• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kemampuan Keaksaraan

BAB IX. DAMPAK DARI PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL

9.2 Hubungan Kemampuan Keaksaraan

mempengaruhi motivasi warga belajar untuk belajar kembali mengasah kemampuan keaksaraannya. Motivasi warga belajar dapat dilihat dari keinginan untuk mau dan melakukan belajar baca, tulis dan hitung kembali dirumah bersama anak atau keluarga. Menurut analisis tabulasi silang terhadap hubungan tersebut terdapat

responden dengan tingkat kemampuan keaksaraan rendah dan memiliki motivasi tinggi untuk belajar kembali ada sebanyak 10 orang (34,5 persen) dari 29 responden yang memiliki kemampuan keaksaraan rendah. Terdapat pula responden dengan tingkat kemampuan keaksaraan tinggi dan memiliki motivasi tinggi untuk belajar kembali ada sebanyak 4 responden (66,7 persen) dari 6 responden yang kemampuan keaksaraannya tinggi. Data tersebut dapat lebih jelas dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hubungan Kemampuan Keaksaraan Responden dengan Motivasi Belajar Kembali di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008

Motivasi belajar Kembali

Kemampuan Keaksaraan Rendah Tinggi Jumlah

Rendah 19 (65,5) 10 (34,5) 29 (100) Tinggi 2 (33,3) 4 (66,7) 6 (100) Jumlah 21 (60) 14 (40) 35 (100) Keterangan: ( ) = persentase X²hitung = 2,146 X² α 0.05 db 1 = 3,84

Hasil analisis menggunakan metode chi-square menghasilkan X²hitung (2,146) < X² α 0.05 dengan db 1 sebesar 3,84. Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara kemampuan keaksaraan dengan motivasi belajar kembali oleh warga belajar atau dengan kata lain tingkat kemampuan keaksaraan rendah tidak mempengaruhi motivasi belajar kembali warga belajar. Terlihat dari adanya warga belajar dengan kemampuan keaksaraan tinggi maupun rendah memiliki motivasi untuk belajar kembali. Bahkan lebih tinggi persentase responden yang kemampuan keaksaraannya tinggi dan memiliki motivasi belajar kembali. Warga belajar dengan kemampuan keaksaraan tinggi dan memiliki motivasi tinggi untuk belajar kembali

mengatakan bahwa dengan belajar lagi dirumah membuat kemampuan baca tulis hitungnya tetap masih ada.

9.3 Hubungan Kemampuan Keaksaraan dengan Penerapan Fungsional Kemampuan Keaksaraan

Kemampuan keaksaraan seorang warga belajar akan mempengaruhi penerapan kemampuannya tersebut dalam kehidupan. Penerapan kemampuan keaksaraan dalam kehidupan sehari-hari yaitu kemampuan secara fungsional dari kemampuan baca tulis hitung warga belajar, seperti kemampuan membaca dan biodata sendiri, membaca undangan, dan membaca waktu pada jam. Hal tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal huruf.

Berdasarkan data yang diperoleh warga belajar dengan tingkat kemampuan keaksaraan tinggi dan melakukan penerapan fungsional kemampuan keaksaraannya ada sebanyak 6 (100 persen) orang dari seluruh responden yang memiliki kemampuan keaksaraan tinggi (6 orang). Sementara warga belajar yang memiliki tingkat kemampuan keaksaraan rendah namun dapat melakukan penerapan fungsional kemampuan keaksaraan ada sebanyak 1 orang (3,4 persen) dari 29 responden yang tingkat kemampuan keaksaraanya rendah.

Tabel 12. Hubungan Kemampuan Keaksaraan Responden dengan Penerapan

Fungsional Kemampuan Keaksaraan di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008

Penerapan Fungsional Kemampuan Keaksaraan Kemampuan Keaksaraan Rendah Tinggi

Jumlah Rendah 28 (96,6) 1 (3,4) 29 (100) Tinggi 0 (0) 6 (100) 6 (100) Jumlah 28 (80) 7 (20) 35 (100) Keterangan: ( ) = persentase X²hitung = 28,966 X² α 0.05 db 1 = 3,84

Berdasarkan hasil analisis dengan metode chi-square didapatkan X²hitung (28,966)>X² α 0.05 db 1 sebesar 3,84. Hal ini menunjukan terdapat hubungan antara kemampuan keaksaraan dengan penerapan fungsional kemampuan keaksaraan tersebut atau kemampuan keaksaraan mempengaruhi penerapan kemampuan keaksaraan warga belajar. Terlihat warga belajar dengan kemampuan keaksaraan tinggi, ia juga dapat menerapkan secara fungsional kemampuan keaksaraannya tersebut.

Terdapat 1 warga belajar yang kemampuan keaksaraannya rendah namun ia dapat menerapkan kemampuan keaksaraannya secara fungsional. Hal ini terjadi karena WB tersebut dapat pula dikatakan kemampuan keaksaraanya hampir cukup tinggi, hanya beberapa skor kemampuan keaksaraannya yang hampir mencukupi standard skor kelulusan kemampuan keaksaraan (skor ≥ 318) sehingga penerapan fungsional yang telah mampu ia lakukan didasarkan atas kemampuan keaksaraannya yang meningkat pula.

9.4 Hubungan Kemampuan Keaksaraan dengan Kepercayaan Diri WB

Peningkatan kemampuan keaksaraan warga belajar (WB) diharapkan dapat pula meningkatkan kepercayaan diri WB. Maksud dari kepercayaan diri disini adalah munculnya sikap dari warga belajar untuk berani mengakses kelembagaan masyarakat yang sebelumnya tidak dapat mereka akses karena perasaaan minder atau merasa bodoh karena tidak dapat membaca dan menulis dan merasa minder untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya. Namun tidak selalu peningkatan kemampuan keaksaraan diiringi dengan adanya peningkatan kepercayaan diri.

Berdasarkan data penelitian jumlah responden yang mengalami peningkatan kepercayaan diri atau kepercayaan dirinya tinggi dengan kemampuan keaksaraan tinggi pula ada sebanyak 2 orang (33,3 persen) dari 6 responden yang kemampuan keaksaraanya tinggi. Sementara jumlah warga belajar yang memiliki kepercayaan diri tinggi namun kemampuan keaksaraannya rendah sebanyak 6 responden (20,7 persen) dari 29 responden yang kemampuan keaksaraanya rendah.

Tabel 13. Hubungan Kemampuan Keaksaraan Responden dengan Kepercayaan Diri di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008

Kepercayaan Diri WB

Kemampuan Keaksaraan Rendah Tinggi Jumlah

Rendah 23 (79,3) 6 (20,7) 29 (100) Tinggi 4 (66,7) 2 (33,3) 6 (100) Jumlah 27 (77,1) 8 (22,9) 35 (100) Keterangan: ( ) = persentase X²hitung = 0,451 X² α 0.05 db 1 = 3,84

Berdasarkan hasil analisis chi-square, didapat X²hitung (0,451) < X² α 0.05 db 1 (3,84). Dari hasil analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan

keaksaraan tidak mempengaruhi kepercayaan diri warga belajar. Warga belajar yang mempunyai kemampuan keaksaraan tinggi diharapkan dapat memunculkan keberanian dalam diri untuk merasa percaya diri. Namun terdapat pula warga belajar dengan kemampuan keaksaraan rendah, mereka juga memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Warga belajar dengan kasus seperti ini terjadi karena semakin banyak mereka berinteraksi dengan warga belajar yang lain dan para tutor KF maka semakin bertambah kepercayaan diri mereka untuk berinteraksi dengan orang lain, seperti dengan mengambil raport anak ke sekolah dan menandatangani sebagai perwalian dari anak, merasa lebih dapat bersosialisasi dengan tetangga sekitar tempat tinggal, atau belanja ke pasar tradisonal. Hal ini diperkuat dari penuturan mereka dalam wawancara.

”...Dulu kalo yang ngambil raport anak yang kecil, kakaknya aja. Sekarang mah saya bisa ngambilin. Disuruh nulis nama ama tanda tangan aja mah bisa biarpun masih jelek tulisannya” (MR, 43 tahun).

”...Saya seneng banget belajar di KF. Gurunya bae-bae, seneng kumpul ama yang lain juga kalo lagi belajar bareng, yang tadinya gak begitu deket, sekarang jadi deket, ama bu RT juga jadi lebih kenal, malah jadi pada kangen belajar lagi bareng” (NN, 46 tahun).

Perolehan data kualitatif seperti di atas mengartikan bahwa kepercayaan diri responden dapat dimiliki atau bertambah tanpa harus terlebih dahulu ia memiliki kemampuan keaksaraan yang tinggi. Hal ini pun terjadi karena adanya proses pembelajaran selama di program KF, atau dengan kata lain program KF memberikan pengaruh kepada responden untuk memiliki atau menambah kepercayaan diri dalam memandirikan diri responden.

Dokumen terkait