• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAGIAN IV ANALISA DAN PEMBAHASAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAGIAN IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 . Tinjauan Etis Poda Tohonan Pendeta

Berdasarkan dari keseluruhan penelitian yang telah penulis lakukan, penulis menganalisa bahwa pentingnya etika yang dimiliki seorang pendeta dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan Poda Tohonan (amanat tahbisan) yang diembannya. Analisa yang dilakukan oleh penulis bahwa seorang pelayan atau pendeta harus melakukan kewajiban-kewajiban moral yang harus dipatuhi dan yang sesuai dengan norma-norma atau etika pelayanan. Pelayan atau pendeta harus melakukan kewajiban-kewajiban moral yang harus dipatuhi dan sesuai dengan norma-norma atau etika pelayan di dalam hal ini ialah pendeta harus memiliki perilaku yang baik, serta memiliki moral yang baik di dalam melaksanakan tugas pelayanannya, pendeta memiliki integritas seperti jujur dan tulus dalam menjalankan tugasnya terhadap jemaat, dan pendeta atau pelayan harus menjauhkan diri dari setiap pelanggaran yang tidak baik di dalam berjemaat.1 Menjadi seorang pendeta harus memiliki etika pelayan yang bertumpu pada pemahaman yang baik dan benar yaitu menjadi hamba Allah.2 Harus dapat disadari bahwa menjadi seorang pendeta harus mampu untuk mendahulukan kepentingan orang lain daripada kebutuhannya sendiri atau hidup untuk mengasihi sesama manusia ( Matius 22:37-39)3. Hal-hal lain yang dapat dipahami bahwa seorang pelayan harus menghidupi etika pelayan gereja yang sesungguhnya yaitu pemahaman tentang hakikat moral Allah, yaitu hidup kudus. Ini adalah titik sentral yang berorientasi terhadap Vocatio Dei.

Komitmen dalam pemenuhan panggilan tentang tanggung jawab yang harus dipegang oleh seorang pendeta yaitu pemenuhan janji melalui perkataan yang benar, kebaikan dan berkeadilan. Dengan pemenuhan janji tersebut maka dapat dikatakan pendeta telah memiliki spiritualitas yang baik. Amanat dari poda tohonan hendaknya

1 Joe E. Trull & James E. Carter, Etika Pelayan Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 70.

2 Joe E. Trull & James E. Carter, Etika Pelayan Gereja, 20.

3 Joe E. Trull & James E. Carter, Etika Pelayan Gereja, 65.

(2)

2

dicerminkan di dalam setiap aspek pelayanannya, karena rangkuman keseluruhan dari poda tohonan adalah perwujudan dari bentuk keteladanan Yesus Kristus (Matius 20:28). Pelayan yang menghidupi peran sebagai hamba Kristus harus menjadikan dirinya sebagai teladan bagi orang lain.4 Hal praksis dari seorang pelayan (pendeta) yaitu harus mampu menjalankan tugas dan fungsinya di di dalam melayani.

Pelayanan Praksis tersebut adalah pertama, berkhotbah dan menghidupi terlebih dahulu kothbah atau firman yang mau disampaikan kepada jemaat. Kedua, memelihara jemaat dan menggembalakan jemaat yang diberikan kepada mereka, karena jemaat tersebut adalah sebagai umat yang berharga dan bernilai dihadapan Kristus sebagai kepala gereja.

Terkait dengan relasi, maka seorang pendeta harus mampu membangun relasi yang baik terhadap jemaat, membangun relasi disini yaitu menjaga kepercayaan jemaat. Secara prakteknya seorang pendeta harus mampu mengunjungi jemaat yang sakit, mengunjungi jemaat yang berduka, melayani pemakaman, dan pernikahan, membangun relasi yang baik dengan sesama pelayan lainnya. Pengertian pembangunan relasi yang baik adalah menghormati sesama pelayan, tidak menjelek- jelekan sesama pelayan, membangun komunikasi yang baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang pendeta harus mampu menjaga kepercayaan jemaat yang diberikan dan dilayani mereka.5

Penjelasan di atas merupakan rangkaian secara umum dari poda tohonan yang juga bahagian kode etik dari pelayanan seorang pendeta yang ada di HKBP.

Kode etik pelayanan tersebut tentunya meliputi norma kehidupan untuk berperilaku yang baik dan benar yang disesuaikan dengan makna teologis yang ada. Untuk melihat lebih luas dalamnya, maka penulis akan menganalisa berlandaskan poda tohonan yang ada di HKBP.

Di HKBP Poda Tohonan menjadi tugas atau amanat yang harus dilakukan oleh pendeta dengan penuh tanggung jawab untuk menjalankan tugas dan

4 Joe E. Trull & James E. Carter, Etika Pelayan Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 124.

5 Joe E. Trull & James E.Carter, Etika Pelayan Gereja, 172.

(3)

3

panggilannya dalam melayani jemaat. Sehingga penting bagi seorang pelayan atau pendeta untuk berperilaku yang baik dan benar, agar memenuhi landasan yang sesuai dengan makna panggilan yang sesungguhnya. Harus disadari bahwa menjadi seorang pendeta merupakan panggilan Allah. Partohonan (pelayan tahbisan) harusnya diikat dengan satu janji yang tidak boleh diingkari, karena mereka adalah pembawa pesan Allah (partohonan ni Kristus).6 Di HKBP pendeta merupakan singkat ni Kristus (wakil Kristus) di dunia ini untuk mewartakan kabar baik (Injil). Dengan demikian, secara etis seorang pendeta harus mampu menjalankan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya, untuk melayani jemaat, serta menghidupi moral Allah di dalam kehidupan pribadinya. Pelayanan seorang pendeta dapat mencitrakan wujud dari pemenuhan panggilan Allah di dalam dirinya, sehingga karakter dan kepribadiannya harus mengikuti koridor yang ada sesuai dengan poda tohonan (amanat). Dapat dikatakan bahwa tindakan dari seorang pendeta merupakan manifestasi kasih dan wujud Allah di dalam dirinya.

4.2 Penghayatan Poda Tohonan Pendeta

Dari seluruh penjabaran di atas, maka penulis menganalisa bahwa pentingnya bagi pendeta untuk menghayati dan mengaktualisasikan 7 (tujuh) poda Tohonan tersebut dengan sebaik-baiknya. Hal ini dilakukan agar pendeta dapat menjaga dirinya dengan sebaik-baiknya sehingga berperilaku yang baik di tengah-tengah jemaat yang dilayaninya. pendeta atau pelayan merupakan panggilan Allah, pelayan atau pendeta harus mendahulukan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan sendiri, inilah yang menjadi makna menjadi pelayan yang dipanggil dan menjadi pengikut Allah.7 Tugas dan jabatan pendeta yang ditahbiskan harus hidup di dalam disiplin etis yang menggambarkan standar tinggi moralitas Kristen, baik dalam kaitannya dengan jemaat, rekan sesama pendeta, masyarakat dan kehidupan pribadi sebagai pendeta (1 Timoteus 3:1-7).

6 Darwin Lumbantobing, HKBP DO HKBP: Penggalian Teologis, dalam Sejarah, dan Dogma HKBP”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), 150.

7 Joe E. Trull & James E. Carter, Etika Pelayan Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 38.

(4)

4

Seorang pendeta harus memiliki integritas yang terwujud di dalam kepribadian dan perilaku seorang pelayan. Integritas yang ada dalam diri seorang pelayan/ pendeta merupakan sesuatu hal yang harus ditanamkan, agar mencerminkan pribadi yang baik dan benar. Hal ini dapat diwujudkan melalui tindakan kesetiaan, kejujuran di dalam menjalankan tugas pelayanannya. Eksistensi dari seorang pelayan/

pendeta adalah orang yang melayani dan peziarah iman. Sehingga sangatlah dipentingkan pertumbuhan dari spiritual mereka agar berdampak bagi kehidupan warga jemaat.8

Hal lain yang dapat dianalisa penulis bahwa di dalam poda tohonan yang ada di HKBP menekankan agar pendeta HKBP menjunjung tinggi firman Tuhan dan melaksanakan tugas pelayanannya dengan baik, serta menghargai “Tohonan Hapanditaon”, (tahbisan kependetaannya). Merupakan sesuatu hal yang harus diperhatikan di dalam kehidupan seorang pendeta untuk menjaga wibawa di dalam memimpin jemaat. Kewibawaan tersebut tentunya meliputi sikap jujur, kasih, sopan, terpercaya, teladan, sabar, sederhana, rajin, berpakaian rapi dan bersih. Pendeta harus menjalankan tugas pelayanannya yang berpegang teguh pada prinsip dan ajaran firman Tuhan. Pendeta di HKBP menjalankan tugasnya harus professional, disiplin, serta harus bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sehingga tidak menjadi sumber konflik dalam pelayanannya. HKBP mendedikasi agar Pendeta menjadi pelayan yang membawa transformasi dalam kehidupan jemaat. Semua hal ini tersirat dan tertulis di dalam poda tohonan yang ada di agenda HKBP.

Jabatan kependetaan merupakan jabatan yang telah ditetapkan Allah kepada seseorang untuk menjalankan pekerjaan Kristus di tengah-tengah dunia ini. Dengan demikian sangatlah diperlukan kesadaran yang penuh untuk menjalankan tugasnya terhadap jabatan kependetaannya dengan penuh kesungguhan hati, sehingga menjadi teladan bagi jemaat yang dilayaninya.9

8 Joe E. Trull & James E. Carter, Etika Pelayan Gereja, 122.

9 G.D.Dahleburg, Siapakah Pendeta Itu? ( Jakarta : BPK Gunung Mulia,2002), 17.

(5)

5

Selanjutnya penulis menganalisa yang terkait dengan teori etika pelayanan, bahwa seorang pendeta hendaknya bertanggung jawab penuh untuk menjalankan tugas pelayanannya. Di gereja HKBP jabatan seorang pendeta adalah bersifat struktural, sehingga ia berkewajiban menyetujui dan menjalankan keputusan- keputusan yang ada di tingkat hatopan (pusat), distrik, resort, jemaat, hingga unit-unit pelayanan lainnya. Pendeta HKBP harus menghormati jabatan struktural organisasi tersebut di dalam HKBP, serta taat kepada pimpinan (dalam hal ini pimpinan Distrik dan Pusat) sesuai dengan A/P (Aturan-Peraturan ) yang berlaku. Pendeta HKBP berkewajiban menjabat atau memegang jabatan fungsional dan tidak boleh memanfaatkan jemaat menjadi oposisi terhadap pimpinan Distrik maupun Pusat.

Seorang pendeta yang memegang jabatan harus memelihara kesatuan dengan pimpinannya dalam menjalankan tugas sehari-hari. Demikian halnya dengan pendeta yang menjadi pimpinan di tingkat Resort harus menghargai pelayan tahbisan lainnya yang memegang jabatan fungsional. Jabatan tahbisan dalam HKBP merupakan jabatan gerejawi yang diembankan kepada seseorang pelayan melalui penahbisan sesuai dengan Agenda HKBP. Adapun jabatan fungsional tersebut adalah Guru Jemaat, Bibelvrow, Diakones, Evangelis dan Sintua.10 Pendeta yang memegang jabatan tidak boleh sesuka hati dalam menggunakan jabatan yang diterimanya, tetapi haruslah senantiasa menjalankan tugas dan jabatannya dengan sebaik-baiknya serta pendeta mencerminkan sikap yang baik, ramah hati, lemah lembut, sabar di dalam melayani jemaat. Pendeta juga harus mengetahui aturan dan peraturan yang termuat di dalam kode etik pendeta, sehingga pendeta harus berhati-hati di dalam menjalankan tugas pelayanan dan jabatan yang dipegangnya.

Pendeta yang melanggar Poda Tohonan (amanat, tugas, janji terhadap tahbisan) akan dikenakan sanksi yang tegas berupa pemberhentian dari jabatannya sebagai pendeta, serta pendeta HKBP yang melanggar kode etik akan dikenakan sanksi sesuai dengan RPP (Ruhut Parmahanion dohot Pamisanghon), A/P (Aturan

10 Tata Dasar Dan Tata Laksana HKBP Setelah Amandemen Kedua, Kantor Pusat HKBP (Pearaja Tarutung: 2015),120.

(6)

6

Peraturan) HKBP.11 Analisa terkait dengan jabatan struktural, bahwa di HKBP Pendeta memegang jabatan sebagai pemimpin (leader) sehingga ia harus mampu mewujudkan bentuk kepemimpinannya dengan penuh keteladanan. Keteladanan yang dimaksudkan ialah teladan bagi jemaat, melalui perkataan, tingkah laku, dan dilandaskan terhadap kasih di dalam kesucian (1 Timoteus 4;12).12

11 Kode Etik Kependetaan HKBP, (Pearaja Terutung: Sumatera Utara, 2009), 12.

12 Joe E. Trull & James E.Carter, Etika Pelayan Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 131.

Referensi

Dokumen terkait

Mask dilakukan dengan mengubah beberapa bit terakhir pada citra cover yang akan disisipi menjadi netral (bernilai 0). Hal ini bertujuan agar dalam proses

Peran strategis Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM sejalan dengan Visi Kemenko Polhukam yaitu “Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang

Limbah minyak berat yang terdispersi dalam air menyebabkan kandungan minyak di dalamnya keluar, sehingga TPH cair menjadi meningkat dan memudahkan bakteri

Mata kuliah ini membahas tentang berbagai tingkah laku ikan, kaitannya dengan lingkungan dan metode penangkapan, dan pemanfaatannya bagi pengembangan teknologi

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pengujian terhadap 55 responden pelanggan toko King Kosmetik Palembang adanya bukti untuk menolak Ho bahwa bauran produk

Dengan adanya penelitian ini yaitu bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara status sosial ekonomi orang tua dan dukungan sosial orang tua terhadap kepercayaan

(5) Rembug tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan pertemuan konsultasi secara berkala dan berkesinambungan yang melibatkan seluruh anggota

oleh suatu produk sangat bergantung dari bahan baku (buah) yang digunakan untuk pembuatannya, ditambah lagi konsentrasi gum arab paling tinggi pada perlakuan P 1