74
TUGAS AKHIR
STUDI JUMLAH FASE DAN WAKTU SIKLUS YANG OPTIMAL DI KOTA MAKASSAR
(STUDI KASUS PADA JLN. ABD DAENG SIRUA DAN JLN. BATUA RAYA)
Disusun Oleh : ST RATNA WIJAYANTI
45 10 041 112
JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2016
75
76
77
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karuniaNya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Teknik dengan Jurusan Teknik Sipil pada Universitas Bosowa Makassar.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak memperoleh dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya kepada:
1. Bapak Aksa Mahmud Pendiri Bosowa Group
2. Bapak Ir. Thamrin Mallawangeng, MT selaku Pembimbing I dan Ibu Nur Hadijah Yuninanti, ST selaku pembimbing II, yang banyak meluangkan waktunya dalam memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis rampungkan.
3. Seluruh Dosen dan Staf Universitas Bosowa Makassar yang telah membantu penulis sejak mengikuti kuliah di Universitas Bosowa Makassar.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu. persatu.
5. Akhirnyya secara khusus skripsi ini kupersembahkan kepada orang tua tercinta ayah dan ibu yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik dan senantiasa mendoakan penulis serta kepada Suami dan Anak tercinta atas segala dukungannya sehingga dapat sampai titik penyelesaian studi di Universitas Bosowa Makassar.
Mudah-mudahan atas semua bantuannya mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.
Makassar, 15 September 2016
Penulis
iii
78 DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... I HALAMAN PENGESAHAN ... II KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI... IV
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan ... 2
1.3 Rumusan Masalah ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5 Metode Penulisan ... 3
1.6 Sistematika Penulisan... ... 4
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI……… ... 6
2.1 Gambaran Umum………. ... 6
2.1.1 Gambar Lokasi study……….. ... 7
2.1.2 Kondisi Geometrik simpang………... 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... 10
3.1 Persimpangan Jalan ... 10
3.2 Jenis-jenis Persimpangan ... 11
3.3 Karakteristik Lalu Lintas ... 14
3.3.1 Arus Lalu Lintas Jalan ... 14
3.3.2 Volume Lalu Lintas ... 15
iv
79
3.3.3 Kecepatan ... 15
3.3.4 Kepadatan ... 16
3.3.5 Kapasitas ... 16
3.3.6 Derajat Kejenuhan ... 17
3.4 Hambatan Samping ... 18
3.5 Tingkat Pelayanan Jalan ... 21
3.6 Kinerja Smpang Bersinyal ... 23
2.6.1 Lampu Lalu Lintas ... 23
3.6.2 Geometrik Persimpangan ... 25
3.6.3 Kondisi Arus Lalu Lintas ... 28
3.6.4 Karakteristik Sinyal dan Pergerakan Lalu Lintas ... 28
a. Penggunaan Sinyal ... 29
b. Penentuan Waktu Sinyal ... 31
1. Tipe Pendekat Efektif ... 31
2. Lebar Pendekat Efektif ... 31
3. Faktor-faktor Penyesuaian ... 34
4. Arus Jenuh ... 36
5. Rasio Arus ... 37
6. Waktu Siklus dan Waktu Hijau ... 38
7. Kapasitas ... 40
8. Perilaku Lalu Lintas……… 41
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN……… ... 46
v
80
4.1 Program Penelitian ... 46
4.2 Survey Pendahuluan ……… ... 47
4.3 Pengumpulan Data ……….. ... 48
4.3.1 Peralatan yang digunakan ………... ... 48
4.3.2 Data Geometrik ……….. ... 48
4.3.3 Data Volume Lalu Lintas ………... ... 49
4.3.4 Volume Pergerakan Membelok……….. ... 49
4.4 Pengolahan Data dan Reduksi………. ... 50
4.5 Analisis……… ... 50
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 51
5.1 Perhitungan Volume Lalu Lintas ... 51
5.2 Perhitungan Arus Lalu Lintas ... 53
5.3 Perhitungan Arus Jenuh ... 56
5.4 Penentuan Perilaku Lalu Lintas... 62
5.4.1 Kapasitas Simpang Bersinyal (C) ... 62
5.4.2 Rasio Hijau (GR) ... 64
5.4.3 Antrian ... 65
5.4.4 Tundaan ... 69
5.5.1 Perhitungan Waktu Siklus Optimum ... 70
Bab VI PENUTUP……….. ... 74
6.1 Kesimpulan………. ... 74
6.2 Saran………. ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
vi
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persimpangan pada jalan Abd daeng sirua dan Batua raya ramai dilalui arus lalu lintas sebagai mobilitas penduduk ke kawasan perdagangan, perkantoran, pendidikan serta kawasan penting lainnya.
Simpang Abd daeng sirua dan Batua raya merupakan salah satu dari beberapa persimpangan yang berada di wilayah itu yang mengalami hal tersebut. Pada simpang tersebut nampak sering terjadi kemacetan akibat besarnya volume lalu lintas pada jalan Abd daeng sirua dan Batua raya baik arah barat maupun dari arah timur.
Dengan gambaran tersebut, kedudukan jalan sebagai salah satu media (prasarana) perhubungan darat dapat menjadi terganggu yang secara hirarki, keadaan ini dapat mengganggu pada keseimbangan jalan di Kota Makassar.Untuk mengatasi masalah yang terjadi diwilayah perkotaan seperti Kota Makassar perlu dilakukan upaya dan tindakan yang dapat mengurangi dampak negatif dari masalah transportasi ini yang dapat terjadi pada masa yang akan datang.
Permasalahan pada simpang berupa tundaan yang tinggi dan seringnya terjadi kecelakaan. Pengaturan lampu lalu lintas yang di operasikan saat ini belum dapat mengatasi kemacetan yang sering terjadi terutama pada jam-jam sibuk (peak hour).Kondisi eksisting pada simpang
2
belum mampu menampung volume lalu lintas yang tergolong padat.
Kendaraan yang sudah melewati simpang sering kali tertahan akibat konflik di simpang terdekat,sehingga pada fase hijau berikutnya masih terjadi antrian kendaraan. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kinerja simpang agar tercapai efesiensi dan kelancaran arus lalu lintas.
Dari urain tersebut kami tertarik melakukan suatu tindakan menbuat kajian mengenai studi jumlah fase dan waktu siklus yang optimal di kota Makassar (studi kasus pada Jl. Abd daeng sirua dan Jl. Batua
raya) sehingga memberikan maanfaat dan mengurangi kemacetan yang panjang di jalan tersebut.
1.2 Maksud Dan Tujuan Penulisan
Maksud dari penulisan ini adalah untuk melakukan studi jumlah fase dan waktu siklus lampu lalu lintas sebagai pengatur simpang .
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisa jumlah fase dan waktu siklus pada persimpangan Jl. Abd daeng sirua dan Jl.Batua raya
2. Menentukan jumlah fase dan waktu siklus optimum pada persimpangan Jl. Abd daeng sirua dan Jl.Batua raya
3
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan Pengamatan yang dilakukan maka dapat diketahui permasalahan yang muncul pada Simpang Jl.Abdullah Daeng Sirua–
Jl.Batua Raya adalah bagaimana menentukan jumlah fase dan waktu siklus simpang bersinyal sehingga fungsi dari traffic light menjadi lebih optimal.
1.4 Batasan Masalah
Adapun pada penelitian ini terbatas pada beberapa kriteria pembahasan mengenai simpang bersinyal Jl. Abd daeng sirua - Jl. Batua raya antara lain:
a) Pendataan geometrik simpang wilayah studi b) Evaluasi fungsi Traffic Light simpang
c) Biaya penerapan traffic light tidak di bahas dalam penelitian ini karna merupakan wewenang pemerintah
1.5 Metode Penulisan
Dalam penyusunan tugas akhir ini di dukung oleh beberapa kajian teoritis dan literatur yang berhubungan dengan penulisan. Adapun urutan kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Studi pendahuluan
Pada studi pendahuluan ini dilakuakan pengumpulan informasi secara visual dilapangan, lalu menyimpulkan kedalam daftar masalah yang terjadi pada lokasi studi
4
2 Studi Pustaka
Studi ini terutama untuk mengumpulkan cara-cara pemecahan masalah dengan judul studi yang diangkat.
3. Pengambilan data,yang terdiri dari atas :
a. Data primer,meliputi data yang di peroleh berdasarkan pengamatan langsung di lokasi penelitian, berupa volume lalu lintas, geometrik persimpangan jumlah fase dan waktu siklus.
b. Data sekunder, meliputi data yang diperoleh dari instansi terkait,misalnya pengambilan data jumlah kendaraan yang beroperasi, jumlah penduduk dan lain sebagainya.
4. Pengolahan Data
Pada pengolahan data dilakukan dengan penguraian data secara statistik dalam memperoleh akurasi yang lebih tepat.
5. Analisa Data
Pembahasan yang didasrkan metode yang ada pada MKJI dengan tambahan literatur yang ada.
6. Kesimpulan dan Saran
Pada tahap ini, disimpulkan cara-cara terbaik memecahkan masalah yang terjadi dan pemberian saran terhadap kondisi sebelumnya.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini disajikan dalam lima bab dengan perincian sebagai berikut:
5
BAB I : PENDAHULUAN
Memberikan gambaran umum yang meliputi latar belakang , Masalah , rumusan masalah dan maksud serta tujuan penulisan batasan masalah dan metode penelitian serta sistematika penulisan
BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI
Bab ini menjelaskan tentang lokasi persis tempat pengambilan Data dll
BAB III : TINJAUAN PUSTAKA
mengemukakan beberapa teori-teori yang berhubungan dengan simpang bersinyal dan teori tentang lalu lintas
pembahasan sebenarnya.
BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini merupakan penjelasan mengenai alur pengambilan data melalui survey untuk pengumpulan data sekunder atau data primer kemudian di reduksi atau di komplikasi data lalu lintas untuk kemudian diolah dan dianalisa
BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang analisis data pengamatan traffic light daerah studi
BAB VI : PENUTUP
Bab ini merupakan kesimpulan hasil pembahasan dari bab-bab sebelumnya serta memberikan dan saran alternatif penyelesaian masalah pada objek penelitian tersebut
6
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI
2.1 Gambaran Umum
Secara administratif kota Makassar terdiri dari 14 kecamatan dan 143 kelurahan. Kota ini berada pada ketinggian antara 0-25 m dari permukaan laut. Penduduk kota Makassar pada tahun 2011 adalah 1.339.374 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 1,65 %/tahun dan kepadatan penduduk 6.646,5/km2. Kota Makassar merupakan kota terbesar keempat di Indonesia dam terbesar di kawasan Timur Indonesia dengan penduduk sebesar 1.272.349 jiwa, sehingga kota ini sudah menjadi Kota Metropolitan. Sebagai pusat pelayanan di KTI, Kota Makassar berperan sebagai pusat perdagangan dan jasa, pusat kegiatan industri,pusat kegiatan pemerintahan, simpul jsa angkutan barang dan penumpang baik darat, laut maupun udara dan pudat pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Ada beberapa persimpangan yang menggunkan traffic light pada kota Makassar, masing-masing persimpangan tersebut mempunyai kondisi fisik yang berbeda dengan yang laiinya. Adanya perbedaan kondisi fisik, kelengkapan rambu dan marka jalan persimpangan, kemudian di ambil simpang jalan Abdullah Daeng Sirua –jalan Batua Raya sebagai objek penelitian
7
2.1.1 Gambar Lokasi Studi
Gambar lokasi studi (2.1.1)
2.1.2 Kondisi Geometrik Simpang
Lokasi berada pada jalan Abd daeng surua kecamatan panakukkang Kota Makassar. Persimpangan yang dijadikan objek studi merupakan simpang pada jalan Abd daeng surua – jalan batua raya
8
Gambar Lokasi Studi (2.1.2)
9
Persimpangan ini mempunyai 4 kaki simpang dengan masing- masing lengan yang berbeda dengan lengan yang lainnya. Perimpangan ini diharapkan dapat melayani arus lalu lintas rendah maupun pada kondisi volume lalu lintas yang tinggi. Adapun beberapa sarana pelengkap yang terdapat pada persimpangan tersebut diantaranya :
- Lampu lalau lintas ( traffic light ) yang terpasang ditiap kaki simpang.
- Trotoar
- Rambu-rambu petunjuk atau marka jalan
Secara umum kondisi lalu lintas pada kedua simpang yakni simpang Jl.Abd daeng sirua dan Jl Batua raya , terlihat ramai pada jam- jam sibuk. Aktifitas setiap orang cenderung bergerak menuju pusat perdagangan, perkantoran, dan pendidikan, dimana pergerakan menuju tempat aktifitas tersebut membuat sebagian besar kendaraan melewati persimpangan ini. Simpang ini melayani arus pergerakan menuju pusat kota, yang setiap harinya mengalami penumpukan jumlah kendaraan.
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Persimpangan Jalan
Persimpangan jalan adalah simpul pada jaringan jalan dimana ruas jalan bertemu dan lintasan arus kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada persimpangan secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya. Olehnya itu persimpangan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan khususnya di daerah - daerah perkotaan.
Persimpangan merupakan tempat sumber konflik lalu lintas yang rawan terhadap kecelakaan karena terjadi konflik antara kendaraan dengan kendaraan lainnya ataupun antara kendaraan dengan pejalan kaki. Oleh karena itu merupakan aspek penting didalam pengendalian lalu lintas. Masalah utama yang saling kait mengkait pada persimpangan adalah :
a. Volume dan kapasitas, yang secara lansung mempengaruhi hambatan.
b. Desain geometrik dan kebebasan pandang
c. Kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, lampu jalan d. Parkir, akses dan pembangunan umum
e. Pejalan kaki
f. Jarak antar simpang
11
Kinerja lalu lintas perkotaan dapat dinilai dengan menggunakan parameter lalu lintas berikut :
a. Untuk ruas jalan dapat berupa NVK, Kecepatan dan kepadatan b. Untuk persimpangan dapat berupa tundaan dan kapasitas sisa c. Data kecelakaan lalu luntas dapat juga perlu dipertimbangkan Tabel 3.1. Nilai NVK pada berbagai kondisi
NVK Keterangan
<0.8 Kondisi stabil 0,8-1,0 Kondisi tidak stabil
>1,0 Kondisi kritis Sumber : Tamin (2000)
Pemecahan persoalan lalu lintas yang bersumber dari ketidak seimbangan antara Kapasitas (C) dan Volume (V) dapat ditempuh antara lain dengan menambah Kapasitas (C) dan atau mengurangi volume (V).
3.2. Jenis-Jenis persimpangan
Secara garis besarnya persimpangan terbagi dalam 2 bagian : 1. Persimpangan sebidang.
2. Persimpangan tak sebidang,
Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau ujung jalan masuk persimpangan mengarahkan lalu lintas masuk kejalan yang dapat belawanan dengan lalu lintas lainnya.
12
Pada persimpangan sebidang menurut jenis fasilitas pengatur lalu lintasnya dipisahkan menjadi 2 (dua) bagian :
1. Simpang bersinyal (signalised intersection) adalah persimpangan jalan yang pergerakan atau arus lalu lintas dari setiap pendekatnya diatur oleh lampu sinyal untuk melewati persimpangan secara bergilir.
2. Simpang tak bersinyal (unsignalised intersection) adalah pertemuan jalan yang tidak menggunakan sinyal pada pengaturannya.
Sumber : Morlok, E. K. (1991)
Gambar 3.1. Berbagai jenis persimpangan jalan sebidang
Sedangkan persimpangan tak sebidang, sebaiknya yaitu memisah-misahkan lalu lintas pada jalur yang berbeda sedemikian rupa sehingga persimpangan jalur dari kendaraan-kendaraan hanya terjadi pada tempat dimana kendaraan-kendaraan memisah dari atau bergabung
Persimpangan jalan berkaki banyak
Y dengan jalan membelok Bentuk T tanpa kanalisasi
Dengan kanalisasi Melebar
Persimpangaan 4 kaki Bentuk Y tanpa kanalisasi
Tanpa kanalisasi
Bundaran Persimpangan 3 kaki
T Melebar
T dengan jalan membelok
13
menjadi satu lajur gerak yang sama. (contoh jalan layang), karena kebutuhan untuk menyediakan gerakan membelok tanpa berpotongan, maka dibutuhkan tikungan yang besar dan sulit serta biayanya yang mahal. Pertemuan jalan tidak sebidang juga membutuhkan daerah yang luas serta penempatan dan tata letaknya sangat dipengaruhi oleh topografi. Adapun contoh simpang susun disajikan secara visual pada gambar berikut.
Sumber Morlok, E.K, (1991)
Gambar 3.2. Beberapa contoh simpang susun jalan bebas hambatan.
Persimpangan T atau terompet
DaunSemanggi
Persimpangan T setengah langsung Intan yang biasa
Jalan-jalan kolektor dan distributor
Intan dengan jalan kolektor dan distributor
14
3.3. Karakteristik Lalu Lintas
3.3.1. Arus lalu lintas jalan
Menurut Direktorat Jenderal Bina marga(1997), arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melalui titik tertentu persatuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan perjam atau smp/jam. Arus lalu lintas perkotaan terbagi menjadi empat (4) jenis yaitu :
a. Kendaraan ringan / Light vihicle (LV)
Meliputi kendaraan bermotor 2 as beroda empat dengan jarak as 2,0 – 3,0 m (termasuk mobil penumpang, mikrobis, pick-up, truk kecil, sesuai sistem klasaifikasi Bina Marga)
b. Kendaraan berat/ Heave Vehicle (HV)
Meliputi kendaraan motor dengan jarak as lebih dari 3,5 m biasanya beroda lebih dari empat (termasuk bis, truk dua as, truk tiga as, dan truk kombinasi).
c. Sepeda Motor/ Motor cycle (MC)
Meliputi kendaraan bermotor roda 2 atau tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
d. Kendaraan Tidak Bermotor / Un Motorized (UM)
Meliputi kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia, hewan, dan lain-lain (termasuk becak,sepeda,kereta kuda,kereta dorong dan lain-lain sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
15
3.3.2. Volume Lalu lintas
Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi suatu titik pengamatan dalam satu satuan waktu. Volume lalu lintas dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
t
q n
...(3.1)Dimana : q = volume lalu lintas yang melalui suatu titik
n = jumlah kendaraan yang melalui titik itu dalam interval waktu pengamatan
t = interval waktu pengamatan
3.3.3. Kecepatan
Kecepatan merupakan besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu tempuh. Kecepatan dapat diukur sebagai kecepatan titik, kecepatan perjalanan, kecepatan ruang dan kecepatan gerak. Kelambatan merupakan waktu yang hilang pada saat kendaran berhenti, atau tidak dapat berjalan sesuai dengan kecepatan yang diinginkan karena adanya sistem pengendali atau kemacetan lalu- lintas. Adapun rumus untuk menghitung kecepatan :
t
V d ...(3.2)
Dimana : V = kecepatan (km/jam, m/det) d = jarak tempuh (km, m) t = waktu tempuh (jam, detik)
16
3.3.4. Kepadatan
Kepadatan adalah jumlah rata-rata kendaraan persatuan panjang jalur gerak dalam waktu tertentu, dan dapat dihitung dengan rumus berikut:
L
K n ...(3.3)
Dimana : K = kepadatan (kend/km) n = jumlah kendaraan di jalan L = panjang jalan (km)
3.3.5. Kapasitas
Kapasitas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus lalu lintas tertentu. Penghitungan kapasitas suatu ruas jalan perkotaan (MKJI 1997) sebagai berikut :
C = Cox FCwx FCsp x FCsf x FCcs ...(3.4) Dimana : C = kapasitas ruas jalan (smp/jam)
Co = kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas FCsp = faktor penyesuaian pemisahan arah FCsf = faktor penyesuaian hambatan samping FCcs = faktor penyesuaian ukuran kota
Penentu kapasitas dasar (Co) jalan ditentukan berdasarkan tipe jalan dan jumlah jalur, terbagi atau tidak terbagi, seperti dalam tabel 3.2
17
Tabel 3.2. Kapasitas (Co)
No Tipe Jalan
Kapasitas Dasar (smp/jam)
Keterangan
1 Empat lajur terbagi 1650 Perlajur
2 Empat lajur tidak terbagi (4/2
UD) 1500 Perlajur
3 Dua lajur tidak terbagi (2/2 UD) 2900 Total untuk dua arah (Sumber: MKJI 1997)
3.3.6. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) didefenisikan sebagai rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas, yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Untuk menghitung derajat kejenuhan pada suatu ruas jalan perkotaan dengan rumus (MKJI 1997) sebagai berikut :
DS = Q/C ...(3.5)
Dimana : DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus maksimum (smp/jam) C = Kapasitas (smp/jam)
18
3.4. Hambatan Samping
Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktifitas samping segmen jalan. Banyaknya aktifitas samping jalan sering menimbulkan berbagai konflik yang sagat besar pengaruhnya terhadap kelancaran lalu lintas.
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi nilai kelas hambatan samping dengan frekwesi bobot kejadian per jam per 200 meter dari segmen jalan yang diamati, pada kedua sisi jalan.(MKJI 1997) seperti tabel berikut :
Tabel 3.3. Penentuan tipe fekwensi kejadian hambatan samping
Tipe kejadian hambatan samping Simbol Faktor bobot
Pejalan kaki PED 0,5
Kendaraan parkir PSV 1.0
Kendaraan masuk dan keluar sisi jalan EEV 0.7
Kendaraan lambat SMV 0.4
Sumber : (MKJI 1997)
Untuk mengetahui nilai kelas hanmbatan samping, maka tingkat hambatan samping telah dikelompokkan dalam 5 kelas dari yang sangat rendah sampai tinggi dan sangat tinggi
19
Tabel 3.4. Nilai kelas hambatan samping Kelas Hambatan
samping (SCF) Kode Jumlah kejadian
per 200 m perjam Kondisi Daerah
Sangat rendah VL <100 Daerah pemukiman;
hampir tidak ada kegitan
Rendah L 100-299
Daerah pemukiman;
berupa angkutan umum, dasb
Sedang M 300-499 Daerah industri, beberapa
toko disi jalan
Tinggi H 500-899
Daerah komersial;
aktifitas sisi jalan yang sangat tinggi
Sangat tinggi VH >900
Daerah komersial;
aktifitas pasar di samping jalan
Sumber : (MKJI 1997)
Dalam menentukan nilai Kelas hambatan samping digunakan rumus (MKJI 1997) :
SCF = PED + PSV + EEV + SMV ...(3.6) Dimana : SFC = Kelas Hambatan samping
PED = Frekwensi pejalan kaki
PSV = Frekwensi bobot kendaraan parkir
EEV = Frekwensi bobot kendaraan masuk/keluar sisi jalan.
SMV = Frekwensi bobot kendaraan lambat
20
1. Faktor Pejalan Kaki.
Aktifitas pejalan kaki merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai kelas hambatan samping, terutama pada daerah- daerah yang merupakan kegiatan masyarakat seperti pusat-pusat perbelanjaan. Banyak jumlah pejalan kaki yang menyebrang atau berjalan pada samping jalan dapat menyebabkan laju kendaraan menjadi terganggu. Hal ini semakin diperburuk oleh kurangnya kesadaran pejalan kaki untuk menggunakan fasilitas-fasilitas jalan yang tersedia, seperti trotoar dan tempat-tempat penyeberangan.
2. Faktor kendaraan parkir dan berhenti
Kurangnya tersedianya lahan parkir yang memadai bagi kendaraan dapat menyebabkan kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan. Pada daerah-daerah yang mempunyai tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi, kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan dapat memberikan pengaruh terhadap kelancaran arus lalu lintas.
Kendaraan parkir dan berheti pada samping jalan akan mempengaruhi kapasitas lebar jalan dimana kapasitas jalan akan semakin sempit karena pada samping jalan tersebut telah diisi oleh kendaraan parkir dan berhenti.
21
3. Faktor kendaraan masuk/keluar pada samping jalan
Banyaknya kendaraan masuk/keluar pada samping jalan sering menimbulkan berbagai konflik terhadap arus lalu lintas perkotaan. Pada daerah-daerah yang lalu lintasnya sangat padat disertai dengan aktifitas masyarakat yang cukup tinggi, kondisi ini sering menimbulkan masalah dalam kelancaran arus lalu lintas. Dimana arus lalu lintas yang melewati ruas jalan tersebut menjadi terganggu yang dapat mengakibatkan terjadinya kemacetan.
4. Faktor kendaraan lambat
Yang termasuk dalam kendaraan lambat adalah becak, gerobak dan sepeda. Laju kendaraan yang berjalan lambat pada suatu ruas jalan dapat menggaggu aktifitas-aktifitas kendaraan yang yang melewati suatu ruas jalan. Oleh karena itu kendaraan lambat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya nilai kelas hambatan samping.
3.5. Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang melewatinya. Hubungan antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui karena kecepatan dan volume merupakan aspek penting
22
dalam menentukan tingkat pelayanan jalan. Apabilah volume lalu lintas pada suatu jalan meningkat dan tidak dapat mempertahankan suatu kecepatan konstan, maka pengemudi akan mengalami kelelahan dan tidak dapat memenuhi waktu perjalan yang direncanakan.
Menurut Warpani, (2002), Tingkat pelayanan adalah ukuran kecepatan laju kendaraan yang dikaitkan dengan kondisi dan kapasitas jalan.
Morlok (1991), mengatakan, ada beberapa aspek penting lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat pelayanan jalan antara lain : kenyamanan, keamanan, keterandalan, dan biaya perjalanan (tarif dan bahan bakar). Tingkat pelayanan jalan di klasifikasikan yang terdiri dari enam (6) tingkatan yang terdiri dari Tingkat pelayanan A sampai denhan dengan tingkat pelayanan F. Selanjutnya tingkat pelayanan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.5. Standar tingkat pelayanan jalan Tingkat
Pelayanan jalan
Kecepatan Ideal
(km/jam) Karakteristik
A > 48,00
Arus bebas, volume rendah, kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki
B 40,00 – 48,00 Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar kota, kecepatan terbatas
C 32,00 – 40,00 Arus stabil, volume sesuai untuk jalan kota, kecepatan
dipengaruhi oleh lalulintas
23
Tingkat Pelayanan Jalan
Kecepatan ideal
(km/jam) Karakteristik
D 25,60 – 32,00 Mendekati arus tidak stabil, kecepatan rendah
E 22,40 – 25,60 Arus tidak stabil, volume
mendekati kapasitas, kecepatan rendah
F 0,00 – 22,40 Arus terhambat, kecepatan
rendah, volume di atas kapasitas, banyak berhenti
Sumber : Morlok , E. K. (1991)
3.6. Kinerja Simpang Bersinyal
3.6.1. Lampu Lalu Lintas
Lampu lalu lintas adalah peralatan yang dioperasikan secara mekanis, atau electrik untuk memerintahkan kendaraan-kendaraan agar berhenti atau berjalan. Peralatan standar ini terdiri dari sebuah tiang, dan kepala lampu dengan tiga lampu yang warnanya beda (merah, kuning, hijau)
Tujuan dari pemasangan lampu lalu lintas MKJI (1997) adalah :
a. Menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas yang berlawnan, sehingga kapasitas persimpangan dapat dipertahankan selama keadaan lalu lintas puncak.
b. Menurunkan tingkat frekwensi kecelakaan
c. Mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan/ atau pejalan kaki dari jalan minor.
24
Lampu lalu lintas dipasang pada suatu persimpangan berdasarkan alasan spesifik :
a. Untuk meningkatkan keamanan sistem secara keseluruhan.
b. Untuk mengurangi waktu tempuh rata-rata disebuah persimpangan, sehingga meningkatkan kapasitas.
c. Untuk menyeimbangkan kualitas pelayanan di seluruh aliran lalu lintas.
Pengaturan simpang dengan sinyal lalu lintas termasuk yang paling efektif, terutama untuk volume lalu lintas pada kaki simpang yang relatif tinggi. Pengaturan ini dapat mengurangi atau menghilangkan titik konflik pada simpang dengan memisahkan pergerakan arus lalu lintas pada waktu yang berbeda.
Beberapa istilah yang digunakan dalam operasional lampu persimpangan bersinyal :
a. Siklus, urutan lengkap suatu lampu lalu lintas
b. Fase (phase), adalah bagian dari suatu siklus yang dialokasikan untuk kombinasi pergerakan secara bersamaan.
c. Waktu Hijau Efektif, adalah periode waktu hijau yang dimanfaatkan pergerakan pada fase yang bersangkutan.
d. Waktu Antar Hijau, waktu antara lampu hijau untuk satu fase dengan awal lampu hijau untuk fase lainnya.
25
e. Rasio Hijau, perbandingan antara waktu hijau efektif dan panjang siklus.
f. Merah Efektif, waktu selama suatu pergerakan atau sekelompok pergerakan secara efektif tidak diijinkan bergerak, dihitung sebagai panajng siklus dikurangi waktu hijau efektif.
g. Lost Time, waktu hilang dalam suatu fase karena keterlambatan start kendaraan dan berakhirnya tingkat pelepasan kendaraan yang terjadi selama waktu kuning.
3.6.2. Geometrik Persimpangan
Geometrik persimpangan merupakan dimensi yang nyata dari suatu persimpangan. Oleh karenanya perlu di ketahui beberapa defenisi berikut ini :
1. Approach (kaki persimpangan), yaitu daerah pada persimpangan yang digunakan untuk antrian kendaraan sebelum menyeberangi garis henti.
2. Approach width (WA) yaitu lebar approach atau lebar kaki persimpangan
3. Entry Width (Qentry) yaitu lebar bagian jalan pada approach yang digunakan untuk memasuki persimpangan, diukur pada garis perhentian
4. Exit width (Wexit) yaitu lebar bagian jalan pada approach yang digunakan kendaraan untuk keluar dari persimpangan
26
5. Width Left Turn On Red (WLTOR) yaitu lebar approach yang digunakan kendaraan untuk belok kiri pada saat lampu merah
Untuk kelima hal tersebut diatas dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 3.3. Geometrik Persimpangan Dengan Lampu Lalu Lintas
6. Effective approach width (We) yaitu lebar efektif kaki persimpangan yang dijelaskan dalam gambar berikut : (MKJI 1997)
Wexit
WA
Wexit Wentry
WLTOR
Wexit
Wentry
WA WLTOR
Wentry
Wentry Wexit
27
a) untuk approach tipe O dan P
Gambar 3.4. Lebar Efektif Kaki Persimpangan
jika WLTOR > 2 m, maka : We = WA – WLTOR atau
We = Wentry, (digunakan nilai terkecil) jika WLTOR < 2 m, maka : We = WA atau
We = Wentry, (digunakan nilai terkecil)
b) kontrol untuk approach tipe P
Wexit = Wentry x (1 – PRT – PLT – PLTOR)
Dimana : PRT = rasio volume kendaraan belok kanan terhadap volume total
PLT = rasio volume kendaraan belok kiri terhadap volume total
PLTOR = rasio volume kendaraan belok kiri langsung terhadap volume total
WA
WLTOR
Wkeluar
Wmasuk
WA
WLTOR
Wkeluar
Wmasuk
28
3.6.3. Kondisi Arus Lalu Lintas
Arus lalu lintas (Q) pada setiap gerakan (belok kiri QLT, lurus QST, dan belok kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Nilai emp tiap jenis kendaraan berdasarkan pendekatnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 3.6. Nilai Emp Untuk Jenis Kendaraan Berdasarkan Pendekat
Tipe kendaraan
Emp
Pendekat terlindung Pendekat terlawan LV
HV MC
1.0 1.3 0.2
1.0 1.3 0.4 Sumber : MKJI (1997)
3.6.4. Karakteristik Sinyal Dan Pergerakan Lalu Lintas
Persimpangan pada umunya diatur oleh sinyal lalu lintas, hal ini dikarenakan beberapa alasan, seperti faktor keselamatan dan efektivitas pergerakan dari arus kendaraan dan pejalan kaki yang saling bertemu pada saat melintasi persimpangan. Parameter dasar dalam perhitungan pengaturan waktu sinyal secara umum meliputi parameter pergerakan, parameter waktu dan parameter ruang (geometrik). Dalam hal ini,
29
perhitungan waktu sinyal juga termasuk perhitungan kinerja lalu lintas di persimpangan seperti tundaan, antrian, dan jumlah stop.
a. Penggunaan Sinyal
1. Fase Sinyal
Berangkatnya arus lintas selama waktu hijau sangat dipengaruhi oleh rencana fase yang memperhatikan gerakan kanan. Jika arus belok kanan dari suatu pendekat yang ditinjau dan/atau dari arah berlawanan terjadi dalam fase yang sama dengan arus berangkat lurus dan belok kiri dari pendekat tersebut maka arus berangkat tersebut dianggap terlawan.
Jika tidak ada arus belok kanan dari pendekat-pendekat tersebut atau jika arus belok kanan diberangkatkan ketika lalu lintas lurus dari arah berlawanan sedang menghadapi merah, maka arus berangkat tersebut dianggap sebagai arus terlindung.
2. Waktu Antar Hijau Dan Waktu Hilang
Waktu antar hijau didefenisikan sebagai waktu antara hijau suatu fase dan awal waktu hijau fase berikutnya. Waktu antar hijau terdiri dari waktu kuning dan waktu merah semua. Waktu merah semua yang diperlukan untuk pengosongan pada akhir setiap fase, harus memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir (melewati garis henti pada akhir sinyal kuning) berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan kendaraan pertama pada fase berikutnya.
30
Waktu Merah Semua dirumuskan sebagai berikut
max
(
AV AV LV
EV EV
V L V
l SEMUA L
MERAH ...(3.7)
Dimana :
LEV, LAV = jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang datang (m)
lEV = panjang kendaraan yang berangkat (m)
VEV, VAV = kecepatan masing-masing kendaraan yang berangkat dan yang datang (m/det)
Nilai-nilai yang dipilih untuk VEV, VAV dan lEV tergantung dari komposisi lalu lintas dan kondisi kecepatan pada lokasi. Untuk Indonesia, nilai-nilai tersebut ditentukan sebagai berikut :
Kecepatan kendaraan yang datang : VAV =10 m/det (kend. bermotor) Kecepatan kendaraan yang berangkat : VEV = 10 m/det (kend. bermotor)
3 m/det (kend tak bermotor) 1.2 m/det (pejalan kaki)
Panjang kendaraan yang berangkat : lEV = 5 m (LV atau HV) 2 m (MC atau UM)
Jika periode merah semua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan maka waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu antar hijau.
LTI = (Merah Semua+Kuning)i = Igi ...(3.8)
31
b. Penentuan Waktu Sinyal
1. Tipe Pendekat Efektif
Tipe pendekat pada persimpangan bersinyal umumnya dibedakan atas dua macam yaitu :
a. Tipe terlindung (tipe P) yaitu pergerakan kendaraan pada persimpangan tanpa terjadi konflik antar kaki persimpangan yang berbeda saat lampu hijau pada fase yang sama.
b. Tipe terlawan (tipe O) yaitu pergerakan kendaraan pada persimpangan dimana terjadi konflik antara kendaraan berbelok kanan dengan kendaran yang bergerak lurus atau belok kiri dari approach yang berbeda saat lampu hijau pada fase yang sama.
2. Lebar Pendekat Efektif.
Lebar efektif (We) dari setiap pendekat ditentukan berdasarkan informasi tentang lebar pendekat (WA), lebar masuk (Wmasuk), dan lebar keluar (Wkeluar) serta rasio arus lalu lintas berbelok.
a. Prosedur untuk pendekat tanpa belok kiri langsung (LTOR)
Jika Wkeluar < We x (1 – PRT – PLTOR), We sebaiknya diberi nilai baru yang sama dengan Wkeluar dan analisa penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu lintas lurus saja (Q = QST)
32
b. Prosedur untuk pendekat dengan belok kiri langsung (LTOR)
Lebar efektif (We) dapat dihitung untuk pendekat dengan atau tanpa pulau lalu lintas seperti gambar berikut
Gambar 3.5. Pendekat Dengan Atau Tanpa Pulau Lalu Lintas
Untuk penanganan keadaan yang mempunyai arus belok kanan lebih besar dari pada yang terdapat dalam diagram, dapat dilihat dalam contoh berikut ini :
WA
WLTOR
Wkeluar
WA
WLTOR
Wkeluar
Wmasuk
Wmasuk
33
1. Tanpa lajur belok kanan tidak terpisah - Jika QRTO > 250 smp/jam :
QRT < 250 smp/jam: a. Tentukan SPROV pada QRTO = 250 b. Tentukan S sesungguhnya sebagai
S = SPROV-(QRTO – 250) x 8 smp/ja
QRT > 250 smp/jam : a.Tentukan SPROV pada QRTO dan QRT = 250
b.Tentukan S sesungguhnya sebagai
S = SPROV - (QRTO + QRT – 500) x 2
- Jika QRTO < 250 smp/jam dan QRTO > 250 smp/jam : tentukan S seperti pada QRT = 250
2. Lajur belok kanan terpisah
- Jika QRTO > 250 smp/jam :
QRT < 250 smp/jam: Tentukan S dengan ekstrapolasi
QRT > 250 smp/jam : Tentukan SPROV pada QRTO dan QRT = 250
- Jika QRTO < 250 smp/jam dan QRTO > 250 smp/jam : tentukan S dengan ekstrapolasi.
34
3. Faktor-Faktor Penyesuaian
Faktor-faktor penyesuaian untuk nilai arus jenuh dasar pada kedua tipe pendekat P dan O adalah sebagai berikut :
a. Faktor penyesuaian ukuran kota ditentukan dengan tabel berikut sebagai fungsi dari ukuran kota.
Tabel 3.7. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Penduduk kota
(juta jiwa)
Faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs)
> 3.0 1.0 – 3.0 0.5 – 1.0 0.1 – 0.5
< 0.1
1.05 1.00 0.94 0.83 0.82 Sumber : MKJI (1997)
b. Faktor penyesuaian hambatan samping
Faktor penyesuaian hambatan samping ditentukan dengan tabel dengan tabel berikut :
Tabel 3.8. faktor penyesuaian untuk tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan kendaraan tak bermotor
Lingkungan jalan
Hambatan
samping Tipe fase
Rasio kendaraan tak bermotor 0.00 0.05 0.10 0.15 0.2 >
0.25
Komersial
Tinggi Sedang Rendah
Terlawan Terlindung
Terlawan Terlindung
Terlawan terlindung
0.93 0.93 0.94 0.94 0.95 0.95
0.88 0.91 0.89 0.92 0.90 0.93
0.84 0.88 0.85 0.89 0.86 0.90
0.79 0.87 0.80 0.88 0.81 0.89
0.74 0.85 0.75 0.86 0.76 0.87
0.7 0.81 0.71 0.82 0.72 0.83
Pemukiman
Tinggi Sedang Rendah
Terlawan Terlindung
Terlawan Terlindung
Terlawan terlindung
0.96 0.96 0.97 0.97 0.98 0.98
0.91 0.94 0.92 0.95 0.93 0.96
0.86 0.92 0.87 0.93 0.88 0.94
0.81 0.89 0.82 0.90 0.83 0.91
0.78 0.86 0.79 0.87 0.80 0.88
0.72 0.84 0.73 0.85 0.74 0.86 Akses
terbatas
Tinggi/sed ng/rendah
Terlawan terlindung
1.00 1.00
0.95 0.98
0.90 0.95
0.85 0.93
0.80 0.90
0.75 0.88 Sumber : MKJI (1997)
35
c. Faktor penyesuaian kelandaian sebagai fungsi dari kelandaian (MKJI 1997)
d. Faktor penyesuian parkir sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai kendaraan yang diparkir pertama. Faktor ini juga dapat dihitung dari rumus berikut :
Fp = ( Lp/3 – (WA - 2) x (Lp/3 – g) / WA / g ...(3.9).
Dimana : Lp = jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m) atau panjang dari lajur pendek
WA = lebar pendekat (m)
g = waktu hijau pada pendekat
1. Faktor-faktor penyesuaian untuk nilai arus jenuh dasar untuk pendekat tipe P adalah sebagai berikut : (MKJI, 1997)
a. Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) dapat ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan PRT. Untuk pendekat tipe P, tanpa median, jalan dua arah, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk
Gambar 3.6. Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG) Faktor Kelandaian (FG)
DOWN-HILL TANJAKAN (%)
36
FRT = 1.0 + PRT x 0.26 ...(3.10)
b. Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri PLT. Untuk pendekat tipe P, tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk
FLT = 1.0 – PLT x 0.16 ...(3.11)
4. Arus Jenuh
Sebuah studi tentang bergeraknya kendaraan melewati garis henti disebuah persimpangan menunjukkan bahwa ketika lampu hijau mulai menyala, kendaraan membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bergerak dan melakukan percepatan menuju kecepatan normal, setelah beberapa detik, antrian kendaraan mulai bergerak pada kecepatan yang relative konstan, ini disebut Arus jenuh.
MKJI menjelaskan Arus jenuh biasanya dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya.
S = So x Fcs x FSF x FG x FP x FRT x FLT ...(3.12)
Dimana : So = Arus jenuh dasar
Fcs = Faktor penyesuaian ukuran kota, berdasarkan jumlah penduduk.
37
FRsu= Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan dan hambatan samping.
FG = Faktor Kelandaian Jalan.
Fp = Faktor penyesuaian parkir.
Flt = Faktor penyesuaian belok kiri Frt = Faktor penyesuaian belok kanan
5. Rasio Arus
Ada beberapa langkah dalam menentukan rasio arus jenuh yaitu : a. Arus lalu lintas masing-masing pendekat (Q)
1. Jika We = Wkeluar, maka hanya gerakan lurus saja yang dimasukkan dalam nilai Q
2. Jika suatu pendekat mempunyai sinyal hijau dalam dua fase, yang satu untuk arus terlawan (Q) dan yang lainnya arus terlindung (P), maka gabungan arus lalu lintas sebaiknya dihitung sebagai smp rata-rata berbobot untuk kondisi terlawan dan terlindung dengan cara yang sama seperti pada perhitungan arus jenuh.
b. Rasio arus (FR) masing-masing pendekat :
FR = Q / S ...(3.13) c. Menentukan tanda rasio arus kritis (FRCRLT) tertinggi pada masing-
masing fase
d. Rasio arus simpang (IFR) sebagai jumlah dari nilai-nilai FRCRLT
IFR = (FRCRLT) ...(3.14)
38
e. Rasio fase (PR) masing-masing fase sebagai rasio antara FRCRLT dan IFR
PR = FRCRLT / IFR ...(3.15) 6. Waktu Siklus Dan Waktu Hijau
Panjang waktu siklus pada fixed time operation tergantung dari volume lalu lintas. Bila volume lalu lintas tinggi waktu siklus lebih panjang.
Panjang waktu siklus mempengaruhi tundaan kendaraan rata-rata yang melewati persimpangan. Bila waktu siklus pendek, bagian dari waktu siklus yang terambil oleh kehilangan waktu dalam periode antar hijau dan kehilangan waktu awal menjadi tinggi, menyebabkan pengatur sinyal tidak efisien. Sebaliknya bila waktu siklus panjang, kendaraan yang menunggu akan lewat pada awal periode hijau dan kendaraan yang lewat pada akhir periode hijau mempunyai waktu antara yang besar.
1. Waktu siklus sebelum penyesuaian
Waktu siklus sebelum penyesuaian (Cua) untuk pengendalian waktu tetap. (MKJI, 1997)
Cua = (1.5 x LTI + 5) / (1 – IFR) ...(3.16) Dimana : Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det)
LTI = waktu hilang total persiklus (det) IFR = rasio arus simpang (FRCRLT)
39
Tabel di bawah ini memberikan waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda :
Tabel 3.9. Waktu siklus yang disarankan
Tipe Pengaturan Waktu Siklus Yang Layak (det)
Pengaturan dua fase Pengaturan tiga fase Pengaturan empat fase
40 – 80 50 – 100
80 - 130 Sumber : MKJI (1997)
2. Waktu hijau
Waktu hijau (g) untuk masing-masing fase :
gi = (Cua – LTI) x Pri ...(3.17) Dimana : gi = tampilan waktu hijau pada fase I (det)
Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (det) LTI = waktu hilang total persiklus
PRi = rasio fase FRCRLT / (FRCRLT) 3. Waktu siklus yang disesuaikan
Waktu siklus yang disesuaikan (c) sesuai waktu hijau yang diperoleh dan waktu hilang (LTI) :
c = g + LTI ...(3.18)
Komponen-komponen waktu siklus meliputi :
a.. Waktu hijau, yaitu waktu nyala hijau pada suatu periode pendekat (detik).
40
b. Waktu Kuning (Amber) adalah waktu kuning dinyalakan setelah hijau dari suatu pendekat (detik).
c. Waktu Merah semua (All Red) adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam pendekat-pendekat yang dilayani oleh fase sinyal yang berlawanan.
d. Waktu Antar hijau (Intergreen) adalah periode kuning dan waktu merah semua (all red) yang merupakan transisi dari hijau ke merah untuk setiap fase sinyal.
7. Kapasitas
Kapasitas adalah jumlah maksimum arus kendaraan yang dapat melewati persimpangan jalan (intersection).
Menghitung kapasitas masing-masing pendekat :
C = S x g/c ...(3.19) Dimana : C = Kapasitas (smp/jam)
S = Arus jenuh (smp/jam) g = Waktu hijau (detik) c = Waktu siklus (detik)
Menghitung derajat kejenuhan masing-masing pendekat :
DS = Q / C ...(3.20) Dimana : DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus lalu lintas (smp/jam) C = Kapsitas (smp/jam)
41
8. Perilaku Lalu Lintas
Dalam menentukan perilaku lalu lintas pada persimpangan bersinyal dapat ditetapkan berupa panjang antrian, jumlah kendaraan terhenti dan tundaan.
a. Panjang Antrian
1. Untuk menghitung jumlah antrian yang tersisa dari fase hijau sebelumnya digunakan hasil perhitungan derajat kejenuhan yang tersisa dari fase hijau sebelumnya. (MKJI, 1997)
Untuk DS > 0.5 :
C
DS DS x
DS x C x
NQ 8 ( 0.5)
) 1 ( ) 1 ( 25
.
0 2
1 ...(3.21)
Untuk DS < 0.5 atau DS = 0.5 ; NQ1 = 0 Dimana :
NQ1 = jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya DS = derajat kejenuhan
C = kapasitas (smp/jam) = arus jenuh dikalikan rasio hijau (SxGR)
2. Jumlah antrian smp yang datang selama fase merah (NQ2)
3600 1
1
2
x Q DS x GR x GR c
NQ
...(3.22)
Dimana :
42
NQ2 = jumlah smp yang tersisa dari fase merah DS = derajat kejenuhan
GR = rasio hijau (g/c) c = waktu siklus
Qmasuk = arus lalulintas pada tempat masuk di luar LTOR (smp/jam)
3. Jumlah kendaraan antri
NQ = NQ1 + N Q2 ...(3.23)
4. Panjang antrian (QL) dengan mengalikan NQmax dengan luas rata- rata yang dipergunakan persmp (20 m2) kemudian bagilah dengan lebar masuknya
masuk
W x L NQ
Q max 20
...(3.24)
b. Kendaraan Terhenti
1. Angka henti (NS) masing-masing pendekat yang didefenisikan sebagai jumlah rata-rata berhenti per smp. NS adalah fungsi dari NQ dibagi dengan waktu siklus. (MKJI, 1997)
0.9 x3600 c
x Q x NQ
NS ...(3.25)
Dimana : c = waktu siklus Q = arus lalu lintas
2. Jumlah kendaraan terhenti NSV masing-masing pendekat
NSV = Q x NS (smp/jam) ...(3.26)
43
3. Angka henti seluruh simpang dengan cara membagi jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan arus simpang total Q dalam kend/jam
total SV
tot Q
NS
N ...(3.27)b. Tundaan
1. Tundaan lalu lintas rata-rata setiap pendekat (DT) akibat pengaruh timbal balik dengan gerakan-gerakan lainnya pada simpang.
C x x NQ A x c
DT 1 3600
...(3.28)
Dimana :
DT = tundaan lalulintas rata-rata (det/smp) C = waktu siklus yang disesuaikan (det)
A = (1 )
) 1 ( 5 .
0 2
DS x GR
GR x
...(3.29)
GR = rasio hijau (g/c) DS = derajat kejenuhan
NQ1 = jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya C = kapasitas (smp/jam)
2. Tundaan geometrik rata-rata masing-masing pendekat (DG) akibat perlambatan dan percepatan ketika menunggu giliran pada suatu simpang dan/ atau ketika dihentikan oleh lampu merah
44
DGj = (1 – PSV) x PT x 6 + (PSV x 4) ...(3.30) Dimana :
DGj = tundaan geometrik rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
PSV = rasio kendaraan terhenti pada pendekat PT = rasio kendaraan berbelok
3. Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (D1) diperoleh dengan membagi jumlah nilai tundaan dengan arus total (Qtot) dalam smp/jam
total j
Q D x D
Q1 ...(3.31)
……….
Jika kendaraan berhenti terjadi antrian dipersimpangan sampai kendaraan tersebut keluar dari persimpangan karena adanya pengaruh kapasitas persimpangan yang sudah tidak memadai. Semakin tinggi nilai tundaan semakin tinggi pula waktu tempuhnya. Untuk menentukan indeks tingkat pelayanan (ITP) suatu persimpangan :
Tabel 3.10. ITP pada persimpangan berlampu lalu lintas Indeks Tingkat Pelayanan
(ITP)
Tundaan kendaraan (detik)
A < 5,0
B 5,1-15,0
C 15,0-25,0
45
Indeks Tingkat Pelayanan (ITP)
Tundaan Kendaran (detik)
D 25,1-40,1
E 40,1-60,0
F > 60
Sumber : Tamin (2000)
46
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Program Penelitian
Mulai
Identifikasi Masalah
Pilot Survey (Survey Pendahuluan)
Data Sekunder - Foto Lokasi Simpang - Demografi
Data Primer - Survey Volume Lalu Lintas - Survey Geometric Simpang - Survey Waktu Kendali
Reduksi dan Kompilasi Data Lalu Lintas
Pengolahan Data Lalu Lintas
Pembahasan dan Analisa Data Dengan Metoda MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia), Kapasitas Geometric, Kendali waktu, Tundaan dan
Derajat Kejenuhan
Kesimpulan dan Saran Kajian Pustaka
Gambar 4.1 Program Penelitian 4.2 Survey Pendahuluan
47
Survey pendahuluan adalah survey pada skala kecil yang dilakukan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui keadaan lapangan
2. Untuk mengetahui karakteristik arus lalu lintas
3. Untuk menentukan metode survey yang cocok dilakukan di lapangan
4. Menaksir kebutuhan ukuran sampel
5. Untuk menentukan periode waktu pengamatan
Hal ini sangat penting karena merupakan studi pendahuluan pemilihan lokasi dan kondisi lapangan sebelum survey utama dilaksanakan. Fungsi utama survey pendahuluan ini adalah untuk menentukan lokasi pengamatan yang cocok di simpang agar lalu lintas yang diamati dapat dilihat dengan jelas.
Disamping itu fungsi lain yang diperoleh dari survey
pendahuluan adalah kondisi karakteristik geometrik simpang berupa :
1. Jumlah lajur jalan dan arah 2. Lebar masing-masing lajur 3. Lebar bahu jalan kiri dan kanan
4. Marka, gradien dan kondisi perkerasan
5. Kondisi lain seperti lampu penerangan tersedia atau tidak Untuk selanjutnya dapat dilakukan langkah-langkah yang memadai untuk merumuskan dan merancang metode survey dan siap diaplikasikan dalam survey skala besar.
48
4.3 Pengumpulan Data
Untuk penelitian ini data yang dikumpulkan terdiri dari dua bagian yaitu, data primer dan skunder. Data skunder dapat diperoleh dari instansi pemerintah berupa peta situasi simpang, demografi, lingkungan dan tipikal simpang, geometrik simpang. Sedangkan data primer diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan dengan bantuan peralatan. Data-data tersebut adalah berupa volume lalu-lintas, tipe dan jenis kendaraan.
4.3.1 Peralatan yang digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa 1. Kamera Foto
2. Meteran 3. Stop watch
4. Sarana transportasi 5. Alat - alat tulis
4.3.2 Data Geometrik
Pengambilan data geometrik dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu : pertama dengan mengukur langsung di lapangan dan yang kedua adalah dengan memperoleh dari instansi yang berkait misalnya Kementerian Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga, Data- data yang dibutuhkan adalah :
49
1. Lebar masing-masing pendekat 2. Denah simpang
4.3.3 Data Volume Lalu Lintas
Data pencacahan volume lalu lintas merupakan informasi dasar yang diperlukan untuk fase perencanaan, perancangan, manajemen, dan pengoperasian fasilitas jaringan jalan.
Pada penelitian ini akan menggunakan metoda pencacahan manual, yaitu untuk mendapatkan variasi harian maka perlu dilakukan untuk prioda waktu yang cukup panjang. Dengan demikian dibutuhkan beberapa orang untuk dapat mencacah kendaraan yang melintas pada setiap lengan simpang secara visual.
4.3.4 Volume Pergerakan Membelok
Perhitungan pergerakan membelok digunakan untuk : - Perancangan geometrik persimpangan.
- Analisis pengendalian dan kapasitas persimpangan dengan perhatian khusus terhadap arus belok kanan
- Studi tundaan
- Perhitungan arus jenuh
Sebagian besar tundaan perjalanan terjadi di persimpangan. Hal ini disebabkan karena pemakaian ruang jalan secara bersama-sama (shared space), dan apabila satu kendaraan memperoleh prioritas, maka
50
kendaraan lainnya akan tertunda. Prioritas diperlukan untuk memperkecil dan mengendalikan konflik, khususnya antara arus lurus dengan arus belok kanan dari arah yang berlawanan.
4.4 Pengolahan Data dan Reduksi Data
Data yang diperoleh dilapangan terlebih dahulu diolah dan direduksi apakah data-data tersebut dapat digunakan secara keseluruhan atau apakah ada data yang tidak valid. Bila ada data yang tidak bisa digunakan akibat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi maka data tersebut harus dibuang. Pekerjaan pengolahan dan reduksi ini dapat dikatakan adalah dalam rangka mengiterprestasikan data sehingga dapat dibaca dan dimengerti dalam bentuk tabel dan grafik.
4.5 Analisis
Setelah data diolah dan dianggap sudah valid, maka analisis dapat dilanjutkan dengan menghitung total tundaan dan tundaan rata-rata per kendaraan dalam interval yang telah ditetapkan di atas. Analisis yang dilakukan berdasarkan hasil aktual di lapangan dan dianalisis kembali bila dibuat lampu lalu lintas. Hasil ini kemudian dianalisa seberapa efisien lampu lalu - lintas dapat mengantisipasi tundaan.