1
Tempat penampungan sementara (TPS) adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendaurulangan, pengelolaan, dan/ atau tempat pengelolaan sampah terpadu (UU RI No.18 tahun 2008). Sampah yang terdapat di TPS berjenis sampah organik yang tercampur menjadi satu tumpukan. Adanya tumpukan sampah dapat menjadi agen vektor penyakit. Salah satu vektor penyakit adalah lalat. Lalat menyukai tempat perindukan yang kondisinya basah, seperti sampah basah, tinja dan bahan busuk. Kebiasaan lalat yang menyukai dan tertarik dengan makanan yang di makan oleh manusia. Lalat juga menyukai makanan yang masih segar, seperti sayur-sayuran, buah serta daging yang sering di konsumsi manusia setiap harinya di tempat lalat beristirahat dan tempat perkembangbiaknya (Manalu, 2012).
Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat bisa tersebar secara kosmopolit dan bersifat sianantropik yang artinya lalat memiliki ketergantungan yang tinggi dalam kehidupan manusia karena sumber makanan manusia menjadi sumber makanan lalat. Insekta ini merupakan spesies yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran pencernaan. Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan agent infection dari sumber infeksi kepada host yang rentan (Manalu, 2012).
Lalat merupakan serangga yang tersebar luas di seluruh dunia. Bagian tubuh lalat yang dapat berperan sebagai alat penularan penyakit antara lain yaitu kaki, sayap, bulu pada tubuh, faeces serta muntahannya. Lalat sangat tertarik pada bau- bauan yang busuk, tumpukan sampah yang basah, sayuran serta sisa-sisa potongan pada penjualan daging (Depkes RI, 2001).
Penularan penyakit oleh lalat disebabkan karena sifat lalat yang berpindah- pindah dari satu tempat ke tempat lain. Lalat dapat membawa bakteri melalui bulu–
bulu badannya, kaki- kaki serta bagian tubuh lainnya. Lalat juga merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyebab penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia, dan binatang. Apabila lalat hinggap ke satu makanan akan meninggalkan bakteri yang di bawahnya sehingga menyebabkan penularan penyakit melalui makanan ke tubuh manusia. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, thypus, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Febry, 2011).
Lalat merupakan spesies yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat.
Ancaman lalat mulai diperhitungkan terutama setelah timbulnya masalah sampah yang merupakan dampak negatif dari pertambahan penduduk. Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mengundang lalat untuk datang dan berkontak dengan manusia. Dengan didorong oleh rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan hygiene dan sanitasi, pada akhirnya lalat akan menimbulkan masalah kesehatan masyarakat secara luas baik dari segi estetika sampai penularan penyakit (Destiarsi, 2019).
Angka kepadatan lalat merupakan salah satu cara penilaian baik atau buruknya sanitasi lingkungan di suatu wilayah tergantung dari jenis, kepadatan dan habitat perkembangbiakan (Kemenkes, 2017). Semakin tinggi angka kepadatan lalat maka menunjukan bahwa wilayah tersebut dalam kategori sanitasi yang buruk. Radius terbang lalat bergantung dari kesedian makanan yang ada dari tempat perkembangbiakannya, radius terbang lalat dipengaruhi dengan ketersedian makanan rata-rata 6-8 km dari tempat perkembangbiakannya, lalat mampu terbang 4 mil/jam sehingga dengan jarak tersebut mempermudahkan makanan untuk dihinggapi lalat (Prayogo, 2015).
Pasar merupakan salah satu tempat-tempat umum sebagai tempat orang-orang berkumpul untuk melakukan kegiatan jual beli barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Pasar sebagai sarana tempat umum berdasarkan persyaratan yang ada selain aman dan nyaman juga harus bebas dari vektor penyakit dan binatang pengganggu. Vektor penyakit yang ada di pasar antara lain adalah lalat.
Keberadaan lalat di pasar tidak terlepas dari adanya kegiatan jual beli yang senantiasa menghasilkan sampah dan bau-bauan kas menurut (Prayogo, 2015).
Sebagai pasar tradisional, keberadaan Pasar Bungku tidak terlepas dari keberadaan lalat. Berdasarkan survei awal, ditemukan banyaknya lalat pada tempat- tempat tertentu. Sehingga seperti te mpat penjualan ayam potong, daging, ikan, beras, gula, sayuran, buah serta makanan yang telah masak. Pasar Bungku Kabupaten Morowali, masih terdapat pedagang makanan siap saji dan jajanan pasar yang tidak terlalu jauh dengan TPS. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan diamati pengaruh jarak antara TPS dengan kios makanan siap saji dan kios` jajanan
pasar terhadap kepadatan lalat. Pengaruh tersebut dapat diketahui dengan menghitung kepadatan lalat dari jarak antara TPS dengan pedagang makanan siap saji dan jajanan pasar di pasar Bungku Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.
I.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah jumlah masing-masing kepadatan lalat pada lokasi kios jajanan pasar yang berjarak 10 meter, 15 meter, 50 meter, 70 meter, 100 meter dan kios makanan siap saji yang berjarak 15 meter, 35 meter, 50 meter, 65 meter, dan 110 meter dengan TPS ?
2. Berapakah jarak yang efektif yang memberi kepadatan lalat sesuai baku mutu Kemenkes RI No 50 tahun 2017, tentang standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan untuk vektor antara pedagang makanan siap saji dan pedagang jajanan pasar dengan TPS ?
3. Apakah ada pengaruh sanitasi pada pedagang makanan siap saji dan jajanan pasar terhadap kepadatan lalat ?
I.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak meluas dalam pembahasannya, maka diambil pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Pengukuran kepadatan lalat menggunakan alat fly grill.
2. Jarak kios jajanan pasar dengan tempat pembuangan sementara (TPS) yang di ukur yaitu 10 meter, 15 meter, 50 meter, 70 meter, 100 meter
3. Jarak kios makanan siap saji dengan tempat pembuangan sementara (TPS) yang di ukur yaitu 15 meter, 35 meter, 50 meter, 70 meter, dan 110 meter.
4. Jumlah kios jajanan pasar dan kios makanan siap saji sebagai sebagai titik pengambilan sampel berjumlah masing-masing satu pada setiap jarak.
5. Lokasi penelitian tempat pembuangan sementara (TPS) Pasar Bungku, Kabupaten Morowali. Provinsi Sulawesi Tengah.
6. Penilaian hygiene sanitasi pada kios jajanan pasar dan kios makanan siap saji sesuai menurut Permenkes Nomor: 942/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.
I.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jumlah kepadatan lalat pada kios jajanan pasar dan kios makanan siap saji.
2. Mengetahui jarak yang efektif antara kios jajanan pasar dan kios makanan siap saji terhadap tempat pembuangan sementara (TPS).
3. Mengetahui sanitasi di kios jajanan pasar dan kios makanan siap saji di Pasar Bungku menurut Permenkes RI No.942/MENKES/SK/VII/2003 tentang persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan.
I.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi masyarakat umum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh jarak antara tempat pembuangan sementara (TPS) dengan kios jajanan pasar dan kios makanan siap saji terhadap kepadatan lalat di Pasar
Bungku.
2. Manfaat bagi peneliti
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai pengukuran kepadatan
lalat dan sanitasi terhadap kios di pasar pasar.
3. Manfaat bagi instansi
Sebagai bahan masukan kepada instansi terkait untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap kualitas sanitasi pasar di kios jajanan psaar dan kios
makanan siap saji, yang memiliki jarak dengan TPS tidak terlalu jauh.
4. Manfaat bagi pemilik usaha kios jajanan pasar dan kios makanan siap saji Sebagai bahan masukan kepada kios jajanan pasar dan kios makanan siap saji
agar selalu memperhatikan kebersihan lingkungan, kebersihan diri, dan hygieni makanan siap saji, jajanan pasar dan terus meningkatkan kualitas produknya/makananan nya.