• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional (KF). (Kasus: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional (KF). (Kasus: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF) (Kasus: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai,

Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)

Oleh: Latifah Sulton

A14204056

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LATIFAH SULTON. Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional (KF). (Kasus: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor). Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI.

Pembangunan suatu bangsa dapat dinilai berdasarkan kualitas pendidikan yang ada pada bangsa tersebut. Angka kebutaaksaraan menjadi indikator yang dapat melihat perkembangan upaya peningkatan pendidikan untuk mengentaskan masalah kebutaaksaraan masyarakat. Upaya pemberantasan buta aksara usia dewasa (15-45 tahun ke atas) yang dapat dilakukan melalui Program Keaksaraan Fungsional (KF) dinilai merupakan cara efektif untuk menyelesaikan masalah tersebut, meskipun pada kenyataannya masih saja terdapat masyarakat yang telah mengikuti program ini namun masih mengalami buta aksara atau buta aksara kembali. Program KF yang diselenggarakan oleh PKBM Damai Mekar yang berada di Kelurahan Sukadamai diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pengentasan buta aksara yang terjadi pada sebagian masyarakat sekitar.

Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat keberhasilan dari program keaksaraan fungsional dalam mempertahankan kemampuan keaksaraan Warga Belajar (WB) pasca program berakhir, yakni 5 bulan setelah program. Analisis dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan keaksaraan WB. Faktor tersebut terdiri dari faktor internal (umur, tingkat pendidikan formal, status perkawinan, pekerjaan, jumlah anak, penilaian terhadap program KF, motif mengikuti program) dan eksternal diri WB (tingkat pendidikan keluarga, dukungan dari lingkungan tempat tinggal, teknik pembelajaran oleh tutor, alokasi waktu dan tempat pembelajaran). Selain itu diharapkan pula terdapat hubungan antara kemampuan keaksaraan fungsional yang telah dimiliki WB setelah mengikuti program terhadap dampak dari kemampuan keaksaraan tersebut (motivasi untuk belajar kembali, penerapan fungsional kemampuan keaksaraan, dan kepercayaan diri warga belajar).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei yang didukung oleh pendekatan kualitatif untuk melengkapi kebutuhan data penelitian, dengan pengambilan sampel secara purposif. Unit penelitian terdiri dari warga belajar program Keaksaraan Fungsional PKBM Damai Mekar pada periode Juni-November 2007, sebanyak 35 orang. Semua responden adalah perempuan dan merupakan ibu rumah tangga.

(3)

keaksaraan (17,1 persen) dan mampu menerapkan kemampuannya tersebut secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari.

(4)

Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)

Oleh: Latifah Sulton

A14204056

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian Insititut Pertanian Bogor

(5)

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini Menyatakan bahwa Skripsi yang Disusun Oleh: Nama Mahasiswa : Latifah Sulton

Nomor Pokok : A14204056

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional (KF). (Kasus: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor).

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS. NIP. 131 622 87

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF) (KASUS: PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT DAMAI MEKAR, KELURAHAN SUKADAMAI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Juli 2008

Latifah Sulton

(7)

Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 5 Mei 1986 dari Ibu bernama Sunensi dan Ayah Achmad Sulton. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dengan dua Kakak bernama Syara dan Rauf serta dua adik bernama Mutaqien dan Leli.

Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis antara lain pada tahun 1992 SDN Bojong Gede 06 Bogor dan lulus tahun 1998, SLTP Islam Hj. Siti Maemoen Cilebut Bogor dan lulus tahun 2001, SMU Negeri 06 Bogor dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis masuk di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian.

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Penulisan karya ilmiah ini merupakan syarat kelulusan kesarjanaan pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Ekawati Sri Wahyuni sebagai dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan, arahan, koreksi, pemikiran dan waktu yang diluangkan untuk penulis, sehingga karya ilmiah ini terselesaikan.

2. Ibu Winati Wigna dan Ibu Heru Purwandari selaku penguji utama dan penguji wakil Departemen dalam ujian kelulusan. Terimakasih atas kesedian untuk menguji penulisan karya ilmiah ini.

3. Bapak Yusron, Ketua PKBM Damai Mekar Kelurahan Sukadamai. Terimakasih atas izin penelitian yang telah diberikan.

4. Ibu Hetty, selaku koordinator program KF PKBM Damai Mekar, beserta semua tutor KF. Terima kasih atas semua waktu, arahan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

5. Semua warga RW 01 dan 10, khususnya semua ibu-ibu yang telah menjadi responden penelitian. Terimakasih atas kesedian waktu selama penelitian. 6. Keluarga yang menjadi naungan dan semangat berjuang dalam hidupku

selama ini (Ayah, Mama, Kakak dan Adik).

7. Keponakan kecilku yang menjadi penghibur atas kepolosan dan kelucuan kalian (Putra dan Oil).

8. Sahabat yang mau menerima dalam semua keadaan (Ansi dan Tyas).

9. Gita dan Nessa, sahabat seperjuangan. Semoga apa yang kita tulis membawa manfaat bagi orang lain. Amien

(9)

13.Teman-teman KPM yang memberikan motivasi dan semangat yang selalu ada dalam setiap perjumpaan dan pertolongan. Semoga karya kita selalu dikenang. 14.Gausul Fardi Hakim, terimakasih untuk doa dan bantuannya.

15.Semua pihak yang turut membantu penyelesaian karya ilmiah ini.

Bogor, Juli 2008

(10)

Puji syukur yang sedalam-dalamnya hanya tercurah kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya yang tak terhingga sehingga karya ilmiah (skripsi) yang berjudul ”Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional (KF)” dapat terselesaikan. Tentu tidak luput pula kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian penulisan karya ilmiah ini.

Menjadi suatu keprihatinan bersama dalam kemajuan pendidikan saat ini, melihat masih banyaknya masyarakat di sekitar kita yang mengalami buta aksara. Semoga karya ilmiah ini memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan penuntasan masalah kebutaaksaraan tersebut, meskipun disadari penulisan ini masih sangat jauh dari sempurna. Segala bentuk dukungan berupa kritik dan saran yang membangun penulisan ini diharapkan menambah wawasan kepada penulis untuk memperbaiki kekurangan yang ada sehingga menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

Latifah Sulton

(11)

KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF) (Kasus: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai,

Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)

Oleh: Latifah Sulton

A14204056

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

(12)

LATIFAH SULTON. Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional (KF). (Kasus: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor). Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI.

Pembangunan suatu bangsa dapat dinilai berdasarkan kualitas pendidikan yang ada pada bangsa tersebut. Angka kebutaaksaraan menjadi indikator yang dapat melihat perkembangan upaya peningkatan pendidikan untuk mengentaskan masalah kebutaaksaraan masyarakat. Upaya pemberantasan buta aksara usia dewasa (15-45 tahun ke atas) yang dapat dilakukan melalui Program Keaksaraan Fungsional (KF) dinilai merupakan cara efektif untuk menyelesaikan masalah tersebut, meskipun pada kenyataannya masih saja terdapat masyarakat yang telah mengikuti program ini namun masih mengalami buta aksara atau buta aksara kembali. Program KF yang diselenggarakan oleh PKBM Damai Mekar yang berada di Kelurahan Sukadamai diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pengentasan buta aksara yang terjadi pada sebagian masyarakat sekitar.

Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat keberhasilan dari program keaksaraan fungsional dalam mempertahankan kemampuan keaksaraan Warga Belajar (WB) pasca program berakhir, yakni 5 bulan setelah program. Analisis dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan keaksaraan WB. Faktor tersebut terdiri dari faktor internal (umur, tingkat pendidikan formal, status perkawinan, pekerjaan, jumlah anak, penilaian terhadap program KF, motif mengikuti program) dan eksternal diri WB (tingkat pendidikan keluarga, dukungan dari lingkungan tempat tinggal, teknik pembelajaran oleh tutor, alokasi waktu dan tempat pembelajaran). Selain itu diharapkan pula terdapat hubungan antara kemampuan keaksaraan fungsional yang telah dimiliki WB setelah mengikuti program terhadap dampak dari kemampuan keaksaraan tersebut (motivasi untuk belajar kembali, penerapan fungsional kemampuan keaksaraan, dan kepercayaan diri warga belajar).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei yang didukung oleh pendekatan kualitatif untuk melengkapi kebutuhan data penelitian, dengan pengambilan sampel secara purposif. Unit penelitian terdiri dari warga belajar program Keaksaraan Fungsional PKBM Damai Mekar pada periode Juni-November 2007, sebanyak 35 orang. Semua responden adalah perempuan dan merupakan ibu rumah tangga.

(13)

keaksaraan (17,1 persen) dan mampu menerapkan kemampuannya tersebut secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari.

(14)

Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)

Oleh: Latifah Sulton

A14204056

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian Insititut Pertanian Bogor

(15)

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini Menyatakan bahwa Skripsi yang Disusun Oleh: Nama Mahasiswa : Latifah Sulton

Nomor Pokok : A14204056

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional (KF). (Kasus: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor).

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS. NIP. 131 622 87

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

(16)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF) (KASUS: PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT DAMAI MEKAR, KELURAHAN SUKADAMAI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Juli 2008

Latifah Sulton

(17)

Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 5 Mei 1986 dari Ibu bernama Sunensi dan Ayah Achmad Sulton. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dengan dua Kakak bernama Syara dan Rauf serta dua adik bernama Mutaqien dan Leli.

Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis antara lain pada tahun 1992 SDN Bojong Gede 06 Bogor dan lulus tahun 1998, SLTP Islam Hj. Siti Maemoen Cilebut Bogor dan lulus tahun 2001, SMU Negeri 06 Bogor dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis masuk di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian.

(18)

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Penulisan karya ilmiah ini merupakan syarat kelulusan kesarjanaan pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Ekawati Sri Wahyuni sebagai dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan, arahan, koreksi, pemikiran dan waktu yang diluangkan untuk penulis, sehingga karya ilmiah ini terselesaikan.

2. Ibu Winati Wigna dan Ibu Heru Purwandari selaku penguji utama dan penguji wakil Departemen dalam ujian kelulusan. Terimakasih atas kesedian untuk menguji penulisan karya ilmiah ini.

3. Bapak Yusron, Ketua PKBM Damai Mekar Kelurahan Sukadamai. Terimakasih atas izin penelitian yang telah diberikan.

4. Ibu Hetty, selaku koordinator program KF PKBM Damai Mekar, beserta semua tutor KF. Terima kasih atas semua waktu, arahan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

5. Semua warga RW 01 dan 10, khususnya semua ibu-ibu yang telah menjadi responden penelitian. Terimakasih atas kesedian waktu selama penelitian. 6. Keluarga yang menjadi naungan dan semangat berjuang dalam hidupku

selama ini (Ayah, Mama, Kakak dan Adik).

7. Keponakan kecilku yang menjadi penghibur atas kepolosan dan kelucuan kalian (Putra dan Oil).

8. Sahabat yang mau menerima dalam semua keadaan (Ansi dan Tyas).

9. Gita dan Nessa, sahabat seperjuangan. Semoga apa yang kita tulis membawa manfaat bagi orang lain. Amien

(19)

13.Teman-teman KPM yang memberikan motivasi dan semangat yang selalu ada dalam setiap perjumpaan dan pertolongan. Semoga karya kita selalu dikenang. 14.Gausul Fardi Hakim, terimakasih untuk doa dan bantuannya.

15.Semua pihak yang turut membantu penyelesaian karya ilmiah ini.

Bogor, Juli 2008

(20)

Puji syukur yang sedalam-dalamnya hanya tercurah kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya yang tak terhingga sehingga karya ilmiah (skripsi) yang berjudul ”Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional (KF)” dapat terselesaikan. Tentu tidak luput pula kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian penulisan karya ilmiah ini.

Menjadi suatu keprihatinan bersama dalam kemajuan pendidikan saat ini, melihat masih banyaknya masyarakat di sekitar kita yang mengalami buta aksara. Semoga karya ilmiah ini memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan penuntasan masalah kebutaaksaraan tersebut, meskipun disadari penulisan ini masih sangat jauh dari sempurna. Segala bentuk dukungan berupa kritik dan saran yang membangun penulisan ini diharapkan menambah wawasan kepada penulis untuk memperbaiki kekurangan yang ada sehingga menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

Latifah Sulton

(21)

DAFTAR ISI

1.2Rumusan Masalah Penelitian...4

1.3Tujuan Penelitian...5

1.4Kegunaan Penelitian...5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis...6

2.1.1 Konsep Buta Aksara dan Melek Aksara...6

2.1.2 Hakekat Pemberdayaan...7

2.1.3 Pemberdayaan Perempuan Melalui Pemberantasan Buta Aksara...9

2.1.4 Program Keaksaraan Fungsional (KF)...11

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran... 16

3.2 Definisi Konseptual... 18

3.3 Definisi Operasional... 18

3.4 Hipotesis...23

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian...25

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...25

4.3 Teknik Sampling... 26

4.4 Jenis Data dan Pengumpulan Data...26

(22)

BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI

5.1 Gambaran Umum Kelurahan Sukadamai...28 5.1.1 Kondisi Geografis...28 5.1.2 Kependudukan...29 5.1.3 Pendidikan...32 5.2 Gambaran Umum Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

(PKBM) Damai Mekar...35 5.3 Program Keaksaraan Fungsional PKBM Damai Mekar...35 5.4 Profil Warga Belajar Program KF PKBM Damai Mekar...39 5.5 Ikhtisar Bab V...41

BAB VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN

6.1 Karakteristik Internal Diri Pribadi Responden...42 6.1.1 Umur...43 6.1.2 Status Perkawinan...43 6.1.3 Pekerjaan...44 6.1.4 Tingkat Pendidikan...44 6.1.5 Jumlah Anak...45 6.1.6 Penilaian WB terhadap Program KF...46 6.1.7 Motif Responden Mengikuti Program KF...47 6.2 Karakteristik Eksternal Responden...47 6.2.1 Tingkat Pendidikan Keluarga...48 6.2.3 Dukungan Keluarga...49 6.2.4 Teknik Pembelajaran oleh Tutor...49 6.2.5 Alokasi dan Tempat Belajar...50 6.3 Ikhtisar Bab VI...51

BAB VII. KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL 7.1 Keberhasilan Program KF...52 7.2 Upaya Pencapaian Keberhasilan Program

Keaksaraan Fungsional...54 7.3 Ikhtisar Bab VII...55

BAB VIII. HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN KEMAMPUAN KEAKSARAAN

8.1 Hubungan Faktor Internal dengan Kemampuan Keaksaraan...56 8.1.1 Hubungan Umur dengan Kemampuan Keaksaraan...57 8.1.2 Hubungan Status Perkawinan dengan

Kemampuan Keaksaraan...58 8.1.3 Hubungan Pekerjaan dengan Kemampuan Keaksaraan...59 8.1.4 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan

(23)

8.1.5 Hubungan Jumlah Anak dengan Kemampuan Keaksaraan...62 8.1.6 Hubungan Penilaian WB terhadap Program KF

dengan Kemampuan Keaksaraan...63 8.1.7 Hubungan Motif WB Mengikuti Program KF

dengan Kemampuan Keaksaraan...64 8.2 Faktor Hubungan Eksternal dengan Kemampuan Keaksaraan...65 8.2.1 Hubungan Tingkat Pendidikan Keluarga

dengan Kemampuan Keaksaraan...66 8.2.2 Hubungan Dukungan dari Keluarga dengan

Kemampuan Keaksaraan...67 8.2.3 Hubungan Teknik Pembelajaran oleh Tutor

dengan Kemampuan Keaksaraan...68 8.2.4 Hubungan Alokasi Waktu dan Tempat Belajar

dengan Kemampuan Keaksaraan...69 8.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingginya

Kemampuan Keaksaraan Responden...70 8.4 Ikhtisar Bab VIII...73

BAB IX. DAMPAK DARI PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL 9.1 Bentuk Dampak Kemampuan Keaksaraan...74 9.1.1 Motivasi Untuk Belajar Kembali...74 9.1.2 Penerapan Fungsional Kemampuan Keaksaraan...74 9.1.3 Kepercayaan Diri Warga Belajar...75 9.2 Hubungan Kemampuan Keaksaraan

dengan Motivasi Belajar Kembali...75 9.3 Hubungan Kemampuan Keaksaraan

dengan Penerapan Fungsional Kemampuan Keaksaraan...77 9.4 Hubungan Kemampuan Keaksaraan

dengan Kepercayaan Diri WB...79 9.5 Ikhtisar Bab IX...81

BAB X. KESIMPULAN DAN SARAN

10.1 Kesimpulan...82 10.2 Saran...83

(24)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Bagan Kerangka Pemikiran...17 2. Aktivitas Praktek Keterampilan Warga Belajar KF

di Majelis Tempat Belajar...38

3. Warga Belajar KF Bersama Tutor PKBM Damai Mekar...38 4. Ujian Warga Belajar yang Diawasi

(25)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Umur

di Sukadamai, Tahun 2007 ...30 2. Komposisi Penduduk Kelurahan Sukadamai

Menurut Agama, Tahun 2007...31 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

di Sukadamai, Tahun 2007...32 4. Sarana Pendidikan Umum di Sukadamai, Tahun 2007 ...33 5. Sarana Pendidikan Luar Sekolah di Sukadamai, Tahun 2007 ...34 6. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Internal Diri Pribadi

di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008...42 7. Sebaran Responden Berdasarkan Karakteristik Eksternal Diri

Responden di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai,

Tahun 2008...48 8. Sebaran Responden Menurut Kemampuan Keaksaraan

di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008...52 9. Hubungan antara Faktor Internal dengan Kemampuan

Keaksaraan di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai,

Tahun 2008...57 10. Hubungan antara Faktor Eksternal dengan Kemampuan

Keaksaraan di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai,

Tahun 2008...65 11. Hubungan Kemampuan Keaksaraan Responden dengan

Motivasi Belajar Kembali di PKBM Damai Mekar,

Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008...76 12. Hubungan Kemampuan Keaksaraan Responden dengan

Penerapan Fungsional Kemampuan Keaksaraan

(26)

13. Hubungan Kemampuan Keaksaraan Responden dengan

(27)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu dari tujuan nasional.

UNDP menetapkan kemajuan suatu negara dapat ditentukan oleh tiga indikator

indeks pembangunan manusia, yaitu indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks

perekonomian. Angka melek aksara adalah salah satu variabel dari indikator indeks

pendidikan. Berdasarkan data BPS (2006), angka buta aksara penduduk Indonesia

mencapai 12,8 juta orang atau 0,05 persen dari total jumlah penduduk, dan angka

tersebut meningkat pada kelompok umur dewasa (15 tahun keatas) menjadi 8,4

persen dari total penduduk pada kelompok umur tersebut. Perempuan menempati

posisi lebih tinggi pada angka kebutaaksaraan kelompok usia 15-44 tahun, dengan

persentase sebesar 4,8 persen untuk perempuan, dan 2,9 persen untuk laki-laki. Hal

ini merupakan indikasi dari adanya kesenjangan gender dalam kemelekaksaraan.

Pada kelompok usia 60 tahun ke atas, persentase tersebut menjadi lebih tinggi hingga

16,36 persen. Tercatat oleh BPS terjadi penurunan buta aksara tiap tahunnya, namun

angka buta aksara perempuan tetap tinggi daripada angka pada laki-laki, khususnya

pada kelompok usia tua.

Dengan demikian pemberantasan buta aksara menjadi nilai strategis mengurangi

angka kebutaaksaraan, terutama kebutaaksaraan pada perempuan. Peningkatan

kemelekaksaraan pada taraf global telah tercetus pada tujuan PUS (Pendidikan Untuk

(28)

pencapaian melek aksara sebesar 50 persen pada tahun 2015, khususnya bagi

perempuan dan akses pendidikan yang adil bagi mereka (UNESCO, 2006). Pada

RPJM 2004-2009, Indonesia mentargetkan kemelekaksaraan pada orang dewasa

menjadi 95 persen pada tahun 2009 (Jalal&Sardjuni, 2006). Upaya pemberantasan

buta aksara Indonesia telah dimulai sejak kemerdekaan hingga kini (Swasono, 2007).

Dukungan terhadap penurunan buta aksara perempuan telah dilakukan dengan

dibuatnya peraturan bersama antara Menteri Departemen Pendidikan Nasional,

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, dan Menteri Dalam Negeri pada tahun

2005 mengenai percepatan pemberantasan buta aksara perempuan. Selain itu

dikeluarkan pula Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang

Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar /Pemberantasan Buta Aksara

(GNP-PWB/PBA).

Program pemberantasan buta aksara perempuan usia dewasa secara praktik di

lapangan dijalankan melalui kelompok-kelompok belajar yang lebih dikenal dengan

Keaksaraan Fungsional (KF). Program ini secara kelembagaan diusungkan oleh

Direktorat Pendidikan Masyarakat (Dikmas) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar

Sekolah (Ditjen PLS) melalui Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Pendidikan Luar

Sekolah (UPTD PLS) dan dilaksanakan oleh Pusat Kegiatan Belajar (PKBM)

kabupaten/kota dan propinsi. Selain itu dapat pula melalui jalur kelembagaan lain

seperti LSM atau organisasi masyarakat yang juga melaksanakan program

pemberantasan buta aksara. Strategi pembelajaran pada program KF berbeda dengan

program pemberantasan buta aksara yang lain seperti Kejar Paket A, Paket B dan

(29)

dan menekankan pada fungsi program secara fungsional dengan strategi membaca,

menulis, berhitung dan aksi (Calistungdasi) serta diskusi yang proses belajarnya

disesuaikan oleh konteks warga belajar (Depdiknas, 2006). Program KF juga

merupakan langkah pemberdayaan perempuan melalui pendidikan, membuatnya

lebih berdaya baik bagi diri sendiri, bagi keluarga maupun bagi masyarakat (Saidah,

2001).

Keberhasilan program KF menjadi cara terwujudnya pemberdayaan khususnya

bagi penduduk buta aksara. Berdasarkan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda)

beberapa daerah tentang pelaksanaan program KF yang tidak efektif dilaksanakan,

bahkan banyaknya laporan fiktif atas terselenggaranya program kelompok belajar KF

(Aminullah, 2006). Kurangnya anggaran pemerintah, sibuknya tenaga pendidik,

kurangnya motivasi dan kesibukan warga belajar, serta ketidakberlanjutan program

menjadi alasan masalah buta aksara belum tentu tuntas dilaksanakan, dan masalah

buta aksara kembali (replaced illiterate) dapatlah terjadi. Permasalahan yang terjadi

di beberapa wilayah belum tentu pula terjadi di wilayah lain, karena terdapat pula

kelompok-kelompok belajar pada program KF yang mengentaskan buta aksara

perempuan atau meningkatkan kemampuan melek aksara warga belajarnya.

Penelitian keberhasilan program KF ini akan dilakukan pada KF yang berada di

bawah naungan PKBM Damai Mekar yang berada di Kelurahan Sukadamai,

Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Kota Bogor yang masih memiliki penduduk

buta aksara sekitar 10.321 orang atau 1,55 persen dari jumlah penduduk berusia

diatas 15 tahun di Kota Bogor, juga telah melakukan upaya pemberantasan buta

(30)

Bogor. PKBM Damai Mekar adalah salah satu yang saat ini masih konsisten

menyelenggarakan program pemberantasan buta aksara (KF) dan telah cukup dikenal

oleh beberapa PKBM lain dan Dinas Pendidikan Luar Sekolah Kota Bogor.

Pengalaman pada program pemberantasan buta aksara di PKBM Damai Mekar sejak

tahun 2005 diharapkan mampu menjelaskan keberhasilan pelaksanaan program KF

yang mempengaruhi peningkatan kemampuan melek aksara warga belajarnya.

1.2Rumusan Masalah Penelitian

Analisis keberhasilan program KF di PKBM Damai Mekar akan ditelusuri

oleh beberapa pertanyaan penelitian yang lebih terfokus dan terarah, dengan rumusan

sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan program KF di PKBM Damai Mekar ?

2. Bagaimana keberhasilan program KF di PKBM Damai Mekar ?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan program KF tersebut?

(31)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan masalah penelitian

antara lain:

1. Mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan program KF yang ada di PKBM Damai

Mekar.

2. Mengetahui dan menjelaskan keberhasilan program KF pada PKBM tersebut.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program KF yang

ada di PKBM Damai Mekar.

4. Menemukan upaya-upaya yang dilakukan untuk keberhasilan program KF.

1.4Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian diharapkan dapat:

1. Menjadi referensi bagi instansi-instansi terkait pada program pemberantasan buta

aksara mengenai keberhasilan program KF.

2. Menjadi bahan pertimbangan dan penentu kebijakan dalam pengambilan

keputusan dalam perencanaan lebih lanjut untuk pemberantasan buta aksara.

3. Sebagai tambahan pengetahuan dan perkembangan program Keaksaraan

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis

2.1.1 Konsep Buta Aksara dan Melek Aksara

Pengertian buta aksara menurut Departemen Pendidikan Nasional

(Depdiknas) tahun 2006, yaitu ketidakmampuan yang dimiliki seseorang untuk

membaca dan menulis dengan huruf latin dan angka arab dalam bahasa Indonesia,

serta tidak memiliki keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan. Terdapat pula

pengertian buta aksara fungsional menurut Depdiknas, yang berarti ketidakmampuan

melakukan kegiatan yang memerlukan kecakapan keaksaraan, misalnya membaca,

menulis dan berhitung untuk bidang usaha yang menjadi mata pencaharian.

Sebaliknya pengertian melek aksara fungsional adalah kemampuan seseorang paling

tidak dapat membaca dan menulis dengan huruf latin dan berhitung dengan angka

arab dalam setiap kegiatannya yang memerlukan kecakapan tersebut dan juga

memungkinkannya untuk melanjutkan pemanfaatan kecakapan membaca, menulis

dan berhitung untuk pengembangan diri dan masyarakat. Buta aksara menurut

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP) (2007) terbagi menjadi

dua bentuk, yaitu buta aksara murni dan buta aksara praktis. Buta aksara murni yaitu

dimana penduduk sama sekali tidak dapat membaca, menulis dan berhitung dengan

aksara apapun. Sedangkan buta aksara praktis dialami penduduk yang tidak dapat

membaca, menulis dan berhitung dengan aksara latin dan angka arab, buta bahasa

(33)

Pada konferensi UNESCO tahun 1978, pengertian melek aksara merupakan

penggunaaan keaksaraan dalam seluruh aktivitas seseorang dan berfungsi efektif bagi

kelompoknya dan masyarakat, yang juga memberi kemungkinan bagi dia untuk

menggunakannya dalam membaca, menulis dan berhitung bagi perkembangan dirinya

sendiri maupun masyarakat. Setelah tahun 1980-an dan 1990 keaksaraan atau melek

aksara diperluas maknanya untuk mengakomodasi tantangan globalisasi termasuk

dampak teknologi baru dan media informasi serta pengetahuan ekonomi (UNESCO,

2006). Secara mantap digariskan bahwa keaksaraan adalah hak dan kunci menuju hak

yang lain, serta memberikan bukti tentang multipersonal, manfaat sosial dan ekonomi

(UNESCO, 2006).

Pengukuran melek aksara seseorang yang digunakan dalam sensus nasional

adalah kemampuan membaca dan menulis sebuah pernyataan sederhana tentang

keaksaraannya sehari-hari (Djalal, 2006). Melek aksara di Indonesia memainkan

peranan penting dalam dalam meningkatkan kehidupan perekonomian individu yang

aman dan kesehatannya bagus serta memperkaya masyarakat dengan pembangunan

modal manusia, pengembangan identitas budaya dan toleransi, serta mempromosikan

partisipasi warga negara (Djalal, 2006).

2.1.2 Hakekat Pemberdayaan

Menurut Meriam Webster dan Oxford English Dictionary dalam Zarida

(2000), kata empower mempunyai dua arti, yaitu pertama, to give power or authority

to dan kedua, to give ability to or enable. Pengertian pertama diartikan sebagai

(34)

lain. Sedangkan hal yang kedua diartikan sebagai upaya untuk memberikan

kemampuan atau keberdayaan. Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai

upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan

masyarakat agar rakyat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan

kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan (Sumodiningrat,

1999). Menurutnya upaya pemberdayaan merupakan upaya untuk meningkatkan

harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu untuk

melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan, dengan kata lain

pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Selain itu,

strategi pemberdayaan masyarakat erat kaitannya dengan penciptaan kesempatan

kerja dan peluang berusaha yang memberikan pendapatan yang memadai bagi

masyarakat. Pemberdayaan tidak hanya menyangkut pendanaan tetapi juga

peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kelembaagaan.

Suatu pemberdayaan ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya

(kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan

yang terkait dengan diri mereka untuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial

dalam melakukan tindakan (Nasdian, 2003). Konsep dan gerakan pemberdayaan

menurut Pranarka (1996) memusatkan perhatian pada kenyataan bahwa manusia atau

sekelompok manusia dapat mengalami kendala dan hambatan dalam proses dan gerak

aktualisasi eksistensinya. Dengan demikian, pemberdayaan dalam hal ini adalah

berusaha untuk menciptakan kondisi yang memberikan kemungkinan bagi setiap

manusia untuk dapat menunaikan tugas aktualisasi eksistensinya seluas-luasnya dan

(35)

Pengukuran keberhasilan dari suatu pemberdayaan dapat dilakukan dengan

melihat dari adanya indikator keberhasilan dari program pemberdayaan masyarakat.

Menurut Sumodiningrat (1999) terdapat lima indikator keberhasilan dari program

pemberdayaan masyarakat, antara lain: (1) berkurangnya jumlah penduduk miskin;

(2) berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk

miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia; (3) meningkatnya

kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di

lingkungannya; (4) meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan

makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya

permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi, serta makin luasnya

interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat; (5) serta

meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh

peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok

dan kebutuhan sosial dasarnya.

2.1.3 Pemberdayaan Perempuan Melalui Pemberantasan Buta Aksara

Upaya pemberantasan buta aksara merupakan suatu bentuk pemberdayaan

perempuan yang berdampak pada pembangunan nasional. Menurut Rosalina (2007)

pemberdayaan perempuan harus dimulai dari sektor pendidikan untuk meningkatkan

angka melek huruf perempuan dan angka partisipasinya dalam pembangunan.

Perempuan yang telah melek aksara merupakan dasar kemandirian bagi mereka

dalam mengatur perekonomian keluarga dan secara tidak langsung akan

(36)

dimiliki seseorang bermanfaat sebagai penghargaan diri itu sendiri, kepercayaan dan

pemberdayaan pribadi (UNESCO, 2006). Selain manfaat tersebut, berdasarkan hasil

penelitian UNESCO (2006) menunjukan bahwa pemberantasan buta aksara

berdampak langsung terhadap:

1. Menurunnya angka kematian bayi dan ibu melahirkan

2. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya minimal

tamat SD

3. Berhasilnya program pelaksanaan Program Keluarga Berencana

4. Naiknya tingkat gizi dan usia harapan hidup masyarakat terhadap program

pembangunan

5. Makin demokratisnya sikap dan perilaku masyarakat.

Pemberdayaan perempuan melalui peningkatan keaksaraan telah mendapat

perhatian, melalui beberapa komitmen besar, seperti Tujuan Pembangunan Millenium

Indonesia atau Millenium Development Goal (MDG) yang memiliki dua tujuan

terkait pada tujuan untuk membangun pendidikan dan mendorong kesetaraan gender

di dalamnya (UNDP, 2005). Selain itu komitmen dari deklarasi Dakkar tentang PUS

(Pendidikan Untuk Semua) yang berfokus pada perbaikan sebesar 50 persen pada

tingkat kemelekaksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum

perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar serta berkelanjutan bagi

semua orang dewasa. Terdapat juga komitmen nasional dalam peningkatan

keaksaraan melalui gerakan percepatan pemberantasan buta aksara khususnya untuk

perempuan, dan merupakan hasil dari surat keputusan bersama antara Menteri

(37)

yang telah dilaksanakan pada 12 Mei 2005, serta dikeluarkannya instruksi Presiden

Presiden Republik Indonesia No.5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan

Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Pemberantasan Buta

Aksara. (GNP-PWB/PBA).

2.1.4 Program Keaksaraan Fungsional (KF)

Keaksaraan Fungsional sesungguhnya merupakan suatu bentuk pendekatan

dalam strategi belajar dalam upaya pemberantasan buta aksara (Depdiknas, 2006).

Aktivitas belajar secara fungsional berarti mengkaitkan proses belajar pada situasi

atau kondisi warga belajar yang merupakan pola pembelajaran dan pemberdayaan

penduduk secara terpadu bagi penduduk usia dewasa melalui pendekatan andragogi

dan integratif. Pada pendekatan ini, ada konsekuensi logis bagi warga belajar, mereka

sadar bahwa bekerja sambil belajar merupakan suatu kebutuhan di samping

kewajiban. Pola pembelajaran lain juga perlu diikuti, seperti pembangunan jaringan

belajar, agar warga belajar senantiasa melek ilmu pengetahuan dan keterampilan,

warga belajar tidak berhenti seusai mengikuti program KF.

Pelaksanaan program KF tidak serta merta hanya belajar membaca, menulis

dan menghitung, namun dilengkapi pula dengan tahapan lanjutan lainnya yang

bertujuan memandirikan kemampuan melek aksara warga belajar. KF merupakan

bagian dari lingkup kegiatan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang dilaksanakan oleh

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang dipusatkan pada suatu wilayah

sehingga mudah diakses oleh masyarakat setempat (Sihombing, 1999). Selain itu KF

(38)

Swadaya Masyarakat), PKK, SKB (Sanggar Kegiatan Belajar), Perguruan Tinggi,

Aissyiyah, GOW/BKOW, Muslimah NU, atau Wanita Islam. Untuk

menyelenggarakan program KF dibutuhkan delapan prinsip utama pemahaman

penyelenggaraan program ini (Depdiknas, 2006), yaitu:

1. Konteks lokal, program dikembangkan berdasarkan konteks lokal yang

mengacu pada konteks sosial lokal dan kebutuhan khusus pada setiap warga

belajar dan masyarakat sekitarnya

2. Desain lokal, merupakan rancangan kegiatan belajar yang dirancang oleh tutor

dan warga belajar berdasarkan minat, kebutuhan, masalah, kenyataan dan

potensi /sumber-sumber setempat

3. Proses partisipatif adalah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

penyelenggaraan program keaksaraan fungsional harus dilakukan berdasarkan

strategi partisipatif

4. Fungsionalisasi hasil belajar. Hasil belajar diharapkan warga belajar dapat

memfungsikan keaksaraannya untuk menganalisis dan memecahkan masalah

keaksaran yang dihadapi warga belajar

5. Kesadaran. Proses pembelajaran keaksaraan hendaknya dapat meningkatkan

kesadaran dan kepedulian warga belajar terhadap keadaan dan permasalahan

lingkungan untuk melakukan aktivitas kehidupannya

6. Fleksibilitas, program KF harus fleksibel, agar memungkinkan untuk

dimodifikasi sehingga responsif terhadap minat dan kebutuhan belajar serta

(39)

7. Keanekaragaman, hendaknya bervariasi dilihat dari segi materi, metode,

maupun strategi pembelajaran sehingga mampu memenuhi minat dan

kebutuhan belajar warga belajar di setiap daerah yang berbeda-beda

8. Kesesuaian hubungan belajar, dimulai dari hal-hal yang telah diketahui dan

dapat dilakukan oleh warga belajar, sehingga pengalaman, kemampuan, minat

dan kebutuhan belajar menjadi dasar dalam menjalin hubungan yang harmonis

dan dinamis antara tutor dan warga belajar.

Selain itu terdapat tiga tahapan kompetensi dalam menyempurnakan pelaksanaan

program KF (Depdiknas, 2006). Tahapan tersebut terdiri dari:

1. Tahap pemberantasan, atau merupakan tingkat keaksaraan dasar

Terdapat beberapa metode pada tahap ini, antara lain:

1. Metode Dasar. Metode pembelajaran bagi warga belajar buta aksara

permulaan untuk meningkatkan kecakapan membaca dan menulis permulaan

terutama pada keterampilan pemenggalan kata, suku kata, dan huruf demi

huruf untuk disusun kembali menjadi kalimat yang bermakna

2. Metode Drill. Belajar dengan cara melakukan latihan berulang-ulang baik

membaca, menulis dan berhitung

3. Metode Kata Kunci. Pembelajaran ini merupakan penerapan pendekatan

tematik dimana kata-kata kunci yang dipelajari harus sesuai dengan tema yang

dikembangkan. Metode ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan

warga belajar membuat kata baru dari suku kata yang telah dikenal

4. Metode Bahasa Ibu. Ditujukan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa

(40)

2. Tahap Pembinaan atau Lanjutan, atau sudah berada pada tingkat keaksaraan

fungsional. Tahap ini memiliki tiga bentuk model pembinaan, antara lain:

1.Model belajar sambil bekerja

2.Model belajar sambil beraksi

3.Model kelompok belajar usaha.

3. Tahap Pelestarian atau Mandiri, atau telah berada pada tingkat mandiri. Terdapat

pula bentuk model pembinaan pada tahap ini, yaitu:

1. Model taman bacaan masyarakat

2. Model arisan bersama

3. Model paguyuban.

Ketiga tahapan di atas dilaksanakan secara berkelanjutan guna mencapai tujuan

program KF yang optimal. Hasil belajar melalui program KF juga dilakukan melalui

mekanisme yang disesuaikan dengan SKK (Standar Kompetensi Keaksaraan). Warga

belajar yang diperbolehkan mengikuti penilaian hasil belajar adalah mereka yang

aktif mengikuti proses pembelajaran secara sistematis dan kontinu. Mereka juga

berhak mendapatkan Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA).

Berdasarkan Laporan Akhir Penyusunan Data Buta Aksara Perempuan oleh

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP) tahun 2005, terdapat

beberapa kendala yang mempengaruhi penerimaan warga belajar terhadap ketiga

pelaksanaan tahapan tersebut. Kendala penerimaan warga belajar atas program

lanjutan KF antara lain rendahnya motivasi masyarakat, kesibukan pada pekerjaan

domestik atau publik, dan masih melekatnya pengaruh budaya patriarki dengan

(41)

Adanya kendala seperti di atas menjadi tantangan bagi strategi pelaksanaan KF dalam

keefektifannya memberantas buta aksara. Dilaporkan juga oleh Depdiknas (2006)

bahwa peserta program KF sebanyak 36,2 persen dari kelompok tua di atas 45 tahun,

yang mengindikasikan masih besarnya minat buta aksara kelompok tua untuk

(42)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Suatu program pemberdayaan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dengan

melakukan berbagai kegiatan yang kompleks. Salah satu bentuk program

pemberdayaan masyarakat dalam bidang pendidikan yaitu program pemberantasan

buta aksara melalui program keaksaraan fungsional (KF). Keaksaraan fungsional

(KF) merupakan salah satu bentuk program pemberantasan buta aksara yang

diprioritaskan untuk kelompok usia 15 tahun sampai dengan 45 tahun, dengan

mengkaitkan proses belajar sesuai konteks kehidupan sasaran program atau warga

belajar.

Keberhasilan program KF dapat dilihat dari sejauhmana pencapaian tujuan

program ini, dengan melihat manfaat dan dampak yang diperoleh warga belajar

setelah mengikuti program. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa faktor yang

melatarbelakangi keberhasilan program KF, antara lain faktor internal dan eksternal

dari warga belajar. Faktor tersebut berpengaruh langsung terhadap keberhasilan

program, dalam hal ini manfaat yang didapat dari pelaksanaan program KF, yang

kemudian memberikan manfaat tak langsung kepada WB atau yang disebut dampak

(43)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran

KF Faktor eksternal WB:

1. Tingkat pendidikan 1. Motivasi untuk mau

(44)

3.2 Definisi Konseptual

1. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar) merupakan wadah seluruh kegiatan belajar

masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang

dikelola oleh masyarakat, yang terletak di wilayah desa atau kelurahan,

sehingga mudah diakses oleh masyarakat.

2. Keaksaraan Fungsional adalah program pemberantasan buta aksara dengan

sasaran program warga masyarakat dengan usia diatas 15 tahun yang

dilaksanakan dalam bentuk kelompok belajar yang terdiri dari warga belajar

dengan belajar membaca, menulis dan berhitung.

3. Warga Belajar (WB) adalah warga masyarakat yang bertempat tinggal di

sekitar lingkungan PKBM dan tercatat sebagai anggota belajar program KF,

dan juga merupakan istilah bagi pihak penyelenggara (PKBM dan PLS) untuk

peserta program PKBM.

3.4 Definisi Operasional

1. Kemampuan keaksaraan adalah pencapaian kompetensi keaksaraan dasar oleh

warga belajar yang meliputi kemampuan dia untuk dapat membaca menulis

dan berhitung setelah mengikuti program KF

a. Tinggi : ≥ 60 persen hasil tes keaksaraan dasar dapat dikerjakan dengan

benar atau memiliki skor ≥ 318

b. Rendah : < 60 persen hasil tes keaksaraan dasar tidak dapat dikerjakan

(45)

2. Keberhasilan program adalah hasil dari tujuan program KF yang diukur

berdasarkan kemampuan melek aksara yang telah dimiliki oleh warga belajar

setelah mengikuti program.

a. Berhasil : ≥50 persen WB yang menjadi sampel penelitian memiliki

kemampuan keaksaraan

b. Tidak berhasil : < 50 persen WB yang menjadi sampel penelitian tidak

memiliki kemampuan keaksaraan

3. Umur adalah lamanya waktu seorang warga belajar untuk hidup sejak ia lahir

hingga saat penelitian ini berlangsung.

a. (16 tahun ≥ x ≥ 45 tahun)

b. x > 45 tahun

4. Pendidikan formal yaitu jenjang pendidikan yang pernah diikuti warga

belajar.

a. Rendah : tidak pernah mengikuti pendidikan formal atau

sekolah dasar kelas1-3

b. Tinggi : pernah mengikuti sekolah dasar kelas 4-6

5. Status perkawinan adalah keterikatan dan tanggung jawab WB terhadap

perannya dalam keluarga.

a. Menikah b. Janda

6. Pekerjaan merupakan mata pencaharian atau usaha yang dilakukan untuk

mendapatkan penghasilan

a. Bekerja

(46)

7. Jumlah anak adalah keseluruhan anak yang dimiliki dan menjadi tanggungan

bagi WB.

a. Tinggi : > 3 anak dan atau memiliki balita

b. Rendah : ≤ 3 anak dan tidak memiliki balita

8. Penilaian terhadap program KF adalah tanggapan yang diberikan oleh WB

sebelum dan sesudah mengikuti program KF.

a. Tinggi : tanggapan yang mendukung kebermanfaatan program KF

terhadap WB dengan adanya semangat dan motivasi tinggi dari WB

untuk belajar. Skor > 18

b. Rendah : tanggapan WB yang tidak/kurang merespon kebermanfaatan

program KF terhadap kemampuan keaksaraan WB. Skor ≤ 18

9. Motif WB adalah penyebab atau alasan yang membuat WB ingin mengikuti

program KF:

a. Intrinsik : segala dorongan yang berasal dari dalam diri WB sendiri,

tanpa paksaaan, rasa ingin tahu dan menambah kemampuan keaksaraan

(membaca, menulis dan berhitung).

b. Ekstrinsik : segala dorongan yang berasal dari luar diri WB, yang

diintervensi pihak lain, diajak (ikut-ikutan), serta keinginan lain selain

ingin dapat membaca menulis dan berhitung (berkumpul dengan

teman-teman, menggosip, mengisi kekosongan waktu)

10.Tingkat pendidikan keluarga adalah pendidikan formal yang pernah diikuti

anggota keluarga dari WB (orang tua, suami, anak, dan saudara dari WB).

(47)

anggota keluarga (orang tua, suami, anak, dan saudara dari WB) dinyatakan

berpendidikan dan skor 1 untuk anggota keluarga yang tidak dapat membaca

dan menulis.

a. Rendah : skor < 4

b. Tinggi : skor ≥ 4

11.Dukungan dari lingkungan tempat tinggal adalah bentuk perhatian yang

diberikan dari orang-orang yang berada di sekitar tempat tinggal WB, yaitu

lingkungan keluarga. Diukur berdasarkan jumlah skor. Skor 2 diberikan pada

tiap bentuk perhatian yang diberikan keluarga (menyuruh untuk ikut program,

mengingatkan jadwal belajar dan membantu belajar di rumah), dan skor 1 bila

satu bentuk perhatian tidak diberikan.

a. Rendah : skor < 4

b. Tinggi : skor ≥ 4

12.Teknik pembelajaran oleh tutor adalah cara-cara yang digunakan oleh tutor

untuk meningkatkan kemampuan keaksaraan WB, meliputi pengajaran

kemampuan baca tulis hitung, melatih berulang-ulang kemampuan tersebut,

menerapkan pendekatan tematik atau mengajarkan perbendaharaan kata baru

dari suku kata yang telah dikenal, penyiapan kurikulum dan perangkat

pembelajaran, jadwal belajar, penyesuaian metode terhadap kondisi warga

belajar, adanya monitoring dari luar, misal aparat PLS. Variabel ini diukur

dengan jumlah skor yang diperoleh dari jawaban pertanyaan pada kuesioner.

Jawaban pertanyaan yang sesuai harapan diberi skor 2 dan yang tidak sesuai

(48)

a. Rendah : jumlah skor < 16

b. Tinggi : jumlah skor ≥ 16

12. Alokasi waktu dan tempat belajar adalah penetapan jadwal belajar dan tempat

belajar KF.

a. Disesuaikan keinginan WB

b. Disesuaikan keinginan selain oleh WB

13.Membaca adalah kemampuan warga belajar mengenal huruf dalam satu kata,

mengeja kata tersebut, membacanya dalam suku kata dan membacanya dalam

kata utuh.

14.Menulis adalah kemampuan warga belajar berupa ketepatan menulis huruf,

angka, suku kata dan suatu kata.

15.Menghitung adalah kemampuan warga belajar mengoperasikan angka-angka

secara dasar (pengurangan dan penjumlahan)

16.Motivasi tinggi untuk mau belajar baca tulis hitung lagi, yaitu WB belajar

kembali setelah selesai mengikuti program untuk mengasah kemampuan baca

tulis hitungnya dengan belajar ditempat lain seperti dirumah

a. Motivasi rendah : tidak ada keinginan belajar kembali dan tidak

melakukannya

b. Motivasi tinggi : mau dan melakukan belajar kembali

17.Kepercayaan diri WB adalah keyakinan pada diri WB bahwa dia dapat

melakukan hal yang sebelumnya ia tidak mampu lakukan atau tidak memiliki

keberanian untuk melakukannya yang dipengaruhi setelah mengikuti program

(49)

masyarakat (arisan, pengajian, pusat perbelanjaan, sekolah anak, tempat

pembayaran listrik, dan bank atau lembaga keuangan) atau bersosialisasi

dengan lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggal (bergaul dengan

tetangga).

a. Rendah: masih merasa enggan untuk mengakses kelembagaan tersebut dan

tidak melakukannya satupun

b. Tinggi : mau mengakses kelembagaan tersebut dan melakukannya minimal

satu kelembagaan yang telah disebutkan

18.Penerapan kemampuan fungsional kemampuan keaksaraan adalah tindakan

yang dilakukan oleh WB yang berhubungan dengan penerapan kemampuan

baca, tulis dan hitungnya. Variabel ini diukur dengan jumlah skor yang

diperoleh dari jawaban pertanyaan pada kuesioner. Jawaban pertanyaan yang

sesuai harapan diberi skor 2 dan yang tidak sesuai dengan harapan diberi skor

1.

a. Rendah : tidak dapat melakukan penerapan kemampuan fungsional

membaca, menulis dan berhitung (skor < 2)

b. Tinggi : minimal dapat melakukan satu penerapan kemampuan fungsional

(skor ≥ 2)

3.3 Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara Umur WB dengan kemampuan keaksaraan WB.

2. Terdapat hubungan antara pendidikan formal yang pernah diikuti WB dengan

(50)

3. Terdapat hubungan antara status perkawinan dengan kemampuan keaksaraan

WB.

4. Terdapat hubungan antara pekerjaan yang dimiliki warga belajar dengan

kemampuan keaksaraan WB.

5. Terdapat hubungan antara tinggi jumlah anak yang menjadi tanggungan WB

dengan kemampuan keaksaraannya.

6. Terdapat hubungan antara penilaian WB terhadap program KF dengan

keaksaraan.

7. Terdapat hubungan antara motif WB untuk mengikuti program dengan

kemampuan keaksaraan WB.

8. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan anggota keluarga WB dengan

kemampuan keaksaran WB.

9. Terdapat hubungan antara dukungan dari lingkungan tempat tinggal dengan

kemampuan keaksaraan WB.

10.Terdapat hubungan antara teknik pembelajaran dari tutor dengan kemampuan

keaksaraan WB.

11.Terdapat hubungan antara alokasi waktu dan tempat belajar program KF

dengan kemampuan keaksaraan WB.

12.Terdapat hubungan antara kemampuan dasar keaksaraan/melek aksara WB

(51)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan

menggunakan metode survei, yaitu metode penelitian melalui pengumpulan informasi

berupa data primer dari suatu sampel dengan menanyakan melalui kuesioner atau

interview supaya menggambarkan berbagai aspek dari populasi (Fraenkel dan

Wallen, 1990) dalam (Wahyuni dan Mulyono, 2006). Penggunaan metode survei

pada penelitian ini memanfaatkan uji tes kemampuan keaksaraan dan kuesioner, yang

kemudian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui hubungan antar variabel

bebas (faktor internal dan eksternal) terhadap variabel dipengaruhi (kemampuan

keaksaraan). Metode kualitatif juga digunakan sebagai pendukung pendekatan

kuantitatif melalui teknik wawancara mendalam pada responden dan informan untuk

melengkapi kebutuhan data primer penelitian.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di kawasan Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah

Sareal, Kota Bogor. Tepatnya, berada di RW 01 dan 10 Kelurahan Sukadamai dengan

mengambil responden dari warga belajar (WB) program Keaksaraan Fungsional (KF)

yang berada di bawah naungan PKBM Damai Mekar.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2008. Waktu penelitian

(52)

untuk melihat kelanggengan kemampuan keaksaraan warga belajar pasca

pembelajaran pada program KF PKBM Damai Mekar.

4.3 Teknik Sampling

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu warga belajar KF PKBM

Damai Mekar. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling atau

secara sengaja, yaitu teknik pengambilan sampel dengan memilih subjek-subjek yang

menjadi anggota kelompok tertentu. Secara sengaja, responden yang dipilih adalah

warga belajar (WB) KF yang telah selesai mengikuti program KF, 5 bulan sebelum

penelitian ini dilakukan. Sampling frame penelitian ini adalah seluruh warga belajar

yang berada di RW 01 Kelurahan Sukadamai sebanyak 23 orang dan RW 10

sebanyak 20 orang, mengikuti program KF pada periode pembelajaran

Juni-November 2007.

4.4 Jenis Data dan Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh dari responden yaitu warga belajar program KF dengan menggunakan tes

kemampuan keaksaraan dasar dan kuesioner yang dipandu dengan wawancara

terstruktur. Data primer juga didapatkan melalui wawancara kepada tutor KF,

pengelola PKBM, RW 10 dan staff pemerintahan Kelurahan Sukadamai. Sementara

data sekunder berupa dokumentasi dari PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai

(53)

4.5 Analisis Data

Data primer yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan jenis variabel dan

diolah. Hasil pengisian tes kemampuan keaksaraan dasar digunakan untuk

mengetahui kemampuan keaksaraan warga belajar yang masih ia miliki. Skoring juga

digunakan pada hasil pengisian tes kemampuan keaksaraan dasar, variabel penilaian

program KF oleh warga belajar, varibel teknik pembelajaran oleh tutor, tingkat

pendidikan keluarga, dukungan keluarga dan penerapan kemampuan keaksaraan.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan tabulasi silang yang kemudian

dijelaskan secara deskriptif analitis.

Hipotesis diuji menggunakan analisis Chi-square untuk mengetahui hubungan

antara variabel internal dan variabel eksternal terhadap kemampuan keaksaraan WB.

Selain itu hubungan antara kemampuan keaksaraan terhadap dampak atau manfaat

(54)

BAB V

GAMBARAN UMUM LOKASI

5.1 Gambaran Umum Kelurahan Sukadamai 5.1.1 Kondisi Geografis

Kelurahan Sukadamai merupakan salah satu wilayah Pemerintahan Kota

Bogor yang berada pada Kecamatan Tanah Sareal sejak September 1995.

Berdasarkan data monografi Kelurahan Sukadamai, sebelumnya Kelurahan

Sukadamai adalah bagian dari Desa Cilebut Kecamatan Semplak Kabupaten Bogor.

Pada tahun 1983 Desa Cilebut dimekarkan/dipecah menjadi beberapa bagian yaitu

Desa Cilebut Barat, Desa Cilebut Timur dan Desa Sukadamai. Pada tahun 1984 Desa

Sukadamai terbagi menjadi 2 (dua) bagian wilayah yaitu Desa Sukadamai dan Desa

Sukaresmi. Lalu pada tanggal 20 September 1995 wilayah Desa Sukadamai dan

Sukaresmi masuk dalam wilayah Pemerintahan Kota Bogor berdasarkan Peraturan

pemerintah Nomor 2 Tahun 1995. Kemudian pada tahun 2001 status Desa Sukadamai

berubah menjadi Kelurahan Sukadamai.

Secara topografis, kelurahan ini berada pada dataran rendah dengan ketinggian

tanah 700 m dari permukaan laut. Banyaknya curah hujan yang terjadi kira-kira

200-300 mm/tahun, dan suhu udara rata-rata 25 derajat celcius. Batas-batas wilayah

Kelurahan ini yaitu:

1) Batas utara : Kelurahan Mekarwangi

2) Batas selatan : Kelurahan Kedung Badak

(55)

4) Batas timur : Kelurahan Sukaresmi

Pusat Pemerintahan Kecamatan berada di Kelurahan Tanah Sareal jarak dari

Pusat Pemerintahan Kecamatan sekitar 3 Km, jarak dari Pemerintahan Kota sekitar 6

Km, jarak dari Ibu Kota Provinsi sejauh 180 Km dan jarak dari Ibukota Negara sejauh

68 Km.

Luas Kelurahan Sukadamai sekitar 110 Ha. Peruntukan luas wilayah ini dimanfaatkan

sebagai pemukiman 66 Ha, jalan 5,9 Ha, sawah 2 Ha, ladang 6 Ha, bangunan umum

3,5 Ha, empang 2 Ha, jalur hijau 2 Ha, pekuburan 1 Ha, dan lainnya seluas 24,6 Ha.

5.1.2 Kependudukan

Kelurahan Sukadamai terdiri dari 10 RW dan terbagi dalam dua wilayah,

yaitu wilayah Komplek Perumahan Budi Agung (RW III, IV dan V) dan wilayah

perkampungan (I, II, VI, VII, VIII s/d X). Jumlah RT sebanyak 37 RT yang tersebar

di dalam 10 RW tersebut. Jumlah penduduk pada kelurahan ini ada 13.346 jiwa,

dengan jumlah laki-laki 6.666 jiwa dan perempuan 6680 jiwa, dan jumlah kepala

keluarga 2.223 KK. Berdasarkan data monografi Kelurahan Sukadamai, dapat

diuraikan jumlah penduduk berdasarkan golongan umur, dimana jumlah penduduk

terbesar terdapat pada usia 10-14 tahun yaitu sebesar 1.563 jiwa. Sementara untuk

jumlah penduduk terkecil yaitu pada kategori 60 tahun ke atas yaitu sebesar 621 jiwa.

Untuk lebih jelasnya, komposisi penduduk berdasarkan golongan umur disajikan

(56)

Tabel 1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Umur di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007

No Golongan Umur Jumlah

1 00-14 tahun 1.242

2 05-09 tahun 1.675

3 10-14 tahun 1.563

4 15-19 tahun 1.495

5 20-29 tahun 1.399

6 30-34 tahun 1.254

7 35-39 tahun 1.220

8 40-44 tahun 1.104

9 45-49 tahun 985

10 50-54 tahun 788

11 > 60 tahun 621

Jumlah 13.346

Sumber: Data monografi Kelurahan Sukadamai, 2007

Berdasarkan pada agama atau kepercayaan yang dianut, mayoritas penduduk

Kelurahan Sukadamai beragama islam. Hal ini dapat dilihat melalui komposisi

(57)

Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007

No Agama Jumlah (orang) Distribusi Persentasi (%)

1 Islam 12.200 91,4

2 Kristen 933 6,9

3 Katholik 133 0,9

4 Hindu 9 0,07

5 Budha 26 0,2

6 Konghuchu 40 0,3

13.346 100

Sumber: Data monografi Kelurahan Sukadamai, 2007

Jumlah penduduk terbanyak yang menganut agama islam sebesar 12.200

orang atau 91,4 persen, dan jumlah penduduk terkecil yang menganut agama hindu

sebanyak 9 orang atau 0,07 persen.

Mata pencaharian sebagian penduduk adalah wiraswasta atau berdagang,

bergerak dalam bidang jasa, swasta dan bertani maupun buruh tani. Lebih jelas lagi

bentuk mata pencaharian penduduk Kelurahan Sukadamai dapat dilihat melalui

(58)

Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007

No Mata Pencaharian Jumlah (orang)

1 Pegawai negeri sipil 182

2 TNI 21

3 Polri 4

4 Swasta/BUMN/BUMD 799

5 Wiraswasta/pedagang 1.818

6 Tani 291

7 Pertukangan 463

8 Buru tani 181

9 Pensiunan 142

10 Jasa/lain-lain 1.884

Jumlah 5.785

Sumber: Data monografi Kelurahan Sukadamai, 2007

Sebagian penduduk yang berada di wilayah perkampungan khususnya

perempuan, mereka banyak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau buruh

cuci di wilayah komplek sekitar Kelurahan Sukadamai.

5.1.3 Pendidikan

Seiring dengan bertambahnya penduduk pendatang dari luar kelurahan

khususnya pada wilayah komplek perumahan, membawa perubahan perkembangan

Kelurahan Sukadamai yang lebih baik, seperti pada perekonomian wilayah dan

(59)

Kondisi pendidikan umum di Kelurahan Sukadamai terlihat cukup

berkembang dengan terdapatnya fasilitas atau sarana pendidikan yang memadai.

Sarana pendidikan umum di Kelurahan Sukadamai dapat digambarkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sarana Pendidikan Umum di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007

Negeri Swasta Sumber: Data monografi Kelurahan Sukadamai, 2007

Selain pendidikan umum seperti yang tertera pada Tabel 4, terdapat pula

sarana Pendidikan Luar Sekolah yang disediakan melalui PKBM (Pusat Kegiatan

Belajar Masyarakat) yang dibentuk oleh masyarakat Kelurahan Sukadamai. Sarana

(60)

Tabel 5. Sarana Pendidikan Luar Sekolah di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007

No Jenis Pendidikan

Gedung (buah)

Guru/pelatih) (orang)

Murid (orang)

1 PAUD 1 2 100

2 Kejar Paket A 1 1

3 Kejar Paket B 1 15

4 Kejar Paket C 2 20

5 KF 6 50

6 KBU 1

7 KBO

Jumlah 3 12 175 Sumber: Data monografi Kelurahan Sukadamai, 2007

Namun untuk beberapa wilayah seperti pada RW-RW yang terdapat pada

wilayah perkampungan masih terdapat warga yang masih buta huruf atau buta aksara,

dengan kisaran usia di atas 20 tahun. Mereka khususnya adalah penduduk asli

Kelurahan Sukadamai. Hal ini telah mendapatkan perhatian dengan dibentuknya

kelembagaan yang berfokus pada pengentasan buta aksara melalui Pendidikan Luar

Sekolah (PLS), seperti kelembagaan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)

yang memiliki Program Keaksaraan Fungsional (KF) untuk memelekaksarakan warga

(61)

5.2 Gambaran Umum Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Damai Mekar

PKBM Damai Mekar dibentuk pada tahun 1998 oleh keluarga besar Bapak

Haji Yusron. Pada saat itu program yang dilaksanakan PKBM masih terdiri dari

Kejar Paket A (setara SD) dan PBA (Program Pemberantasan Buta Aksara). Barulah

pada tanggal 9 Maret 1999 PKBM Damai Mekar dioperasionalkan di bawah

Yayasan Majelis Ta’lim Nurrahmah. Program yang dilaksanakan saat ini tidak hanya

Kejar Paket A dan PBA saja, namun juga terdapat PAUD (Pendidikan Anak Usia

Dini), Kejar Paket A (setara SD), B (setara SMP) dan C (setara SMA), KF

(Keaksaraan Fungsional) yang hampir sama dengan PBA, Kelompok Belajar Usaha

(KBU), dan Kelompok Belajar Olahraga (KBO).

Kegiatan belajar masyarakat sendiri dilakukan di gedung Yayasan Nurrahmah

untuk program Kejar Paket dan PAUD. Sedangkan kelompok belajar KF

dilaksanakan di sekitar tempat tinggal warga belajar, seperti di rumah salah satu

warga belajar. Hal ini dilakukan agar kegiatan belajar mudah diakses oleh warga

belajar KF. Kegiatan KBU dipraktekan langsung dengan membentuk warung jajan

untuk anak sekolah dasar yang berada di sekitar lingkungan PKBM.

5.3 Program Keaksaraan Fungsional PKBM Damai Mekar

Program Keaksaraan Fungsional pada PKBM Damai Mekar telah menyentuh

beberapa RW di Kelurahan Sukadamai, yaitu terdiri dari RW 1, 6, 7 dan 10 pada awal

tahun 2007. Dan saat ini yang sedang dilakukan penggarapan adalah RW 02, 08 dan

(62)

Komplek Perumahan Budi Agung yang tidak dijadikan target sasaran program KF.

RW 01 dan 10 merupakan RW yang menjadi unggulan kelompok belajar, karena

warga belajarnya lebih aktif dari kelompok belajar RW lain. Selain itu juga kelompok

belajar ini diikutsertakan pada program unggulan P2WKSS (Program Pemberdayaan

Wanita Keluarga Sehat Sejahtera) dari PKK Kota Bogor tahun 2007. Jumlah

penduduk yang buta huruf pada RW 10 sekitar 5 kelompok atau 50 orang namun

yang hanya mengikuti program KF 18 orang. Begitu pula pada warga RW 01 hanya

17 orang yang mengikuti program KF. Pada RW 01 ini akan direncanakan untuk

menindaklanjuti program KF, yaitu akan dilaksanakan program KF ke tahap lanjutan.

Pada beberapa RW yang menjadi target wilayah pemberantasan buta aksara,

sebagian warganya ada yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT)

khususnya para wanita. Menjadi salah satu alasan mereka tidak dapat mengikuti

program KF karena kesibukan bekerja sebagai PRT, yang bekerja mulai pagi hari

sekitar jam 7:00 hingga sore sekitar jam 16:00. Selain alasan kesibukan bekerja,

mereka juga enggan datang karena rasa malu mereka tidak dapat membaca dan

menulis.

Kegiatan belajar di RW 01 dan 10 dilaksanakan 2 kali dalam seminggu.

Tempat belajar di RW 01 berada di salah satu rumah warga belajar, sedangkan untuk

tempat belajar di RW 10 berada di Majelis Aisyah yang berada di RW 10. Warga

belajar pada RW 10 terbilang memiliki motivasi tinggi untuk belajar baca tulis

hitung. Kegiatan belajar terdiri dari belajar keaksaraan dasar baca tulis hitung dengan

beberapa teknik pembelajaran, seperti belajar mengenal huruf dan angka, membaca

(63)

penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Pembelajaran tersebut

dilakukan berulang-ulang hingga WB lancar melakukannya. Teknik belajar yang

paling efektif diterapkan secara individual pada WB adalah dengan menggunakan

panduan pembelajaran berupa buku pedoman belajar untuk PAUD (Pendidikan Anak

Usia Dini) atau TK, meskipun telah diterapkan pula teknik pembelajaran berdasarkan

panduan belajar untuk program KF. Selain itu juga diterapkan metode belajar aksi

dengan menggunakan kartu huruf dan angka yang dapat memudahkan WB untuk

menghafal huruf dan merangkai kata dari kartu-kartu huruf tersebut. Dipakai pula alat

hitung berupa bij-biji tasbih yang disusun pada tali. Selain itu juga digunakan tulisan

kata pada selembar karton seperti tulisan pada poster yang dilengkapi gambar-gambar

pula.

Selain belajar keaksaraan dasar, WB juga diajarkan beberapa keterampilan

seperti membuat baki hantaran dan membuat kue, selain untuk menambah

keterampilan juga memperlancar kemampuan baca tulis dengan praktek langsung

serta menarik perhatian dan menambah motivasi untuk belajar. WB tidak dikenakan

biaya untuk mengikuti praktek tersebut. Mereka hanya cukup datang dan belajar

(64)

Gambar 2. Aktivitas Praktek Keterampilan Warga Belajar KF di Majelis Tempat Belajar

Gambar 3. Warga Belajar KF Bersama Tutor PKBM Damai Mekar

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Umur di Kelurahan
Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007
Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Sukadamai,
+6

Referensi

Dokumen terkait