BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahannya dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah kabupaten dan kota. Setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk
mengurus dan mengatur urusan pemerintahannya sendiri dalam meningkatkan penyelenggaraan pemerintahannya dan pelayanan kepada masyarakat secara efektif dan efesien sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (2) yaitu pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menjelaskan bahwa pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah daerah di berikan kebebasan untuk menjalankan roda pemerintahan daerahnya sendiri untuk meningkatkan daya guna penyelenggaraan pemerintahan serta peningkatan pembangunan agar dapat bersaing terhadap daerah lainnya, Sehingga dalam pembangunan di perlukan modal yang sangat besar untuk mendukung pembangunan di daerah.
Pembangunan di daerah sangat di pengaruhi oleh Otonomi daerah
masing-masing dengan merencanakan dan melaksanakan pembangunan yang bertujuan untuk pemerataan kegiatan pembangunan ke daerah, maka diperlukannya peraturan peraturan
tujuan pembangunan. Terbatasnya informasi tentang potensi investasi yang ada di berbagai daerah di Indonesia, memberi dampak terhadap kurang dikenalnya potensi di kalangan investor dalam negeri maupun manca negara. Pemberlakuan sistem otonomi daerah, menuntut setiap pemerintah daerah otonom untuk lebih aktif mempromosikan sekaligus menjual potensi investasi di daerahnya sehingga pada akhirnya dapat menjadi motor dalam menggerakkan roda perekonomian di masing-masing daerah (Jawahir
Thontowi, 2009:163).
Kondisi sekarang ini perekonomian negara termasuk perekonomian di daerah
masih dalam cukup baik. Penyelenggaraan Pemerintah dan pembangunan juga sedang menghadapi perkembangan dan perubahan berbagai tatanan politik, ekonomi dan sosial yang berbarengan dengan semangat reformasi secara terus menerus bergulir. Perubahan tatanan tersebut ternyata mengakibatkan semakin ketatnya perilaku penanaman modal untuk semakin berhati-hati dalam merencanakan dan melakukan investasi. Mencapai pembangunan penanaman modal ke depan Pemerintah telah berusaha menciptakan iklim yang kondusif dengan melakukan perubahan secara terus menerus sebagaimana yang dilakukan pada tahun- tahun terakhir ini baik yang menyangkut bidang usaha, perizinan dan kelembagaan. Jadi di sini penanaman modal diarahkan pada serangkaian pengaturan oleh pemerintah untuk berperan serta dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang di lihat dari Peningkatan produksi nasional / penggalian potensi-potensi ekonomi, Penciptaan lapangan kerja, Peningkatan pemerataan hasil-hasil pembangunan, partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kegiatan ekonomi, Pemerataan kegiatan pembangunan ke daerah (Sumantono, 1986:112).
Pemerataan di bidang pembangunan yang masuk ke daerah-daerah tidak terlepas dari Kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak asing,akan tetapi hubungan tersebut harus dengan melibatkan pemerintah pusat. Berbeda dengan daerah-daerah yang berada di negara lain dapat dengan leluasa menentukan kerjasama asing
ikut campur tangan dari pemerintah pusatnya, ini karena pemerintah daerah perlu melakukan kerjasama internasional dengan pihak asing untuk mengembangkannya daerannya sendiri sebagai daerah otonomi. Banyak sektor yang perlu di kembangkan dengan melakukan kerjasama internasional seperti sektor pariwisata, pertanian, tata kota dan masih banyak lagi yang perlu di kembangkan untuk menjadi daerah yang maju (Takdir Ali Mukti, 2010:10).
Majunya sebuah daerah secara tidak langsung akan menarik para investor untuk menanamkan modalnya, tidak hanya investor dari dalam negeri saja akan tetapi investor
asing juga dapat menanamkan modalnya di daerah agar dapat mempercepat pembangunan dan pendapatan nasional. Secara historis, sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan melakukan kerjasama internasional telah dimulai sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjelaskan bahwa kewenangan daerah otonom untuk melakukan kerjasama luar negeri ini tetap berlaku sebagaimana terdapat dalam Pasal 42 ayat (1), bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai tugas dan wewenang untuk memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Penyelenggaraan birokrasi di pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota yang di batasi untuk melakukan hubungan antar bangsa, jelas hal ini akan mengalami banyak masalah baik yang berkaitan denga kemampuan maupun pengalaman praktis berhubungan dengan pihak asing. Seyogyanya dalam pelaksanaan kewenangan hubungan internasional itu diperlukan kemampuan yang cukup untuk menjalin kerjasama.
Peningkatan dan perkembangan kerjasama luar negeri dapat berupa Penanaman modal yang merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu kegiatan pembangunan sebab dengan penanaman modal kita dapat mengubah sumber daya
nasional adalah melalui kebijakan mengundang masuknya investor ke Indonesia, khususnya investor asing yang sampai saat ini masih merupakan faktor penting. Penanaman Modal Asing (PMA) terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia adalah diperuntukan bagi pengembangan usaha dan menggali potensi menjadi kekuatan ekonomi dengan memanfaatkan potensi-potensi modal, skill atau managerial, dan teknologi yang dibawa serta para investor asing untuk percepatan
pembangunan ekonomi negara berkembang sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus menerus serta tidak merugikan kepentingan nasional
(Rosyidah Rakhmawati, 2003:8).
Melihat hal tersebut Kabupaten Karanganyar dapat dijadikan sebagai Pedoman di mana Pertumbuhan usaha di daerah Kabupaten Karanganyar sepanjang tahun 2014 mengalami performa menggembirakan dengan tataran nilai investasi mencapai Rp 11,076 miliar. Nilai tersebut merupakan akumulasi modal asing dan dalam negeri yang ditanamkan di Bumi Intanpari. Kepala Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu (BPPT) Karanganyar, Sucahyo mengatakan nilai investasi tersebut mengalami peningkatan cukup signifikan dibanding tahun lalu, yakni sekitar Rp 10 miliar. Kemudahan mengurus perizinan usaha serta kepercayaan investor merupakan faktor pendukung pertumbuhan bisnis di Karanganyar. “Angka investasi itu salah satu bukti para pemodal mempercayai Karanganyar untuk mengembangkan usaha. Terkait investasi yang mencapai Rp 11 miliar lebih, berasal dari 51 perusahaan asing dan dalam negeri yang tercatat selama 2014 (http://krjogja.com/read/240418/2014-nilai-investasi-di-karanganyar-rp-11-miliar.kr/html) diakses pada tanggal 21 Maret 2015.
Prinsip pemerintah daerah memang berusaha mendorong potensi daerah agar berkembang menurut potensi yang dimiliki sendiri sesuai dengan masuknya para investor yang terus meningkat sehingga meningkatkan pembangunan di Kabupaten Karanganyar. Melihat Pasal 2 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang
teknologi daerah, mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan, mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Mengingat pentingnya pengaturan hukum mengenai penanaman modal asing yang dilakukan di daerah-daerah khususnya di Daerah Kabupaten Karanganyar, maka hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut bagaimana
kewenangan pemerintah daerah dalam melakukan kerjasama dengan pihak asing dibidang penanaman modal, apakah telah sesuai atau belum sesuai dengan penerapan
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal serta kaitannya dengan kewenangan daerah dalam melakukan kerjasama dengan pihak asing yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Demikianlah yang menjadi dasar penulis memilih penulisan skripsi dengan judul : “KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
MELAKUKAN KERJASAMA DENGAN PIHAK ASING SETELAH BERLAKUNYA
PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN