• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pola Asuh Remaja Pelaku Tawuran Di Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Gambaran Pola Asuh Remaja Pelaku Tawuran Di Makassar"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

DIAJUKAN OLEH:

SURYANI 4512091063

SKRIPSI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BOSOWA

2017

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Makassar Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh : SURYANI 4512091063

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BOSOWA

2017

(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak dapat karya yang pernah diajukan untuk gelar kesejanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacukan dalam naskah ini dan ditulis di dalam daftar pustaka

Makassar, 2 Oktober 2017

Suryani

(5)

depan”_ 











(6)

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orangtua saya

2. Saudara-saudari yang mendukung saya

3. Teman-teman

4. Almamater psikologi

5. Almamater kampus universitas bosowa

(7)

4512091063

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menegetahui gambaran pola asuh remaja pelaku tawuran di makassar. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif survei dengan subjek 201 remaja awal pelaku tawuran. Alat ukur yang digunakan berupa skala likert yaitu skala pola asuh. Penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 20.0 for windows.teknik sampling yang digunakan Non probability sampling yaitu sampling insidental. Dengan kriteria usia 12-15 tahun dan pernah melakukan tawuran. Hasil analisis kategori pada pola asuh diperoleh sedang dengan persentase 66,2% yang berada di kategori pola asuh demokratis, sedangkan dari 201 kategori didapatkan 70,6% tidak berada di dalam ke tiga kategori tersebut atau tidak jelas pola asuh apa yang diterapkan oleh orangtua.

Kata kunci : Pola Asuh, Pelaku Tawuran.

(8)

Puji syukur kepada ALLAH SWT karena atas rahmat dan hidayaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan penyusunannya dalam bentuk dan isi yang sangat sederhana. Semoga hasil penelitian data skripsi ini dapat bermanfaat dan dipergunakan sebagaisalah satu acuan dalam melaksanakan penelitian-penelitian yang lebih baik.

Harapan penulis, semoga skripsi ini membantu dalam menambah pengetahuan danpengalaman bagi pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk dan isi penulisan ini, agar dapat menjadi yang lebih baik lagi. Dan skripsi ini masih banyak kekurangan, disebabkan oleh pengalaman yang masih sangat minim dari penulis sendiri. Melalui hal ini, penulis mengharapkan kritikan dan saran untuk membuat hasil penelitian dalam skripsi menjadi baik. Melalui kesempatan ini penulis pila ingin menyapaikan terima kasih yang settulusnya kepada:

1. Kepada kedua orang tua saya yang senang tiasa memberi dorongan dan membiayai kuliah saya sampai selesai.

2. Kepada saudara-saudara saya, Sariana, Syahrul, Dan Sri Rezky, yang selalu memberi motivasi dan dukungan untuk cepat menyusun skripsi.

3. Pembimbing saya yang terhormat saya tuliskan nama bapak Arie Gunawan HZ., M.Psi., psikolog sebagai pembimbing I, yang selalu mendorong dan memotivasi terus dan rela meluangkan waktunya untuk membagi ilmu dengan saya, dan terima kasih telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini.

(9)

ilmu dan pengatuan ke pada saya, terimah kasih telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini.

5. Ibu Dekan Fakultas Psikologi, ibu Minarni, S.psi., M.A., yang memberikan dukungan dalam penelitian dan perkuliahan ini

6. Bapak Musawwir, S.psi., M.pd terima kasih banyak untuk ilmu yang bapak berikan tentang penelitian dan itu sangat berguna.

7. Serta dosen-dosen fakultas psikologi, Sitti Hayati, S.psi., M.psi, ibu Syawaliah Gismin, M.psi., psikolog, dan ibu Patmawaty Taibe, S.psi., M.A., terima kasih sudah banyak memberi ilmu dan pengalaman selama perkuliahan.

8. Pak Jufri yang sabar dan setia mengurus segala kelengkapan dan persyarat- prasyarat dalam masa perkuliahan, penyusunan skripsi, ujian skripsi,terima kasih banyak.

9. Teman-teman Sylvester yang selama 5 tahun setia dalam suka maupun duka selalu bersama, belajar dan berjuang bersama, terima kasih banyak dalam hal yantidak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata lagi, pokoknya kalian luar biasa dan jangan pernah ada berubah sampai kita tiada di dunia ini, terima kasih: Mutmainnah, B , Rahmawati, Rahmawati (Fatin), Nazra Indra Sari, Dian Anugerah, Sitti Rahma Yuliana, Miftah Ellyana Anggi Djabar, Tirta Cahyani, Yatira, Alfiah Burhanuddin, Ni Putu Suarniti, Tri

(10)

Fausi, Kak Atin, Nur Amy Latupono, Astrid Lili Amri, Musdalifa Ganing, Jumriani Binti Sappe, Ashanul Amaliah, Faad, Taqwa Hasanuddin, Yardi, Nugi, Adit.

10.kakak-kakak senior tercinta, kak isti, kaka aii, kak andini, kak yaumil, kak puput, kak sera

11. Terima kasih kepada responden yang telah mengisi alat ukur saya

12. Terima kasih kepada NN yang telah meminjamkan skala penelitiannya untuk penelitian saya

13. Terima kasih untuk buku-buku yang menjadi referensi saya sampai selesai

14. Terima kasih kepada motor kesayagan ku yang senang tiasa mengantar ke sana- kemari.

Makassar, 2 Oktober 2017

Suryani

(11)

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO... .... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ... x

DAFTARTABEL... ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... ... xii

Bab I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat penelitian ... 8

Bab II Tinjauan Pustaka...10

A. Pola Asuh...10

1. Pengertianpola Asuh...10

2. Dimensi Pola Asuh... ...11

3. Aspek-Aspek Pola Asuh ...11

4. Macam-Macam Pola Asuh Dan Ciri-Cirinya ...12

B. Remaja ...16

1. Pengertian Remaja ...16

2. Fase Perkembangan Remaja ...17

3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja ...19

C. Pelaku Tawuran ...20

1. Pengertian Pelaku Tawuran ...20

(12)

D. Gambaran Pola Asuh Remaja Pelaku Tawuran ...22

E. Kerangka Pikir ...22

Bab III Metode Penelitian... ...24

A. Variabel Penelitian... ...24

B. Definisi operasiona lpenelitian... ...24

C. Populasi, Sampel, Dan teknik Sampling... ...24

1. Populasi... ...24

2. Sampel... ...25

3. Teknik Sampling...25

D. Teknikpengumpulan Data... ...26

1. Skala Pola Asuh...26

E. Uji Instrumen... ...27

1. Uji Validitas... ...27

2. Uji Reliabilitas...28

F. Jadwal Penelitian... ...30

G. Persiapan Penelitian... ...31

H. Pelaksanaan Penelitian... ...31

Bab IV Hasil Dan Pembahasan...36

A. Hasil Penelitian... ....33

1. Deskriptif Data Penelitian... ...33

B. Pembahasan... ...38

Bab V Kesimpulan Dan Saran... ...44

A. Kesimpulan... ...44

B. Saran... ...44

Daftar Pustaka………. ...46 Lampiran

(13)

Tabel 3 Skala Pola Asuh... ...27

Tabel 4 Uji Reliabilitas Pola Asuh ...29

Tabel 5 Jadwal Kegiatan ...30

Tabel 6 Data Empirik ...34

Tabel 7 Kategorisasi Pola Asuh ...33

Tabel8 Kategorisasi Pola Asuh Otoriter ...34

Tabel 9 Kategorisasi Pola Asuh Permisif ...36

Tabel10Kategorisasi Pola Asuh Demokratis ...37

(14)

1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Orang tua adalah ayah dan ibu seorang anak, baik melalui biologis maupun sosial. Pada umumnya orang tua sangat perperan penting dalam membesarkan anak, menurut Gunarsa (Handayani, 2006) mengatakan bahwa orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan sehari- hari.

Tugas orang tua adalah melengkapi dan mempersiapkan anak menuju kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan pengarahan ke pada anak, orang tua mempunyai pengasuhan atau bimbingan yang berbeda-beda itu dikarenakan setiap keluarga mempunyai karakteristik yang berbeda atau pun budaya dalam memberikan pola asuh pada keluarga tersebut.

Keluarga adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak, tempat untuk anak belajar bersosialisasi. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah besar artinya.

Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan anak, seperti perkembangan sosial emosional anak yang dapat terbentuk dari lingkungan keluarga maupun lingkungan di sekitar anak.

(15)

Perkembangan emosi dapat diekspresikan sebagai peran yang sangat penting dalam menunjukkan kepada orang lain apa yang dirasakan seseorang, mengatur perilakunya dan sebagai landasan dalam hubungan sosial. Meskipun demikian, kemampuan anak-anak dalam menyalurkan emosi mereka sangat beragam. Bahkan hal yang paling menonjol yang dimiliki oleh anak-anak yang bermasalah adalah anak mengalami kesulitan dalam pengaturan emosi mereka.

Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri Soelaeman (Kulsum &

Jauhar, 2014). sedangkan dalam pengertian pedagogis, keluarga adalah

“satu” persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri. Dalam usaha saling melengkapi dan saling menyempurnakan diri itu terkandung perealisasian peran dan fungsi sebagai orang tua Soelaeman( Kulsum & Jauhar, 2014).

Pentingnya pendidikan tersebut tersirat dalam hubungan keluarga, baik di dalam komunikasi antara sesama anggota keluarga lainnya. Dalam hal-hal yang lainnya yang berjalan dalam keluarga semuanya merupakan sebuah proses pendidikan bagi anak-anak. Oleh karena itu, orang tua harus selalu memberikan contoh yang baik kepada anak-anak mereka karena apapun kebiasaan orangtua di rumah akan selalu dilihat dan dicerna oleh anak-anak.

Sebagai lingkungan pendidikan yang pertama, keluarga memainkan peran yang sangat besar dalam membentuk pola kepribadian anak. Orang tua

(16)

sebagai penanggung jawab atas kehidupan keluarga, sehingga harus memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anaknya dengan menanamkan ajaran agama dan bersosialisasi.

Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind ( dalam Latifahl, M., 2010 ) menunjukkan bahwa: ‘’ orang tua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggung jawab. Sementara, orang tua yang otoriter merugikan, karena anak tidak mandiri, kurang bertanggung jawab serta agresif, sedangkan orang tua yang permisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam menyelesaikan diri di luar rumah. (hasil penelitian Hartini,1998).

Hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada remaja. Pemaksaan dan kontrol yang sangat ketat dapat menyebabkan kegagalan dalam berinisiatif pada anak dan memiliki keterampilan komunikasi yang sangat rendah. Anak akan menjadi seorang yang sulit untuk bersosialisasi dengan teman-temannya sehingga anak akan mempunyai rasa sepi dan ingin diperhatikan oleh orang lain dengan cara berperilaku agresif. Orang tua yang sering memberikan hukuman fisik pada anaknya dikarenakan kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh orang tua akan membuat anak marah dan kesal kepada orang tuanya tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahannya itu dan melampiaskan kepada orang lain dalam bentuk perialku agresif. Dengan pola

(17)

asuh orang tua yang tidak terlalu mengekang, anak akan menjadi anak yang berinisiatif, percaya diri dan mampu menjalin hubungan interpersonal yang positif.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat korelasi negatif (berlawanan arah) antara pola asuh orang tua dengan perilaku agresif pada siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah negeri 1 Pontianak. Apabila pola asuh yang diberikan orang tua semakin baik, maka semakin rendah perilaku agresif anak. Begitu pula sebaliknya, apabila pola asuh yang diberikan orang tua tidak baik maka semakin meningkat pula perilaku agresif anak.

Dari uraian di atas menunjukan bahwa orang tua, guru dan masyarakat diharapkan untuk mempertahankan dan menciptakan hubungan yang baik antara anak dengan orang tua, sehingga anak mampu menjalin hubungan interpersonal yang positif.

Perilaku Tawuran adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar. Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita harian dimedia massa, baik media cetak maupun media elektronik. Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, bahkan di kompleks-kompleks perumahan.

Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/massa. merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat

(18)

SLTP/SMP. Hal ini terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seseorang individu atau kelompok . Agresi itu sendiri menurut Murray (dalam Hall & Lindey, 1993) di definisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain.

Dari data-data mengenai tawuran, memang hampir seluruhnya dilakukan para pelajar SMA maupun SMP. Para pelajar ini masih masuk ke dalam kategori remaja. Masa remaja awal dalam rentang 12-15 tahun, masa remaja pertengahan dalam rentang 15-18 tahun dan masa remaja akhir dalam rentang 18-21 tahun (Monks, 1999). Umumnya di Indonesia usia 12-18 tahun merupakan usia bagi pelajar Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Dalam masa remaja juga disebutkan sebagai masa badai dan stress (storm and stress) yaitu suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi disebabkan karena remaja berada dalam sebuah tekanan yang menuntutnya untuk menjadi harapan baru yang baik di masa depan.

Keadaan tertekan semacam ini juga dapat menyebabkan gagalnya seorang remaja menyelesaikan sebuah permasalahannya, sehingga masa remaja sering dikatakan sebagai usia bermasalah. Masalah-masalah yang terjadi pada remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi juga dikarenakan para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan keluarga, orang tua dan guru.

Selain itu, remaja juga dituntut untuk bertanggung jawab terhadap pengendalian perilaku sosialnya sendiri, sesuai dengan harapan sosial (Hurlock, 1999). Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

(19)

kenakalan yang dilakukan oleh remaja, misalnya tumbuh dalam keluarga yang berantakan, kemiskinan dan lain sebagainya. Namun ada peran yang dilakukan oleh keterampilan atau kecerdasan emosional yang melebihi kekuatan keluarga dan ekonomi, dan peran itu sangat penting dalam menentukan sejauh mana remaja atau seorang anak tidak dipengaruhi oleh kekerasan atau sejauh mana mereka menemukan inti ketahanan guna menanggung kekerasan. (Goleman, 2000). terjadinya perilaku tawuran karena adanya dorongan untuk ikut-ikutan oleh teman dengan cara mempengaruhi sesama teman, melihat perilaku tawuran di TV dan media sosial, dan adanya senior mengancam junior untuk ikut melakukan tawuran . Dan memastikan suatu dorongan untuk beberapa serangan melakukan paksaan, dan yang lain merupakan penegasan dari kekuasaan dan dominasi, serta serangan bahkan dapat didorong oleh keinginan untuk memperlihatkan bahwa seseorang dikatakan berkuasa ketika merasa dirinya sudah melakukan perilaku tersebut. (hasil penelitian Andi & Dewi, 2012)

Fenomena yang terjadi di makassar pelaku tawuran dipengaruhi beberapa faktor antara lain yaitu faktor keluarga, faktor lingkungan, dan teman sebaya. Faktor keluarga dimana dalam pengasuhan dipenuhi dengan tindakan-tindakan kekerasan terhadap anak sehingga anak melampiaskan amarahnya dengan melakukan perilaku tawuran seperi yang di sampaikan subyek ”k“ yang menyatakan bahwa sering terjadi kekerasan dalam keluarganya dimana bapaknya yang selalu memukulnya dengan hal-hal sepeleh yang menurutnya tanpa dipukul pun masalah akan selesai seperti ketika si subyek keluar bersama temannya untuk sekedar bermain, tapi ketika sampai di rumah harus dimarahi disertai dengan pukulan dan hampir terjadi

(20)

setiap hari, contoh lainnya ketika orang tua mereka banyak masalah dikantor pasti mereka jadi pelampiasan orang tua mereka,” dan faktor lingkungan didaerah tempat tinggal yang penuh dengan kekerasan setiap saat yang disaksikan remaja seperti yang di berikan peranyataan “subyek MU bahwa banyaknya pergaulan yang membuat mereka ikut-ikutan dan melihat perilaku tawuran dilingkungannya, apa lagi kita-kita yang rasa ingin tahunya sangat tinggi dan ingin mencoba hal-hal yang baru dan karena banyak ajakan dari teman-teman dilingkungan pada akhirnya saya berani melakukan perilaku tawuran”., sedangkan faktor teman sebaya adanya geng teman sebaya yang sangat mempengaruhi perilaku tawuran dengan ikut serta dengan anggota geng untuk melakukan tawuran, geng tersebut melakukan perilaku tawuran untuk mencapai beberapa tujuan antara lain penguasaan suatu tempat, masalah yang kecil diperbesar-besarkan, ada provokator antar geng teman sebaya.

Keagresifan sebagai gejala sosial cenderung dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam masyarakat modern ada tiga sumber munculnya tingkah laku agresif. Pertama, pengaruh keluarga. Kedua, pengaruh subkultural. Dalam konteks pengaruh subkultural ini sumber agresi adalah komunikasi atau kontak langsung yang berulang kali terjadi antar sesama anggota masyarakat di lingkungan anak tinggal. Mengingat kondisi remaja, maka peer group berperan juga dalam mewarnai perilaku remaja yang bersangkutan. Ketiga, modelling (vicarious leaming), merupakan sumber tingkah laku agresi secara

tidak langsung yang didapat melalui mass media, misalnya tv, majalah,koran, video atau bioskop.

A. RUMUSAN MASALAH

(21)

Adapun rumusan masalah penelitian ini : Bagaimana gambaran pola asuh remaja yang melakukan tawuran di Makassar ?

B. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini: Melihat gambaran pola asuh remaja yang melakukan tawuran di Makassar.

C. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis

Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial yaitu pola asuh dan perilaku tawuran.

2. Manfaat praktis

a. Bagi orang tua

Dapat memebrikan penegtahuan mengenai pola asuh dan cara mendidik anak sebagai upaya mencegah terjadinya pelaku tawuran pada remaja

b. Bagi pendidik

Dapat dijadikan sebagai bahab pertimbangan bagi pelaksana pendidikan anak agar lebih sesuai dengan tumbuh kembang dan kemampuan anak yang disesuaikan dengan latar belakang dari individu masing-masing.

(22)

9

interaksi antara orang tua dan anak dengan meliputi cara orang tua memberi kasih sayang, memberi bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan, serta memimpin yang disampaikan melalui pemberian hadiah, hukuman serta perhatian.

a. Dimensi pola asuh

Menurut Baumrind (dalam Damon & Lerner, 2006) pola asuh terbagi atas 2 dimensi, yaitu :

a. Parental responsiveness

Orang tua bersikap hangat dan memberikan kasih sayang kepada anak. Orang tua dan anak terlibat secara emosi dan menghabiskan waktu bersama dengan anak.

b. Parental demending

Orang tua memberikan konrtol terhadap anak mereka. Orang tua menggunakan hukuman untuk mengontrol anak mereka. Orang tua bersikap menuntutut dan memaksa anak dan orang tua akan memberikan aturan kepada anak ketika anak tidak memenuhi tuntutan dari orang tua.

3. Aspek – aspek pola asuh

Menurut Baumrind (dalam damon & Lerner, 2006) pola asuh terbagi beberapa aspek, yaitu :

a. Warmth

(23)

Orang tua menunjukkan kasih sayang kepada anak, adanya keterlibatan emosi antara orang tua dan anak serta menyediakan waktu untuk anak.

b. Control

Orang tua menerapkan cara disiplin kepada anak, memberikan bebrapa tuntutan atau aturan serta mengontrol aktivitas anak, meneyediakan beberapa standar yang dijalankan atau dilakukan secara konsisten, berkomunikasi salah satu arah dan percaya bahwa perilaku anak dipengaruhi kondisi kedisiplinan.

c. Communication

Orang tua kepeda anak mengenai standar atau aturan serta pemberian reward atau push yang dilakukan kepada anak. Orang tua juga mendorong anak untuk bertanya jika anak tidak memahami atau setuju dengar standar atau aturan tersebut.

4. Macam- Macam Pola Asuh Orang Tua Dan Ciri-Cirinya

Menurut Baumrind (dalam Papalia, 2008) terdapat 3 jenis pola asuh, yaitu:

a. Pola Asuh Authotharian

Gaya yang membatasi, menghukum, memandang pentingnya kontrol dan kepatuhan tanpa syarat. Orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka.

Menerapkan batas dan kendali yang tegas kepada anak dan meminilisir perdebatan verbal serta memaksakan aturan secara kaku tanpa menjelaskannya, dan menunjukkan amarah kepada anak (Santrock, 2003). Cenderung tidak bersikap hangat kepada anak. Anak dari orang

(24)

tua otoriter seringkali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktifitas, memilikii kemampuan komunikasi yang lemah (Papalia, 2008 ).

Menurut Stewart dan Koch (1983), orang tua yang menerapka pola asuh otoriter mempunyai ciri sebagai berikut:

1. Kaku, dimana peraturan disiplin yang diterapka orang tua tidak dapat diganggu gugat.

2. Tegas, perkataan orang tua tdk dapat disanggah dan harus dituruti.

3. Suka menghukum, orang tua tidak segang memberikan hukuman, Baik hukum fisik atau pun psikis.

4. Kurang ada kasih sayang serta simpati, orang tua tidak pernah atau jarang menilai pekerjaan anak

5. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, serta mencoba membentuk tingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak

6. Orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan anak untuk mandiri dan jarang memeberi pujian

7. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti orang dewasa

Menurut Cole (Harini, 1998) orang tua yang otoriter menganggap semua keinginan dan kemauan anaknya harus diatur oleh orang tua.

Menurut Radke (Hartini, 1998) menyatakan bahwa pola asuh ini, semua peraturan dan aktifitas anak ditemukan oleh orang tua yang secara langsung mengontrol anak. Orang tuaberkuasa penug berharap anak dan anak tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkanperasaan-

(25)

perasaan dankeinginan-keinginannya. Anak yang hidup dalam pola asuh otoriter akan mudah mengalami kecemasan, sulit mengemukakkan pendapat atau ide, dan memiliki kemampuan berkomunikasi yang rendah (Santrock, 2002).

b. Pola Asuh Authorithative

Pola asuh authorithative adalah pola asuh yang memprioritaskan kepepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu menegendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada pada rasio atau pemikiran-pemikiran.

Bersikap realistis terhadap yang berlebihan yang melampaui kemempuan anak. Memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. Mendorong anak untuk mandiri namun menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka (Santrock, 2003).

Menurut Stewart dan Koch (1983) menyatakan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Bahwa orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak

2. Secara berahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya samapi mereka menjadi dewasa.

3. Mereka selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya.

(26)

4. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anaksaling membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian.

Pola suh demokratis seperti yang dikemukakan oleh Elder (Conger, 1977) memungkinkan semua keputusan merupakan keputusan anak dan prang tua. Lewin, Lipit, dan White (Gerungan, 1991) mendapatkan keterangan bahwa remaja yang diberi tugas tertentu di bawah asuhan seorang pegasuh yang berpola demokratis tampak tingkah laku agresif yang timbul adalah dalam taraf sedang.

c. Pola Asuh Permissive

Gaya pengasuhan ini orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol. Membiarkan anak melakukan apa yang mereka inginkan. Anak menerima sedikit bimbingan dari orang tua, sehingga anak sulit dalam membedakan perilaku yang benar atau tidak. Serta orang tua menerapkan disiplin yang tidak konsisten sehingga menyebabkan anak berperilaku agresif. Anak yang memiliki orang tua permissive kesulitan untuk berhubungna dengan teman sebaya, krang mandiri dan kurang eksplorasi (Parke & Gauvain, 2009).

Menurut Baumrind (Sukadji, 1994) pola asuh permisif mengutamakan kebebeasan anak sepenuhnya untuk mengungkapkan keinginan dan kemauannya. Nk bebas memilih, bahkan orang tua cenderung mengikuti pilihan anak. Anak dipandang memiliki bakal secara alami untuk mengurus dan mengatur dirinya sendiri.

Stewart dan Koch (1983) menyatakan bahwa:

(27)

1. Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cederung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan konrol sama sekali

2. Anak dituntut atau sedikit sekali dituntut suatu tanggung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa.

3. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya.

Menurut Spock (1982) orang tua permisif memberikan kepada anak untuk berbuat sekehendaknya dan lemah sekali dalam melaksanakan disiplin pada anak. Hurlock (1993) mengatakan bahwa pola asuh permisif bercirikan:

1. Adanya kontrol yang kurang

2. Orang tua bersikap longgar atau bebas 3. Bimbingan terhadap anak kurang

B. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja yang berarti “ tumbuh” atau

“tumbuh menjadi dewasa.” Bangsa primitif memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan peiode-periode lain dalam renrang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi Hurluck(Sarwono, 2004).

Masa remaja, menurut Mappiare (1982) berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai

(28)

dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 adalah remaja akhir.

Gunarsa (Dariyo, 2004) menyebutkan bahwa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. WHO (Sarwono W, 2004) memberikan definisi remaja yang bersifat konseptual dalam tiga kriteria yaitu biologik, sosial ekonomi.

2. Pembagian Fase Remaja

Tahap-tahap perkembangan remaja itu sendiri dari zaman Aristoteles sampai G.S. Hall nampak sudah ada kesepakatan tentang adanya kurung usia tertentu yang merupakan peralihan dari masa anak- anak ke masa dewasa, tetapi bagaiman proses itu terjadi dalam kurungusia termaksud belim ada penjelesannya. Untuk itu, salah satu penulis Yang telah mencoba menerangkan tahpa-tahap perkembangan dalam kurun usia remaja adalah Petro Blos Mighwar (Sarwono, 2004) yang menganut aliran psikoanalisa berpendapat bahwa perkembangan pada hakikatnya adalah usaha penyusaian diri (coping), yaitu untuk secara aktif mengatasi “stress” dan mencari jalan keluarbru dari berbagi masalah. Dalam proses penyusaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja:

a. Remaja awal (early adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai peubhan-perubahn itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis,

(29)

dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap

“ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

b. Remaja Madya (Middle adolescence)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecendurungan

“narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman- teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, berada dalam kondisi kebingungan karna ia tidak tau harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedispoes complex ( perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak ) dengan mempererat dengan kawan-kawan dari lain jenis.

c. Remaja Akhir ( Late adolescence )

Tahap ini adalah masa konsolindasi meneju priode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini :

1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

(30)

4) Egosetrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umun (the public).

3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan prilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.

Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1999) adalah berusaha:

1) Mampu menerima keadaan fisiknya.

2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

4) Mencapai kemandirian emosional.

5) Mencapai kemandirian ekonomi

6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat 7) Mengembangkan kobnsep dan keterampilan intelektual yang sangat

diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat 8) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat

diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat 9) Memahami dan mengintegrasikan nilai-nilai dewasa dan orang tua

(31)

10) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial untuk memasuki dunia dewasa.

11) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

12) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

C. PERILAKU TAWURAN

1. Pengertian Perilaku Tawuran

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) “ tawuran” dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Secara psikologis, perkelehilan yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja ( juvenile deliquency).

Kartono ( 2006 ) mengatakan kelompok tawuran remaja ini pada masa awalnya merupakan kelompok bermain yang dinamis. Permainan yang mula-mula bersifat netral, baik, dan menyenangkan, kemudian berubah menjadi perilaku eksperimental yang berbahaya dan sering menganggu dan merugikan orang lain.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tawuran

Kartono ( 2006 ) mengatakan ada beberapa faktor penyebab terjadinya tawuran ada 2 yaitu :

a. Faktor internal

Faktor internal mencakup reaksi frustasi negatif, gangguan pengamatan dan tanggapan pada diri remaja. Gangguan cara berfikir pada remaja, gangguan emosional/ perasaan pada diri remaja. Tawuran pada dasarnya dapat terjadi karena tidak berhasilnya remaja untuk

(32)

mengontrol dirinya sendiri. Gangguan pengamatan dan tanggapan pada diri remaja antara lain berupa : ilusi, halusinasi, dan gambaran semu.

Pada umumnya remaja dalam memberi tanggapan terhadap realita cenderung melalui pengolhan batin yang keliru, sehingga timbullah pengertian yang salah. Hal ini disebabkan oleh harapan yang terlalu mulukmuluk dan kecemasan yang terlalu berlebihan. aman dan takut terhadap sesuatu yang tidak jelas; dan perasaan rendah diri yang dapat melemahkan cara berfikir, intelektual dan kemauan anak.

b. Faktor eksternal

Selain faktor dari dalam (internal) yang dapat menyebabkan tawuran juga ada beberapa faktor dari luar, yaitu keluarga, lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan dan lingkungan sekitar. Keluarga memegang peranan penting dalam membentuk watak anak. Kondisi keluarga sangat berdampak pada perkembangan yang dialami seorang anak, apabila hubungan dalam keluarganya baik maka akan berdampak positif begitupun sebaliknya, jika hubungan dalam keluarganya buruk maka akan pula membawa dampak yang buruk terhadap perkembangan anak. Misalnya rumah tangga yang berantakan akan menyebabkan anak-anak mengalami ket idakpastian emosional, perlindungan dari orang tua, penolakan orang tua dan pengaruh buruk orang tua.

3. Bentuk-bentuk perilaku tawuran

Menurut Sarwono (2010) ada beberapa bentuk perilaku yang biasa muncul pada saat suatu kelompok tawuran yaitu:

1. perkelahian, pengancaman atau intimidasi orang lain

(33)

2. Merusak fasilitas umum. Seperti melakukan penyerangan ke sekolah lain, dll.

3. Mengganggu jalannya aktifitas orang lain. Tawuran yang terjadi juga menyebabkan terganggunya aktifitas orang lain atau masyarakat sekitarnya. Seperti pembajakan bus atau kendaraan umum.

4. Melanggar aturan sekolah.

5. Melanggar undang-undang hukum yang berlaku di suatu Negara D. Gambaran Pola Asuh Remaja Pelaku Tawuran

Pola asuh orang tua mempunyai pengaruh penting pengaruh penting dalam kehidupan anak-anak terutama ketika menginjak masa remaja, pola asuh orang tua merupakan perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak dari masa kanak-kanak sampai menjekang masa remaja

Pelaku tawuran

Pola asuh

Otoriter Demokratis Permisif

Ciri-ciri : kaku, tegas, hak anak dibatasi, kurang kasih sayang

Ciri-ciri : Hak anak dan orang tua sama, komunikasi terbuka

Ciri-ciri : Diberi kebebasan, adanya kontrol yang kurang

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh :

1. Sosial ekonomi 2. Tingkat

pendidikan 3. Kepribadian 4. Jumlah anak

(34)

akhir. Perlakuan yang diberikan orangtua terhadap individu berupa pemberian nasehat dan peraturan yang berlaku dalam keluarga dan masyarakat, komunikasi dengan anak dengan cara mengungkapkan kritikan dan pujian.

Penerpan pola asuh otoriter yang keras, kontrol dan penerapan aturan-aturan yang terlalu ketat membuat remaja menjadi merasa tertekan, dan pada akhirnya akan melawan dengan cara melakukan penolakan terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku. Bentuk penolakan tersebut dengan cara melakukan tindakan yang melawan peraturan dan hukum, seperti membolos, terlibat perkelahian, melakukan gangguan keamanan, bertindak tidak sopan dan asusila (Hurlock, 1993).

Begitu pula dengan penerapan pola asuh permisif yang terlalu longgar dan tanpa pengawasan akan mengakibatkan remaja cenderung melanggar norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat (Tarmuji, 2004).

Banyak remaja menahan diri untuk mengambil resiko, karena mereka begitu keras terhadap diri sendiri bila mereka melakukan kesalahan.

Remaja tersebut pada masa kecil sering mendapatkan hukuman atas kesalahan dan sebagai akibatnya walaupun pada saat tidak ada orang tua rasa takut itu masih ada.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind ( dalam Latifahl, M., 2010 ) menunjukkan bahwa: ‘’ orang tua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggung jawab. Sementara, orang tua yang otoriter merugikan, karena anak tidak mandiri, kurang bertanggung jawab serta agresif, sedangkan

(35)

orang tua yang permisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam menyelesaikan diri di luar rumah.

(36)

23

METODE PENELITIAN

A. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif menggunakan data berupa angka-angka. Metode kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah digunakan (Sugiyono, 2015)

B. Definisi Operasional Penelitian 1. Pola Asuh

Pola asuh adalah cara orang tua dalam, membimbing, mengotrol dan mendampingi anaknya dalam proses perkembangannya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Adapun macam-macam pola asuh dalam penelitian ini yaitu : pola asuh authotharian, pola asuh authorithative, pola asuh permissive.

C. Populasi Dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas:

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpilannya (Sugiyono, 2012). Jumlah populasi dalam penelitian ini tidak dapat peneliti tentukan disebabkan peneliti tidak menemukan data yang pasti remaja pelaku tawuran di kota makassar, sehingga populasidalam penelitian ini tergolong dalam

(37)

pupulasi tidak terbatas. Populasi tidak terbatas adalah populasi yang tidak memungkinkan untuk peneliti menghitung jumlah populasi secara menyeluruh (Hendryadi, 2015).

Berdasarkan populasi dalam penelitian ini, kriteria subjek yang akan dikenai generelisasi dalam penelitan ini yaitu:

a. Remaja awal b. Pelaku tawuran

c. Memiliki usia 12-15 tahun 2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan pemelitian tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya, karena keterbatasan dana. Tenaga, dan waktu, maka penelitian dapat menggunakan sample yang diambil dari populasi itu.

(Sugiyono, 2011), sample berjumlah 201 orang berdasarkan kriterian yang didapatkan.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Non Probability sampling, jenis sampling yang digunakan adalah Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data.

(38)

4. Teknik Pengumpulan data

Untuk memperoleh data penelitian akan digunakan skala.

Skala adalah suatu jenis alat pengumpulan data yang disampaikan kepada responden atau subyek penelitian melalui sejumlah pernyataan tertulis. Skala yang digunakan skala likert.

Menurut Sugiyono (2012) skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

1. Skala pola asuh orang tua

skala yang digunakan untuk mengetahui tingkat pola asuh orang tua terhadap perilaku agresif. Skala ini dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada macam-macam pola asuh yang dikemukakan oleh Baumrind (dalam Paplia, 2008) yaitu : 1) pola asuh authotharian, 2) pola asuh authoritative, 3) pola asuh permissive. Aitem-aitem pada skala pola asuh menggunakan lima kategori jawaban yaitu sangat setuji (SS), setuju (S), netral (N), Tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Blue print Pola Asuh Orang Tua MACAM-MACAM

POLA ASUH

ORANG TUA

ASPEK NOMOR AITEM JUMLAH

AITEM pola asuh otoriter Komunikasi yang searah,

penerapan disiplin yang kaku dan hukuman,

pemenuhan kebutuhan

1, 2, 3, 12, 13,

14, 17, 19, 20 10

Pola asuh

permisif

Tidak ada pengawasan, lemah dalam kedisiplinan, pemenuhan kebutuhan yang berlebihan

4, 8, 11, 18, 21,

23 6

pola asuh Pengawasan yang tidak 6, 7, 9, 10, 15,

(39)

demokratis kaku, komunikasi dua arah, mendorong anak untuk mandiri, disiplin yang dapat dirundingkan (induction)

16, 22, 24

8

Total 24

D. Uji Instrumen 1. Uji Vadilitas

Uji validitas dilakukan untuk menguji sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.

Valid atau tidaknya suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran dengan tepat (Azwar, 2012)

Pengujian vadilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah vadilitas isi yang merupakan vadilitas yang diestimitasi lewat pengujian terhadap kelayakan atau relavasi isi tes melalui analisis rasional panel berkompoten atau melalui expert jugment (Aswar, 2012). Skala pola asuh terdiri dari 24 aitem. Setelah dilakukan uji validitas dengan menggunakan lisrel 8,70 diperoleh ada 15 aitem yang dinyatakan valid dan ada 9 aitem yang dinyatakan tidak valid. Aitem dapat dikatakan valid jika T-Value >

1,96 dan factor loading bernilai positif.

Tabel 2. Susunan Aitem Valid Pola Asuh

MACAM-MACAM

POLA ASUH

ORANG TUA

ASPEK NOMOR AITEM JUMLAH

AITEM pola asuh otoriter Komunikasi yang searah,

penerapan disiplin yang kaku dan hukuman,

pemenuhan kebutuhan

1, 2, 3, 5, 12, 19, 20

7

(40)

Pola asuh permisif

Tidak ada pemgawasan,

lemah dalam

kedisiplinan,penuhan kebutuhan yang berlebihan

4,11, 18, 21, 23

5

pola asuh

demokratis

Pengawasan yang tidak kaku, komunikasi dua arah, mendorong anak untuk mandiri, disiplin yang dapat dirundingkan (induction)

9, 22, 24

3

Total 15

Berdasarkan blue print diatas dapa dilihat bahwa terdapat 15 aitem valid yaitu , 2, 3, 5, 12, 19, 20, 4, 11, 18, 21, 23, 9, 22, dan 24.

Sedangkan aitem yang gugur sebanyak 9 aitem yaitu 13, 14, 17, 8, 6, 7,10, 15, 16

2. Uji Reliabelitas

Realibilitas merupakan pengukuran yang mampu menghasilkan data yang memiliki tingkat relibilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Reliabelitas menunjukkan kemampuan alat ukur untuk mengukur sesuatu secara konsisten dari waktu kewaktu. Hasil pengukuran dapat dipercaya apa bila diperoleh hasil yang sama dalam beberapa kali pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama (Azwar, 2012).

Uji realibilitas yang akan digunakan perlu diperhitungkan unsur kesalahan pengukuran (error meansurenment). Error pengukuran sendiri menunjuk pada sejauh mana inkosistensi hasil ukur terjadi apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok subyek yang sama (Azwar, 2012).

Koefisien reliabilitas berada dalam rentang angka 0 sampai dengan 1,00 sekalipun bila kofisien reliabiliti semakin tinggi mendekati angka 1,00

(41)

berarti pengukuran semakin reliabel (Azwar, 2012). Teknik pengukuran reliabilitas alat ukur menggunakan teknik alpha cronbach pada SPSS 20,0 for windows.

Hasil analisis vadilitas pada skala pola asuh terdapat 15 aitem valid.

Selanjutnya dilakukan anlisis menggunakan alpha cronbach’s dengan SPSS 20.0 for windows berdasarkan pada ketentuan nilai signifikan > 0.5.

adapun hasilyang didapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Realiability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

0.572 15

Berdasarkan hasil uji realibilitas variabel pola asuh dengan jumlah aitem 15 diperolah signifikansi 0,572. Dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai signifikan 0,572 . 0.5 sehingga data yang diperoleh reliabel.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas, yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal. Karena data kuantitatif, maka teknik analisis data menggunakan metode statistik yang tersedia (Maleong, 2000).

1. Uji Statistik Deskriptif

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara

(42)

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2012).

Hasil olahan analisi deskriptif kemudian dikonversikan kedala kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah.

Adapun kriteria yang digunakan menurut Awar (2012) Adalah Sebagi Berikut:

µ ≥ -1,5 Kategori Sangat Rendah - 1,5 < µ ≤ - 0,5 Kategori Rendah

- 0,5 < µ ≤ + 0,5 Kategori Sedang + 0,5

<

µ ≤ + 1,5 Kategori Tinggi

+ 1,5

<

µ Kategori Sangat Tinggi

Ket µ : Mean Standar Deviasi

F. JADWAL PENELITIAN

Adapun jadwal penelitian ditunjukkan pada tabel berikut:

Kegiatan

Tahun 2017

juni juli agustus september oktober

Minggu ke Minggu ke

Minggu ke

Minggu Ke

Minggu Ke

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pembuatan Skala

Penelitian

Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Penyusunan Skripsi dan Konsultasi

G. persiapan penelitian

Persiapan utama peneliti sebelum mengambil data di lapangan, yaitu perizinan yang dilakukan peneliti karena menggunakan skala

(43)

terpakai kepada pembuat skala yang akan dipakai peneliti, langkah selanjutnya dilakukan uji coba unttuk mengetahui vadilitas dan realibilitas skala. Skala diuji cobakan kepada responden yang memiliki kriteria yang sama dengan kriteria peneliti. Proses penelitian di lakukan uji coba terpaki dengan jumllah 201 responden.

Pengujian vadilitas menggunakan LISREL 8.70 dan reliabelitas menggunakan SPSS 20.0 for windows skala pola asuh orang tua yang terdiri 24 aitem, terdapat 9 aitem yang gugur atau dinyattakan tidak valid, sehingga aitem yang valid 15 aitem.

I. Pelaksanaaan penelitian

Penelitian mengenai gambaran pola asuh remaja pelaku tawuran di makassar dilaksanakan dengan mengambil sampel penlitian 201 responden. Penentuan jumlah sample ini menggunakan teknik sampling insidental, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan

kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti daptt digunakan sebagai sampel, bila dipandangorng yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data(Sugiyono, 2012).

Pelaksanaan penelitian berlangsung selama kurang lebih 2 minggu yaitu pada tanggal 20 juni 2017. Penyebaran skala tidak dibagikan secara langsung dalam sehari karna jumlah remaja pelaku tawuran tidak langsung ditemukan dalam satu tempat saja. Hal inilah yang menyebabkan proses penyeberan skala responden terbilang

(44)

lama. Selain itu juga dibutuhkan kunjungan peneliti ke beberapa tempat untuk mendapatkan responden yang dibutuhkan.

J. Pelaksanaa Skoring

Pemberian skor pada skala pola asuh dengan pilihan jawaban yang dipilih responden. Nilai-nilai tiap aitem antara 1-5 dengan favorable dan unfavorable. Skala yang telah diberikan nilai tiap

aitemnya kemudian dijumlahkan skor tiap responden dalam skala yang telah dijawab. Setelah itu disusun tabulasi data untuk mencari koefisien vadilitas menggunakan LISREL 8.70 dan koefisien realibilitas dan analisis data dengan menggunakan uji-t dengan bantuan SPSS20.0 for windows.

(45)

32 A. HASIL

1. Analisis Deskriktif

Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif yang bertujuan menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2012).

Hasil olahan analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan program SPSS 20.00 for windows. Untuk mengetahui tingkat konsep diri dan pola asuh, peneliti menggunakan lima kategorisasi yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Adapun norma kategorisasi yang digunakan menurut Azwar (2012), yaitu:

Tabel 1.

Norma kategorisasi yang digunakan dalam penelitian

Frekuensi Kategori

µ ≤ - 1,5 σ Kategori sangat rendah

-1,5 σ < µ ≤ -1,5 σ Kategori rendah -0,5 σ < µ ≤ +0,5 σ Kategori sedang +0,5 < µ ≤ + 1,5 σ Kategori tinggi

+1,5 σ < µ Kategori sangat tinggi Ket: µ:mean σ:standar deviasi

(46)

Tabel 2. Deskrpsi Data Penelitian

Variabel N Mean SKOR

SD

Min Max

Gambaran pola asuh remaja pelaku

tawuran 201 13,85 11,03 12,68 13,4

Pada perhitungan data penelitian pola asuh remaja, diperoleh skor minimal 11,03 dan skor maksimal 12,68 dengan standar deviasi sebesar 13,4.

Data empirik pada perhitungan variabel pola asuh remaja diperoleh skor minimal empirik adalah 11,03 dan skor maksimal empirik adalah 12,68. Rata-rata empirisnya diperoleh 13,85 dengan standar deviasi sebesar 13,4.

a. Distribusi Frekuensi Skor Pola Asuh Berdasarkan Kategori Adapun kategori skor variabel pola asuh adalah sebagai berikut:

Tabel 3 .

Distribusi Frekuensi Skor Pola Asuh Otoriter berdasarkan Kategori

Skor frekuensi Persen(%) kategori

X< 5,35 33 16,4 Rendah

5,35<=X< 7,93 133 66,2 Sedang

7,93 <=X 35 17,4 Tinggi

(47)

Pada tabel distribusi frekuensi pola asuh otoriter dapat di jelaskan kategori rendah memiliki skor 5,35, kategori rendah memiliki skor 7,93 dan kategori tinggi memiliki skor diatas 7,93.

Berdasarkan kategori skor tersebut, maka diperoleh subyek yang memberikan penilaian terhadap variabel pola asuh otoriter sebanyak 33 responden (16,4%) yang memilih kategori rendah, 133 responden (66,2%) yang memilih kaegori rendah, 35 responden (17,4%) yang memilih kaegori tinggi. Diagram pola asuh otorier

Berdasarkan diagram diatas di peroleh hasil pada pola asuh otoriter pada pelaku tawuran di makassar berda di kategori sedang dengan persentase 66%.

17%

66%

17%

Pola asuh otoriter

Rendah Sedang Tinggi

(48)

Tabel 4 .

Distribusi Frekuensi Skor Pola Asuh Permisif berdasarkan Kategori

Skor frekuensi Persen (%) kategori

X< 3,59 34 16,9 rendah

3,59<=X<5,50 128 63,7 sedang

5,50 <=X 39 19,4 Tinggi

Pada tabel distribusi frekuensi pola asuh permisif dapat dijelaskan kategori rendah memiliki skor 3,59, kategori sedang 5,50, dan kategori inggi memiliki skor di atas 5,50

Berdasarkan kategori skor tersebut, maka responden yang memberikan nilai pada variabel pola asuh permisif sebanyak, 34 reponden (16,9%) yang memilih kategori rendah, 128 responden (67,7%) yang memilih kategori sedang, dan 39 responden (19,4%) yang memilih kategori tinggi. Berikut diagram pola asuh permisif

(49)

Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa pola asuh permisif pada pelaku tawuran dimakassar, berada di persentase 64% yang berada dikategori sedang

Tabel 5.

Distribusi Frekuensi Skor Pola Asuh Demokratis berdasarkan kategori

Skor Frekuensi Persen (%) Kategori

X< 3,65 37 18 Rendah

3,65<=X<5,16 132 65,7 sedang

5,16 <=X 32 15,9 Tinggi

Pada tabel distribusi frekuensi pada pola asuh demokratis dapat dijelaskan kategori rendah dengan skor 3,65, pada kategori sedang memiliki skor 5,16 dan kategori tinggi memiliki skor lebih tinggi dari 5,16.

17%

64%

19%

pola asuh permisif

rendah sedang tinggi

(50)

Berdasarkan kategori skor, maka responden yang menilai pada variabel pola asuh demokratis sebanyak, 37 responden (18%) yang memilih kategori rendah, 132 responden (65,7%) yang memilih kategori sedang, dan 32 responden (15,9%) yang memilih kategori tinggi. Berikut diagram pola asuh demokratis

Berdasarkan diagram diatas bahwa pola asuh demokratis pada pelaku tawuran dimakassar diperoleh persentase 66% yang berada dikategori sedang.

B. PEMBAHASAN

Dari hasil kategorisasi data pola asuh di makassar pada pelaku tawuran dengan 201 responden, diketehui bahwa pada pola asuh otoriter kategori tinggi sebanyak 35 responden (17,4%),kategori sedang sebanyak 133 responden (66,2%), dan kategori rendah 33 responden (16,4%). Berdasarkan kategori dapat dilihat bahwa

18%

66%

16%

pola asuh demokratis

rendah sedang tinggi

(51)

persentase yang paling tinggi adalah pada kategori sedang dengan persentase 66% yang berarti pola asuh yang diberikan kepada remaja pelaku tawuran dikota makassar cukup mampu menerima pola asuh otorier dengan baik.

Pada pola asuh permisif dengan responden 201 pada pelaku tawuran di kota makassar maka di peroleh hasil sebagai berikut, pada kategori tinggi 39 responden (19,4%), pada kategori sedang 128 responden (63,7%), dan pada kategori rendah 34 responden (16,9%).

Diagram pola asuh permisif. Berdasarkan kategori dapat dapat disimpulkan bahwa tingkat mayoritas tinggi berada dikategori sedang dengan persentase 63%. Pola asuh yang sedang dapat diartikan bahwa remaja pelaku tawuran cukup mampu menerima pola asuh permisif dengan baik

Pada kategorisasi pada pola asuh demokratis pada pelaku tawuran dengan responden 201, diketahui pola asuh demokratis pada kategori tinggi 32 responden (15,9%), 132 responden (65,7%) pada ketegori sedang, dan 37 responden (18%) pada kategori rendah.berdasarkan kategori diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat mayoritas tinggi berada pada kategori sedang dengan persentase 66%. Pola asuh yang sedang dapat diartikan bahwa remaja pelaku tawuran cukup mampu menerima pola asuh demokratis

Pola asuh menurut Baumrind (Papalia, 2008) orang tua tidak boleh menghukum anak, tetapi sebagai penggantinya orang tua harus mengebangkan aturan-aturan bagi anak dan mencurahkan kasih

(52)

sayang kepada anak. Orang tua melakukan penyusaian perilaku mereka terhadap anak, yang didasarkan atas perkebangan anak karena setiap anak memiliki kebutuhan dan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind ( dalam Latifahl, M., 2010 ) menunjukkan bahwa: ‘’ orang tua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggung jawab. Sementara, orang tua yang otoriter merugikan, karena anak tidak mandiri, kurang bertanggung jawab serta agresif, sedangkan orang tua yang permisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam menyelesaikan diri di luar rumah.

Penerapan pola asuh otoriter pada pelaku tawuran, dengan menjadikan hukuman sebagai cara untuk mengajarkan anak untuk disiplin dan patuh kepada pengasuh, pada pola asuh ini remaja yang mempunyai pola asuh otoriter harus menuruti semua kemauan orang tuanya, orang tua dengan pola asuh ini juga mengkekang anaknya untuk melakukan aktivitas dirumah sehingga anak tersebut merasa bosan dan melampiaskan semua diluar rumah dengan cara melakukan tawuran karena merasa terkekang.

Pola asuh demokratis cara orang tua mengasuh anaknya dengan menetapkan standar perilaku bagi anak dan sekaligus juga responsif terhadap kebutuhan anak. Pada pola asuh ini orang tua menggunakan pendekatan rasional dan demokratis. Orang tua menawarkan keakraban, orang tua mengarahkan aktivitas anak,

(53)

menghargai minat anak, dan menghargai keputusan anak untuk mandiri dan anak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Pada remaja pelaku tawuran pola asuh demokratis merasa anak sangat dihargai dan diikut sertakan dalam dalam berbagai hal oleh orang tua mereka, remaja juga sering bertukar pendapat dengan orang tua, serta orang tua juga sering mengontrol anak, anak dengan pola asuh demokratis melakukan perilaku tawuran karena adanya ajakan dari teman dan rasa ingin tahu yang sangat besar sehingga anak ingin melakukan tawuran.

Sedangkan pola asuh permisif adalah pola pengasuhan ini, orang tua membebaskan anaknya tapi tetap dalam kontrol orangtua, jarang menggunakan kekerasan dan kuasa dalam mendidik. Orang tua akan bersikap responsif terhadap kebutuhan anak tetapi mereka menghindari segala bentuk tuntutan ataupun kontrol. Orang tua menerapkan sedikit sekali disiplin, tidak konsisten atas aturan yang dibuat dan anak diberikan kebebasan tanpa adanya kontrol dari orang tua. Orang tua dengan pengasuhan demokratis dangan remaja pelaku tawuran, remaja melakukan tawuran dikarenakan orang tua mereka membebaskan anaknya melakukan sesuatu yang mereka inginkan sehingga anak melakukan keinginannya sendiri dengan cara ikut melakukan tawuran.

Penelitian yang dilakukan Loeber, Slot, dan Loeber-Stouthamer (2006) menyatakan bahwa pengawasan orang tua yang rendah merupakan salah satu faktor resiko atau kondisi yang berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan terjadi perilaku tawuran. Hal ini

(54)

ditunjukkan dengan hasil penelitian yang memperoleh hasil yang sama karena dalam penelitian ini banyak pelaku tawuran yang tidak jelas pengasuhan apa yang diterapkan oleh orang tua, sehingga dikatakan bahwa pengawasan orang tua pelaku tawuran tersebut rendah. ( hasil penelitian Andi & Dewi, 2012).

Dari 201 responden setiap pola asuh maka diperoleh dan dibuatkan matrix, setelah dilakukan identifikasi kategori berdasarkan 3 pola asuh tersebut, dari matrix peneliti menemukan kategori untuk setiap pola asuh berdasarkan kategori akhir berdasarkan setiap pola asuh dengan cara memilih subjek yang memiliki kategori tinggi untuk setiap kategori pola asuh, memilih sabjek yang benar-benar masuk dalam kategori dan sabjek yang tidak masuk dalam kategori tersebut, maka marix kategori dapat dilihat pada lampiran. Diagram kategori pola asuh

Diagram 4.

Kategori pola asuh

Otoriter 27%

Permisif 31%

Demokrati s 42%

Tipe Pola Asuh

(55)

Dari hasil penelitian kategorisasi diperoleh hasil: pola asuh otoriter memperolah persentase 27%, pada pola asuh permisif di peroleh persentase 31% dan pada pola asuh demokratis diperoleh persentase 42

%, selain dari hasil tersebut ditemukan juga hasil dari kategorisasi dengan persentase 70% yang masuk dalam kategori ambivalen, kategori ambivalen merupakan kategori yang tidak termasuk dalam pola asuh orangtua.

(56)

43

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai “ Gambaran Pola Asuh Remaja Pelaku Tawuran Di Makassar” yang dilakukan melalui penyebaran skala, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Remaja dengan pola asuh orang tua otoriter memiliki kecenderungan perilaku tawuran yang dominan sedang dengan persentase 66,2%

2. Remaja dengan pola asuh permisif memiliki kecenderungan perilaku tawuran yang dominan sedang dengan persentase 63,7%

3. Remaja dengan pola asuh demokratis memiliki kecenderungan perilaku tawuran yang dominan sedang dengan persentase 65,7%

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang dirumuskan diatas, maka diajukan beberapa sran sebagai berikut;

1. Bagi remaja

Diharapkan untuk bersikap lebih bijaksana dan lebih bertanggung jawab. Disarankan agar lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu, baik itu dengan diri sendiri maupun yang berkaitan dengan orang lain.

Remaja juga disarankan untuk berani mengungkapkan pendapat

(57)

kepada orang tua dan meminta dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.

2. Bagi Orang Tua

Para orang tua yang memiliki anak usia remaja terutama 12-15 tahun agar sekiranya menerapkan pola asuh yang sesuai seperti disiplin yang sewajarnya, memberikan kebebasan aktivitas namun dengan memberingan bimbingan , dorongan dan pengawasan yang wajar.

3. Peneliti selanjutnya

Kiranya bisa melakukan penelitian yang lebih mendalam untuk mendapatkan hasil yang lebih baik untuk mencari solusi yang bermanfaat mengenai pola suh orang tua dan dampaknya terhadap perilaku tawuran.

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, (2014). Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakara: Pustaka Pelajar Azwar, (2012). Realibilitas Dan Vadilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Atmosiswoyo, Dan Subyakto. (2002). Anak Unggul Berotak Prima. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

Andi & Dewi, (2012). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kontrol Orangtua Dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuensi Pada Remaja Yang Pernah Terlibat Tawuran.Volume 1, Nomor 2. Bandung

Aisyah, (2010). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Agresivitas Pada Anak. Volume 2, Nomor 1

Casmini. (2007). Emotional Parenting. Yogyakarta: P_Idea

Creswell, (2016). Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, Dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Conger, Jj. (1977). Adolescentand Youth. New York: Harper And Row Publishers Inc

Damon, D., & Learner, R.M. (2006). Handbook Of Child Pshychology. Sixth Edition. Canada :John Willey & Son

Gerungan, W. (1991).Psikologi Sosial. Bandung: Eresco

Hurlock. (1993). Adolescence Development. New York: Mc. Graw-Hill, Kogakusha,Ltd

Handayani, W. (2006). Psikologi Keluarga. Jakarta : Pustaka Utama

Hartini, P. (1998). Perbedaan Pola Asuh Orangtua Dan Perilaku Remaja.Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Hariyani, Marmawi & Sutarmano.(2012) Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Agresivitas Anak Tk Kemala Bhayangkari 13. Pontianak

Kulsum & Jauhar. ( 2014 ). Pengantar Psikologi Sosial. Jakarta: Pustaka Jakarta Koeswara, E. (1988). Agresi Manusia. Bandung: Pt. Eresco

Kisni, T. D. & Hudaniyah. (2001). Psikologi Sosial. Jilid 1 Universitas Muhammadiyah Malang Press

(59)

Kartono, (2002). Psikologi Perkembangan. Bandung Mandar Maju

Leonard Berkowitz. ( 1995 ). Agresi. Bandung: Pt. Pustaka Binaman Pressindo Mappiare, Andi. (1982), Psikologi Remaja. Surabaya Usaha Nasional

Maleong, L.J.( 2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya Santrock, J. W. (2003). Adolescence. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam.

Jakarta: Erlangga

Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka

Sarwono, W. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Pt Radja Gravindo Persada Stewart & Koch. (1983). Childern Development Throught Adolescence. Canada:

John Wiley And Sons, Inc

Sugiyono (2012). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Bandung Surybrata, S. (2005). Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta. Andi Spock, B. (1982). Membina Watak Anak. Jakarta: Penerbit Gunung Jati

Papalia, D. E,. Wendkos, S., & Feldman, R, D. (2008). Human Development.

Jakarta : Kencana

Zamzami, A. (2007). Agrasivitas Siswa Smk Dki Jakarta. Jurnal Pendidikan Dan Kebuduyaan, Tahun Ke-13, No. 069

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Kelompok Kerja Barang V (Lima) ULP Kabupaten Lampung Tengah menurut ketentuan – ketentuan yang berlaku,

 Merupakan kesepakatan negara negara anggota WHO untuk memiliki kemampuan deteksi dini dan respons yang adekuat terhadap setiap ancaman kesehatan masyarakat yang

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sebaran suhu pada ruang pengering dari alat pengering tipe rak yang memanfaatkan udara panas sisa pembakaran biomass menggunakan

Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka data yang diperlukan adalah data yang terkait dengan sumber data primer dan sumber data sekunder yang

Penderajatan utk NSCLC ditentukan menurut International Staging System For Lung Cancer berdasarkan sistem TNM. Pengertian T tumor yg dikatagorikan atas

Fungsi LP2M STKIP PGRI Bangkalan dalam eksistensi tridarma perguruan tinggi. Pada kegiatan LP2M STKIP PGRI Bangkalan belum sepenuhnya

Variabel cash holding, Debt To Total Asset (DTA), Return On Asset (ROA), Total Asset Turn Over (TATO), AGE, SIZE, Exchange Rate, Gross Domestic Bruto (GDP), Sales Growth,

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang