kasih sayang, cinta dan dukungan serta motivasi selama perkuliahan hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
17. Orang tua keduaku ibu Titin Suprihatin dan Bapak Delyuzar Gafar yang
selalu mendoakan, memotivasi, dan memberikan kasih sayang kepada
penulis.
18. Sahabatku Sarniati Dapaole, Olivia, dan Harini Triana Silalahi yang selalu
memberikan dukungan, motivasi, keceriaan, semangat dan menemani penulis
dalam mengurus kelengkapan penulisan skripsi ini.
19. Temanku Albertus Bima Sulistya, Vidia Natalia Kusuma Ningtyas dan Yosep
Henri Wibisono yang turut membantu penulis.
20. Sahabat selama perkuliahan Sarniati Dapaole, Olivia, Harini Triana Silalahi,
Hesti Ratnaningrum, dan Riwan Sigalingging serta Robertus Andronikus.
21. Seluruh teman-teman Pendidikan Ekonomi angkatan 2012, atas kerjasama,
canda tawa, dan keceriaan selama proses perkuliahan.
22. Teman-temanku di asrama, Natalia Lun, Nani Julita, dan Oliyfie Bintang
xiv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………...... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
MOTTO... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii
F. Variabel, Definisi Operasional dan Indikator ……….. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10
A. Berpikir Tingkat Tinggi………... 10
B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………... 19
C. Kegiatan Pembelajaran………... 24
D. Pelaksanaan Penilaian Kelas (Assesment)……….. 45
E. Kerangka Berpikir... 52
BAB III METODE PENELITIAN………..... 55
xv
B. Tempat dan Waktu Penelitian………... 55
C. Subjek dan Objek Penelitian………... 56
D. Sasaran Penelitian………... 57
E. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel………... 57
F. Variabel dan Indikator Penelitian………... 59
G. Data Yang Dicari………... 61
H. Teknik Pengumpulan Data……….... 62
I. Tekniik Pengujian Instrumen………... 67
J. Teknik Analisis Data………... 72
BAB IV GAMBARAN UMUM SEKOLAH……….... 76
A. Deskripsi Lokasi……….... 76
B. Deskripsi Responden………... 79
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN………..... 83
A. Analisis Data………... 83
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………... 83
2. Implementasi Pembelajaran Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi…….. 87
3. Pelaksanaan Penilaian Kelas (Assesment)……….. 91
B. Pembahasan Hasil Penelitian………... 93
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………... 93
2. Implementasi Pembelajaran Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi…….. 98
3. Pelaksanaan Penilaian Kelas (Assesment)……….. 102
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………... 105
A. Kesimpulan………... 105
B. Keterbatasan Penelitian………... 108
C. Saran………... 109
DAFTAR PUSTAKA……….... 112
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner Persepsi Siswa………. 64
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Indikator Kegiatan Menganalisis... 69
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Indikator Kegiatan Mengevaluasi... 70
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Indikator Kegiatan Mencipta... 70
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen... 71
Tabel 3.6 Hasil Penilaian Persepsi Siswa... 74
Tabel 4.1 Daftar Rekapitulasi Siswa... 82
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 RPP Konsep dan Kebijakan Perdagangan Internasional………... 114
Lampiran 2 RPP Pasar dalam Perekonomian………... 120
Lampiran 3 Lembar Kuesioner Persepsi Siswa……… 123
Lampiran 4 Instrumen Observasi Aktivitas Guru di Kelas………. 126
Lampiran 5 Instrumen Analisis RPP...……… 127
Lampiran 6 Instrumen Analisis Kesesuian RPP dengan Permendikbud no. 103 tahun 2014... 128 Lampiran 7 Instrumen Analisis Kegiatan Penilaian Kelas (Assesment)……... 130
Lampiran 8 Lembar Pertanyaan Wawancara....……… 132
Lampiran 9 Lembar Soal UTS kelas XI MIPA……….... 138
Lampiran 10 Lembar Soal UTS kelas XI IIS …………...………. 144
Lampiran 11 Hasil Analisis RPP 1... 150
Lampiran 12 Hasil Analisis RPP 2...……….. 151
Lampiran 13 Hasil Observasi kelas X MIPA………... 152
Lampiran 14 Hasil Observasi kelas XI IIS... 153
Lampiran 15 Hasil Analisis Kegiatan Assesment kelas XI MIPA…... 154
Lampiran 16 Hasil Analisis Kegiatan Assesment kelas XI IIS... 157
Lampiran 17 Output Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 160
Lampiran 18 Lembar Kerja Siswa……… 168
Lampiran 19 Surat Ijin Penelitian... 174
Lampiran 20 RPP Satu Semester……….. 175 Lampiran 21 Kelompok Kata Kerja Operasional Indikator Untuk Aspek
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika
mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan.
Berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan
atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi
hasrat keingintahuan. Pendapat ini menunjukkan ketika seseorang
memutuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami
sesuatu, maka orang tersebut melakukan aktivitas berpikir (Heong dkk,
2011).
Kegiatan berpikir dibedakan menjadi dua jenjang, yaitu berpikir tingkat
tinggi atau Higher Order Thinking (HOT) dan berpikir tingkat rendah atau
Lower Order Thinking (LOT). Menurut (Heong, dkk 2011) kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara luas
untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini
menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan
sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan
jawaban dalam situasi yang baru. Berpikir tingkat tinggi adalah berpikir pada
tingkat lebih tinggi dari pada sekedar menghafal fakta atau mengatakan
sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu disampaikan.
Berbicara mengenai tahapan berpikir, maka taksonomi Bloom dianggap
beberapa jenis pembelajaran memerlukan proses kognisi yang lebih dari pada
yang lain, tetapi memiliki manfaat-manfaat lebih umum (Heong, dkk 2011).
Berlandaskan pada taksonomi Bloom tersebut, maka terdapat tiga aspek
dalam ranah kognitif yang menjadi bagian dari kemampuan berpikir tingkat
tinggi atau higher-order thinking. Ketiga aspek itu adalah aspek menganalisa
(C4), aspek mengevaluasi (C5) dan aspek mencipta (C6). Sedangkan tiga
aspek lain dalam ranah yang sama, yaitu aspek mengingat (C1), aspek
memahami (C2), dan aspek menerapkan (C3), masuk dalam bagian
intelektual berpikir tingkat rendah atau lower-order thinking.
Anderson dan Krathwohl merevisi taksonomi Bloom dari satu dimensi
menjadi dua dimensi, yaitu dimensi proses kognitif (cognitive process) dan
dimensi pengetahuan (types of knowledge). Dimensi proses kognitif
merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom. Anderson mengklasifikasikan
proses kognitif menjadi enam kategori, yaitu mengingat (remember),
memahami (understand), mengaplikasi (apply), menganalisis (analyze),
mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create). (Krathwohl & Andrerson,
2015).
Tema umum dalam pergerakan berpikir tingkat tinggi adalah
keterampilan berpikir yang melibatkan kemampuan mengambil keputusan
yang bernalar dalam situasi yang kompleks. Pergerakan ini menekankan pada
”knowing how” daripada ”knowing what”. Oleh karena itu, usaha membantu
individu memperoleh kemampuan tersebut membutuhkan kesadaran diri
tingkat tinggi dengan memanfaatkan metode dari pada peran sederhana
memorisasi dan pengajaran diktatik.
Dengan melihat kenyataan yang ada saat ini, begitu banyak lembaga
pendidikan dengan tenaga pendidik yang menerapkan model pembelajaran
hanya menitikberatkan pada kemampuan menghafal. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi sangat penting diterapkan dalam berbagai aspek pengetahuan,
lembaga pendidikan yang hanya menanamkan model pembelajaran pada
kemampuan menghafal akan menjadikan siswa terbiasa tidak kritis dan hanya
menerima materi tanpa mengkritisi materi yang diberikan. Sebagai akibatnya
kebiasaan siswa yang hanya menghafal materi tanpa tahu bagaimana
mengkritisinya akan terus berlajut hingga perguruan tinggi bahkan sampai
saat dimana siswa tersebut memasuki dunia kerja yang sesungguhnya.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat penting ditanamkan pada
siswa mengingat tantangan peningkatan mutu dalam berbagai aspek
kehidupan tidak dapat ditawar lagi. Pesatnya perkembangan iptek dan
tekanan globalisasi yang menghapuskan batas antarnegara, mempersyaratkan
setiap individu untuk mengerahkan pikiran dan seluruh potensi yang
dimilikinya untuk bisa tetap bertahan dan dapat memenangkan persaingan
dalam perebutan pemanfaatan kesempatan dalam berbagai sisi kehidupan.
Mengingat kebutuhan manusia yang terus meningkat sedangkan alat
pemuas kebutuhan semakin terbatas, maka perlu adanya peningkatan sikap
kompetitif secara sistematik dan berkelanjutan terhadap sumber daya manusia
diarahkan pada peningkatan kemampuan berpikir agar mampu berkompetisi
dalam persaingan global. Hal ini bisa tercapai jika pendidikan di sekolah
diarahkan tidak semata-mata pada kemampuan menghafal dan pemahaman
konsep-konsep ilmiah, tetapi juga pada peningkatan kemampuan dan
keterampilan beripikir siswa itu sendiri, khususnya keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Artinya, guru perlu mengajarkan siswanya keterampilan
berpikir tingkat tinggi.
Dalam proses pembentukan kemampuan berpikir tingkat tinggi, sebagai
pihak yang memiliki peran penting, maka sekolah harus mampu
mengembangkan komponen pembelajaran yang tidak hanya berorientasi pada
kemampuan menghafal guna mencapai nilai yang tinggi. Peran sekolah dalam
menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilakukan melalui
tahap perencanaan, pelaksanaan hingga tahap evaluasi yang berupa desain
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), kegiatan pembelajaran dan
pelaksanaan penilaian kelas (assesment).
Banyaknya lembaga pendidikan yang hanya berorientasi pada
pencapaian nilai, sebagai akibatnya mulai dari perencanaan pembelajaran,
kegiatan pembelajaran hingga pelaksanaan penilaian kelas (assesment) hanya
mengacu pada kemampuan menghafal guna memperoleh nilai yang tinggi,
sehingga kemampuan berpikir tingkat tinggi dari siswa itu sendiri tidak
diasah dan dikembangkan.
Sistem pendidikan yang demikian akan membuat siswa memiliki
semata-mata hanyalah nilai. Akibatnya banyak siswa yang melakukan
kecurangan hanya untuk mendapat hasil yang lebih baik dibandingkan
teman-temannya. Contoh kasus yang paling terlihat adalah pada saat Ujian Nasional
(UN). Selain banyak kecurangan yang dilakukan siswa dan pihak sekolah,
angka ketidaklulusanpun masih relatif tinggi. Bahkan pihak sekolah termasuk
guru, hampir sebagian besar hanya memikirkan bagaimana sekolahnya bisa
menjadi yang terbaik dalam hal prestasi nilai-nilai akademis saja, sehingga
melupakan pentingnya penanaman kemampuan berpikir tingkat tinggi, agar
kelak siswa dapat bersaing di dunia kerja yang kompleks. Saat ini tidak
begitu banyak sekolah yang mengedepankan proses dan kemampuan berpikir,
sehingga siswa yang dihasilkan adalah siswa yang memiliki prestasi tinggi
dengan kemampuan berpikir yang rendah.
SMA N 8 Yogyakarta, sebagai sekolah yang meraih predikat nilai
lulusan tertinggi pada mata pelajaran ekonomi tahun 2015, maka penting bagi
peneliti untuk memastikan bahwa nilai yang diperoleh siswa tidak hanya
berdasarkan kemampuan berpikir tingkat rendah yaitu berupa kemampuan
mengingat, memahami, dan mengaplikasikan yang mana hal ini
mengindikasikan bahwa sekolah hanya berorientasi pada pencapaian nilai.
Akan tetapi predikat yang diperoleh sungguh-sungguh telah mencerminkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi setiap siswanya.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan seluruh guru ekonomi dan
baik siswa kelas X maupun kelas XI sebagai subyek penelitian. Selain itu
dan pelaksanaan penilaian kelas atau assesment. Hal ini dilakukan guna
mengetahui implementasi pembelajaran seperti apa yang diterapkan oleh guru
di sekolah dan bagaimana persepsi siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran
yang diterapkan oleh guru. Dengan menganalisis ketiga aspek tersebut, akan
terlihat pembelajaran seperti apa yang diterapkan oleh guru di sekolah. Ketika
ketiga aspek pembelajaran tersebut memuat dan bersifat mengarahkan siswa
pada keterampilan berpikir tingkat tinggi maka dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa nilai UN tertinggi yang diperoleh siswa juga disertai
dengan kemampuan berpikir yang tinggi, demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, dengan melakukan penelitian mengenai keterampilan
berpikir tingkat tinggi diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru bagi
dunia pendidikan terutama bagi para pendidik agar tidak hanya berorientasi
pada strategi, model, dan metode pembelajaran yang hanya menanamkan
kemampuan menghafal. Kebiasaan tenaga pendidik yang hanya menerapkan
strategi, model, dan metode pembelajaran pada keterampilan menghafal harus
diubah dan diarahkan agar mampu menerapkan pembelajaran yang mengarah
pada proses kognitif yang mendorong dan meningkatkan kemampuan berpikir
setiap siswanya.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti perlu memberikan
batasan masalah. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas permasalahan yang
ingin diteliti serta agar lebih terfokus dan mendalam mengingat banyak
masalah yang ada. Peneliti memfokuskan variabel yang ingin diteliti yaitu:
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang tercermin dalam perumusan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kegiatan Pembelajaran dan
Pelaksanaan Penilaian Kelas (assesment). Selain itu fokus kegiatan penelitian
juga dibatasi pada tahap kemampuan guru dalam menciptakan pembelajaran
yang mengarah pada berpikir tingkat tinggi melalui desain RPP, pelaksanaan
ktivitas pembelajaran, dan pelaksanaan penilaian kelas (assesment).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian
sebagai berikut:
1. Apakah desain rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) SMA N 8
Yogyakarta memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi?
2. Apakah kegiatan pembelajaran di SMA N 8 Yogyakarta mengarah pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi?
3. Apakah pelaksanaan penilaian kelas (assesment) di SMA N 8 Yogyakarta
telah mengarah pada indikator pengukuran keterampilan berpikir tingkat
D. Tujuan Penelitian
Dengan melihat rumusan masalah diatas maka peneliti melakukan penelitian
dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis sejauh mana desain Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) SMA N 8 Yogyakarta memuat indikator
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2. Untuk menganalisis sejauh mana kegiatan pembelajaran di SMA N 8
Yogyakarta mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi.
3. Untuk menganalisis sejauh mana pelaksanaan penilaian kelas
(assesment) di SMA N 8 Yogyakarta telah menunjukkan indikator
pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi SMA N 8 Yogyakarta
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan menambah
informasi bagi guru, terutama guru mata pelajaran ekonomi agar dapat
merumuskan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), melakukan
kegiatan pembelajaran dan proses penilaian yang tidak hanya
menanamkan keterampilan menghafal, melainkan dapat membentuk
kemampuan berpikir tingkat tinggi pada setiap siswa.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
bacaan ilmiah bagi mahasiswa Universitas Sanata Dharma dan dapat
3. Bagi Penulis
Dengan melakukan penelitian ini penulis berharap dapat
memperluas cakupan wawasan yang ada dan menerapkan ilmu-ilmu
yang diperoleh selama perkuliahan.
F. Variabel, Definisi Operasional, dan Indikator 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
merupakan rencana pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai
suatu tujuan pembelajaran berupa keterampilan berpikir tingkat tinggi
yang mencakup kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta.
2. Kegiatan Pembelajaran
merupakan kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh guru dan siswa
dengan menjalin komunikasi edukatif dengan menggunakan metode
model dan teknik tertentu dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran
berupa keterampilan berpikir tingkat tinggi yang mencakup kemampuan
menganalisis, mengevaluasi dan mencipta secara efektif dan efisien.
3. Pelaksanaan Penilaian Kelas (assesment)
merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana keberhasilan pendidik dalam mentransfer pengetahuan
kepada siswa yang meliputi kemampuan menganalisis, mengevaluasi
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Berpikir Tingkat Tinggi 1. Pengertian
Kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai
penggunaan pikiran secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk
menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan
memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam
situasi baru (Heong, dkk, 2011). Berpikir tingkat tinggi adalah berpikir
pada tingkat lebih tinggi daripada sekedar menghafalkan fakta atau
mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu
disampaikan kepada kita. Wardana mengemukakan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas
mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yamg kompleks, reflektif
dan kreatif yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu
memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis,
dan evaluatif.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill –
HOTS) merupakan proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan
menyampaikan kembali informasi yang diketahui. Kemampuan berpikir
dan mentransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki
untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan
dan memecahkan masalah pada situasi baru.
Secara umum, terdapat beberapa aspek yang menunjukkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dimiliki oleh seseorang yaitu
kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, serta memecahkan masalah.
Arifin (2010:185) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah sebuah
proses terorganisasi yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti,
asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pemikiran orang lain.
Kemampuan berpikir kreatif yang disarikan dari Thomas, Thorne and
Small dari Center for Development and Learning menyatakan bahwa
berpikir kreatif meliputi mengkreasikan, menemukan, berimajinasi,
menduga, mendesain, mengajukan alternatif, menciptakan dan
menghasilkan sesuatu. Membentuk ide yang kreatif berarti muncul dengan
sesuatu yang tidak biasa, baru, atau memunculkan solusi atas suatu
masalah. Kemampuan seseorang untuk berpikir kreatif dapat ditunjukkan
melalui beberapa indikator, misalnya mampu mengusulkan ide baru,
mengajukan pertanyaan, berani bereksperimen dan merencanakan strategi.
Berpikir kritis dan kreatif digunakan dalam upaya memecahkan
masalah (problem solving). Kemampuan untuk memecahkan masalah yang
dimiliki seseorang dapat ditunjukkan melalui beberapa indikator, misalnya
mampu mengidentifikasi masalah, memiliki rasa ingin tahu, bekerja secara
tinggi baik itu kemampuan berpikir kritis, kreatif serta kemampuan
pemecahan masalah yang dimiliki oleh seseorang tidak dapat dimiliki
secara langsung melainkan diperoleh melalui latihan.
Secara lebih lanjut, (Arikunto:2014) juga menyatakan bahwa ada
delapan aspek yang berasosiasi dengan berpikir tingkat tinggi, yaitu:
a. Tidak ada seorangpun yang dapat berpikir sempurna atau tidak dapat
berpikir sepanjang waktu;
b. Mengingat sesuatu tidak sama dengan berpikir tentang sesuatu itu;
c. Mengingat sesuatu dapat dilakukan tanpa memahaminya;
d. Berpikir dapat diwujudkan dalam kata dan gambar;
e. Terdapat tiga tipe intelegensi dan berpikir yaitu analitis, kreatif dan
praktis;
f. Ketiga intelegensi dan cara berpikir tersebut berguna dalam
kehidupan sehari-hari;
g. Keterampilan berpikir dapat ditingkatkan dengan memahami proses
yang terlibat dalam berpikir;
h. Metakognisi adalah bagian berpikir tingkat tinggi.
Berpikir Tingkat Tinggi terjadi ketika seseorang mengambil
informasi baru dan informasi yang tersimpan dalam memori dan saling
terhubungkan atau menata kembali dan memperluas informasi ini untuk
mencapai tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin dalam situasi
2. Landasan Berpikir Tingkat Tinggi
Berbicara mengenai kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka
taksonomi Bloom dapat digunakan sebagai landasan utama. Kemampuan
berpikir tingkat tinggi pertama kali dimunculkan pada tahun 1990 lalu
kemudian direvisi oleh Anderson dan Krathwohl agar lebih relevan
digunakan oleh dunia pendidikan abad ke-21. Kemampuan berpikir tingkat
tinggi yang dikemukakan oleh Bloom menggunakan kata benda yaitu:
Pengetahuan, Pemahaman, Terapan, Analisis, Sintesis, Evaluasi.
Sedangkan dimensi kognitif setelah direvisi diubah menjadi kata kerja
yakni: Mengingat, Memahami, Menerapkan, Menganalisis, Mengevaluasi,
dan Mencipta.
Dalam taksonomi Bloom yang kemudian direvisi oleh Anderson dan
Krathwohl, terdapat tiga aspek dalam ranah kognitif yang menjadi bagian
dari kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking. Ketiga
aspek itu adalah aspek analisa, aspek evaluasi dan aspek mencipta.
Sedangkan tiga aspek lain dalam ranah yang sama, yaitu aspek mengingat,
aspek memahami, dan aspek aplikasi, masuk dalam bagian intelektual
berpikir tingkat rendah atau lower-order thinking.
Fenomena pendidikan dewasa ini yang lebih sering menekankan
tujuan pendidikan pada proses kognitif „Mengingat‟ dan kurang
memperhatikan proses-proses kognitif yang lebih kompleks (Anderson dan
Krathwohl, 2015:98). Ada begitu banyak tujuan pendidikan, dua dari
mentransfer (Anderson dan Krathwohl, 2015: 94). Meretensi adalah
kemampuan untuk mengingat materi pelajaran sampai jangka waktu
tertentu sama seperti materi yang diajarkan. Sedangngkan mentransfer
adalah kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipelajari guna
menyelesaikan masalah-masalah baru atau memudahkan proses
mempelajari materi pelajaran baru yang kemudian dapat dikatakan sebagai
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Tujuan-tujuan pendidikan yang menumbuhkan kemampan untuk
mengingat cukup mudah dirumuskan, akan tetapi tujuan pendidikan yang
menanaman kemampuan mentransfer lebih sulit dirumuskan, diajarkan,
dan diakses (Anderson, 2015:96). Tujuan pendidikan yang paling penting
dirumuskan adalah menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada
siswa, sehingga siswa tidak hanya mampu menghafal dan mengingat
materi pembelajaran melainkan mampu memecahkan masalah dengan
berpedoman pada materi pembelajaran yang telah didapatkan.
3. Kategori-Kategori dalam Dimensi Proses Kognitif Berpikir Tingkat Tinggi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa terdapat tiga
dimensi kognitif pada taksonomi Bloom yang direvisi oleh Anderson dan
Krathwohl yang masuk sebagai indikator kemampuan berpikir tingkat
tinggi yakni: Menganalisis, Mengevaluasi dan Mencipta. Sedangkan ketiga
proses kognitif dalam ranah yang sama yakni kemampuan mengingat,
berada pada tingkat rendah. Masing-masing indikator akan dijelaskan satu
persatu sebagai berikut:
a. Mengingat
Proses mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan
dari memori jangka panjang. Tujuan dari pembelajaran dengan
menanamkan kemampuan mengingat adalah untuk menumbuhkan
kemampuan meretensi materi pelajaran sama seperti materi diajarkan.
Kategori proses meningat ini meliputi proses-proses kognitif yang
mencakup:
1) Mengenali merupakan proses menempatkan pengetahuan dalam
memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut.
2) Mengingat Kembali merupakan proses mengambil pengetahuan
yang relevan dari memori jangka panjang.
b. Memahami
Merupakan proses mengkonstruksi makna dari materi
pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar
oleh guru. Kategori proses memahami ini meliputi proses-proses
kognitif yang mencakup:
1) Menafsirkan merupakan proses mengubah suatu bentuk gambaran.
2) Mencontohkan merupakan proses menemukan contoh atau ilustrasi
tentang konsep atau prinsip.
3) Mengklafikasikan merupakan proses menentuan sesuatu dalam satu
4) Merangkum merupakan proses mengabstraksikan tema umum atau
poin pokok.
5) Menyimpulkan merupakan proses membuat ksimpulan yang logis
dari informasi yang diterima.
6) Membandingkan merupakan proses menentukan hubungan antara
dua ide, dua objek dan semacamnya.
7) Menjelaskan merupakan proses membuat model sebab-akibat
dalam sebuah sistem.
c. Mengaplikasikan
Merupakan kegiatan menerapkan atau mengguakan suatu prosedur
dalam keadaan tertentu. Kategori proses mengaplikasi ini meliputi
proses-proses kognitif yang mencakup:
1) Mengeksekusi merupakan kegiatan menerapkan suatu prosedur
pada tugas yang familier.
2) Mengimplementasikan merupakan kegiatan menerapkan suatu
prosedur pada tugas yang tidak familier.
d. Menganalisis
Menganalisis melibatkan proses memecah-mecahkan materi jadi
bagian-bagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antar
bagian-bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori proses
menganalisis ini meliputi proses-proses kognitif membedakan,
mengorganisasi, dan mengatribusikan. Tujuan-tujuan pendidikan yang
1) Membedakan
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan membedakan
bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak relevan,
bagian yang penting dari yang tidak penting.
2) Mengorganisasikan
Menentukan cara untuk menata atau merangkai potongan-potongan
informasi penting yang telah didapatkan. Proses
mengorganisasikan terjadi ketika siswa membangun
hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren antar potongan informasi.
3) Mengatribusikan
Menentukan tujuan dibalik informasi yang telah didapatkan. Proses
mengatribusikan terjadi ketika siswa dapat menentukan sudut
pandang, pendapat, nilai, atau tujuan dibalik komunikasi.
e. Mengevaluasi
Didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasar kriteria dan
standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas,
efektivitas, efisiensi dan konsistensi. Masing-masing dari kriteria
tersebut ditentukan oleh siswa. Standar yang digunakan bisa bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Kategori mengevaluasi mencakup
proses-proses kognitif memeriksa keputusan-keputusan yang diambil
berdasarkan kriteria internal dan mengkritik keputusan-keputsan yang
1) Memeriksa
Melibatkan proses menguji inkonsistensi atau kesalahan internal
dalam suatu operasi atau produk. Proses memeriksa terjadi ketika
siswa menguji apakah suatu kesimpulan sesuai dengan
premis-premisnya atau tidak, apakah data-data yang diperoleh mendukung
atau menolak hipoteis atau apakah masing-masing materi pelajaran
berisikan bagian-bagian yang saling bertentangan.
2) Mengkritik
Mengkritik melibatkan proses penilaian suatu produk atau proses
berdasarkan kriteria eksternal. Dalam mengkritik, siswa mencari
ciri-ciri positif atau negatif dari suatu produk dan membuat
keputusan berdasarkan ciri-ciri yang telah ditemukan. Kegiatan
mengkritik adalah inti dari yang kita kenal sebagai berpikir kritis.
f. Mencipta
Merupakan suatu kegiatan yang melibatkan proses menyususn
beberapa elemen menjadi sebuah keseluruhan yang koheren atau
fungsional. Tujuan yang diklasifikasikan dalam proses mencipta
menuntut siswa untuk membuat suatu produk baru dengan
mereorganisasikan elemen atau atau bagian jadi suatu pola atau
struktur yang belum pernah ada sebelumnya. Untuk mencapai tujuan
ini, banyak siswa yang menciptakan dalam artian menyintesiskan
mencipta (kreatif) dapat dibagi ke dalam tiga proses kognitif sebagai
berikut:
1) Merumuskan
Merupakan tahap divergen dimana siswa memikirkan berbagai
solusi ketika siswa berusaha memahami tugas.
2) Merencanakan
Merupakan tahap dimana siswa berpikir konvergen, siswa
merencanakan berbagai metode dan solusi lalu kemudian
mengubahnya menjadi suatu rencana aksi.
3) Memproduksi
Ketika siswa mulai melaksanakan rencana dengan
mengkonstuksikan solusi.
B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1. Hakikat RPP
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan rencana yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah.
RPP dikembangkan secara rinci mengacu pada silabus, buku teks pelajaran
dan buku panduan guru. RPP mencakup: (1) identitas sekolah/madrasah,
mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD,
indikator pencapaian kompetensi; (4) materi pelajaran; (5) kegiatan
pembelajaran; (6) penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar.
Menurut Anderson dan Krathwohl, hal utama yang perlu
diperhatikan ketika merumuskan Rencana Kegiatan Pembelajaran (RPP)
adalah bagaimana rencana dan pelaksanaan pembelajaran yang dapat
menghasilkan level belajar yang tinggi bagi setiap siswa dan apa yang
perlu dipelajari siswa di sekolah dalam waktu yang terbatas (Anderson dan
Krathwohl, 2015:350:66).
RPP merupakan gambaran pelaksanaan pembelajaran yang utuh, di
dalam RPP memuat keseluruhan perencanaan pembelajaran yang akan
dilakukan di kelas. Didalamnya memuat alokasi waktu, materi
pembelajaran, langkah pembelajaran hingga metode pembelajaran yang
digunakan pada setiap pertemuan. Merumuskan RPP secara benar sedikit
banyak menggambarkan pelaksanaan pembelajaran yang nantinya
diharapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Dalam
praktek pendidikan, memang rumusan RPP yang baik dan benar belum
tentu menjamin keberhasilan pencapaian tujuan secara utuh. Untuk
mencapai tujuan diperlukan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan proses
pelaksanaan penilaian kelas (assesment) yang sunguh-sungguh
mencerminkan tujuan pembelajaran itu sendiri. Karakteristik Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
Sebagaimana yang dirumuskan dalam permendikbud (Permendikbud
No 103, 2014) pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan berbasis aktivitas
a. Interaktif dan inspiratif;
b. Menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif;
c. Kontekstual dan kolaboratif;
d. Memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian peserta didik;
e. Sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
Merumuskan RPP yang baik cukup sulit, komponen-komponen
pembelajaran yang disusun sebisa mungkin dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. RPP yang baik tidak hanya mendorong kemampuan berpikir
siswa pada level rendah, melainkan harus mengarahkan siswa pada
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Perumusan RPP yang mengarah pada kemampuan berpikir tingkat
tinggi atau tidak akan terlihat pada perumusan tujuan. Dengan
berlandaskan pada taksonomi Bloom, sebagaimana yang menjadi indikator
kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah ranah kognitif yang berada pada
tingkatan kemampuan menganalisis, mengevalusi dan mencipta maka
rumusan tujuan harus memuat proses kognitif berupa:
a. Menganalisis
Memuat proses kognitif sebagai berikut: membedakan,
mengorganisasi, mengatribusikan.
Memuat proses kognitif sebagai berikut: memeriksa dan mengkritik.
c. Mencipta
Memuat proses kognitif sebagai berikut: merumuskan, merencanakan,
dan memproduksi (Anderson dan Krathwohl, 2015:101-102)
Dengan merumuskan tujuan pembelajaran sebagaimana yang
dipaparkan tersebut, maka kegiatan pembelajaran yang dilakukan akan
membentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagaimana yang menjadi
tujuan dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
2. Desain Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP
dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran
peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap
pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan
(Permendikbud No 103 tahun 2014). Komponen dan sistematika RPP
berdasarkan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014
Komponen RPP secara operasional diwujudkan dalam bentuk
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
C. Indikator Pencapaian Kompetensi*) 1. Indikator KD pada KI-1
2. Indikator KD pada KI-2 3. Indikator KD pada KI-3 4. Indikator KD pada KI-4
D. Materi Pembelajaran (dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru, sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, konteks pembelajaran dari lingkungan sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial)
E. Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan Pertama: (...JP)
3. Pertemuan seterusnya.
F. Penilaian, Pembelajaran Remedial dan Pengayaan 1. Teknik penilaian
2. Instrumen penilaian a. Pertemuan Pertama b. Pertemuan Kedua c. Pertemuan seterusnya
3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan Pembelajaran remedial dilakukan segera setelah kegiatan penilaian.
G. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar 1. Media/alat
2. Bahan
3. Sumber Belajar
C. Kegiatan Pembelajaran
Selain pengembangan RPP, adapun faktor lain yang perlu diperhatikan
oleh pihak sekolah dalam upaya menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi adalah komeptensi mengajar yang dimiliki oleh guru. Kompetensi
mengajar guru akan tercermin melalui kegiatan pembelajaran yang terlaksana.
Untuk menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka sebagai
“ujung tombak” guru harus mampu menerapkan baik pendekatan, strategi,
model, maupun metode pembelajaran yang mengacu pada proses kognitif dari
masing-masing indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi itu sendiri.
Selain itu, guru harus melaksanakan kegiatan pembelajaran yang
berpusat pada siswa serta mampu menggali potensi dan mengarahkan siswa
kepada kemampuan berpikir tingkat tinggi, yang artinya pendidik tidak hanya
menanamkan kemampuan menghafal pada siswa guna memperoleh nilai yang
1. Pengertian
Kegiatan Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung
serangkaian kegiatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik
yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Arikunto (2014:113) pembelajaran adalah proses berlangsungnya
kegiatan belajar dan membelajarkan siswa di kelas. Pelaksanaan
pembelajaran adalah interaksi guru dan siswa dalam rangka
menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dari definisi tersebut diketahui bahwa dalam proses
pembelajaran terdapat beberapa unsur diantaranya adalah pembelajaran
sebagai sebuah proses yang bertujuan untuk membelajarkan siswa di
dalam kelas. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi yang
bersifat edukatif antara guru dengan siswa. Kegiatan yang dilaksanakan
tersebut bermuara pada satu tujuan yaitu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pandangan lain yang sejalan dengan hal tersebut adalah yang
dikemukakan oleh Arifin (2010:210) bahwa pelaksanaan pembelajaran
adalah pelaksanaan strategi-strategi yang telah dirancang untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Strategi, pendekatan, prinsip-prinsip dari metode
pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran yang efektif
dan efisien.
Berdasarkan kedua batasan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa
oleh guru dengan siswa dengan menjalin komunikasi edukatif dengan
menggunakan strategi-strategi, pendekatan, prinsip dan metode tertentu
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien
berdasarkan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Oleh karena itu,
kegiatan pembelajaran harus dilaksanakan dengan baik dan optimal
sehingga tujuan-tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik dan
optimal pula.
Efektivitas pembelajaran dapat tercapai sangat tergantung dari
kemampuan guru untuk mencapai keberhasilan proses pembelajaran
tersebut. Dalam pembelajaran di sekolah, terdapat proses belajar, yaitu
proses terjadinya perubahan pengetahuan, sikap, informasi, kemampuan
dan keterampilan yang sifatnya permanen melalui pengalaman.
Selain unsur interaksi, transfer pengetahuan dan sikap, secara umum
kegiatan pembelajaran terdiri atas kegiatan mengajar yang dilakukan oleh
guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Jika ditinjau dari segi
etimologisnya, ”belajar” berasal dari kata “ajar” yang berarti memberi
pelajaran. Jadi, belajar adalah upaya untuk mendapatkan suatu perubahan.
Secara khusus pengertian belajar dikemukakan oleh Slameto (2003:231)
yaitu: Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Definisi tersebut mengandung pemahaman bahwa belajar
sekaligus terjadi suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
proses belajar tersebut. Selain pandangan Slameto, pandangan lain
dikemukakan oleh Arikunto (2014:142), bahwa belajar adalah „berubah
yang berarti bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dari tidak tahu
menjadi tahu, dan lebih khusus adalah berubah terhadap tingkah laku.
Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka belajar dapat diartikan
sebagai suatu aktivitas individu yang berkelanjutan melalui kegiatan dan
pengalaman sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang menyebabkan
terjadinya perubahan pada individu, baik sikap maupun prilakunya.
Perubahan tersebut dapat berupa perubahan pengetahuan, kemahiran,
keterampilan, kepribadian, sikap, kebiasaan yang akhirnya mampu untuk
melaksanakan tugas atau kerja tertentu dengan baik.
Menurut Arifin (2010:211) belajar jika ditinjau dari aspek hukum
pertautan adalah “hubungan antara perangsang dan reaksi tingkah laku.
Dengan demikian, maka proses belajar adalah merupakan suatu proses
dimana terjadi suatu rangsangan dari seseorang yang akan ditanggapi
berupa reaksi terhadap rangsangan tersebut berupa tingkah laku yang akan
berubah sedemikian rupa sesuai dengan perubahan rangsangan yang
diperolehnya. Jadi, proses belajar merupakan proses asosiasi atau
hubungan dan pertautan antara ransangan dan respon dari seseorang
kepada orang lain yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan. Dengan
demikian, maka hasil dari belajar itu adalah perubahan yang terjadi dari
2. Konsep
Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan
pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi
antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin
lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan,
dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk
bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup
umat manusia. Keluarga merupakan tempat pertama bersemainya bibit
sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.
Oleh karena itu, peran keluarga tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh
sekolah.
Sekolah merupakan tempat kedua pendidikan peserta didik yang
dilakukan melalui program intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler dilaksanakan melalui mata
pelajaran. Kegiatan kokurikuler dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan
di luar sekolah yang terkait langsung dengan mata pelajaran, misalnya
tugas individu, tugas kelompok, dan pekerjaan rumah berbentuk proyek
atau bentuk lainnya. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan
melalui berbagai kegiatan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung
dengan mata pelajaran, misalnya kepramukaan, palang merah remaja,
pendidikan yang jenisnya beragam dan pada umumnya sulit diselaraskan
antara satu sama lain, misalnya media massa, bisnis dan industri,
organisasi kemasyarakatan, dan lembaga keagamaan. Untuk itu para
tokoh masyarakat tersebut semestinya saling koordinasi dan sinkronisasi
dalam memainkan perannya untuk mendukung proses pembelajaran.
Singkatnya, keterjalinan, keterpaduan, dan konsistensi antara keluarga,
sekolah, dan masyarakat harus diupayakan dan diperjuangkan secara
terus menerus karena tripusat pendidikan tersebut sekaligus menjadi
sumber belajar yang saling menunjang. Sekolah merupakan bagian dari
masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana di mana
peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat
dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar. Peserta didik
mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi, di sekolah, keluarga, dan
masyarakat. Proses tersebut berlangsung melalui kegiatan tatap muka di
kelas, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri. Terkait dengan hal
tersebut, maka pembelajaran ditujukan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga
negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, serta
mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara,
dan berperadaban dunia. Peserta didik adalah subjek yang memiliki
kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan
dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk
mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benarbenar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu
didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala
sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya
(Permendikbud No.103 tahun 2014).
3. Prinsip
Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen
kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip sebagai
berikut (Permendigbud No.103 tahun 2014):
1. Peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu;
2. Peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar;
3. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah;
4. Pembelajaran berbasis kompetensi;
5. Pembelajaran terpadu;
6. Pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki
kebenaran multi dimensi;
7. Pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif;
8. Peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara
hard skills dan soft-skills;
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun
karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran (tut wuri handayani);
11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di
masyarakat;
12. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran;
13. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta
didik; dan
14. Suasana belajar menyenangkan dan menantang.
4. Lingkup
Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan
saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan. Pendekatan saintifik
dapat mengguna kan beberapa strategi seperti pembelajaran kontekstual.
Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memiliki
nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning,
project-based learning, problem-based learning, inquiry learning.
Kurikulum 2013 menggunakan modus pembelajaran langsung (direct
instructional) dan tidak langsung (indirect instructional). Pembelajaran
langsung adalah pembelajaran yang mengembangkan pengetahuan,
kemampuan berpikir dan keterampilan menggunakan pengetahuan peserta
didik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang
melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
Pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan
langsung, yang disebut dengan dampak pembelajaran (instructional
effect). Pembelajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang terjadi
selama proses pembelajaran langsung yang dikondisikan menghasilkan
dampak pengiring atau nurturant effect. Pembelajaran tidak langsung
berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap yang terkandung dalam
KI-1 dan KI-2. Hal ini berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan
sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata
pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti serta Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan. Pengembangan nilai dan sikap sebagai proses
pengembangan moral dan perilaku, dilakukan oleh seluruh mata pelajaran
dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat.
Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua
kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler baik yang terjadi
di kelas, sekolah, dan masyarakat (luar sekolah) dalam rangka
mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan nilai dan sikap
(Permendigbud No.103 tahun 2014).
5. Masalah dalam Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Banyaknya tenaga pendidik yang menerapkan kegiatan pembelajaran
yang lebih menekankan pada kemampuan menghafal. Metode
berpikir setiap siswa. Banyaknya guru yang lebih menekankan pada
kemampuan mencapai nilai yang tinggi, menjadikan penanaman
keterampilan berpikir tidak terlalu diperhatikan.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses berpikir yang
tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali inforamsi yang
diketahui. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan
menghubungkan, memanipulasi, dan menstransformasi pengetahuan serta
pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif
dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada
situasi yang baru dan itu semua tidak dapat dilepaskan dari kehidupan
sehari-hari.
Dengan melihat pemamparan diatas, maka jelas perolehan nilai
tinggi yang dicapai oleh seorang siswa tidak serta merta mengindikasikan
bahwa siswa tersebut memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, yakni penelitian pada bidang
studi matematika memang telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan hasil
belajar kognitif (Deh-ghani, 2011; Surachman, 2010), akan tetapi hal ini
tidak dapat disetarakan dengan hasil pembelajaran pada bidang studi
ekonomi yang pada dasarnya banyak mengadung teori yang notabene tidak
terlalu sulit dalam proses penghafalannya. Sedangkan apabila berkaca
jelas hal tersebut sedikit banyak menunjukan sejauh mana kemampuan
berpikirnya.
Waktu pelaksanaan seringkali menjadi kesulitan dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekolah. Materi yang perlu
dipelajari siswa di sekolah dalam waktu yang terbatas dan bagaimana
pelaksanaan pembelajaran yang dapat mendorong level belajar yang tinggi
bagi setiap siswa.
Dengan melihat masalah diatas, maka disadari benar bahwa waktu
yang dimiliki oleh seorang pendidik untuk mentransfer materi
pembelajaran kepada siswa tidaklah banyak, selain itu tingkat pemahaman
dan daya tangkap masing-masing siswa yang berbeda-beda semakin
menyulitkan pencapaian tujuan pembelajaran secara merata bagi setiap
siswa.
Menurut Anderson dan Krathwohl (2015:351) hal yang perlu
diperhatikan oleh seorang pendidik agar dapat menyelesaikan masalah
tersebut adalah menyadari benar bahwa transfer dan retensi merupakan
tujuan pembelajaran yang penting. Proses-proses kognitif yang lebih
kompleks ditransfer dari dimana konteks itu dipelajari ke konteks lainnya.
Ketika siswa telah mengembangkan proses-proses kognitif tersebut,
proses-proses kognitif yang telah diterima akan disimpan dalam memori
jangka panjang. Proses-proses kognitif tersebut juga dapat digunakan
sebagai aktivitas untuk memudahkan pencapaian tujuan pendidikan berupa
Sebagaimana halnya proses kognitif yang berbeda-beda, demikian
pula halnya dengan pengetahuan yang juga berbeda-beda. Pengetahuan
dan proses konitif menentukan apa yang dipelajari oleh siswa. Pemilihan
proses kognitif biasanya menentukan jenis pengetahuan yang akan
diajarkan demikian pula sebaliknya.
Selain itu, dengan memahami masing jenis-jenis pengetahuan dan
berbagai pasangan proses kognitifnya, maka guru akan dapat
melaksanakan kegiatan pembelajaran secara lebih efektif.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi perlu diajarkan oleh guru
melalui pendekatan, strategi, dan model pembelajaran yang dapat
merangsang cara berpikir siswa.
a. Pendekatan
Merupakan suatu rangkaian tindakan terpola atau terorganisir
berdasarkan prinsip-prinsip tertentu (Arikunto:2014). Yang terarah
secara sistematis dengan maksut agar pada tujuan-tujuan yang hendak
dicapai, yang dalam hal ini adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Dengan demikian, pola tindakan tersebut dibangun diatas
prinsip-prinsip yang telah dibuktikan kebenarannya, sehingga
tindakan-tindakan yang diorganisisr tersebut dapat berjalan secara konsisten
kearah ketercapaian tujuan yang diinginkan.
b. Strategi
Strategi dapat diartikan sebagai perpaduan secara keseluruhan dan
bahan-bahan yang dipilih untuk mencapai tujuan. strategi merupakan pola
umum perbuatan guru dan siswa di dalam perwujudan kegiatan belajar
mengajar. Hal itu dapat diartikan bahwa interaksi belajar mengajar
berlangsung dalam suatu pola yang digunakan bersama oleh guru dan
siswa (Arikunto:2014).
Hasil deskripsi di atas dapat dirumuskan sebagai suatu pola umum
pembelajaran dimana subjeknya adalah siswa yang belajar berdasarkan
prinsip-prinsip pendidikan, psikologi, didaktik, dan komunikasi
dengan mengintegrasikan struktur/urutan-urutan/langkah-langkah
pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga,
pengelolaan kelas, evaluasi, dan waktu yang diperlukan agar siswa
sebagai pembelajar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif
dan efisien.
Dalam dunia pendidikan, dikenal beberapa strategi pembelajaran
yang dapat diterapkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Ada
beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran
guna meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi pada siswa, ini
artinya bahwa tidak semua strategi pembelajaran dapat diterapkan pada
kegiatan pembelajaran dengan tujuan menumbuhkan keterampilan
berpikir tingkat tingi pada siswa. Secara lebih lanjut (Arikunto:2014)
mengemukakan jenis-jenis strategi pembelajaran adalah sebagai
1) Strategi Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian
materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa
dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran
secara optimal.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari
pendekatan pembelajran yang berorientasi kepada guru, dikatakan
demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang
sangat penting atau dominan.
Dalam sistem ini guru menyajikan dalam bentuk yang telah
dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingga anak
didik tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan
teratur. Metode pembelajaran yang tepat menggambarkan strategi
ini adalah:
a) Metode Ceramah
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara
lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar
untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah
yang relatif besar. Jadi ini sesuai dengan pengertian dan
maksud dari Strategi Ekspositori tersebut, dimana strategi ini