• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF)"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF) (Kasus: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai,

Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)

Oleh: Latifah Sulton

A14204056

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

LATIFAH SULTON. Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional (KF). (Kasus: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor). Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI.

Pembangunan suatu bangsa dapat dinilai berdasarkan kualitas pendidikan yang ada pada bangsa tersebut. Angka kebutaaksaraan menjadi indikator yang dapat melihat perkembangan upaya peningkatan pendidikan untuk mengentaskan masalah kebutaaksaraan masyarakat. Upaya pemberantasan buta aksara usia dewasa (15-45 tahun ke atas) yang dapat dilakukan melalui Program Keaksaraan Fungsional (KF) dinilai merupakan cara efektif untuk menyelesaikan masalah tersebut, meskipun pada kenyataannya masih saja terdapat masyarakat yang telah mengikuti program ini namun masih mengalami buta aksara atau buta aksara kembali. Program KF yang diselenggarakan oleh PKBM Damai Mekar yang berada di Kelurahan Sukadamai diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pengentasan buta aksara yang terjadi pada sebagian masyarakat sekitar.

Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat keberhasilan dari program keaksaraan fungsional dalam mempertahankan kemampuan keaksaraan Warga Belajar (WB) pasca program berakhir, yakni 5 bulan setelah program. Analisis dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan keaksaraan WB. Faktor tersebut terdiri dari faktor internal (umur, tingkat pendidikan formal, status perkawinan, pekerjaan, jumlah anak, penilaian terhadap program KF, motif mengikuti program) dan eksternal diri WB (tingkat pendidikan keluarga, dukungan dari lingkungan tempat tinggal, teknik pembelajaran oleh tutor, alokasi waktu dan tempat pembelajaran). Selain itu diharapkan pula terdapat hubungan antara kemampuan keaksaraan fungsional yang telah dimiliki WB setelah mengikuti program terhadap dampak dari kemampuan keaksaraan tersebut (motivasi untuk belajar kembali, penerapan fungsional kemampuan keaksaraan, dan kepercayaan diri warga belajar).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei yang didukung oleh pendekatan kualitatif untuk melengkapi kebutuhan data penelitian, dengan pengambilan sampel secara purposif. Unit penelitian terdiri dari warga belajar program Keaksaraan Fungsional PKBM Damai Mekar pada periode Juni-November 2007, sebanyak 35 orang. Semua responden adalah perempuan dan merupakan ibu rumah tangga.

Secara analisis statistik pada hasil penelitian menunjukan bahwa dari seluruh faktor internal dan eksternal diri WB tidak terdapat hubungan terhadap kemampuan keaksaraan setelah mengikuti program, namun secara analisis kualitatif terdapat beberapa responden yang kemampuan keaksaraannya dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Program keaksaraan fungsional yang diselenggarakan oleh PKBM Damai Mekar dinilai tidak berhasil dalam mempertahankan kelanggengan kemampuan keaksaraan WB, karena masih banyak yang kemampuan keaksaraannya rendah,

(3)

fungsional dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak berhasilnya program KF ini dikarenakan rendahnya sumber daya yang ada pada pihak penyelenggara sehingga program tidak berkelanjutan menyelesaikan masalah kebutaaksaraan tersebut. Perlu upaya tindak lanjut segera ke tahap lanjutan mempertahankan kemampuan keaksaraan WB, dan upaya tersebut dapat dilakukan oleh pihak PKBM maupun masyarakat yang berada di sekitar WB. Masa pembelajaran pada tahap dasar selama enam bulan juga perlu penambahan waktu, karena masih banyak WB yang masih merasa kurang dalam waktu enam bulan tersebut. Selain itu perlu sistem monitoring dan evaluasi oleh semua pihak terkait penyelenggaraan program, baik selama tahap-tahap pembelajaran maupun setelah program selesai, sehingga program dapat dipertanggungjawabkan keberlanjutannya.

(4)

Oleh: Latifah Sulton

A14204056

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian Insititut Pertanian Bogor

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini Menyatakan bahwa Skripsi yang Disusun Oleh: Nama Mahasiswa : Latifah Sulton

Nomor Pokok : A14204056

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional (KF). (Kasus: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor).

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS. NIP. 131 622 87

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M Agr NIP. 131 124 019

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF) (KASUS: PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT DAMAI MEKAR, KELURAHAN SUKADAMAI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Juli 2008

Latifah Sulton

(7)

Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 5 Mei 1986 dari Ibu bernama Sunensi dan Ayah Achmad Sulton. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dengan dua Kakak bernama Syara dan Rauf serta dua adik bernama Mutaqien dan Leli.

Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis antara lain pada tahun 1992 SDN Bojong Gede 06 Bogor dan lulus tahun 1998, SLTP Islam Hj. Siti Maemoen Cilebut Bogor dan lulus tahun 2001, SMU Negeri 06 Bogor dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis masuk di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian.

Aktivitas di luar perkuliahan yang pernah diikuti oleh penulis, antara lain menjadi keanggotaan Organisasi Kampus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) periode tahun 2005/2006 dan keanggotaan pada kelompok beladiri Tenaga Dalam Asli Indonesia (TEDAS) periode tahun 2005/2006.

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Penulisan karya ilmiah ini merupakan syarat kelulusan kesarjanaan pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Ekawati Sri Wahyuni sebagai dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan, arahan, koreksi, pemikiran dan waktu yang diluangkan untuk penulis, sehingga karya ilmiah ini terselesaikan.

2. Ibu Winati Wigna dan Ibu Heru Purwandari selaku penguji utama dan penguji wakil Departemen dalam ujian kelulusan. Terimakasih atas kesedian untuk menguji penulisan karya ilmiah ini.

3. Bapak Yusron, Ketua PKBM Damai Mekar Kelurahan Sukadamai. Terimakasih atas izin penelitian yang telah diberikan.

4. Ibu Hetty, selaku koordinator program KF PKBM Damai Mekar, beserta semua tutor KF. Terima kasih atas semua waktu, arahan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

5. Semua warga RW 01 dan 10, khususnya semua ibu-ibu yang telah menjadi responden penelitian. Terimakasih atas kesedian waktu selama penelitian. 6. Keluarga yang menjadi naungan dan semangat berjuang dalam hidupku

selama ini (Ayah, Mama, Kakak dan Adik).

7. Keponakan kecilku yang menjadi penghibur atas kepolosan dan kelucuan kalian (Putra dan Oil).

8. Sahabat yang mau menerima dalam semua keadaan (Ansi dan Tyas).

9. Gita dan Nessa, sahabat seperjuangan. Semoga apa yang kita tulis membawa manfaat bagi orang lain. Amien

10. Aa Hyro, semua doa dan spirit yang diberikan sangat berarti bagi penulis. 11. Nauchan, Uma, Qori, Dhince, terimakasih atas semua perhatian kalian.

(9)

dalam setiap perjumpaan dan pertolongan. Semoga karya kita selalu dikenang. 14. Gausul Fardi Hakim, terimakasih untuk doa dan bantuannya.

15. Semua pihak yang turut membantu penyelesaian karya ilmiah ini.

Bogor, Juli 2008

(10)

Puji syukur yang sedalam-dalamnya hanya tercurah kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya yang tak terhingga sehingga karya ilmiah (skripsi) yang berjudul ”Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional (KF)” dapat terselesaikan. Tentu tidak luput pula kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian penulisan karya ilmiah ini.

Menjadi suatu keprihatinan bersama dalam kemajuan pendidikan saat ini, melihat masih banyaknya masyarakat di sekitar kita yang mengalami buta aksara. Semoga karya ilmiah ini memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan penuntasan masalah kebutaaksaraan tersebut, meskipun disadari penulisan ini masih sangat jauh dari sempurna. Segala bentuk dukungan berupa kritik dan saran yang membangun penulisan ini diharapkan menambah wawasan kepada penulis untuk memperbaiki kekurangan yang ada sehingga menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

Latifah Sulton

(11)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI...i DAFTAR GAMBAR...iv DAFTAR TABEL...v DAFTAR LAMPIRAN...vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian...4

1.3 Tujuan Penelitian...5

1.4 Kegunaan Penelitian...5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis...6

2.1.1 Konsep Buta Aksara dan Melek Aksara...6

2.1.2 Hakekat Pemberdayaan...7

2.1.3 Pemberdayaan Perempuan Melalui Pemberantasan Buta Aksara...9

2.1.4 Program Keaksaraan Fungsional (KF)...11

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran... 16

3.2 Definisi Konseptual... 18

3.3 Definisi Operasional... 18

3.4 Hipotesis...23

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian...25

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...25

4.3 Teknik Sampling... 26

4.4 Jenis Data dan Pengumpulan Data...26

(12)

BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI

5.1 Gambaran Umum Kelurahan Sukadamai...28

5.1.1 Kondisi Geografis...28

5.1.2 Kependudukan...29

5.1.3 Pendidikan...32

5.2 Gambaran Umum Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Damai Mekar...35

5.3 Program Keaksaraan Fungsional PKBM Damai Mekar...35

5.4 Profil Warga Belajar Program KF PKBM Damai Mekar...39

5.5 Ikhtisar Bab V...41

BAB VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1 Karakteristik Internal Diri Pribadi Responden...42

6.1.1 Umur...43

6.1.2 Status Perkawinan...43

6.1.3 Pekerjaan...44

6.1.4 Tingkat Pendidikan...44

6.1.5 Jumlah Anak...45

6.1.6 Penilaian WB terhadap Program KF...46

6.1.7 Motif Responden Mengikuti Program KF...47

6.2 Karakteristik Eksternal Responden...47

6.2.1 Tingkat Pendidikan Keluarga...48

6.2.3 Dukungan Keluarga...49

6.2.4 Teknik Pembelajaran oleh Tutor...49

6.2.5 Alokasi dan Tempat Belajar...50

6.3 Ikhtisar Bab VI...51

BAB VII. KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL 7.1 Keberhasilan Program KF...52

7.2 Upaya Pencapaian Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional...54

7.3 Ikhtisar Bab VII...55

BAB VIII. HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN KEMAMPUAN KEAKSARAAN 8.1 Hubungan Faktor Internal dengan Kemampuan Keaksaraan...56

8.1.1 Hubungan Umur dengan Kemampuan Keaksaraan...57

8.1.2 Hubungan Status Perkawinan dengan Kemampuan Keaksaraan...58

8.1.3 Hubungan Pekerjaan dengan Kemampuan Keaksaraan...59

8.1.4 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kemampuan Keaksaraan...61

(13)

8.1.5 Hubungan Jumlah Anak dengan Kemampuan Keaksaraan...62

8.1.6 Hubungan Penilaian WB terhadap Program KF dengan Kemampuan Keaksaraan...63

8.1.7 Hubungan Motif WB Mengikuti Program KF dengan Kemampuan Keaksaraan...64

8.2 Faktor Hubungan Eksternal dengan Kemampuan Keaksaraan...65

8.2.1 Hubungan Tingkat Pendidikan Keluarga dengan Kemampuan Keaksaraan...66

8.2.2 Hubungan Dukungan dari Keluarga dengan Kemampuan Keaksaraan...67

8.2.3 Hubungan Teknik Pembelajaran oleh Tutor dengan Kemampuan Keaksaraan...68

8.2.4 Hubungan Alokasi Waktu dan Tempat Belajar dengan Kemampuan Keaksaraan...69

8.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingginya Kemampuan Keaksaraan Responden...70

8.4 Ikhtisar Bab VIII...73

BAB IX. DAMPAK DARI PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL 9.1 Bentuk Dampak Kemampuan Keaksaraan...74

9.1.1 Motivasi Untuk Belajar Kembali...74

9.1.2 Penerapan Fungsional Kemampuan Keaksaraan...74

9.1.3 Kepercayaan Diri Warga Belajar...75

9.2 Hubungan Kemampuan Keaksaraan dengan Motivasi Belajar Kembali...75

9.3 Hubungan Kemampuan Keaksaraan dengan Penerapan Fungsional Kemampuan Keaksaraan...77

9.4 Hubungan Kemampuan Keaksaraan dengan Kepercayaan Diri WB...79

9.5 Ikhtisar Bab IX...81

BAB X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1 Kesimpulan...82

10.2 Saran...83

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Bagan Kerangka Pemikiran...17 2. Aktivitas Praktek Keterampilan Warga Belajar KF

di Majelis Tempat Belajar...38 3. Warga Belajar KF Bersama Tutor PKBM Damai Mekar...38 4. Ujian Warga Belajar yang Diawasi

(15)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Umur

di Sukadamai, Tahun 2007 ...30 2. Komposisi Penduduk Kelurahan Sukadamai

Menurut Agama, Tahun 2007...31 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

di Sukadamai, Tahun 2007...32 4. Sarana Pendidikan Umum di Sukadamai, Tahun 2007 ...33 5. Sarana Pendidikan Luar Sekolah di Sukadamai, Tahun 2007 ...34 6. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Internal Diri Pribadi

di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008...42 7. Sebaran Responden Berdasarkan Karakteristik Eksternal Diri

Responden di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai,

Tahun 2008...48 8. Sebaran Responden Menurut Kemampuan Keaksaraan

di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008...52 9. Hubungan antara Faktor Internal dengan Kemampuan

Keaksaraan di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai,

Tahun 2008...57 10. Hubungan antara Faktor Eksternal dengan Kemampuan

Keaksaraan di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai,

Tahun 2008...65 11. Hubungan Kemampuan Keaksaraan Responden dengan

Motivasi Belajar Kembali di PKBM Damai Mekar,

Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008...76 12. Hubungan Kemampuan Keaksaraan Responden dengan

Penerapan Fungsional Kemampuan Keaksaraan

(16)

13. Hubungan Kemampuan Keaksaraan Responden dengan

Kepercayaan Diri di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun...79

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu dari tujuan nasional. UNDP menetapkan kemajuan suatu negara dapat ditentukan oleh tiga indikator indeks pembangunan manusia, yaitu indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks perekonomian. Angka melek aksara adalah salah satu variabel dari indikator indeks pendidikan. Berdasarkan data BPS (2006), angka buta aksara penduduk Indonesia mencapai 12,8 juta orang atau 0,05 persen dari total jumlah penduduk, dan angka tersebut meningkat pada kelompok umur dewasa (15 tahun keatas) menjadi 8,4 persen dari total penduduk pada kelompok umur tersebut. Perempuan menempati posisi lebih tinggi pada angka kebutaaksaraan kelompok usia 15-44 tahun, dengan persentase sebesar 4,8 persen untuk perempuan, dan 2,9 persen untuk laki-laki. Hal ini merupakan indikasi dari adanya kesenjangan gender dalam kemelekaksaraan. Pada kelompok usia 60 tahun ke atas, persentase tersebut menjadi lebih tinggi hingga 16,36 persen. Tercatat oleh BPS terjadi penurunan buta aksara tiap tahunnya, namun angka buta aksara perempuan tetap tinggi daripada angka pada laki-laki, khususnya pada kelompok usia tua.

Dengan demikian pemberantasan buta aksara menjadi nilai strategis mengurangi angka kebutaaksaraan, terutama kebutaaksaraan pada perempuan. Peningkatan kemelekaksaraan pada taraf global telah tercetus pada tujuan PUS (Pendidikan Untuk Semua) tahun 2000 yang mendukung adanya visi holistik pendidikan hingga

(18)

pencapaian melek aksara sebesar 50 persen pada tahun 2015, khususnya bagi perempuan dan akses pendidikan yang adil bagi mereka (UNESCO, 2006). Pada RPJM 2004-2009, Indonesia mentargetkan kemelekaksaraan pada orang dewasa menjadi 95 persen pada tahun 2009 (Jalal&Sardjuni, 2006). Upaya pemberantasan buta aksara Indonesia telah dimulai sejak kemerdekaan hingga kini (Swasono, 2007). Dukungan terhadap penurunan buta aksara perempuan telah dilakukan dengan dibuatnya peraturan bersama antara Menteri Departemen Pendidikan Nasional, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, dan Menteri Dalam Negeri pada tahun 2005 mengenai percepatan pemberantasan buta aksara perempuan. Selain itu dikeluarkan pula Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar /Pemberantasan Buta Aksara (GNP-PWB/PBA).

Program pemberantasan buta aksara perempuan usia dewasa secara praktik di lapangan dijalankan melalui kelompok-kelompok belajar yang lebih dikenal dengan Keaksaraan Fungsional (KF). Program ini secara kelembagaan diusungkan oleh Direktorat Pendidikan Masyarakat (Dikmas) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (Ditjen PLS) melalui Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Pendidikan Luar Sekolah (UPTD PLS) dan dilaksanakan oleh Pusat Kegiatan Belajar (PKBM) kabupaten/kota dan propinsi. Selain itu dapat pula melalui jalur kelembagaan lain seperti LSM atau organisasi masyarakat yang juga melaksanakan program pemberantasan buta aksara. Strategi pembelajaran pada program KF berbeda dengan program pemberantasan buta aksara yang lain seperti Kejar Paket A, Paket B dan Paket C, karena sasaran pada program ini adalah kelompok usia dewasa (15-45 tahun)

(19)

dan menekankan pada fungsi program secara fungsional dengan strategi membaca, menulis, berhitung dan aksi (Calistungdasi) serta diskusi yang proses belajarnya disesuaikan oleh konteks warga belajar (Depdiknas, 2006). Program KF juga merupakan langkah pemberdayaan perempuan melalui pendidikan, membuatnya lebih berdaya baik bagi diri sendiri, bagi keluarga maupun bagi masyarakat (Saidah, 2001).

Keberhasilan program KF menjadi cara terwujudnya pemberdayaan khususnya bagi penduduk buta aksara. Berdasarkan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) beberapa daerah tentang pelaksanaan program KF yang tidak efektif dilaksanakan, bahkan banyaknya laporan fiktif atas terselenggaranya program kelompok belajar KF (Aminullah, 2006). Kurangnya anggaran pemerintah, sibuknya tenaga pendidik, kurangnya motivasi dan kesibukan warga belajar, serta ketidakberlanjutan program menjadi alasan masalah buta aksara belum tentu tuntas dilaksanakan, dan masalah buta aksara kembali (replaced illiterate) dapatlah terjadi. Permasalahan yang terjadi di beberapa wilayah belum tentu pula terjadi di wilayah lain, karena terdapat pula kelompok-kelompok belajar pada program KF yang mengentaskan buta aksara perempuan atau meningkatkan kemampuan melek aksara warga belajarnya.

Penelitian keberhasilan program KF ini akan dilakukan pada KF yang berada di bawah naungan PKBM Damai Mekar yang berada di Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Kota Bogor yang masih memiliki penduduk buta aksara sekitar 10.321 orang atau 1,55 persen dari jumlah penduduk berusia diatas 15 tahun di Kota Bogor, juga telah melakukan upaya pemberantasan buta aksara yang diselenggarakan antara lain oleh beberapa PKBM yang ada di Kota

(20)

Bogor. PKBM Damai Mekar adalah salah satu yang saat ini masih konsisten menyelenggarakan program pemberantasan buta aksara (KF) dan telah cukup dikenal oleh beberapa PKBM lain dan Dinas Pendidikan Luar Sekolah Kota Bogor. Pengalaman pada program pemberantasan buta aksara di PKBM Damai Mekar sejak tahun 2005 diharapkan mampu menjelaskan keberhasilan pelaksanaan program KF yang mempengaruhi peningkatan kemampuan melek aksara warga belajarnya.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Analisis keberhasilan program KF di PKBM Damai Mekar akan ditelusuri oleh beberapa pertanyaan penelitian yang lebih terfokus dan terarah, dengan rumusan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan program KF di PKBM Damai Mekar ? 2. Bagaimana keberhasilan program KF di PKBM Damai Mekar ?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan program KF tersebut? 4. Upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan program ?

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan masalah penelitian antara lain:

1. Mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan program KF yang ada di PKBM Damai Mekar.

2. Mengetahui dan menjelaskan keberhasilan program KF pada PKBM tersebut. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program KF yang

ada di PKBM Damai Mekar.

4. Menemukan upaya-upaya yang dilakukan untuk keberhasilan program KF.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian diharapkan dapat:

1. Menjadi referensi bagi instansi-instansi terkait pada program pemberantasan buta aksara mengenai keberhasilan program KF.

2. Menjadi bahan pertimbangan dan penentu kebijakan dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan lebih lanjut untuk pemberantasan buta aksara.

3. Sebagai tambahan pengetahuan dan perkembangan program Keaksaraan Fungsional, khususnya Dinas PLS (Pendidikan Luar Sekolah) wilayah Bogor.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis

2.1.1 Konsep Buta Aksara dan Melek Aksara

Pengertian buta aksara menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun 2006, yaitu ketidakmampuan yang dimiliki seseorang untuk membaca dan menulis dengan huruf latin dan angka arab dalam bahasa Indonesia, serta tidak memiliki keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan. Terdapat pula pengertian buta aksara fungsional menurut Depdiknas, yang berarti ketidakmampuan melakukan kegiatan yang memerlukan kecakapan keaksaraan, misalnya membaca, menulis dan berhitung untuk bidang usaha yang menjadi mata pencaharian. Sebaliknya pengertian melek aksara fungsional adalah kemampuan seseorang paling tidak dapat membaca dan menulis dengan huruf latin dan berhitung dengan angka arab dalam setiap kegiatannya yang memerlukan kecakapan tersebut dan juga memungkinkannya untuk melanjutkan pemanfaatan kecakapan membaca, menulis dan berhitung untuk pengembangan diri dan masyarakat. Buta aksara menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP) (2007) terbagi menjadi dua bentuk, yaitu buta aksara murni dan buta aksara praktis. Buta aksara murni yaitu dimana penduduk sama sekali tidak dapat membaca, menulis dan berhitung dengan aksara apapun. Sedangkan buta aksara praktis dialami penduduk yang tidak dapat membaca, menulis dan berhitung dengan aksara latin dan angka arab, buta bahasa Indonesia dan buta pengetahuan dasar.

(23)

Pada konferensi UNESCO tahun 1978, pengertian melek aksara merupakan penggunaaan keaksaraan dalam seluruh aktivitas seseorang dan berfungsi efektif bagi kelompoknya dan masyarakat, yang juga memberi kemungkinan bagi dia untuk menggunakannya dalam membaca, menulis dan berhitung bagi perkembangan dirinya sendiri maupun masyarakat. Setelah tahun 1980-an dan 1990 keaksaraan atau melek aksara diperluas maknanya untuk mengakomodasi tantangan globalisasi termasuk dampak teknologi baru dan media informasi serta pengetahuan ekonomi (UNESCO, 2006). Secara mantap digariskan bahwa keaksaraan adalah hak dan kunci menuju hak yang lain, serta memberikan bukti tentang multipersonal, manfaat sosial dan ekonomi (UNESCO, 2006).

Pengukuran melek aksara seseorang yang digunakan dalam sensus nasional adalah kemampuan membaca dan menulis sebuah pernyataan sederhana tentang keaksaraannya sehari-hari (Djalal, 2006). Melek aksara di Indonesia memainkan peranan penting dalam dalam meningkatkan kehidupan perekonomian individu yang aman dan kesehatannya bagus serta memperkaya masyarakat dengan pembangunan modal manusia, pengembangan identitas budaya dan toleransi, serta mempromosikan partisipasi warga negara (Djalal, 2006).

2.1.2 Hakekat Pemberdayaan

Menurut Meriam Webster dan Oxford English Dictionary dalam Zarida (2000), kata empower mempunyai dua arti, yaitu pertama, to give power or authority

to dan kedua, to give ability to or enable. Pengertian pertama diartikan sebagai

(24)

lain. Sedangkan hal yang kedua diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan. Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar rakyat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan (Sumodiningrat, 1999). Menurutnya upaya pemberdayaan merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan, dengan kata lain pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Selain itu, strategi pemberdayaan masyarakat erat kaitannya dengan penciptaan kesempatan kerja dan peluang berusaha yang memberikan pendapatan yang memadai bagi masyarakat. Pemberdayaan tidak hanya menyangkut pendanaan tetapi juga peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kelembaagaan.

Suatu pemberdayaan ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka untuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan (Nasdian, 2003). Konsep dan gerakan pemberdayaan menurut Pranarka (1996) memusatkan perhatian pada kenyataan bahwa manusia atau sekelompok manusia dapat mengalami kendala dan hambatan dalam proses dan gerak aktualisasi eksistensinya. Dengan demikian, pemberdayaan dalam hal ini adalah berusaha untuk menciptakan kondisi yang memberikan kemungkinan bagi setiap manusia untuk dapat menunaikan tugas aktualisasi eksistensinya seluas-luasnya dan setinggi-tingginya (Zaridah, 2000).

(25)

Pengukuran keberhasilan dari suatu pemberdayaan dapat dilakukan dengan melihat dari adanya indikator keberhasilan dari program pemberdayaan masyarakat. Menurut Sumodiningrat (1999) terdapat lima indikator keberhasilan dari program pemberdayaan masyarakat, antara lain: (1) berkurangnya jumlah penduduk miskin; (2) berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia; (3) meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya; (4) meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi, serta makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat; (5) serta meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

2.1.3 Pemberdayaan Perempuan Melalui Pemberantasan Buta Aksara

Upaya pemberantasan buta aksara merupakan suatu bentuk pemberdayaan perempuan yang berdampak pada pembangunan nasional. Menurut Rosalina (2007) pemberdayaan perempuan harus dimulai dari sektor pendidikan untuk meningkatkan angka melek huruf perempuan dan angka partisipasinya dalam pembangunan. Perempuan yang telah melek aksara merupakan dasar kemandirian bagi mereka dalam mengatur perekonomian keluarga dan secara tidak langsung akan meningkatkan pendapatan perkapita suatu daerah. Kemampuan keaksaraan yang

(26)

dimiliki seseorang bermanfaat sebagai penghargaan diri itu sendiri, kepercayaan dan pemberdayaan pribadi (UNESCO, 2006). Selain manfaat tersebut, berdasarkan hasil penelitian UNESCO (2006) menunjukan bahwa pemberantasan buta aksara berdampak langsung terhadap:

1. Menurunnya angka kematian bayi dan ibu melahirkan

2. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya minimal tamat SD

3. Berhasilnya program pelaksanaan Program Keluarga Berencana

4. Naiknya tingkat gizi dan usia harapan hidup masyarakat terhadap program pembangunan

5. Makin demokratisnya sikap dan perilaku masyarakat.

Pemberdayaan perempuan melalui peningkatan keaksaraan telah mendapat perhatian, melalui beberapa komitmen besar, seperti Tujuan Pembangunan Millenium Indonesia atau Millenium Development Goal (MDG) yang memiliki dua tujuan terkait pada tujuan untuk membangun pendidikan dan mendorong kesetaraan gender di dalamnya (UNDP, 2005). Selain itu komitmen dari deklarasi Dakkar tentang PUS (Pendidikan Untuk Semua) yang berfokus pada perbaikan sebesar 50 persen pada tingkat kemelekaksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar serta berkelanjutan bagi semua orang dewasa. Terdapat juga komitmen nasional dalam peningkatan keaksaraan melalui gerakan percepatan pemberantasan buta aksara khususnya untuk perempuan, dan merupakan hasil dari surat keputusan bersama antara Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pemberdayaan Perempuan

(27)

yang telah dilaksanakan pada 12 Mei 2005, serta dikeluarkannya instruksi Presiden Presiden Republik Indonesia No.5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. (GNP-PWB/PBA).

2.1.4 Program Keaksaraan Fungsional (KF)

Keaksaraan Fungsional sesungguhnya merupakan suatu bentuk pendekatan dalam strategi belajar dalam upaya pemberantasan buta aksara (Depdiknas, 2006). Aktivitas belajar secara fungsional berarti mengkaitkan proses belajar pada situasi atau kondisi warga belajar yang merupakan pola pembelajaran dan pemberdayaan penduduk secara terpadu bagi penduduk usia dewasa melalui pendekatan andragogi dan integratif. Pada pendekatan ini, ada konsekuensi logis bagi warga belajar, mereka sadar bahwa bekerja sambil belajar merupakan suatu kebutuhan di samping kewajiban. Pola pembelajaran lain juga perlu diikuti, seperti pembangunan jaringan belajar, agar warga belajar senantiasa melek ilmu pengetahuan dan keterampilan, warga belajar tidak berhenti seusai mengikuti program KF.

Pelaksanaan program KF tidak serta merta hanya belajar membaca, menulis dan menghitung, namun dilengkapi pula dengan tahapan lanjutan lainnya yang bertujuan memandirikan kemampuan melek aksara warga belajar. KF merupakan bagian dari lingkup kegiatan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang dilaksanakan oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang dipusatkan pada suatu wilayah sehingga mudah diakses oleh masyarakat setempat (Sihombing, 1999). Selain itu KF juga dapat dibentuk oleh beberapa organisasi masyarakat seperti LSM (Lembaga

(28)

Swadaya Masyarakat), PKK, SKB (Sanggar Kegiatan Belajar), Perguruan Tinggi, Aissyiyah, GOW/BKOW, Muslimah NU, atau Wanita Islam. Untuk menyelenggarakan program KF dibutuhkan delapan prinsip utama pemahaman penyelenggaraan program ini (Depdiknas, 2006), yaitu:

1. Konteks lokal, program dikembangkan berdasarkan konteks lokal yang mengacu pada konteks sosial lokal dan kebutuhan khusus pada setiap warga belajar dan masyarakat sekitarnya

2. Desain lokal, merupakan rancangan kegiatan belajar yang dirancang oleh tutor dan warga belajar berdasarkan minat, kebutuhan, masalah, kenyataan dan potensi /sumber-sumber setempat

3. Proses partisipatif adalah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penyelenggaraan program keaksaraan fungsional harus dilakukan berdasarkan strategi partisipatif

4. Fungsionalisasi hasil belajar. Hasil belajar diharapkan warga belajar dapat memfungsikan keaksaraannya untuk menganalisis dan memecahkan masalah keaksaran yang dihadapi warga belajar

5. Kesadaran. Proses pembelajaran keaksaraan hendaknya dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian warga belajar terhadap keadaan dan permasalahan lingkungan untuk melakukan aktivitas kehidupannya

6. Fleksibilitas, program KF harus fleksibel, agar memungkinkan untuk dimodifikasi sehingga responsif terhadap minat dan kebutuhan belajar serta kondisi lingkungan warga belajar yang berubah dari waktu ke waktu

(29)

7. Keanekaragaman, hendaknya bervariasi dilihat dari segi materi, metode, maupun strategi pembelajaran sehingga mampu memenuhi minat dan kebutuhan belajar warga belajar di setiap daerah yang berbeda-beda

8. Kesesuaian hubungan belajar, dimulai dari hal-hal yang telah diketahui dan dapat dilakukan oleh warga belajar, sehingga pengalaman, kemampuan, minat dan kebutuhan belajar menjadi dasar dalam menjalin hubungan yang harmonis dan dinamis antara tutor dan warga belajar.

Selain itu terdapat tiga tahapan kompetensi dalam menyempurnakan pelaksanaan program KF (Depdiknas, 2006). Tahapan tersebut terdiri dari:

1. Tahap pemberantasan, atau merupakan tingkat keaksaraan dasar Terdapat beberapa metode pada tahap ini, antara lain:

1. Metode Dasar. Metode pembelajaran bagi warga belajar buta aksara permulaan untuk meningkatkan kecakapan membaca dan menulis permulaan terutama pada keterampilan pemenggalan kata, suku kata, dan huruf demi huruf untuk disusun kembali menjadi kalimat yang bermakna

2. Metode Drill. Belajar dengan cara melakukan latihan berulang-ulang baik membaca, menulis dan berhitung

3. Metode Kata Kunci. Pembelajaran ini merupakan penerapan pendekatan tematik dimana kata-kata kunci yang dipelajari harus sesuai dengan tema yang dikembangkan. Metode ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan warga belajar membuat kata baru dari suku kata yang telah dikenal

4. Metode Bahasa Ibu. Ditujukan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia melalui bahasa ibu.

(30)

2. Tahap Pembinaan atau Lanjutan, atau sudah berada pada tingkat keaksaraan fungsional. Tahap ini memiliki tiga bentuk model pembinaan, antara lain:

1. Model belajar sambil bekerja 2. Model belajar sambil beraksi 3. Model kelompok belajar usaha.

3. Tahap Pelestarian atau Mandiri, atau telah berada pada tingkat mandiri. Terdapat pula bentuk model pembinaan pada tahap ini, yaitu:

1. Model taman bacaan masyarakat 2. Model arisan bersama

3. Model paguyuban.

Ketiga tahapan di atas dilaksanakan secara berkelanjutan guna mencapai tujuan program KF yang optimal. Hasil belajar melalui program KF juga dilakukan melalui mekanisme yang disesuaikan dengan SKK (Standar Kompetensi Keaksaraan). Warga belajar yang diperbolehkan mengikuti penilaian hasil belajar adalah mereka yang aktif mengikuti proses pembelajaran secara sistematis dan kontinu. Mereka juga berhak mendapatkan Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA).

Berdasarkan Laporan Akhir Penyusunan Data Buta Aksara Perempuan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP) tahun 2005, terdapat beberapa kendala yang mempengaruhi penerimaan warga belajar terhadap ketiga pelaksanaan tahapan tersebut. Kendala penerimaan warga belajar atas program lanjutan KF antara lain rendahnya motivasi masyarakat, kesibukan pada pekerjaan domestik atau publik, dan masih melekatnya pengaruh budaya patriarki dengan anggapan-anggapan diskriminasi perempuan dalam pendidikan (Meneg PP, 2005).

(31)

Adanya kendala seperti di atas menjadi tantangan bagi strategi pelaksanaan KF dalam keefektifannya memberantas buta aksara. Dilaporkan juga oleh Depdiknas (2006) bahwa peserta program KF sebanyak 36,2 persen dari kelompok tua di atas 45 tahun, yang mengindikasikan masih besarnya minat buta aksara kelompok tua untuk mengikuti program KF.

(32)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Suatu program pemberdayaan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dengan melakukan berbagai kegiatan yang kompleks. Salah satu bentuk program pemberdayaan masyarakat dalam bidang pendidikan yaitu program pemberantasan buta aksara melalui program keaksaraan fungsional (KF). Keaksaraan fungsional (KF) merupakan salah satu bentuk program pemberantasan buta aksara yang diprioritaskan untuk kelompok usia 15 tahun sampai dengan 45 tahun, dengan mengkaitkan proses belajar sesuai konteks kehidupan sasaran program atau warga belajar.

Keberhasilan program KF dapat dilihat dari sejauhmana pencapaian tujuan program ini, dengan melihat manfaat dan dampak yang diperoleh warga belajar setelah mengikuti program. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi keberhasilan program KF, antara lain faktor internal dan eksternal dari warga belajar. Faktor tersebut berpengaruh langsung terhadap keberhasilan program, dalam hal ini manfaat yang didapat dari pelaksanaan program KF, yang kemudian memberikan manfaat tak langsung kepada WB atau yang disebut dampak program kepada warga belajar.

(33)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Keberhasilan Program Keterangan: : Mempengaruhi terhadap Faktor yang mempengaruhi keberhasilan program KF Faktor eksternal WB: 1. Tingkat pendidikan keluarga 2. Dukungan dari lingkungan tempat tinggal 3. Teknik pembelajaran oleh tutor

4. Alokasi waktu dan tempat pembelajaran

Dampak (Impacts): 1. Motivasi untuk mau

belajar baca, tulis, hitung lagi 2. Penerapan fungsional kemampuan keaksaraan (kemampuan fungsional membaca, menulis, berhitung) 3. Kepercayaan diri WB (berhubungan dengan lingkungan masyarakat) Faktor internal WB: 1. Umur 2. Tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti 3. Status perkawinan 4. Pekerjaan 5. Jumlah anak 6. Penilaian WB terhadap program KF 7. Motif WB mengikuti KF Manfaat langsung/outcomes: 1.Kemampuan keaksaraan a. Membaca b. Menulis c. Berhitung

(34)

3.2 Definisi Konseptual

1. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar) merupakan wadah seluruh kegiatan belajar masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dikelola oleh masyarakat, yang terletak di wilayah desa atau kelurahan, sehingga mudah diakses oleh masyarakat.

2. Keaksaraan Fungsional adalah program pemberantasan buta aksara dengan sasaran program warga masyarakat dengan usia diatas 15 tahun yang dilaksanakan dalam bentuk kelompok belajar yang terdiri dari warga belajar dengan belajar membaca, menulis dan berhitung.

3. Warga Belajar (WB) adalah warga masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lingkungan PKBM dan tercatat sebagai anggota belajar program KF, dan juga merupakan istilah bagi pihak penyelenggara (PKBM dan PLS) untuk peserta program PKBM.

3.4 Definisi Operasional

1. Kemampuan keaksaraan adalah pencapaian kompetensi keaksaraan dasar oleh warga belajar yang meliputi kemampuan dia untuk dapat membaca menulis dan berhitung setelah mengikuti program KF

a. Tinggi : ≥ 60 persen hasil tes keaksaraan dasar dapat dikerjakan dengan benar atau memiliki skor ≥ 318

b. Rendah : < 60 persen hasil tes keaksaraan dasar tidak dapat dikerjakan dengan benar atau memiliki skor 0 ≥ x ≥ 317

(35)

2. Keberhasilan program adalah hasil dari tujuan program KF yang diukur berdasarkan kemampuan melek aksara yang telah dimiliki oleh warga belajar setelah mengikuti program.

a. Berhasil : ≥50 persen WB yang menjadi sampel penelitian memiliki kemampuan keaksaraan

b. Tidak berhasil : < 50 persen WB yang menjadi sampel penelitian tidak memiliki kemampuan keaksaraan

3. Umur adalah lamanya waktu seorang warga belajar untuk hidup sejak ia lahir hingga saat penelitian ini berlangsung.

a. (16 tahun ≥ x ≥ 45 tahun) b. x > 45 tahun

4. Pendidikan formal yaitu jenjang pendidikan yang pernah diikuti warga belajar.

a. Rendah : tidak pernah mengikuti pendidikan formal atau sekolah dasar kelas1-3

b. Tinggi : pernah mengikuti sekolah dasar kelas 4-6

5. Status perkawinan adalah keterikatan dan tanggung jawab WB terhadap perannya dalam keluarga.

a. Menikah b. Janda

6. Pekerjaan merupakan mata pencaharian atau usaha yang dilakukan untuk mendapatkan penghasilan

a. Bekerja b. Tidak bekerja

(36)

7. Jumlah anak adalah keseluruhan anak yang dimiliki dan menjadi tanggungan bagi WB.

a. Tinggi : > 3 anak dan atau memiliki balita b. Rendah : ≤ 3 anak dan tidak memiliki balita

8. Penilaian terhadap program KF adalah tanggapan yang diberikan oleh WB sebelum dan sesudah mengikuti program KF.

a. Tinggi : tanggapan yang mendukung kebermanfaatan program KF terhadap WB dengan adanya semangat dan motivasi tinggi dari WB untuk belajar. Skor > 18

b. Rendah : tanggapan WB yang tidak/kurang merespon kebermanfaatan program KF terhadap kemampuan keaksaraan WB. Skor ≤ 18

9. Motif WB adalah penyebab atau alasan yang membuat WB ingin mengikuti program KF:

a. Intrinsik : segala dorongan yang berasal dari dalam diri WB sendiri, tanpa paksaaan, rasa ingin tahu dan menambah kemampuan keaksaraan (membaca, menulis dan berhitung).

b. Ekstrinsik : segala dorongan yang berasal dari luar diri WB, yang diintervensi pihak lain, diajak (ikut-ikutan), serta keinginan lain selain ingin dapat membaca menulis dan berhitung (berkumpul dengan teman-teman, menggosip, mengisi kekosongan waktu)

10. Tingkat pendidikan keluarga adalah pendidikan formal yang pernah diikuti anggota keluarga dari WB (orang tua, suami, anak, dan saudara dari WB). Dihitung berdasarkan jumlah skor yang diperoleh. Skor 2 untuk setiap

(37)

anggota keluarga (orang tua, suami, anak, dan saudara dari WB) dinyatakan berpendidikan dan skor 1 untuk anggota keluarga yang tidak dapat membaca dan menulis.

a. Rendah : skor < 4 b. Tinggi : skor ≥ 4

11. Dukungan dari lingkungan tempat tinggal adalah bentuk perhatian yang diberikan dari orang-orang yang berada di sekitar tempat tinggal WB, yaitu lingkungan keluarga. Diukur berdasarkan jumlah skor. Skor 2 diberikan pada tiap bentuk perhatian yang diberikan keluarga (menyuruh untuk ikut program, mengingatkan jadwal belajar dan membantu belajar di rumah), dan skor 1 bila satu bentuk perhatian tidak diberikan.

a. Rendah : skor < 4 b. Tinggi : skor ≥ 4

12. Teknik pembelajaran oleh tutor adalah cara-cara yang digunakan oleh tutor untuk meningkatkan kemampuan keaksaraan WB, meliputi pengajaran kemampuan baca tulis hitung, melatih berulang-ulang kemampuan tersebut, menerapkan pendekatan tematik atau mengajarkan perbendaharaan kata baru dari suku kata yang telah dikenal, penyiapan kurikulum dan perangkat pembelajaran, jadwal belajar, penyesuaian metode terhadap kondisi warga belajar, adanya monitoring dari luar, misal aparat PLS. Variabel ini diukur dengan jumlah skor yang diperoleh dari jawaban pertanyaan pada kuesioner. Jawaban pertanyaan yang sesuai harapan diberi skor 2 dan yang tidak sesuai dengan harapan diberi skor 1.

(38)

a. Rendah : jumlah skor < 16 b. Tinggi : jumlah skor ≥ 16

12. Alokasi waktu dan tempat belajar adalah penetapan jadwal belajar dan tempat belajar KF.

a. Disesuaikan keinginan WB

b. Disesuaikan keinginan selain oleh WB

13. Membaca adalah kemampuan warga belajar mengenal huruf dalam satu kata, mengeja kata tersebut, membacanya dalam suku kata dan membacanya dalam kata utuh.

14. Menulis adalah kemampuan warga belajar berupa ketepatan menulis huruf, angka, suku kata dan suatu kata.

15. Menghitung adalah kemampuan warga belajar mengoperasikan angka-angka secara dasar (pengurangan dan penjumlahan)

16. Motivasi tinggi untuk mau belajar baca tulis hitung lagi, yaitu WB belajar kembali setelah selesai mengikuti program untuk mengasah kemampuan baca tulis hitungnya dengan belajar ditempat lain seperti dirumah

a. Motivasi rendah : tidak ada keinginan belajar kembali dan tidak melakukannya

b. Motivasi tinggi : mau dan melakukan belajar kembali

17. Kepercayaan diri WB adalah keyakinan pada diri WB bahwa dia dapat melakukan hal yang sebelumnya ia tidak mampu lakukan atau tidak memiliki keberanian untuk melakukannya yang dipengaruhi setelah mengikuti program KF, hal tersebut meliputi keberanian untuk mengakses kelembagaan

(39)

masyarakat (arisan, pengajian, pusat perbelanjaan, sekolah anak, tempat pembayaran listrik, dan bank atau lembaga keuangan) atau bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggal (bergaul dengan tetangga).

a. Rendah: masih merasa enggan untuk mengakses kelembagaan tersebut dan tidak melakukannya satupun

b. Tinggi : mau mengakses kelembagaan tersebut dan melakukannya minimal satu kelembagaan yang telah disebutkan

18. Penerapan kemampuan fungsional kemampuan keaksaraan adalah tindakan yang dilakukan oleh WB yang berhubungan dengan penerapan kemampuan baca, tulis dan hitungnya. Variabel ini diukur dengan jumlah skor yang diperoleh dari jawaban pertanyaan pada kuesioner. Jawaban pertanyaan yang sesuai harapan diberi skor 2 dan yang tidak sesuai dengan harapan diberi skor 1.

a. Rendah : tidak dapat melakukan penerapan kemampuan fungsional membaca, menulis dan berhitung (skor < 2)

b. Tinggi : minimal dapat melakukan satu penerapan kemampuan fungsional (skor ≥ 2)

3.3 Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara Umur WB dengan kemampuan keaksaraan WB. 2. Terdapat hubungan antara pendidikan formal yang pernah diikuti WB dengan

(40)

3. Terdapat hubungan antara status perkawinan dengan kemampuan keaksaraan WB.

4. Terdapat hubungan antara pekerjaan yang dimiliki warga belajar dengan kemampuan keaksaraan WB.

5. Terdapat hubungan antara tinggi jumlah anak yang menjadi tanggungan WB dengan kemampuan keaksaraannya.

6. Terdapat hubungan antara penilaian WB terhadap program KF dengan keaksaraan.

7. Terdapat hubungan antara motif WB untuk mengikuti program dengan kemampuan keaksaraan WB.

8. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan anggota keluarga WB dengan kemampuan keaksaran WB.

9. Terdapat hubungan antara dukungan dari lingkungan tempat tinggal dengan kemampuan keaksaraan WB.

10. Terdapat hubungan antara teknik pembelajaran dari tutor dengan kemampuan keaksaraan WB.

11. Terdapat hubungan antara alokasi waktu dan tempat belajar program KF dengan kemampuan keaksaraan WB.

12. Terdapat hubungan antara kemampuan dasar keaksaraan/melek aksara WB terhadap dampak atau manfaat tidak langsung dari program.

(41)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode survei, yaitu metode penelitian melalui pengumpulan informasi berupa data primer dari suatu sampel dengan menanyakan melalui kuesioner atau interview supaya menggambarkan berbagai aspek dari populasi (Fraenkel dan Wallen, 1990) dalam (Wahyuni dan Mulyono, 2006). Penggunaan metode survei pada penelitian ini memanfaatkan uji tes kemampuan keaksaraan dan kuesioner, yang kemudian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui hubungan antar variabel bebas (faktor internal dan eksternal) terhadap variabel dipengaruhi (kemampuan keaksaraan). Metode kualitatif juga digunakan sebagai pendukung pendekatan kuantitatif melalui teknik wawancara mendalam pada responden dan informan untuk melengkapi kebutuhan data primer penelitian.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di kawasan Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Tepatnya, berada di RW 01 dan 10 Kelurahan Sukadamai dengan mengambil responden dari warga belajar (WB) program Keaksaraan Fungsional (KF) yang berada di bawah naungan PKBM Damai Mekar.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2008. Waktu penelitian ditentukan secara sengaja setelah kelulusan warga belajar KF sejak bulan Desember,

(42)

untuk melihat kelanggengan kemampuan keaksaraan warga belajar pasca pembelajaran pada program KF PKBM Damai Mekar.

4.3 Teknik Sampling

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu warga belajar KF PKBM Damai Mekar. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling atau secara sengaja, yaitu teknik pengambilan sampel dengan memilih subjek-subjek yang menjadi anggota kelompok tertentu. Secara sengaja, responden yang dipilih adalah warga belajar (WB) KF yang telah selesai mengikuti program KF, 5 bulan sebelum penelitian ini dilakukan. Sampling frame penelitian ini adalah seluruh warga belajar yang berada di RW 01 Kelurahan Sukadamai sebanyak 23 orang dan RW 10 sebanyak 20 orang, mengikuti program KF pada periode pembelajaran Juni-November 2007.

4.4 Jenis Data dan Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari responden yaitu warga belajar program KF dengan menggunakan tes kemampuan keaksaraan dasar dan kuesioner yang dipandu dengan wawancara terstruktur. Data primer juga didapatkan melalui wawancara kepada tutor KF, pengelola PKBM, RW 10 dan staff pemerintahan Kelurahan Sukadamai. Sementara data sekunder berupa dokumentasi dari PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai dan Kecamatan Tanah Sareal.

(43)

4.5 Analisis Data

Data primer yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan jenis variabel dan diolah. Hasil pengisian tes kemampuan keaksaraan dasar digunakan untuk mengetahui kemampuan keaksaraan warga belajar yang masih ia miliki. Skoring juga digunakan pada hasil pengisian tes kemampuan keaksaraan dasar, variabel penilaian program KF oleh warga belajar, varibel teknik pembelajaran oleh tutor, tingkat pendidikan keluarga, dukungan keluarga dan penerapan kemampuan keaksaraan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan tabulasi silang yang kemudian dijelaskan secara deskriptif analitis.

Hipotesis diuji menggunakan analisis Chi-square untuk mengetahui hubungan

antara variabel internal dan variabel eksternal terhadap kemampuan keaksaraan WB. Selain itu hubungan antara kemampuan keaksaraan terhadap dampak atau manfaat tidak langsung dari program diuji pula menggunakan metode yang sama.

(44)

BAB V

GAMBARAN UMUM LOKASI

5.1 Gambaran Umum Kelurahan Sukadamai 5.1.1 Kondisi Geografis

Kelurahan Sukadamai merupakan salah satu wilayah Pemerintahan Kota Bogor yang berada pada Kecamatan Tanah Sareal sejak September 1995. Berdasarkan data monografi Kelurahan Sukadamai, sebelumnya Kelurahan Sukadamai adalah bagian dari Desa Cilebut Kecamatan Semplak Kabupaten Bogor. Pada tahun 1983 Desa Cilebut dimekarkan/dipecah menjadi beberapa bagian yaitu Desa Cilebut Barat, Desa Cilebut Timur dan Desa Sukadamai. Pada tahun 1984 Desa Sukadamai terbagi menjadi 2 (dua) bagian wilayah yaitu Desa Sukadamai dan Desa Sukaresmi. Lalu pada tanggal 20 September 1995 wilayah Desa Sukadamai dan Sukaresmi masuk dalam wilayah Pemerintahan Kota Bogor berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 1995. Kemudian pada tahun 2001 status Desa Sukadamai berubah menjadi Kelurahan Sukadamai.

Secara topografis, kelurahan ini berada pada dataran rendah dengan ketinggian tanah 700 m dari permukaan laut. Banyaknya curah hujan yang terjadi kira-kira 200-300 mm/tahun, dan suhu udara rata-rata 25 derajat celcius. Batas-batas wilayah Kelurahan ini yaitu:

1) Batas utara : Kelurahan Mekarwangi 2) Batas selatan : Kelurahan Kedung Badak 3) Batas barat : Kelurahan Cibadak

(45)

4) Batas timur : Kelurahan Sukaresmi

Pusat Pemerintahan Kecamatan berada di Kelurahan Tanah Sareal jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan sekitar 3 Km, jarak dari Pemerintahan Kota sekitar 6 Km, jarak dari Ibu Kota Provinsi sejauh 180 Km dan jarak dari Ibukota Negara sejauh 68 Km.

Luas Kelurahan Sukadamai sekitar 110 Ha. Peruntukan luas wilayah ini dimanfaatkan sebagai pemukiman 66 Ha, jalan 5,9 Ha, sawah 2 Ha, ladang 6 Ha, bangunan umum 3,5 Ha, empang 2 Ha, jalur hijau 2 Ha, pekuburan 1 Ha, dan lainnya seluas 24,6 Ha.

5.1.2 Kependudukan

Kelurahan Sukadamai terdiri dari 10 RW dan terbagi dalam dua wilayah, yaitu wilayah Komplek Perumahan Budi Agung (RW III, IV dan V) dan wilayah perkampungan (I, II, VI, VII, VIII s/d X). Jumlah RT sebanyak 37 RT yang tersebar di dalam 10 RW tersebut. Jumlah penduduk pada kelurahan ini ada 13.346 jiwa, dengan jumlah laki-laki 6.666 jiwa dan perempuan 6680 jiwa, dan jumlah kepala keluarga 2.223 KK. Berdasarkan data monografi Kelurahan Sukadamai, dapat diuraikan jumlah penduduk berdasarkan golongan umur, dimana jumlah penduduk terbesar terdapat pada usia 10-14 tahun yaitu sebesar 1.563 jiwa. Sementara untuk jumlah penduduk terkecil yaitu pada kategori 60 tahun ke atas yaitu sebesar 621 jiwa. Untuk lebih jelasnya, komposisi penduduk berdasarkan golongan umur disajikan pada Tabel 1.

(46)

Tabel 1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Umur di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007

No Golongan Umur Jumlah

1 00-14 tahun 1.242 2 05-09 tahun 1.675 3 10-14 tahun 1.563 4 15-19 tahun 1.495 5 20-29 tahun 1.399 6 30-34 tahun 1.254 7 35-39 tahun 1.220 8 40-44 tahun 1.104 9 45-49 tahun 985 10 50-54 tahun 788 11 > 60 tahun 621 Jumlah 13.346

Sumber: Data monografi Kelurahan Sukadamai, 2007

Berdasarkan pada agama atau kepercayaan yang dianut, mayoritas penduduk Kelurahan Sukadamai beragama islam. Hal ini dapat dilihat melalui komposisi penduduk menurut agama pada Tabel 2.

(47)

Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007 No Agama Jumlah (orang) Distribusi Persentasi (%)

1 Islam 12.200 91,4 2 Kristen 933 6,9 3 Katholik 133 0,9 4 Hindu 9 0,07 5 Budha 26 0,2 6 Konghuchu 40 0,3 13.346 100

Sumber: Data monografi Kelurahan Sukadamai, 2007

Jumlah penduduk terbanyak yang menganut agama islam sebesar 12.200 orang atau 91,4 persen, dan jumlah penduduk terkecil yang menganut agama hindu sebanyak 9 orang atau 0,07 persen.

Mata pencaharian sebagian penduduk adalah wiraswasta atau berdagang, bergerak dalam bidang jasa, swasta dan bertani maupun buruh tani. Lebih jelas lagi bentuk mata pencaharian penduduk Kelurahan Sukadamai dapat dilihat melalui komposisi penduduk menurut mata penacaharian pada Tabel 3.

(48)

Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007

No Mata Pencaharian Jumlah (orang)

1 Pegawai negeri sipil 182

2 TNI 21 3 Polri 4 4 Swasta/BUMN/BUMD 799 5 Wiraswasta/pedagang 1.818 6 Tani 291 7 Pertukangan 463 8 Buru tani 181 9 Pensiunan 142 10 Jasa/lain-lain 1.884 Jumlah 5.785

Sumber: Data monografi Kelurahan Sukadamai, 2007

Sebagian penduduk yang berada di wilayah perkampungan khususnya perempuan, mereka banyak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau buruh cuci di wilayah komplek sekitar Kelurahan Sukadamai.

5.1.3 Pendidikan

Seiring dengan bertambahnya penduduk pendatang dari luar kelurahan khususnya pada wilayah komplek perumahan, membawa perubahan perkembangan Kelurahan Sukadamai yang lebih baik, seperti pada perekonomian wilayah dan pembangunan infrastruktur seperti sarana pendidikan, kesehatan dan ibadah.

(49)

Kondisi pendidikan umum di Kelurahan Sukadamai terlihat cukup berkembang dengan terdapatnya fasilitas atau sarana pendidikan yang memadai. Sarana pendidikan umum di Kelurahan Sukadamai dapat digambarkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sarana Pendidikan Umum di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007

Negeri Swasta No Jenis Pendidikan Gedung (buah) Guru (orang) Murid (orang) Gedung (buah) Guru (orang) Murid (orang) 1 TK 2 6 204 2 Sekolah Dasar 11 51 2040 1 16 415 3 SMP 1 22 326 4 MTs 1 20 309 Jumlah 11 51 2040 5 84 1254 Sumber: Data monografi Kelurahan Sukadamai, 2007

Selain pendidikan umum seperti yang tertera pada Tabel 4, terdapat pula sarana Pendidikan Luar Sekolah yang disediakan melalui PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang dibentuk oleh masyarakat Kelurahan Sukadamai. Sarana Pendidikan Luar Sekolah yang ada di PKBM dapat dilihat pada Tabel 5.

(50)

Tabel 5. Sarana Pendidikan Luar Sekolah di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007 No Jenis Pendidikan Gedung (buah) Guru/pelatih) (orang) Murid (orang) 1 PAUD 1 2 100 2 Kejar Paket A 1 1 3 Kejar Paket B 1 15 4 Kejar Paket C 2 20 5 KF 6 50 6 KBU 1 7 KBO Jumlah 3 12 175 Sumber: Data monografi Kelurahan Sukadamai, 2007

Namun untuk beberapa wilayah seperti pada RW-RW yang terdapat pada wilayah perkampungan masih terdapat warga yang masih buta huruf atau buta aksara, dengan kisaran usia di atas 20 tahun. Mereka khususnya adalah penduduk asli Kelurahan Sukadamai. Hal ini telah mendapatkan perhatian dengan dibentuknya kelembagaan yang berfokus pada pengentasan buta aksara melalui Pendidikan Luar Sekolah (PLS), seperti kelembagaan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang memiliki Program Keaksaraan Fungsional (KF) untuk memelekaksarakan warga Sukadamai yang masih mengalami buta aksara.

(51)

5.2 Gambaran Umum Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Damai Mekar

PKBM Damai Mekar dibentuk pada tahun 1998 oleh keluarga besar Bapak Haji Yusron. Pada saat itu program yang dilaksanakan PKBM masih terdiri dari Kejar Paket A (setara SD) dan PBA (Program Pemberantasan Buta Aksara). Barulah pada tanggal 9 Maret 1999 PKBM Damai Mekar dioperasionalkan di bawah Yayasan Majelis Ta’lim Nurrahmah. Program yang dilaksanakan saat ini tidak hanya Kejar Paket A dan PBA saja, namun juga terdapat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Kejar Paket A (setara SD), B (setara SMP) dan C (setara SMA), KF (Keaksaraan Fungsional) yang hampir sama dengan PBA, Kelompok Belajar Usaha (KBU), dan Kelompok Belajar Olahraga (KBO).

Kegiatan belajar masyarakat sendiri dilakukan di gedung Yayasan Nurrahmah untuk program Kejar Paket dan PAUD. Sedangkan kelompok belajar KF dilaksanakan di sekitar tempat tinggal warga belajar, seperti di rumah salah satu warga belajar. Hal ini dilakukan agar kegiatan belajar mudah diakses oleh warga belajar KF. Kegiatan KBU dipraktekan langsung dengan membentuk warung jajan untuk anak sekolah dasar yang berada di sekitar lingkungan PKBM.

5.3 Program Keaksaraan Fungsional PKBM Damai Mekar

Program Keaksaraan Fungsional pada PKBM Damai Mekar telah menyentuh beberapa RW di Kelurahan Sukadamai, yaitu terdiri dari RW 1, 6, 7 dan 10 pada awal tahun 2007. Dan saat ini yang sedang dilakukan penggarapan adalah RW 02, 08 dan 09 sejak bulan November 2007. Sedangkan RW 03, 04 dan 05 adalah wilayah

(52)

Komplek Perumahan Budi Agung yang tidak dijadikan target sasaran program KF. RW 01 dan 10 merupakan RW yang menjadi unggulan kelompok belajar, karena warga belajarnya lebih aktif dari kelompok belajar RW lain. Selain itu juga kelompok belajar ini diikutsertakan pada program unggulan P2WKSS (Program Pemberdayaan Wanita Keluarga Sehat Sejahtera) dari PKK Kota Bogor tahun 2007. Jumlah penduduk yang buta huruf pada RW 10 sekitar 5 kelompok atau 50 orang namun yang hanya mengikuti program KF 18 orang. Begitu pula pada warga RW 01 hanya 17 orang yang mengikuti program KF. Pada RW 01 ini akan direncanakan untuk menindaklanjuti program KF, yaitu akan dilaksanakan program KF ke tahap lanjutan. Pada beberapa RW yang menjadi target wilayah pemberantasan buta aksara, sebagian warganya ada yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) khususnya para wanita. Menjadi salah satu alasan mereka tidak dapat mengikuti program KF karena kesibukan bekerja sebagai PRT, yang bekerja mulai pagi hari sekitar jam 7:00 hingga sore sekitar jam 16:00. Selain alasan kesibukan bekerja, mereka juga enggan datang karena rasa malu mereka tidak dapat membaca dan menulis.

Kegiatan belajar di RW 01 dan 10 dilaksanakan 2 kali dalam seminggu. Tempat belajar di RW 01 berada di salah satu rumah warga belajar, sedangkan untuk tempat belajar di RW 10 berada di Majelis Aisyah yang berada di RW 10. Warga belajar pada RW 10 terbilang memiliki motivasi tinggi untuk belajar baca tulis hitung. Kegiatan belajar terdiri dari belajar keaksaraan dasar baca tulis hitung dengan beberapa teknik pembelajaran, seperti belajar mengenal huruf dan angka, membaca suku kata, kata, kalimat, menulis huruf dan angka, berhitung dengan melakukan

(53)

penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Pembelajaran tersebut dilakukan berulang-ulang hingga WB lancar melakukannya. Teknik belajar yang paling efektif diterapkan secara individual pada WB adalah dengan menggunakan panduan pembelajaran berupa buku pedoman belajar untuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau TK, meskipun telah diterapkan pula teknik pembelajaran berdasarkan panduan belajar untuk program KF. Selain itu juga diterapkan metode belajar aksi dengan menggunakan kartu huruf dan angka yang dapat memudahkan WB untuk menghafal huruf dan merangkai kata dari kartu-kartu huruf tersebut. Dipakai pula alat hitung berupa bij-biji tasbih yang disusun pada tali. Selain itu juga digunakan tulisan kata pada selembar karton seperti tulisan pada poster yang dilengkapi gambar-gambar pula.

Selain belajar keaksaraan dasar, WB juga diajarkan beberapa keterampilan seperti membuat baki hantaran dan membuat kue, selain untuk menambah keterampilan juga memperlancar kemampuan baca tulis dengan praktek langsung serta menarik perhatian dan menambah motivasi untuk belajar. WB tidak dikenakan biaya untuk mengikuti praktek tersebut. Mereka hanya cukup datang dan belajar keterampilan tersebut sambil mengasah kemampuan baca tulis hitung mereka.

(54)

Gambar 2. Aktivitas Praktek Keterampilan Warga Belajar KF di Majelis Tempat Belajar

Gambar 3. Warga Belajar KF Bersama Tutor PKBM Damai Mekar

Gambar 4. Ujian Warga Belajar yang Diawasi oleh Tutor di Majelis Tempat Belajar

(55)

Dana kegiatan belajar dan praktek berasal dari PKBM, mitra kerjasama PKBM seperti PKK Kota Bogor atau SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) Kecamatan Tanah Sareal, dan swadaya dari tutor. Dana yang berasal dari PKBM tersebut berasal dari UPTD Pendidikan setempat. Dana tersebut dianggarkan untuk membayar honor tutor dan kegiatan pelaksanaan pembelajaran. Jumlah tutor yang ada di PKBM Damai Mekar saat ini ada 14 orang dan 6 orang dari mereka adalah tutor untuk program KF. Para tutor juga pernah mengikuti pelatihan untuk mengembangkan teknik pengajaran mereka. Kegiatan KF sendiri mendapatkan perhatian dari mitra kerjasama seperti SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) dan PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga). Menurut kelembagaan ini program KF merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat khususnya dalam lingkup keluarga, dengan meningkatkan kemampuan baca tulis hitung ibu rumah tangga di Kelurahan Sukadamai.

5.4 Profil Warga Belajar Program KF PKBM Damai Mekar

Warga belajar yang mengikuti program KF PKBM Damai Mekar periode Juni-November 2007 secara keseluruhan adalah ibu rumah tangga yang berada di RW 01 dan 10 Kelurahan Sukadamai. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga, buruh cuci, pembersih benang pada pakaian garmen, pemisah benang gujir dari ban mobil, pengoret rumput pada sawah milik orang lain atau pengoret halaman rumah pada komplek perumahan, dan ada juga yang membuat warung jajanan. Warga belajar yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga harus bekerja sejak pukul 6 pagi hingga pekerjaan rumah selesai atau sekitar waktu dzuhur (jam 12 siang). Namun ada pula yang bekerja sampai sore hari hingga pukul 4 sore karena

(56)

harus menjaga anak dari majikan mereka. Kesibukan seperti inilah yang membuat kebanyakan dari mereka tidak selalu aktif mengikuti kegiatan belajar KF, selain itu mereka sering mengeluh capek untuk belajar KF karena pekerjaan mereka. Hampir keseluruhan dari mereka adalah penduduk asli setempat yang menikah dan memiliki keluarga pada wilayah tersebut.

Rata-rata pendidikan mereka sangat minim. Banyak dari mereka yang tidak pernah mengalami sekolah formal karena keterbatasan akses pada kelembagaan pendidikan dan biaya sekolah yang tinggi pada saat usia sekolah mereka. Pendidikan saat dulu hanya cocok untuk laki-laki. Perempuan dianggap lebih cocok berada di rumah saja mengurus pekerjaan rumah dibandingkan pergi sekolah. Terdapat beberapa warga belajar yang mengaku pernah mengikuti sekolah namun mereka hanya belajar agama saja seperti mengaji, atau mereka biasa menyebut sekolah madrasah. Mereka sama sekali tidak diajarkan huruf latin saat itu. Inilah salah satu penyebab kebutaaksaraan mereka saat ini.

Setelah dilakukan pengambilan data, ternyata warga belajar yang merasa pernah mengikuti program KF PKBM Damai Mekar hanya terdapat 35 warga belajar dari 43 warga yang tercatat oleh PKBM Damai Mekar sebagai warga belajar KF mereka. Hal ini terjadi karena setelah warga yang terdaftar sebagai warga belajar KF PKBM Damai Mekar, namun beberapa dari mereka tidak mengikuti kegiatan belajar program KF sama sekali. Sehingga mereka tidak dapat menjawab beberapa pertanyaan pada kuesioner yang berhubungan dengan kegiatan belajar program KF, selain itu mereka juga tidak termasuk ke dalam karakteristik sebagai responden penelitian.

(57)

5.5 Ikhtisar Bab V

Gambaran secara umum Kelurahan Sukadamai merupakan wilayah bagian Kota Bogor, yang wilayahnya sebagian besar merupakan daerah perkampungan, dan sisanya merupakan wilayah komplek perumahan. PKBM Damai Mekar berada di tengah lingkungan Kelurahan Sukadamai, tepatnya daerah perkampungan. Lokasi penelitian berada di RW 01 dan 10. Semua responden yang berada di kedua RW tersebut merupakan Warga Belajar Program KF PKBM Damai Mekar. Bab selanjutnya merupakan pembahasan mengenai karakteristik yang ada pada responden penelitian.

(58)

BAB VI

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Karakteristik responden terbagi menjadi dua bentuk, yaitu karakteristik internal diri pribadi responden dan karakteristik eksternal responden.

6.1 Karakteristik Internal Diri Pribadi Responden

Karakteristik internal diri pribadi responden terdiri dari umur, status perkawinan, pekerjaan, tingkat pendidikan, jumlah anak, penilaian WB terhadap program KF dan motif WB mengikuti program KF.

Tabel 6. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Internal Diri Pribadi di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008

No Karakteristik Internal Diri Pribadi Responden f %

1 Umur: • 16-45 tahun • di atas 45 tahun 23 12 65,7 34,3 2 Status Perkawinan: • Menikah • Janda 32 3 91,4 8,6 3 Pekerjaan: • Bekerja • Tidak Bekerja 23 12 65,7 34,4 4 Tingkat Pendidikan:

• Rendah (Tidak sekolah atau DO (Drop Out) kelas 1-3 SD)

• Tinggi (DO di atas kelas 3)

34 1

97,1 2,9

5 Jumlah Anak:

• Rendah (≤ 3 anak dan tidak memiliki balita) • Tinggi (> 3 anak dan atau memiliki balita)

15 20

42,9 57,1 6 Penilaian WB terhadap Program KF:

• Rendah (jumlah skor ≤ 18) • Tinggi (jumlah skor > 18)

2

33 94,3 5,7 7 Motif WB Mengikuti Program KF:

• Motif Internal • Motif Eksternal

25

10 71,4 28,6 n: 35

(59)

6.1.1 Umur

Umur adalah lamanya warga belajar untuk hidup sejak ia lahir hingga saat penelitian ini berlangsung. Kategori umur dikelompokan menjadi dua golongan, yakni 16-45 tahun, dan di atas 45 tahun. Pada Tabel 6 dapat dilihat jumlah responden pada umur 16-45 tahun sebanyak 23 orang atau 65,7 persen dan umur di atas 45 tahun sebanyak 34,3 persen. Angka tersebut menunjukan bahwa responden sebagian besar berumur 16-45 tahun. Menurut pengelola program KF, warga belajar memang diprioritaskan untuk warga buta huruf berumur sekitar 16-45 tahun, namun bila terdapat warga buta huruf berumur di atas 45 tahun dan mau mengikuti program, tetap boleh diikutsertakan.

6.1.2 Status Perkawinan

Berdasarkan keseluruhan responden yang semuanya adalah perempuan, maka status perkawinan responden terbagi menjadi dua kategori, yaitu menikah dan janda. Berdasarkan Tabel 6, jumlah responden dengan status menikah ada 91,4 persen dan responden berstatus janda terdapat 8,6 persen. Hal ini membuktikan 100 persen responden adalah ibu rumah tangga. Berdasarkan data yang didapatkan, seluruh responden yang berstatus janda memiliki anak dan menjadi tulang punggung keluarga.

(60)

6.1.3 Pekerjaan

Pekerjaan yaitu bentuk mata pencaharian yang dilakukan oleh responden untuk mendapatkan penghasilan, baik sebagai pekerjaan pokok atau sampingan. Responden terbagi menjadi dua kelompok, yaitu responden bekerja dan tidak bekerja. Sebagian besar responden memiliki pekerjaan baik pekerjaan pokok maupun sampingan dengan persentase 65,7 persen seperti yang tertera pada Tabel 6. Pekerjaan tersebut terdiri dari pembantu rumah tangga (28,6 persen), buruh cuci (5,7 persen), buruh pabrik (2,8 persen), pemisah benang (8,6 persen) dan pembersih benang (14,3 persen).

Pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan pokok, yaitu pembantu rumah tangga, karena pekerjaan itu mereka lakukan setiap hari sejak pagi (jam 7 pagi) hingga sekitar pukul 12 siang atau pukul 4 sore. Sementara pekerjaan yang mereka anggap sebagai pekerjaan sampingan yaitu yang tertera pada Tabel 6, selain menjadi pembantu rumah tangga. Pekerjaan sampingan seperti buruh cuci, buruh pabrik, pemisah benang dan pembersih benang tidak selalu mereka dapatkan tiap hari, tergantung pada permintaan tenaga kerja. Menurut responden yang memiliki usaha berdagang, pekerjaan mereka dianggap sebagai pekerjaan sampingan pula karena tidak banyak menyita waktu, selain itu suami mereka pun memiliki pekerjaan lain.

6.1.4 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yaitu jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti responden. Tingkat pendidikan responden terbagi menjadi dua kategori, yaitu rendah bagi responden yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal atau drop out pada

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran                  Keberhasilan Program  Keterangan:    :  Mempengaruhi terhadap       Faktor yang mempengaruhi  keberhasilan program KF Faktor eksternal WB:  1
Tabel 1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Umur di Kelurahan  Sukadamai, Tahun 2007
Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Sukadamai, Tahun 2007  No  Agama  Jumlah (orang)  Distribusi Persentasi (%)
Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Sukadamai,  Tahun 2007
+5

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan tindakan siklus I sampai siklus II dengan penerapan strategi Index Card Match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika yang

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tokoh Melayu dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di Sekolah

Adapun instrumen yang digunakan meliputi (1)pedoman observasi kemampuan berbahasa jawa untuk mengumpulkan data kemampuan berbahasa jawa, (2)pedoman observasi

[r]

Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) mendeskripsikan cara guru menyampaikan informasi mengajar mesin bubut konvensional di SMKN 2 Yogyakarta, 2) bagaimana mendeskripsikan

mengaku membenarkan Laporan Projek Sarjana Muda ini disimpan di Perpustakaan dengan syarat- syarat kegunaan seperti berikut:.. Laporan adalah hakmilik Universiti Teknikal

Reduced Prefrontal Cortical Gray Matter Volume in Young Adults Exposed to Harsh Corporal

Untuk mengetahui hubungan antara kecanduan bermain game online “Point Blank” dengan perilaku melanggar aturan gamers remaja awal C-Game Center Bandung ……... Hasil

 Barnet, Jonathan. Introduction to Urban Design. New York, Harper&amp;Row Publishers. Architecture: Form, Space and Order. Creating, Architectural Theory. Urban Design: